Whitepaper dari Nielsen tentang Konsumen Digital di Asia tenggara yang kami bahas kemarin menyatakan bahwa tingkat penetrasi internet di Indonesia adalah 21%, tumbuh 20% per tahun. Rama membandingkan hal ini dengan Singapura dengan penetrasi internet sebesar 67% yang membuat tingkat adopsi di Indonesia terlihat sangat rendah, namun coba pertimbangkan pula faktor lain seperti jumlah penduduk antara kedua negara serta perbedaan geografis.
Penduduk di Indonesia telah mencapai 237.6 juta orang pada 2010 dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 1%. Pada tahun 2015 populasi penduduk akan berada di sekitar angka 249 juta. Perlu diingat bahwa sejak 1970, tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia perlahan menurun dari 2,5% menjadi 1%. Sejak tahun 2005, laju pertumbuhan melambat sebanyak 0,2%. Bahwa tingkat adopsi 21% pada 2011 berarti ada lebih dari 50 juta individu yang terhubung dengan internet di Indonesia. Tentu saja, jumlah ini tergantung dari jumlah populasi yang digunakan sebagai referensi, saya menggunakan data publik Google untuk analisis ini.
Dengan sebuah perhitungan sederhana, bisa dilihat bahwa dengan tingkat pertumbuhan adopsi internet sebesar 20% pertahun, dalam lima tahun ke depan akan mencapai 40% dari total populasi. Pada tahun 2015, Indonesia bisa memiliki lebih dari 100 juta orang online. Pikirkan baik-baik tentang hal itu. Jika laju adopsi meningkat, kita dapat mencapai jumlah itu jauh lebih cepat.
Populasi penduduk di Singapura melewati angka 5 juta di awal 2010, dengan tingkat pertumbuhan 1,8%. Dengan adopsi internet sebesar 67% berarti ada 3,5 juta warga Singapura online di 2011, angka ini tidak seberapa dibandingkan dengan jumlah orang Indonesia yang online. Sayangnya tingkat pertumbuhan penduduk Singapura tidak konsisten sehingga menyulitkan pembuatan proyeksi pertumbuhan yang berarti. Pada tahun 2005 tingkat pertumbuhan penduduk Singapura ada pada 2,4% namun tiga tahun kemudian naik secara pesat hingga 5,3 sebelum turun ke 1,8 pada tahun 2010.
Namun, Singapura bukan negara yang tepat untuk dibandingkan dengan Indonesia. Dalam hal ekonomi dan kesejahteraan, Singapura jauh lebih maju dan perilaku serta prioritas online antara penduduk di kedua negara ini sangat berbeda.
Perilaku Konsumen
Kembali ke Indonesia, laporan Nielsen mengatakan bahwa 43% orang Indonesia mengunakan perangkat mobile sebagai jendela utama mereka ke internet, namun 100% penduduk Indonesia sudah online lewat ponsel dan hampir 100% mengakses Facebook. Ada kesempatan besar bagi siapa saja untuk mengambil keuntungan dari fakta ini jika mereka tahu caranya.
Google misalnya, mengakui hal ini sepenuhnya sebagai peluang dan juga ancaman. Hal ini terbukti dengan kampanye iklan Chrome di televisi dan media lainnya. Kampanye ini mendorong penggunaan browser Chrome dan menampilkan berbagai macam kegiatan yang berbeda yang dapat dilakukan dengan menggunakan browser dan tentu saja sejumlah layanan online Google lain seperti Gmail, Blogger, dan Google Maps.
Google sedang berusaha untuk memberitahu Indonesia bahwa Internet bukan hanya sekedar Facebook. Empat kegiatan online yang paling sering dilakukan di Indonesia menurut survei Nielsen berhubungan langsung dengan jaringan sosial, sedangkan yang kelima adalah email. Ini akan menjadi pertempuran yang sulit bagi Google serta perusahaan online lainnya untuk merebut perhatian dari pengguna internet di Indonesia.
Singapura di sisi lain, menunjukkan berbagai kombinasi aktivitas online. Walaupun email mendominasi, membaca berita, pencarian, dan pesan instan juga ada di daftar atas aktivitas online penduduk Singapura. Anda dapat melihat perbedaan dalam perilaku konsumen digital di Tenggara Asia di artikel kemarin.
Secara geografis, jika saya tidak salah, 80% dari aktivitas internet yang terjadi di Indonesia ada di Jawa yang diisi oleh 60% dari penduduk Indonesia. Indonesia memiliki enam pulau utama dan ribuan pulau yang lebih kecil, dan sebagian besar bagian tengah dan timur Indonesia belum mendapatkan koneksi listrik 24/7, apalagi Internet. Ini merupakan kegagalan besar, hambatan, dan peluang atas kondisi di Indonesia.
Jadi apa yang harus dilakukan?
Well, pada awalnya, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia baru saja mengenal Internet, meski bangsa ini telah benar-benar online untuk satu setengah dekade, namun hanya dalam beberapa tahun terakhir adopsi Internet benar-benar mendapatkan momentumnya. Semua ini terjadi berkat kombinasi beberapa faktor termasuk Facebook, BlackBerry, Opera mini, dan yang lebih penting, paket data dengan biaya terjangkau dari penyedia jasa telekomunikasi.
Lalu apa yang harus dilakukan? Indonesia masih dalam tahap awal babak revolusi digital. Banyak orang yang melihat begitu banyak kesempatan dan kemungkinan dan beberapa kelompok telah mencoba untuk membuat mimpi-mimpi tersebut terjadi. Butuh waktu setidaknya dua tahun sebelum warga digital lain serta seluruh penduduk untuk mengejar ketinggalan mereka yang telah lebih dulu mengenal internet, bahkan mungkin akan membutuhkan waktu lebih lama sebelum pemerintah menyadari bahwa perubahan yang ada belum tentu menjadi hal yang buruk.
Setiap jenis revolusi dimulai dengan kebutuhan. Revolusi digital dimulai dengan kebutuhan untuk berkomunikasi di seluruh wilayah geografis tanpa hambatan. Setelah hal ini dapat dicapai, orang akan mulai melihat peluang yang terbuka lebar, dan ketika peluang ini juga dilihat oleh pemegang kebijakan – pemerintah, maka akan ada permintaan untuk menghapus hambatan-hambatan yang ada. Mereka yang mempertahankan hambatan tersebut harus bersiap-siap pada beberapa pilihan, kurangi hambatan, hilangkan atau akan tergilas.
50 juta individu indonesia terhubung internet, yg 30 juta terhubung hanya melalui ponsel, dan hanya akses facebook, dgn update: cemunguth eaaaaa kk