Berbicara tentang esports, apalagi seputar Dota 2, kita pasti tak bisa lepas dari topik seputar Dendi. Pria bernama asli Danil Ishutin ini adalah salah satu pemain Dota 2 profesional paling terkenal, sekaligus juga merupakan ikon yang sangat melekat dengan game buatan Valve tersebut. Keahliannya sebagai pemain mid yang kreatif serta kepribadiannya yang ramah telah memenangkan hati jutaan penggemar di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Dendi juga terkenal karena kesetiaannya pada tim yang telah membesarkan namanya, Natus Vincere (Na’Vi). Atlet esports berpindah-pindah tim itu sudah biasa. Tapi Dendi tinggal di satu tim saja selama delapan tahun, dan itu luar biasa. Bahkan saat Na’Vi sedang kering prestasi, di tengah cemoohan dan skeptisisme penggemar Dendi tetap bermain dengan penuh semangat.
Sayangnya, pada tanggal 1 September 2018, Na’Vi resmi mengumumkan bahwa Dendi tak lagi bersama mereka. Keputusan ini diambil setelah tim Na’Vi menunjukkan performa yang buruk di turnamen The International 2018. Mereka yang dulu mantan juara dunia kini tersingkir, tereliminasi di babak kualifikasi setelah kalah melawan tim Espada dan imagine hehe.
CEO Na’Vi Yevhen Zolotarov mengakui bahwa keberadaan Dendi adalah era bersejarah untuk tim asal Ukraina tersebut. Era itu telah berakhir, menyisakan kesan mendalam bagi para penggemar. Seperti apa suka duka perjalanan Dendi bersama Na’Vi? Mari kita kenang kembali.
Merintis karier sejak remaja
Dendi adalah pemain berbakat yang sudah memulai kariernya sebagai gamer profesional sejak remaja. Di kampung halamannya di Ukraina, Dendi terkenal sebagai jagoan Warcraft III yang langganan juara. Namun setelah menemukan DotA, Dendi lebih fokus memainkan custom map tersebut. Uniknya, kiprah Dendi di dunia DotA awalnya bukanlah sebagai pemain mid, namun support.
Tim profesional pertama Dendi adalah Wolker Gaming, tim lokal yang cukup sukses pada masa itu. Ketika debut di tahun 2006, Dendi masih berusia 17 tahun. Di tim ini pula ia bertemu dengan Goblak (Artur Kostenko) yang nantinya juga akan menjadi partnernya di Natus Vincere. Bersama Wolker Gaming, Dendi berhasil tampil gemilang dan meraih posisi runner-up di kompetisi bergengsi MYM Prime Defending.
Selain Wolker Gaming, Dendi juga sempat bergabung dengan beberapa tim lain seperti Kingsurf International (Ks.Int) dan DTS Gaming. Di tim terakhir ini Dendi meraih tiga besar di berbagai kejuaraan, seperti ESWC 2010 dan WDC 2010. Kemudian, di akhir 2010, Dendi akhirnya hijrah ke Natus Vincere.
Juara dunia pertama
Dendi memulai debutnya di bidang Dota 2 bersama Natus Vincere. Saat itu Dota 2 bahkan belum dirilis secara resmi, masih dalam fase closed beta, namun peminatnya sudah sangat banyak. Tahun 2011 adalah tahun bersejarah. Untuk pertama kalinya, ada turnamen Dota tingkat dunia dengan hadiah jutaan dolar, dengan nama The International (TI).
