3 Hal yang Harus Dimiliki untuk Mengembangkan Bisnis Esports

Most of the successful people I’ve known are the ones who do more listening than talking.” Bernard M. Baruch.

Bagaimanakah caranya mengembangkan bisnis esports? Apalagi jika harus menjual ke brand non-endemic? Bisa jadi itulah pertanyaan terbesar dari banyak orang di belakang layar yang berkecimpung di industri ini sekarang. Tahun 2018 kemarin esports memang melesat cepat ke pasar mainstream. Namun demikian, menurut saya pribadi, ada 2 tantangan yang masih harus diselesaikan agar esports menjadi sebuah industri yang sustainable.

Pertama, sirkulasi uang yang lebih luas dan cepat antara industri lain yang tak terkait langsung (non-endemik) dengan industri esports. Industri yang terisolasi di dalam ruang lingkupnya sendiri kemungkinan besar memang tak akan bertahan lama. Muasalnya, semakin banyak stakeholders yang berkepentingan di satu industri, semakin banyak pula yang bisa dikerjakan dan semakin banyak pula yang akan berjuang untuk membela kepentingannya masing-masing.

Kedua, butuh para profesional di belakang layar industri esports yang benar-benar tahu apa yang harus dilakukan; bukan yang hanya sekadar latah dan meniru orang-orang lainnya. Salah satu peran penting profesional yang dibutuhkan di esports saat ini adalah orang-orang yang bisa berjualan dan mengembangkan bisnis esports.

Karena itulah, untuk menjawab dua pertanyaan besar tadi, saya mengajak salah satu kawan saya untuk berbagi insight dan ceritanya di sini. Ia adalah Irliansyah Wijanarko, Chief Growth Officer dan Co-Founder dari RevivalTV.

Irliansyah saat presentasi di Press Conference MPL ID Season 2. Dokumentasi: Muhammad Thirafi Sidha/RevivalTV
Irliansyah saat presentasi di Press Conference MPL ID Season 2. Dokumentasi: Muhammad Thirafi Sidha/RevivalTV

Buat yang belum tahu, RevivalTV adalah event organizer dari Mobile Legends: Bang Bang (MLBB) Professional League (MPL) Indonesia di Season 1 dan 2. Sedangkan MPL adalah salah satu faktor paling krusial yang berhasil membuat exposure esports terdengar di industri mainstream ataupun pemerintahan. Saat Grand Final MPL Indonesia Season 1 yang membuat Mall Taman Anggrek penuh sesak, ketua MPR Zulkifli Hasan bahkan turut menghadiri acara tersebut.

Irli dan CEO RevivalTV, Ahmad Syahndy yang biasa dipanggil Senz, adalah dua orang yang membuat dan mengajukan konsep MPL yang disetujui oleh Moonton sebagai developer dan publisher dari MLBB. Konsep MPL ini juga bahkan digunakan oleh Moonton di negara-negara lainnya di Asia Tenggara, seperti Singapura, Filipina, dan yang lainnya.

RevivalTV sendiri juga saat ini bisa dibilang sebagai salah satu perusahaan esports yang paling besar di Indonesia, yang salah satunya berkat sepak terjang sang CGO nya. Saya kira hal-hal itu tadi bisa jadi justifikasi kenapa saya mengajak Irli untuk berbagi di sini.

Dokumentasi: MPL Indonesia / Muhammad Thirafi Sidha
Dokumentasi: MPL Indonesia / Muhammad Thirafi Sidha

1. Pengetahuan Mendalam tentang Produk

Pengetahuan mendalam tentang produk adalah hal pertama yang harus dikuasai oleh orang-orang yang ingin mengembangkan bisnis, menurut Irli. Produk di sini tak hanya berbicara soal produk yang Anda jual tapi juga produk dari klien yang ingin Anda dekati. “Research! Jangan manja dan jangan kelamaan mikir.” Ujar Irli.

