Salah satu pendekatan yang banyak dilakukan berbagai pihak untuk menumbuhkan ekosistem startup ialah mendirikan inkubator. Pemerintah, korporasi, hingga kalangan edukasi berbondong-bondong membuat program inkubasi. Tak terkecuali Yayasan AMIKOM yang membawahi Universitas AMIKOM Yogyakarta dan beberapa unit perusahaan pendidikan lainnya. Program inkubator bertajuk “AMIKOM Business Park (ABP)” didirikan untuk mengakomodasi calon pengusaha digital di Yogyakarta.
“Untuk startup yang kami bina tidak harus dari mahasiswa AMIKOM. Kami terbuka membina startup yang berdomisili di Yogyakarta yang memiliki produk menarik serta memiliki tim yang mempuni. Berdasarkan pengalaman kami, rata-rata startup yang kami bina sudah lulus kuliah, atau tinggal skripsi,” cerita Donni Prabowo, General Manager Inkubator ABP kepada DailySocial.
ABP juga membantu startup binaannya untuk kebutuhan pendanaan. Pihaknya memfasilitasi pendanaan melalui grant pemerintah terkait startup dan kewirausahaan. Selain itu, melalui jaringan yang dimiliki yayasan, ABP juga menghubungkan startup dengan angel investor di area Yogyakarta. Saat ini pihaknya masih terus menggencarkan upaya kolaborasi dengan berbagai pihak untuk penguatan ekosistem digital di Yogyakarta yang lebih luas.
Strategi menjaring mahasiswa
Berada di lingkungan kampus, salah satu misi AMIKOM Business Park adalah meningkatkan awareness soal kewirausahaan digital untuk kalangan mahasiswa. Donni menceritakan ada beberapa hal yang dilakukan melalui program informal di luar kelas untuk hal tersebut. Secara rutin ABP menyelenggarakan program #StartupTalk untuk program inkubator.
“Melalui kegiatan #StartupTalk yang rutin kami selenggarakan dua minggu sekali, kami mencoba untuk mengedukasi tentang industri digital dengan cara mengundang praktisi-praktisi yang sudah lebih dulu terjun di dunia startup untuk sharing mengenai pengalamannya. Acara ini free dan terbuka untuk umum. Setelah selesai acara, para peserta kami masukkan ke dalam grup messenger agar mereka tetap saling dapat berbagi dan berdiskusi,” jelas Donni.
Pada awalnya inkubator ABP diinisiasi berdasarkan kerja sama antara AMIKOM dan Kominfo pada tahun 2011 dengan nama “Inkubator Industri Telematika Yogyakarta”. Seiring berakhirnya program Kominfo pada akhir tahun 2015, inkubator dikelola secara mandiri di bawah unit usaha Yayasan AMIKOM dan berganti nama menjadi AMIKOM Business Park.
Beberapa capaian program inkubator ini meliputi:
- Pada tahun 2015, ABP menginkubasi satu startup dan memfasilitasi pendanaan Rp250 juta.
- Pada tahun 2016, ABP menginkubasi dua startup, dan satu startup di antaranya memperoleh pendanaan Rp300 juta.
- Pada tahun 2017, ABP menginkubasi 11 startup dan memfasilitasi pendanaan masing-masing kurang lebih Rp350-500 juta.
- Pada tahun 2018, ABP menginkubasi empat startup dan memfasilitasi pendanaan kurang lebih Rp250-350 juta.
“ABP sendiri memiliki tagline ‘Transforming IT talent into successful startup IT companies’. Kami berambisi untuk mengantarkan startup binaan kami untuk naik level ke tahap berikutnya dengan cara memfasilitasi mereka dari berbagai hal, contohnya dari segi jaringan, dari segi peningkatan hard/soft skill, maupun akses funding. Kami berharap setelah 7-8 bulan masa inkubasi, mereka bisa lebih siap untuk naik level ke tahap berikutnya, misalnya masuk ke akselerator atau putaran pendanaan lanjutan,” lanjut Donni.
Mekanisme pembagian ekuitas di program inkubator ABP
Program inkubasi di ABP memakan waktu 8 bulan untuk masing-masing sesi. Program tersebut meliputi:
Dalam rangkaian kegiatan tersebut, beberapa materi yang diberikan antara lain seputar idea validation, market validation, business model validation, funding strategy, lean startup, dan beberapa materi teknis yang dikemas dalam kegiatan #StartupTalk.
“Berkaitan dengan komitmen, sebagai timbal balik dari program inkubasi dan akses funding yang kami berikan, ABP akan mengambil sebagian kecil equity dari startup binaan. Besaran equity yang kami akan kami ambil tergantung dari negosiasi dan valuasi startup saat datang ke kami,” jelas Donni soal mekanisme inkubasi.
Donni menambahkan, ada beberapa hal yang selalu ditekankan untuk startup binaan ABP, salah satunya soal tim. Ia percaya bahwa produk yang hebat terlahir dari komposisi tim yang hebat, namun kenyataannya masih banyak startup yang ditemui belum matang soal penguatan tim. Permasalahan dari sisi tim yang sering ditemui di antaranya: (1) founder kesulitan merekrut anggota tim yang tepat; (2) tim bubar karena founder sudah tidak memiliki visi yang sama; (3) beberapa founder keluar karena mendapatkan pekerjaan yang lebih menjanjikan; dan (4) founder sulit menjaga komitmen anggota tim.
Ekosistem startup di Yogyakarta
Berada di lingkungan akademik, ABP juga mengamati ketertarikan mahasiswa terhadap startup digital. Menurutnya saat ini ketertarikan tersebut terpantau menurun jika dibandingkan dua tahun terakhir. Analisisnya karena mulai banyak yang menyadari bahwa membuat startup sukses bukan perkara mudah, sehingga butuh mengasah pengalaman lebih dalam.
“Tantangan yang masih perlu diperbaiki adalah membuat lebih banyak mahasiswa lebih aware untuk menghadiri kegiatan-kegiatan berkaitan dengan industri digital di luar kelas, sehingga mindset entrepreneur-nya dapat terbentuk lebih cepat. Di samping itu, menyadarkan mahasiswa bahwa membuat startup itu bukan hanya untuk keren-kerenan saja itu juga merupakan tantangan tersendiri,” ujar Donni.
Namun, jika melihat ekosistem startup di Yogyakarta secara umum, ABP melihat pertumbuhan konsisten dari tahun ke tahun. Indikasinya dari sisi raw material talent dengan supply lulusan yang cukup tinggi di bidang teknologi. Selain itu komunitas juga sudah banyak berkembang, seperti JogjaJS yang spesifik membahas teknologi Java Script, Dev-C, YAC, PhytonID dan sebagainya. Pun dari sisi program inkubator, beberapa mulai bermunculan.
“Hal yang menurut saya belum bertumbuh secara masif adalah local angel investor (dari Yogyakarta). Menurut saya masih banyak startup di Yogyakarta yang butuh dukungan funding di tahapan pre-seed agar mereka bisa mencapai round selanjutnya,” pungkas Donni.