Menggambar Bidang Tiga Dimensi ‘di Udara’ Dengan Sketchpad Gravity

Dalam memungkinkan pengguna menggambar di udara, Gravity menawarkan pendekatan yang sangat berbeda dibandingkan Lix. Jika perangkat Lix pada dasarnya merupakan 3D printer dengan kepraktisan sebuah pena, maka dalam menggambar ‘di udara’, Gravity dirancang sepenuhnya dengan memanfaatkan teknologi augmented dan virtual reality.

Gravity ialah sebuah papan sketsa dimana Anda dapat membuat gambar tiga dimensi. Perangkat ini menggunakan serangkaian software dan hardware yang Anda gunakan di tangan dan sebagai headset.

Gambar yang Anda lihat merupakan hasil dari teknologi augmented reality: kenakan headset yang memiliki bentuk berupa kaca mata, stylus dan papan sketsa untuk menggambar.

Papan ini dibuat khusus dari material akrilik. Hasil gambar akan ditampilkan bak melayang di atas papan tersebut. Ia menerima sinyal pergerakan stylus menggunakan koordinat, kemudian data akan dikirimkan secara real-time ke headset Anda.

 

Info menarik: Lix Merupakan Pena 3D Printer yang Memungkinkan Anda ‘Menggambar’ di Udara

 

Contohnya saja saat menggambar kacamata, pertama Anda hanya perlu menggambar model bagian lensa di bidang dua dimensi. Lalu Anda dapat menggerakan bagian kaca tersebut secara vertikal untuk menggambar kedua tangkainya pada bidang dua dimensi yang sama. Hasil gambar kacamata bisa Anda lihat dan Anda putar selama headset augmented reality dikenakan.

Jika penjelasan saya sulit dimengerti, silakan simak video demonstrasi penggunaan Gravity di bawah ini.

Dengan begitu, Gravity bisa dimanfaatkan untuk merancang bentuk dasar suatu produk ataupun prototype. Ia sangat memudahkan pekerjaan artis 3D, hingga desainer interior dan produk.

Bukan hanya dapat bekerja dengan teknologi augmented reality, dalam video demo tersebut tampaknya Gravity juga dapat terintegrasi dengan perangkat head-mounted virtual reality seperti Oculus Rift.

Perangkat Gravity dibuat oleh sekumpulan mahasiswa Royal Colege of Art London sebagai solusi desain tiga dimensi yang lebih interaktif dan mengasyikkan dibandingkan software-software berjenis computer-aided design, seperti contohnya AutoCAD.

Pengembangan Gravity dimulai pada bulan Oktober 2013 oleh empat orang siswa Innovation Design Engineering, Guillaume Couche, Pierre Paslier, Oluwaseyi Sosanya dan Daniela Paredes Fuentes.

Fuentes, sebagai salah seorang pionir ide Gravity menjelaskan, “Hal yang kini membuat kami bersemangat adalah melihat bagaimana orang akan menggunakannya, dan ide baru apa yang bisa terpercik berkat Gravity. Kami telah melakukan berbagai perbincangan menarik dengan berbagai kalangan tentang bagaimana mereka akan menggunakannya untuk membuat animasi, perancangan desain secara langsung hingga sebagai alat edukasi.”

 

Info menarik: Ini Dia Pendapat Bos Sony Soal Virtual Reality dan Oculus Rift

 

Bagian sketchpad Gravity telah dibuat agar para desainer, arsitek hingga pemahat bisa nyaman saat menggunakannya. Perangkat lunaknya dikembangkan menggunakan engine game 3D Unity, sehingga ia mendukung berbagai macam headset augmented reality yang ada sekarang.

Sebagai platform untuk menggambar di udara, Gravity bisa dibilang lebih user-friendly dibandingkan solusi pena 3D printing Lix yang lebih ‘analog’. Setidaknya dengan menggunakan perangkat digital kita dapat menghapus atau meng-undo jika salah menggambar. Tapi Lix memang lebih praktis dan menawarkan hasil yang konkret. Keduanya memiliki fungsi dan kelebihan masing-masing.

Tim pengembang Gravity sangat gembira karena versi purwarupa perangkat ini sukses. Kini mereka sedang merampungkan program Gravity Beta sebagai satu langkah lagi untuk mengubah Gravity menjadi produk konsumen. Gravity rencananya akan dipamerkan dalam ajang Royal Collage of Art Show di bulan Juni nanti.

Sumber: DailyMail.co.uk. Sumber gambar: Solidsmack.com.

Leave a Reply

Your email address will not be published.