Sebagai salah satu investor dan pebisnis yang sudah malang-melintang di dunia olahraga, akan sangat wajar apabila Mark Cuban juga turut terjun ke dunia esports. Apalagi ia merupakan pemilik tim NBA Dallas Mavericks, dan NBA memiliki keterkaitan yang kuat dengan esports. Beberapa atlet/mantan atlet NBA seperti Kevin Garnett dan Rudy Gobert pun sudah berinvestasi di esports.
Tapi dalam acara talk show berjudul Fair Game baru-baru ini, Cuban ternyata berpendapat bahwa esports adalah investasi yang buruk. Secara spesifik, ia berpendapat bahwa menjadi pemilik tim esports di Amerika Serikat adalah sebuah kesalahan besar, dan ia tidak tertarik berinvestasi, setidaknya untuk sekarang.
Mengapa demikian? Ada beberapa alasan yang ia kemukakan. Pertama, Cuban berkata bahwa esports adalah dunia persaingan yang brutal. Dalam esports, meta permainan sering sekali berganti. Dan ketika meta berganti, maka game itu akan berubah seolah menjadi sebuah game yang benar-benar baru.
Mark Cuban thinks owning an esports team in the U.S. is an "awful business" 🗣️🎮@mcuban talks sports business, investing, and more on an all new FAIR GAME w/ @KristineLeahy today at 5:30pm ET/2:30pm PT on @FS1 💵 pic.twitter.com/aIWBD7Fhny
— Fair Game (@FairGameonFS1) October 23, 2019
“Anda tahu, (esports) sangat kompetitif, dan sangat menyiksa secara fisik maupun mental, sangat brutal,” ujar Cuban. Memang benar, jika dibandingkan dengan olahraga konvensional seperti sepak bola atau basket, olahraga-olahraga ini punya aturan yang jarang sekali berubah. Seorang pemain sepak bola yang sekarang hebat, kemungkinan akan tetap hebat juga dalam waktu relatif lama. Tapi di dunia esports, pemain bintang hari ini bisa jadi payah esok harinya hanya gara-gara sebuah patch.
Alasan kedua, Cuban berpendapat bahwa banyak orang yang berinvestasi ke dalam tim esports tidak paham bahwa kondisi bisnisnya sebetulnya sedang jelek. “Secara agregat, ini bisnis yang bagus. Apakah sedang tumbuh? Ya. Tapi secara domestik di Amerika Serikat, ini adalah bisnis yang parah. Memiliki sebuah tim (esports) adalah bisnis yang parah,” paparnya.
Cuban melanjutkan, “Anda melihat banyak konsolidasi, orang-orang berusaha keluar dan menjual (timnya), Anda lihat banyak orang berusaha meraih lebih banyak pendanaan dan Anda lihat valuasi menurun. Dan saya pikir banyak orang yang membeli (tim esports) tidak paham perbedaan antara stream dan viewer di Eropa, di Asia, dengan stream dan viewer di sini.”
Menurut Cuban, jumlah penonton siaran esports di Amerika Serikat terbilang kecil. Bahkan untuk liga franchise besar seperti Overwatch League, jumlah viewer terbanyaknya pun hanya sekitar 300.000 viewer secara global, dan itu sebetulnya angka yang kecil.
Bukan berarti secara keseluruhan investasi di esports adalah hal buruk. Cuban berkata bahwa “ada uang” di Eropa dan Asia. “Jika Anda di Korea, ada banyak uang di sana, itu nyata. Jika Anda di Tiongkok, ada uang di sana. Di sini? Tidak begitu banyak,” kata Cuban.
Ia kemudian mencontohkan betapa susahnya menjadi streamer di Amerika Serikat. Ninja misalnya, memang sukses dan kaya raya dari streaming di Twitch. Tapi untuk bisa menjadi sukses seperti itu, ia harus melakukan streaming selama 10 jam setiap harinya dan “tidak punya kehidupan”. Karena itulah akhirnya Ninja hijrah ke Mixer.
Buruknya kondisi esports Amerika Serikat juga pernah diungkapkan oleh Co-CEO NRG Esports, Andy Miller. Miller membahas secara spesifik kondisi esports Counter-Strike: Global Offensive, di mana standar gaji pemain telah melambung begitu tinggi sehingga menimbulkan kerugian bagi organisasi. “Para pemain ingin mendapat (keuntungan) sebanyak mungkin sekarang, itu sudah seharusnya, karena memang itulah cara mereka mencari nafkah. Tapi sebagai sebuah organisasi itu membuat segalanya sangat sulit,” kata Miller dalam wawancara bersama Dexerto.
Berkaca dari pandangan Mark Cuban, tidak heran jika akhir-akhir ini pasar esports Asia semakin banyak diminati. NBA 2K League misalnya, baru saja melebarkan franchise mereka ke negara Tiongkok. Di kompetisi The International 2019 kemarin pun jumlah sponsor tim-tim Tiongkok tercatat naik, baik itu sponsor endemic maupun non-endemic.
Akan tetapi para investor juga harus jeli dalam mengambil langkah di sini, karena pasar Asia terbukti punya perilaku konsumen yang berbeda jauh dari pasar barat. Di Indonesia misalnya, angka Twitch nyaris tidak ada artinya karena mayoritas penonton esports ada di platform lain. Setiap wilayah punya tantangan tersendiri, oleh karena itu investor butuh riset yang mendalam sebelum memutuskan untuk menggelontorkan dana di tim esports tertentu.
Sumber: Dexerto