Tekken World Tour 2019 Finals (TWT Finals 2019) telah usai digelar. Kini, semua perjuangan dan pertarungan hanya tinggal cerita saja. Selain dari cerita manis kemenangan Chikurin dan Jepang di kompetisi Tekken 7 paling bergengsi ini, ada juga cerita lain yang datang dari komunitas Tekken Indonesia.
Berhubung lokasi acara Tekken World Tour 2019 Finals di Thailand, alhasil beberapa pemain komunitas Tekken Indonesia memutuskan untuk bertandang untuk menghadiri, juga menjajal kemampuan di Last Chance Qualifier TWT Finals 2019. Total ada 15 orang yang turut hadir dan meramaikan gelaran TWT Finals 2019. Sebanyak 11 pemain mengikuti Last Chance Qualifier, sementara 4 sisanya hadir untuk menyaksikan keseruan pertarungan jago Tekken dari berbagai belahan dunia, berikut daftarnya:
Pemain Indonesia Peserta LCQ:
- Alter Ego | R-tech
- MYTH | Jinrei aka MrV
- DRivals | Retardo
- UwU | Clice
- UwU | Arfear
- UwU | nafilo
- Advance Guard | buramu
- M45T4Z
- ManggaDuaPlayer
- Rakun Ratrickz
- Sableng-sama
Komunitas Tekken Indonesia yang turut hadir di TWT Finals 2019
- Abuget Gaming | Kontoru
- Arcade Stick Indonesia | Wazwuz
- Lee_yo
- Sbyrazor
Last Chance Qualifier (LCQ), seperti namanya, adalah kesempatan terakhir bagi jago Tekken berbagai belahan dunia untuk dapat bertarung di panggung utama TWT Finals 2019. Berhubung ini adalah kesempatan terakhir, tentu saja fase ini diikuti oleh pemain-pemain berpengalaman tinggi. Diikuti oleh 256 pemain, hanya ada satu pemain saja yang bisa lolos ke TWT Finals 2019. Kalau bisa dibilang, pertarungan LCQ TWT Finals 2019 mungkin lebih terasa seperti Battle Royale dibanding dengan PUBG itu sendiri. Semua pemain hanya akan bergantung pada dirinya sendiri. Setiap lawan adalah lawan yang mengerikan.
Banyak nama besar juga bertanding dari fase ini. Pemain-pemain Korea seperti Jeondding dan EyeMusician contohnya, pemain Jepang seperti Pekos dan Kagemaru, bahkan juga diikuti oleh kontingen SEA Games dari Filipina dan Thailand, yaitu AK, Doujin, dan Book. Tak lupa, para pemain Pakistan seperti Atiff Butt dan Bilal juga turut berpartisipasi. Segitu banyak peserta yang mengikuti kualifikasi dibagi jadi dua gelombang pertandingan, dengan masing-masing gelombang berisikan 128 pemain yang dibagi menjadi 8 grup.
Pemain-pemain Indonesia, secara realistis sebenarnya cukup sulit untuk mengejar ini, bahkan untuk setidaknya mendapat 8 besar saja. Maka dari itu, gelaran LCQ ini dijadikan sebagai ajang jajal kemampuan sambil mencari pengalaman.
Tak lengkap rasanya jika bicara fighting game tanpa menyertakan pengalaman personal dari sosok “sepuh” di komunitas FGC Indonesia, yaitu Bramanto Arman. Mengikuti kompetisi dengan menggunakan nama AdvanceGuard.Buramu, ia mengakui bahwa memang ada jurang perbedaan kemampuan yang jauh antara dirinya dengan lawan yang dihadapi.
“Saya ketika itu melawan dua pemain Jepang, yaitu Gen dan SHUDY. Ketika itu saya merasa memang ada perbedaan kemampuan yang cukup jauh, terutama saat lawan Gen. Kalau lawan SHUDY, saya masih bisa memberi sedikit perlawanan, walau akhirnya kalah juga.” Bram menceritakan pengalamannya kepada saya.
“Soal perbedaan kemampuan atau skill gap, saya merasa permainan yang dilakukan Gen memang sangat solid. Maksudnya solid adalah dari pressure yang dilakukan hampir tidak pernah terlalu sembrono. Dia juga bisa whiff punish atau membalas gerakan yang tidak kena dengan tepat sasaran. Gambaran awamnya mungkin begini, dia sudah bisa menebak apa yang akan saya lakukan dan selalu punya jawaban atas gerakan saya yang berisiko. Sementara di sisi saya, saya kehabisan akal atas apa yang dilakukan Shaheen dari Gen.” ujar Bram.
Sorotan cerita yang tak kalah menarik dalam kisah percobaan Indonesia di LCQ TWT Finals 2019 ini adalah keberanian para newcomers dari tim UWU menjajal kemampuan senior-senior kelas dunia. Penasaran dengan pengalamannya, saya menanyakan salah satu pemain UWU, Olifan Okto “Nafilo” Pradana .
“Jujur gue sih dapat banyak sekali pelajaran selama perjalanan gue bertanding di sana.” jawab Olifan membuka pembahasan. Dalam ceritanya dia menyoroti soal dua hal, yang pertama soal kemampuan jago-jago Tekken Pakistan. Belakangan pemain-pemain Tekken asal Pakistan sedang menjadi sorotan setelah beberapa kali memberi perlawan berarti kepada jago Tekken Korea Selatan, bahkan sempat memenangkan beberapa kompetisi.
Walau komunitas menganggap ini sebagai kebenaran, namun tak lengkap sepertinya jika tidak menjajal sendiri kemampuan para pemain Paksitan. “Gue sempat mengikuti sesi latih tanding pada H-1 LCQ dan melawan pemain Pakistan. Ketika melawan mereka, kesan pertamanya adalah mereka main seperti robot! Whiff punish selalu tepat sasaran, block punish atau serangan balasan setelah bertahan juga selalu tepat sasaran. Jadi, permainan mereka itu betul-betul next level sih, setidaknya buat gue.” ujar Olifan.
Cerita berikutnya adalah soal perjalanannya selama LCQ. Ketika itu ia sempat menghadapi peman asal Jepang, Jyotaro, yang dikenal jago memainkan Noctis. “Kesan pertama gue adalah, gue langsung merasa bahwa ada yang salah dengan metode bermain gue selama ini.” Jawabnya.
“Misal, waktu akan melakukan whiff punish, gue biasanya memilih melakukan gerakan lebih berisiko demi damage besar ketimbang memberi sedikit damage dengan gerakan yang sudah pasti kena. Pelajaran itu berasa banget buat gue. Walau cuma main selama sekitar 6 menit, tapi gue dapat pengalaman berharga yang bisa mengubah cara pandang gue terhadap cara main Tekken.” Olifan menjelaskan lebih lanjut.
Pengalaman bermain mungkin hanya satu dari banyak pengalaman berharga yang dinikmati oleh komunitas Tekken Indonesia selama gelaran TWT Finals 2019 di Thailand kemarin. Tak lupa, momen foto-foto, meet and greet dengan Katsuhiro Harada sang kreator Tekken, ajang kumpul dengan para jago Tekken dari berbagai belahan dunia jadi pengalaman lain yang tak kalah berharga.
Semoga segala pengalaman tersebut bisa menambah kemampuan para pemain dari komunitas Tekken Indonesia. Semoga juga, pengalaman ini bisa membawa Indonesia menunjukkan taringnya di peta kekuatan pertarungan Tekken internasional masa depan!