Ia juga mengatakan bahwa untuk melakukan hal tersebut, ia butuh tim yang baik karena kita semua tak bisa bekerja sendirian. Tim yang baik menurutnya adalah tim yang bisa dipercaya untuk eksekusi dan memberinya informasi lebih seperti soal insightbudget, ataupun yang lainnya. Dengan pengetahuan produk yang baik, Business Development (BD) jadi bisa tahu apa yang bisa dilakukan dan bisa menawarkan paket yang lengkap.

Saya pun bertanya lebih jauh tentang contoh konkret bagaimana pengetahuan produk bisa berguna untuk meyakinkan pelaku industri non-endemik, industri perbankan atau yang punya produk finansial misalnya. Irli kemudian mencontohkan sebuah kerangka narasi yang bisa digunakan oleh produk finansial untuk terjun ke esports.

Sumber: MLBB
Sumber: MLBB

Misalnya seperti ini, esports saat ini mampu memberikan penghasilan kepada para pro player-nya yang masih berusia muda. Justru karena mereka masih muda, tentunya dibutuhkan juga kemampuan untuk mengatur keuangan. Produk perbankan itu bisa digunakan bagi mereka untuk lebih bijak dalam mengatur pengeluaran.

Produk finansial lainnya adalah asuransi pendidikan yang sangat relevan dengan para pro player. Mengingat usia produktif pro player lumayan singkat, mereka juga harus mengantongi ijazah agar tetap bisa survive setelah ‘pensiun’.

Meski begitu, Irli juga mengatakan bahwa produk-produk finansial tidak bisa begitu saja masuk ke komunitas esports. Mereka harus pelan-pelan membangun brand dan trust ke komunitas gaming. Institusi perbankan juga bisa berkolaborasi dengan para pemain di industri esports seperti RevivalTV, Mineski Event Team, ataupun yang lainnya untuk mengedukasi pasar gaming.

Itu tadi salah satu contoh yang dijelaskan Irli tentang bagaimana menyejajarkan produk esports dengan produk perbankan. Contoh lainnya tentu saja bisa Anda pikirkan lebih jauh jika Anda benar-benar punya keinginan untuk cari tahu soal produk esports dan produk klien yang ingin Anda tuju.

2. Networking, Trust, dan Person-to-person Business 

Daftar talents dari MET Indonesia. Dokumentasi: Hybrid
Daftar talents dari MET Indonesia. Dokumentasi: Hybrid

Itulah hal kedua yang harus dimiliki oleh orang-orang yang ingin bertugas mengembangkan bisnis esports, menurut sang CGO dari RevivalTV ini. Soal networking, Irli juga mengatakan, “perusahaannya boleh saingan tapi bukan berarti musuhan juga sama orang-orangnya. Karena kita tidak akan pernah tahu bakal dapat job ataupun inspirasi dari mana.”

Selain itu, yang Irli akui ‘doktrin’nya dari Senz (CEO RevivalTV), bisnis itu adalah soal person-to-person. “Yang namanya deal bisnis itu person-to-person, bukan company-to-company.” Ujar Irli. Namun demikian, Irli juga menambahkan bahwa hubungan antar individunya tetaplah harus gabungan antara personal dan bisnis.

Sedangkan untuk soal networking yang dimaksud Irli di sini tak hanya soal kenal dengan banyak orang namun juga sampai dengan membangun trust. Reputasi inilah yang mungkin tak mudah didapat karena harus membangun relasinya. Dalam membangun trust tadi, ada dua hal yang penting yang harus dijaga yaitu maintaining comunication dan delivering promises.

Berbicara soal reputasi, Irli juga menambahkan bahwa hal ini tak hanya dibangun ke klien namun juga ke atasan tempat kita bekerja dan tim kita sendiri.

Sumber:
Dokumentasi: Riot Games

Jika boleh saya menambahkan sedikit pendapat saya di sini yang mungkin bisa membantu Anda melancarkan penjualan dan ada korelasinya dengan pendapat Irli tadi soal trust.

