Paket Kebijakan Ekonomi XIV dan Urgensi Aturan untuk Industri E-Commerce

Bisnis e-commerce atau perdagangan digital yang dijalani Lazada, Berrybenka, Zalora, Bhinneka, atau lainnya adalah bisnis yang memiliki potensi besar. Pemerintah pun harus turun tangan untuk mengatur dan membuat regulasi, yang kemudian dituangkan ke dalam Paket Kebijakan Ekonomi XIV yang baru saja terbit. Namun, pernahkah di benak Anda muncul pertanyaan mengapa hanya sektor e-commerce saja yang diatur pemerintah, sedangkan bisnis digital sendiri ada banyak jenisnya?

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Aulia Ersyah Marinto memberikan suaranya untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dia bilang, masyarakat harus memandang sektor e-commerce sebagai sesuatu yang sifatnya transaksi online yang menjadi payung utama dari seluruh industri pendukung, mulai dari logistik, pembayaran, UKM sebagai penyuplai, pembuat aplikasi, infrastruktur, dan lainnya.

“E-commerce itu masih istilah umum saja, tidak tertentu hanya menjadi model bisnis pemain tertentu yang sudah besar saja berjualan fesyen atau elektronik saja. Dalam peta jalan e-commerce, adalah transaksi online yang melibatkan banyak pihak,” terangnya saat dihubungi DailySocial, Jumat (11/11).

Dia melanjutkan, keanekaragaman industri dalam ekosistem e-commmerce juga tercermin dalam anggota yang terdaftar di idEA. Dari total anggota 285 perusahaan, itu terdiri atas berbagai ranah bisnis. Mulai dari perbankan, infrastruktur, iklan baris, logistik, marketplace, ritel online, payment gateway, travel, dan lainnya.

Aulia mengatakan, “E-commerce jadi perlu didorong oleh pemerintah sebagai langkah percepatan pertumbuhan ekonomi digital. Maka dari itu lahirlah Paket Kebijakan Ekonomi XIV.”

Pemerintah ingin tangkap potensi valuasi bisnis digital $10 miliar di 2020

Dikutip dari Antara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan bahwa Indonesia memang memerlukan peta jalan e-commerce untuk dapat memperluas dan meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat secara efisien dan terkoneksi secara global. Ini untuk mendukung visi yang dimiliki pemerintah yang ingin menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kapasitas ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020.

Indonesia sendiri saat ini adalah salah satu negara dengan pengguna internet terbesar di dunia yang jumlahnya mencapai 93,4 juta orang dan memiliki pengguna smartphone mencapai 71 juta. Potensi besar inilah yang menjadi alasan pemerintah untuk menciptakan 1.000 technopreneurs dengan valuasi bisnis sebesar $10 miliar dan nilai industri e-commerce mencapai $130 miliar di tahun 2020.

“Peta jalan e-commerce sekaligus dapat mendorong kreasi, inovasi, dan inovasi kegiatan ekonomi baru di kalangan generasi muda. Pemerintah merasa perlu menerbitkan Peraturan Presiden tentang peta jalan tersebut,” ujar Darmin, kemarin (10/11).

Ada delapan fokus utama kebijakan dari peta jalan e-commerce

Dalam Perpres tentang Peta Jalan E-Commerce ini ada delapan fokus utama kebijakan yang menjadi perhatian pemerintah, yaitu pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, pendidikan SDM, logistik, infrastruktur komunikasi, keamanan siber, dan project management office (PMO).

[Baca juga: Ringkasan Peta Jalan E-Commerce Indonesia]

Untuk perpajakan, pemerintah akan memberikan insentif pengurangan pajak bagi investor lokal yang berinvestasi di startup, menyederhanakan izin bagi startup e-commerce yang omzetnya di bawah Rp4,8 miliar dengan PPh final 1%.

“Kita khawatir kalau enggak diatur pajak ini, malah susah. Tapi kalau dibilang pajaknya mengikuti standar yang berlaku, sampai dengan omzetnya capai Rp4,8 miliar ya kenanya 1%,” terang Darmin, dikutip dari Bisnis.

Peta jalan juga merinci pendanaan untuk mempermudah dan memperluas akses e-commerce dengan beberapa skema. Contohnya, KUR untuk tenant pengembangan platform, hibah dari pemerintah untuk inkubator bisnis bimbingan, dan dana Universal Service Obligation (USO) untuk UMKM digital dan startup e-commerce.

Di samping itu juga akan mengatur perihal angel capital yang diperlukan startup saat masih tahap merugi, seed capital dari Bapak Angkat, dan crowdfunding yang dananya dihimpun dari kelompok tertentu.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menambahkan pemerintah masih mengkaji perihal besaran dana bantuan pemerintah dan bentuk dukungan yang bakal diberikan oleh pemerintah untuk startup yang potensial. Bentuknya bisa berupa subsidi atau hibah.

“Atau bisa kombinasi dari keduanya. Sumber dananya dari APBN atau dari PNBP. Ini sedang disiapkan,” ucapnya.

Dia menjanjikan 31 inisiatif yang merupakan pokok turunan dari delapan poin utama paket kebijakan, aturannya ditargetkan dapat rampung pada Januari 2017.