Pengujian Usability dan Contoh Kasusnya

Usability adalah komponen penting dalam UX. Seperti di artikel saya sebelumnya, Usability adalah kegunaan, bagaimana suatu produk bisa berguna, dan dapat dengan mudah (dan baik) dipergunakan.

Menurut Jakob Nielsen, Usability meliputi: Learnability (fungsi-fungsi dasar produk mudah dioperasikan sejak awal), Efficiency (fungsi-fungsi produk dapat dengan cepat dipergunakan), Memorability (setelah pengguna meninggalkan system dalam waktu lama, lalu bisa dengan mudah mengerti lagi cara penggunaannya), Errors (seberapa banyak dan serius kesalahan penggunaan produk, dan bagaimana pengguna dapat memperbaiki kesalahan), Satisfaction (seberapa puaskah pengguna?).

Sebelum membuat suatu produk, kita perlu menentukan siapakah target pengguna produk kita. Misalnya kita mentargetkan warga Jakarta yang terjebak macet setiap hari selama minimal 1 jam, atau mentargetkan pekerja shift malam, atau mentargetkan pengguna smartphones, dan lain sebagainya.

Pengujian Usability perlu dilakukan dengan orang-orang yang termasuk dalam kelompok pengguna yang kita targetkan. Jika kita mendapat tanggung jawab merancang ulang suatu produk, maka ada baiknya produk versi lama diuji juga supaya kita bisa mengidentifikasi bagian mana yang menimbulkan masalah.

Sebagai contoh, pengalaman saya dalam merancang ulang situs web sebuah rumah sakit bagi pengguna berusia lanjut, yang kebanyakan tinggal sendirian di rumah dan punya komputer dengan akses internet 24 jam. Fungsi-fungsi yang diwajibkan adalah pencarian informasi jam buka, nomor telepon, alamat dan bagaimana cara mencapai rumah sakit, dan jam buka dokter spesialis. Fungsi-fungsi pencarian informasi inilah yang dijadikan bahan pengujian Usability, semacam “materi ujian” bagi para peserta pengujian.

Ketika melakukan pengujian Usability dengan 6 orang berusia lanjut, kami menyediakan sebuah laptop (dan mouse) yang membuka rancangan baru situs web yang masih offline dengan dummy data secukupnya. Setiap peserta pengujian diminta mengatakan apa yang sedang mereka pikirkan saat menghadapi situs web tersebut. Kami duduk di sebelah mereka sambil mendengar dan mengamati apa yang dilakukan oleh mereka. Tanpa rekaman video, kami menyiapkan checklist untuk mencatat dengan mudah hal-hal yang mereka lakukan.

Hasil pengamatan positif: mereka sering memilih menu “Information”, mereka semua mencoba menggunakan fungsi “Search”, mereka terampil dalam menggunakan scroll wheel pada mouse, dan mereka gemar menggunakan tombol “Back” pada browser. Pengamatan negatifnya: tombol A+ dan A- tidak mereka pahami sebagai tombol pengatur ukuran font, objek apapun mereka klik karena kurang jelas membedakan kursor panah dan tangan, dan mereka mencoba membaca semua tulisan yang ada.

Wawancara dengan setiap peserta pengujian Usability perlu dilakukan. Perbincangan bisa didahului dengan bagian-bagian yang mereka sukai/tidak. Selanjutnya, kita perlu mengkonfirmasi hasil pengamatan kita dengan meminta penjelasan dari mereka. Contohnya, kami dapatkan bahwa ternyata mereka menyukai font yang lebih besar, namun tak mengira kalau ukuran font bisa diubah.

Kami menyimpulkan bahwa default font harus sudah berukuran besar dan perlu tanda pengatur jelas seperti “font size”, objek yang bisa diklik harus jauh lebih mencolok dibanding yang tidak bisa diklik, dan perlunya menampilkan informasi yang penting-penting saja, termasuk menonjolkan bagian-bagian yang penting (warna, ukuran/jenis font, dsb). Masalah dengan scrollbar yang kami khawatirkan ternyata tidak terjadi, karena pengguna sudah terampil menggunakan scroll wheel.

Penting kita ingat bahwa pengujian Usability adalah menguji produk, bukan menguji manusianya. Empati berperan! Rekomendasi umum untuk Usability produk situs web pada dasarnya tidak banyak berubah-ubah, karena sebagian besar berkaitan dengan kemampuan manusia (kecuali ada perkembangan teknologi baru).