Sebelum The International, hadiah turnamen turnamen Dota 2 biasanya berkisar antara US$1.000 atau US$15.000 saja. Ketika Valve belum merilis pengumuman resmi, rumor menyebar bahwa The International akan menawarkan hadiah kurang lebih US$50.000. Karena itulah ketika akhirnya diungkap total hadiah senilai US$1,6 juta, kancah esports gempar.
https://www.youtube.com/watch?v=1VkZm0cQ0LM
The International pertama diadakan di kota Cologne, Jerman. Na’Vi yang berhasil tembus hingga ke babak Grand Final harus berhadapan dengan EHOME, salah satu tim favorit juara asal Cina. Pertarungan antara kedua tim berjalan ketat, namun Na’Vi berhasil menunjukkan kerja sama yang sangat baik
Kombinasi permainan Dendi dan XBOCT (Alexander Dashkevich) yang agresif membuat EHOME kelabakan. Dendi gemar memilih hero dengan mobilitas tinggi, seperti Puck dan Queen of Pain. Gerakan serta positioning Dendi yang mengejutkan berulang kali merusak strategi EHOME. Na’Vi berhasil juara dunia Dota 2 pertama, dan pulang membawa uang hadiah 1 juta dolar.
“Fountain Hook” yang melegenda
Kemenangan di The International membuat popularitas Na’Vi melejit. Begitu pula Dendi yang saat itu disebut-sebut sebagai “The Dota 2 Millionaire” (jutawan Dota 2). Pada periode 2011 – 2013 nama Na’Vi disegani dan dianggap salah satu tim terkuat dunia, sementara Dendi dianggap sebagai salah satu pemain mid terbaik.
Lusinan gelar juara disabet Na’Vi di masa gemilang ini. Mulai dari ajang ESWC (Electronic Sports World Cup), StarLadder Series, DreamLeague, The Defense, semua tak luput dari dominasi mereka. Performa Na’Vi di The International berikutnya pun sangat meyakinkan. Mereka berhasil meraih juara dua selama dua tahun berturut-turut.
Momen paling mengesankan diciptakan oleh Dendi dan Puppey (Clement Ivanov) pada The International 2013, ketika Na’Vi berhadapan dengan tim TongFu di semifinal (Winners’ Finals). TongFu pada awalnya mendominasi permainan. Tapi kemudian terjadi hal tak terduga.
Hero Dendi saat itu, Pudge, memiliki kemampuan untuk menarik lawan dengan rantai (hook). Sementara hero Puppey, Chen, dapat mengembalikan hero teman ke markas (fountain) dengan teleportasi. Karena suatu bug, bila Chen mengirim Pudge ke markas tepat saat Pudge menarik musuh, maka musuh juga akan ikut terseret sampai ke markas.
Interaksi ini dikenal dengan istilah “Fountain Hook”, dan sebenarnya sudah ada dalam Dota 2 sejak lama. Namun Na’Vi adalah tim pertama yang menggunakannya di turnamen internasional. Meski sempat terjadi kontroversi, Valve sendiri menyatakan, “Jika hal itu ada di dalam game, kamu boleh menggunakannya.” Na’Vi mengeliminasi TongFu sebelum akhirnya kalah oleh tim Alliance di babak final.
Fountain Hook menjadi momen paling berkesan dari The International 2013. Sayangnya banyak pernyataan protes dari penggemar akan kejadian tersebut, hingga akhirnya Valve merilis patch untuk menghilangkan “fitur” itu dari Dota 2.
Perpisahan dengan sahabat
Hidup itu bagaikan roda. Kadang kita di atas, kadang kita di bawah. Bagi Na’Vi, tahun 2014 adalah awal dari masa kelam. Mereka sempat memenangkan beberapa kompetisi di awal tahun, tapi semakin lama performa mereka semakin menurun. Di The International 2014, Na’Vi harus puas menempati posisi tujuh.
Setelahnya, Na’Vi pun pecah. Puppey dan KuroKy (Kuro Salehi Takhasomi) keluar, membentuk tim baru bernama Team Secret. Na’Vi sempat berganti-ganti anggota beberapa kali selama setahun. Salah satu anggota barunya adalah SoNNeikO (Akbar Butaev) yang nantinya berperan besar dalam perjalanan Na’Vi, namun selain itu susunan pemain Na’Vi tidak begitu stabil.