Berhubung saya memang berangkat dari jurusan sastra dan punya pengalaman 10 tahun lebih di soal tulis menulis, konten, dan media, saya percaya bahwa berjualan itu juga soal merangkai narasi atau bahasa kerennya adalah storytelling. Ada beberapa tulisan menarik yang Anda bisa baca jika tertarik dengan premis saya tadi:

Namun demikian, kekuatan narasi yang Anda jual juga sepenuhnya bergantung pada reputasi Anda sebagai sang narator. Inilah kenapa saya juga sepenuhnya setuju dengan Irli tentang pentingnya membangun reputasi alias trust.

Seperti yang saya tuliskan di awal artikel ini, yang dibutuhkan esports Indonesia adalah sirkulasi uang yang lebih lebar dan lebih cepat dari industri terkait ataupun non-endemic. Karena itulah, jaringan dan reputasi yang dibutuhkan oleh seorang BD esports yang hebat tak hanya seputar industri esports semata namun juga di luar industri yang terkait langsung seperti e-commerce, F&B, telekomunikasi, finansial, pendidikan, hiburan, ataupun yang lainnya.

3. Jadilah Pendengar yang Baik

“Mulut bukanlah senjata utama seorang BD, tetapi telinga.” Ujar Irli penuh keyakinan. Banyak orang mungkin akan mengatakan lidah atau mulut yang ‘berbisa’ adalah senjata utama mereka-mereka yang pintar berjualan. Namun, Irli tak setuju dengan hal tersebut. Baginya, telinga adalah senjata yang lebih penting bagi seorang BD.

Muasalnya, Irli berargumen ketika kita mendengarkan atau lebih tepatnya memperhatikan (listening bukan hanya sekadar hearing), kita bisa mendengarkan masalah klien dan memberikan solusi yang dibutuhkan. Kenapa? Karena ketika kita berbicara, kemungkinan besar, kita tidak akan dapat mendengarkan dengan baik. Memberikan solusi yang dibutuhkan klien mungkin adalah adalah inti dari semua bentuk kesepakatan bisnis.

Saya pribadi juga sangat setuju dengan pendapat Irli di atas. Banyak orang memang lebih sering fokus untuk berkomentar (lisan ataupun tulisan) namun orang-orang tersebut mungkin lupa bahwa semua proses pembelajaran berbahasa (kembali lagi karena saya memang orang sastra) berawal dari yang pasif.

Kita lebih dulu bisa mendengar ketimbang berbicara. Kita juga harus bisa membaca sebelum menulis. Satu hal yang selalu saya katakan ke kawan-kawan yang ingin belajar menulis, “jangan berharap bisa jadi penulis yang baik, jika Anda tidak bisa jadi pembaca yang sabar.” Saya kira hukum yang sama juga berlaku soal berbicara: jangan berharap bisa berbicara dengan baik, jika Anda tak pernah mau belajar mendengar.

Keahlian atau kesabaran untuk menjadi seorang pendengar yang baik buat seorang BD di esports bahkan mungkin lebih penting lagi untuk dimiliki karena masih banyak sekali potensi bisnis di esports Indonesia yang masih bisa digarap. Karena, Irli juga menambahkan business development harusnya lebih dari sekedar sales atau menjual produk yang sudah ada namun juga menciptakan peluang-peluang baru yang belum pernah terpikirkan sebelumnya.

Dengan lebih banyak mendengar (ataupun membaca), peluang ide-ide baru bisnis di esports jadi lebih besar untuk dimunculkan. Toh, membiasakan diri untuk lebih banyak mendengarkan juga membuat kita lebih punya banyak pengetahuan karena, seperti yang pernah dikatakan Bill Nye, “Everyone you will ever meet knows something you don’t.”

Akhirnya, saya sendiri juga tak percaya bahwa membaca tulisan ini akan membuat Anda serta merta jadi seorang BD yang hebat karena ada satu hal lagi yang paling saya percayai, bahwa belajar itu adalah mengalami. Namun, semoga saja artikel ini mampu memberikan sedikit pencerahan buat Anda yang ingin belajar untuk mengembangkan bisnis esports.