Sudah Sepatutnya Industri ICT Menjadi Pionir Gerakan “Go Green”

Pekan lalu saya mengikuti ICT for Green Asia yang diprakarsai oleh Bakrie Telecom dan Malk Sustainability Partners. Konferensi ini sendiri semacam wake up call bagi insan industri ICT di Indonesia bahwa kita-kita ini bisa dan harus menjadi pionir gerakan menjadi pionir gerakan “Go Green”. Dan tentu saja Go Green ini tidak melulu hanya sekedar seremonial menanam tanaman ataupun kegiatan CSR mengurangi pajak semata. Dari awal hadirnya teknologi ICT yang termasuk paling bungsu ketimbang industri yang lain, semangat efisiensi yang merupakan bagian dari Go Green sudah kentara. Tak heran jika orang-orang di industri ICT adalah yang paling sadar pentingnya semangat “Go Green” untuk kelangsungan bumi dan anak cucu kita.

Mari kita tengok sejumlah perusahaan-perusahaan ICT asing. Google adalah contoh nyata bahwa orang-orang ICT secara umum memang cenderung senang dengan hal-hal yang ramah lingkungan. Penggunaan mobil hemat bahan bakar seperti mobil hybrid didorong dan bahkan mendapat insentif. Google berinvestasi dalam berbagai “kampanye hijau” yang dapat dilihat implementasinya di sini. Google yang nampaknya sudah “segitunya” bahkan belum masuk ke 25 besar perusahaan paling hijau versi majalah kenamaan Newsweek.

Di daftar Newsweek’s Top 500 US Companies – Green Ranking 2011, 10 besar perusahaan dikuasai oleh perusahaan ICT. Hanya tiga perusahaan non-ICT yang berada di 10 besar, sisanya adalah perusahaan ICT. IBM, Hewlett Packard, Sprint-Nextel, Dell, Accenture, CA Technologies, dan Nvidia adalah perusahaan-perusahaan yang mampu menegaskan komitmennya untuk kelangsungan lingkungan hidup kita. Microsoft di daftar ini berada di posisi 31, sementara Apple dan Google masing-masing berada di posisi 50 dan 59.

IBM telah secara sukarela melaporkan dampak lingkungannya selama lebih dari 20 tahun. Perusahaan ini telah menghemat 5.4 juta kilowatt energi listrik selama periode tersebut, mengurangi emisi CO2, dan menyelamatkan uang perusahaan sebesar $400 juta. Uang sebesar itu jika digunakan untuk Series A funding masing-masing $1 juta sudah bisa mendanai 400 startup baru.

Di konferensi ICT for Green Asia, Marvell yang menduduki posisi ke-27 dalam daftar Green Ranking 2011 mendapatkan kesempatan menceritakan hal-hal yang telah dilakukan dalam koridor semangat Go Green — dibawakan oleh VP Product Development, Dr. Gani Jusuf. Marvell yang sebelumnya berada di posisi 190 dalam daftar edisi tahun 2010 — dan bahkan posisi 434 (dari 500) di tahun 2009 — telah menginvestasikan $900 juta di R&D dengan porsi signifikan di area Teknologi Hijau. Marvell mengadopsi berbagai macam protokol dan kewajiban, meningkatkan efisiensi dan penggunaan produk daur ulang, serta sebagian besar meningkatkan efisiensi penggunaan listrik dengan penggunaan sistem lampu LED.

Di presentasi yang lain, Qualcomm sebagai salah satu perusahaan terdepan dalam teknologi telekomunikasi mengenalkan Smart Grid dan teknologi-teknologinya yang lain sebagai salah satu solusi menghemat energi dan biaya bagi sejumlah perusahaan yang mengimplementasikannya, misalnya dalam studi kasus yang dibawakan dalam presentasinya adalah penghematan di Duke Energy dan CPS Energy. Qualcomm sendiri berada di urutan 75 dalam daftar Green Ranking 2011.

Di ranah lokal, Bakrie Telecom merupakan operator telekomunikasi pertama di Asia Tenggara yang menjadi anggota GeSI (Global e-Sustainability Initiatives). Bakrie Telecom dalam setahun terakhir berhasil menghemat biaya hingga IDR 20 miliar dengan program Hijau Untuk Negeri. Inilah yang membuat Bakrie Telecom dipercaya oleh GeSI untuk menginisiasi konferensi dengan “semangat hijau” yang pertama di Asia.

Manajemen Bakrie Telecom memiliki komitmen untuk mengoptimalkan penggunaan kertas — misalnya untuk voucher pulsa — dan mengurangi limbah elektronik dengan di antaranya memberikan opsi penggunaan kembali charger elektronik jika produk yang baru dan yang lama memiliki charger yang serupa. Komitmen manajemen tentu saja merupakan komponen penting kesuksesan kampanye Go Green di perusahaan.

Harus diakui bahwa jika kita berkaca kepada perusahaan-perusahaan di luar negeri, untuk dapat menyukseskan program Go Green diperlukan komitmen penuh dari manajemen dan pelaksanaan yang terintegrasi dengan proses bisnis perusahaan. Dr. Setyanto P. Santosa dari Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menyoroti bahwa perusahaan-perusahaan telekomunikasi besar justru belum memiliki rencana dan komitmen yang jelas untuk mendukung kampanye Go Green ini. Ini sungguh disayangkan karena jika mereka yang besar-besar ini turut serta maka pasti akan lebih banyak lagi biaya yang bisa dihemat setiap tahunnya.

Sebagai penutup, meskipun menurut rilis persnya industri ICT baru bisa mengurangi 2-3% emisi gas rumah kaca yang dihasilkan manusia, tapi ICT memiliki kemampuan untuk mengurangi jejak tersebut lebih cepat dan lebih besar dibanding sektor lainnya. Masih berpikir jika kampanye Go Green hanya sekedar seremonial penanaman pohon belaka?

Leave a Reply

Your email address will not be published.