The International 2015 menempatkan Na’Vi pada posisi yang aneh. Dulunya mantan juara, mereka kini bahkan tak masuk dalam daftar tim undangan. Na’Vi harus berjuang melalui tahap kualifikasi sebelum masuk ke turnamen utama. Itu pun hasilnya jeblok. Na’Vi finis di peringkat terakhir.
Bisa ditebak betapa deras hujatan datang dari para penggemar akibatnya. Dendi, sebagai pemain Natus Vincere paling populer, turut menerima imbasnya. Banyak tawaran datang agar Dendi pindah ke tim Cina, atau setidaknya mencoba posisi lain. Banyak juga yang menyuruhnya pensiun. Tapi Dendi tetap bergeming.
Tahun 2016 kondisi Na’Vi sedikit membaik. Mereka sempat memenangkan beberapa kejuaraan seperti StarLadder i-League dan Dota Pit League. Para penggemar berharap Na’Vi dapat melakukan comeback, tapi ternyata di The International 2016, lagi-lagi mereka menduduki peringkat bontot.
Zero to hero, hero to zero
Di tengah kondisi Na’Vi yang minim prestasi, senyum dan semangat Dendi terus menjadi daya tarik bagi para penggemar setia. Ia bisa saja mengambil jalan pintas dengan pergi ke tim lain, tapi menurutnya sebuah masalah harus diselesaikan, bukan dihindari. Bagaimana Dendi menghadapi kesulitan ini terangkum dalam film dokumenter singkat berjudul Dendi: The Story of Dedication.
Dendi juga terkenal tidak sungkan bertingkah lucu di depan publik. Saat The International 2015 misalnya, ia menjadi salah satu pemain yang ikut dalam pertandingan all-star 10 lawan 10. Tapi ia menyamar menjadi pemain misterius dengan mengenakan kostum hero Pudge. Di pertandingan itu, Dendi dan Puppey akhirnya bermain bersama lagi setelah sekian lama.
Meski anggota tim Na’Vi masih terus berubah, ada dua orang yang mulai menonjol di sini, yaitu SoNNeikO dan GeneRaL (Victor Nigrini). Merekalah yang berperan besar mengantarkan Na’Vi kembali menjadi juara Starladder i-League, gelar juara pertama Na’Vi setelah dua tahun, SoNNeikO didapuk menjadi kapten baru Na’Vi. Sementara itu, XBOCT yang sudah bersama Na’Vi cukup lama, kini berganti peran menjadi coach.
The International 2017 menjadi titik nadir dalam sejarah Natus Vincere. Untuk pertama kalinya, tim berlogo warna kuning dan hitam ini bahkan tidak tampil di turnamen utama karena gagal lolos kualifikasi. Di era ini Valve juga menciptakan kompetisi global berskala lebih kecil yang disebut turnamen Major dan Minor. Tak satu pun di antaranya dimenangkan Na’Vi.
Kegagalan yang sama kembali terulang di The International 2018. Mungkin memang sudah waktunya Na’Vi berbenah. Bila tidak beradaptasi, ada kemungkinan tim Dota 2 Natus Vincere harus bubar. Dendi adalah sosok tak tergantikan di Na’Vi, tapi Na’Vi butuh orang yang bisa memberi hasil nyata. Karena itulah, dengan berat hati. Na’Vi akhirnya melepas Dendi dari tim. Pengumuman lengkapnya dapat Anda lihat pada video di atas (nyalakan subtitle untuk bahasa Inggris).
Apa langkah Dendi selanjutnya setelah tak lagi berada di bawah bendera Na’Vi? Banyak orang mengira ia akan pensiun, tapi pria yang kini berusia 29 tahun itu sudah mengkonfirmasi bahwa ia akan terus bermain dan saat ini tengah mencari tim baru.
Satu hal yang pasti, naik turun kehidupan tidak akan mengubah sifat Dendi yang selalu ceria. Tidak ada yang tahu seperti apa masa depan Dendi, dan kita hanya bisa berharap masa depan itu akan cerah.
Gambar header: Navi Dota 2.