[image courtesy of darwinmarketing.com]


Referensi tambahan:
Salah paham tentang Usability http://www.useit.com/alertbox/20030908.html
Petunjuk lengkap Usability untuk situs web http://www.usability.gov
Usability untuk produk apapun http://www.uselog.com/2010/09/recommendations-for-usability-in.html

Artikel tentang User Experience (UX) ini ditulis oleh Qonita Shahab, peneliti UX yang pernah bekerja di bidang TI. Ketertarikannya akan musik dan fotografi membantunya dalam mendesain prototipe sistem interaktif. Sejak mulai melakukan penelitian di bidang teknologi persuasif, Qonita belajar banyak tentang psikologi sosial dan penggunaan komunal atas teknologi. Anda bisa follow akun Twitter-nya di @uxqonita.

5 thoughts on “Pengujian Usability dan Contoh Kasusnya

  1. saya sekilas pernah dengar ttg ux design dan ingin tau lebih banyak. terimakasih utk artikel ini, 🙂

  2. saya beberapa kali mengikuti tulisan Qonita Shahab di dailySocial tapi terus terang agak kecewa. berbeda dengan tulisan lain khas dailysocial yang sangat berorientasi “lapangan” dan aktual, serial tulisan tentang usability ini cenderung teoritis dan berbau terjemahan. mbok ya kalo nulis itu langsung beri contoh review usability web-web indonesia biar ndak mengawang-awang. ini hanya masukan, mohon maaf bila tidak berkenan.

  3. Terima kasih untuk komentarnya. Perlu diketahui, tujuan saya menulis di sini juga sebagian untuk meluruskan yang “salah paham” tentang UX, supaya istilah UX tidak latah menempel di mana2. 

    Harap maklum kalau berbau terjemahan, karena saya sendiri terbiasa menulis dalam bhs Inggris dan perlu menterjemahkan ke dalam bhs Indonesia. Semua itu saya tulis dari buah pikiran / pengalaman saya sendiri.

    Saya tunggu usulan2 dari anda tentang web-web Indonesia. Saya kesulitan mengakses beberapa web karena saya tinggal di luar negeri (akses lambat). Sejauh ini yang sering saya pakai hanya kompas.com 🙂

  4. Sedikit menambahkan saja, dalam webdevelopement kita sering melewatkan fitur penunjang usability yang sangat penting, yaitu accessibility.

    Sebagai contoh, sebuah website mungki terlihat sangat megah dan anggun. Tetapi ketika kita mencoba mengaksesnya tanpa mouse – mungkin karena malas memakai trackpad atau mouse tiba-tiba rusak – ternyata susah dan membingungkan. Dalam kasus-kaskus semacam ini, seorang UI developer seharusnya memperhitungkan.

    Accessibility juga sangat besar pengaruhnya, terutama untuk mengakomodasi user yang memiliki keterbatasan/disabilitas seperti – maaf – cacat fisik ataupun penurunan kinerja fisik. Contoh di atas menyoroti penggunaan “font-size”. Faktanya, tidak semua orang dapat membaca tulisan di layar dengan optimal. Masih ada juga webdesainer yang bersikukuh menggunakan font kecil dengan alasan estetika sedangkan masih banyak user yang tidak mengetahui fungsi-fungsi browser/OS secara sepanuhnya, terutama yang dapat meningkatkan aksesibilitas.

    Pembahasan mengenai aksesibilitas mungkin terlihat sepele, tapi saya pribadi sangat menghargai developer yang memberikan perhatian untuk hal tersebut. Kita tidak hanya melihat dari prospek profit dan bisnis saja dalam pengembangan produk. Dengan memperhatikan aksesibilitas, kita menjadi tahu, terbuka, dan tenggang rasa. Menyadari bahwa kebutuhan dan kemampuan setiap orang berbeda. Tidak semua orang memakai Mac, tidak semua orang memakai browser termutakhir, tidak semua orang memiliki akses internet tingkat dewa, tidak semua orang memiliki kemampuan pemahaman dan membaca dengan baik, bahkan tidak semua orang bisa melihat sesuatu dengan mata.

    Maaf, sepertinya ngelantur. Artikel yang sangat menarik, mengingat masih jarang yang membahas masalah UX & Usability di media lokal. 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published.