Fnatic merayakan ulang tahunnya yang ke-15 pada akhir Juli lalu. Dalam sebuah wawancara, Founder Fnatic, Sam Mathews mengatakan harapannya Fnatic akan bisa bertahan di industri esports di masa depan.
Saat ini, Fnatic memiliki tim profesional di berbagai game, seperti Street Fighter V, League of Legends, Fortnite, FIFA, Dota 2, CS:GO, Apex Legends, sampai Clash Royale.
Kebanyakan game yang dilombakan sekarang ini memang game untuk PC atau konsol. Namun, Mathews percaya, di masa depan, mobile esports akan berjaya.
“Saya rasa, mobile esports akan menjadi tren di masa depan. Dulu, orang-orang hanya berpikir mereka bisa bermain di PC atau konsol. Namun, sekarang, semua orang punya perangkat mobile dan perangkat itu memang menjadi semakin powerful,” katanya dalam wawancara dengan BBC.
Industri esports diperkirakan akan tumbuh pesat. Nilai industri esports diperkirakan akan mencapai US$1 miliar pada 2020. Menurut Mathews, agar potensi nilai industri esports bisa direalisasikan, pemerintah sebaiknya tidak membuat regulasi yang terlalu ketat atau malah memblokir esports.
Menurutnya, esports selama ini telah menjadi pasar bebas dengan ekosistem terbuka, terutama di kawasan Asia dan Eropa. Kalau melihat ekosistem di tanah air, sejauh ini, pemerintah Indonesia justru tertarik untuk mendukung pengembangan industri esports.
Pada awal tahun, Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi mengatakan bahwa esports bukanlah olahraga yang bisa dipandang sebelah mata. Menurutnya, esensi menjadi gamer profesional tak jauh berbeda dengan menjadi atlet profesional.
“Di sini, bukan semata-mata bermain tapi diajarkan bagaimana menjaga kebugaran, nutrisi dan psikologinya. Yang paling penting adalah menghormati karena sportivitas itu esensi dari olahraga,” kata Imam seperi dikutip dari Medcom.
Meskipun begitu, Mathews sadar bahwa pasti akan ada orang yang menentang keberadaan esports. “Ketika sesuatu menjadi pembicaraan hangat, memang akan selalu ada orang-orang yang tidak setuju dan berpikir, ‘apa ini sehat?'” katanya.
Selain membahas tentang harapannya di masa depan, Mathews juga bercerita tentang pengalamannya mendirikan Fnatic.
Fnatic didirikan di London, Inggris pada 2004. Sampai sekarang, tim ini dihitung sebagai tim Eropa meskipun banyak pemainnya yang berasal dari negara-negara Asia, seperti Kim Doo-young alias DuBu yang berasal dari Korea Selatan dan Daryl Koh Pei Xiang yang dikenal sebagai iceiceice dari Singapura.
Mathews masih berumur 19 tahun ketika dia mendirikan Fnatic. Dia mengaku, ketika itu, membuat sebuah perusahaan manajemen gamer profesional adalah sesuatu yang sulit untuk dibayangkan.
“Ketika saya 19 tahun, jangankan membuat perusahaan yang para pekerjanya hanya bermain game, menjadi gamer profesional tak lebih dari mimpi,” katanya.
Menurutnya, salah satu hal yang mendorong perkembangan industri esports adalah adanya layanan streaming video. Dengan keberadaan layanan seperti YouTube dan Twitch, ini memudahkan para fans game untuk menonton jagoannya bermain.