Pemasaran Berbasis Komunitas

Mendalami Strategi dan Fungsi Pemasaran Berbasis Komunitas

Pendekatan tribal marketing lebih merupakan seni daripada sains. Tribal berasal dari kata tribe yang berarti komunitas. Strategi pemasaran dengan basis komunitas menjadi sesuatu yang sedang digiatkan oleh perusahaan karena tergolong strategi yang fokus pada mempertahankan konsumen yang sudah ada (existing consumer).

Sebab pada dasarnya, perusahaan yang punya tingkat retensi pelanggan yang baik ternyata lebih menguntungkan daripada hanya fokus pada akuisisi saja. Lalu apa yang harus dilakukan oleh startup apabila ingin terjun ke strategi pemasaran seperti ini?.

Untuk membahas lebih dalam, #SelasaStartup kali ini mengundang Founder dan CEO Tribelio Denny Santoso. Tribelio adalah startup yang menyediakan platform manajemen satu pintu untuk membantu orang-orang yang ingin membangun komunitas dan memperoleh pendapatan dari keberadaan komunitas di dalam bisnis mereka.

Pemasaran komunitas ini semakin tenar di Indonesia lantaran saat ini sedang masuk ke era produk. Berjualan semakin mudah di platform manapun, tapi menyisakan isu baru yakni perang harga karena semakin banyak orang jual produk yang sama. Dampaknya adalah konsumen tidak lagi loyal karena memilih strategi tekan untung.

Apa itu pemasaran berbasis komunitas?

Danny menjelaskan sebelum memahami apa itu pemasaran komunitas, bahwa ini adalah salah satu bagian dari pemasaran digital. Masih banyak orang yang salah kaprah, bahwa pemasaran digital itu sama artinya dengan berjualan online. Beriklan demi mendapat pundi-pundi keuangan.

Padahal, sebenarnya tidak seperti itu. Terlebih dulu harus memahami manajemen siklus konsumen dari awalnya tidak tahu tentang suatu brand, hingga menggunakan brand tersebut sampai akhirnya menjadi konsumen loyal.

Dalam menjaring konsumen, memanfaatkan platform media sosial dari Facebook dan Google adalah sumber traffic terbesar. Namun kalau hanya sekadar traffic yang didapat, bagaimana mau melakukan penjualan. Caranya harus dengan mendapatkan data-data dari para pengunjung tersebut.

Strategi yang dilakukan biasanya menawarkan diskon untuk pembelian pertama, apabila melakukan registrasi. Berikutnya, konsumen akan diberi program loyalitas berupa diskon, informasi produk terbaru, up sell atau cross sell.

“Untuk membuat konsumen loyal, tidak bisa diberi up sell saja. Kuncinya adalah harus mantain relationship. Dari awalnya mereka belum aware, sampai akhirnya beli, lalu seluruh konsumen tersebut dikumpulkan menjadi komunitas. Ini yang bisa dimanfaatkan pelaku bisnis,” kata Danny.

Namun database itu bersifat pasif, alias tidak bisa menjadi penjualan bila tidak tahu cara memanfaatkannya. Alhasil perusahaan tidak akan cetak untung kalau hanya mengandalkan dari iklan saja. Di sinilah dibutuhkan kehadiran komunitas.

Tapi komunitas ini, menurut Danny punya definisi yang jelas, bahwa ia adalah sekumpulan orang dalam satu grup yang punya satu ide besar dan jalur komunikasi yang jelas.

“Misal perusahaan punya satu juta database konsumen, member enggak akan tahu angka ini kalau tidak diberi tahu leader-nya. Sebab info ini yang tahu hanya leader. Komunitas ini enggak akan jadi kalau komunikasinya antara member dan leader tidak berjalan vice versa. Komunitas juga harus bisa ajak orang untuk masuk.”

Menetapkan gol yang jelas dan target konsumen

Setelah memiliki database, harus bisa didefinisikan lebih tajam siapa target konsumen yang bersedia membeli produk. Danny menekankan, masih banyak orang yang ambigu atau tidak bisa merinci siapa target penggunanya. Kalau hanya menetapkan, target konsumennya berdasarkan jenis kelamin, golongan usia, dan lokasi, niscaya tidak akan ada yang mau beli.

“Kalau menetapkan target konsumennya seperti itu, bisa langsung diuji dan dilihat pasti tidak akan ada orang yang mau beli. Mencari konsumen ideal itu butuh proses yang disebut mindset shift.”

Mindset shift, secara ringkas adalah proses perubahan pola pikir yang terjadi di dalam otak konsumen karena terekspos oleh berbagai konten, apapun bentuknya, yang akhirnya menjadi suatu knowledge yang bisa diterima. Proses ini tidak terjadi secara instan.

Proses knowledge yang disampaikan bertahap. Paling awal adalah konten lewat platform media sosial yang bisa diakses secara gratis. Begitu konten sudah diterima, konsumen akan naik tingkat ke produk berikutnya, mulai dari buku, 30 days challenge, workshop, sampai mastermind.

Komunitas bukan tempat berjualan

Salah kaprah lainnya yang masih terjadi adalah menjadikan komunitas sebagai tempat berkumpul dan alternatif berikutnya untuk berjualan. Padahal bukan seperti itu. Orang justru akan beralih ke platform marketplace untuk berbelanja.

Menurut Danny, Anda harus menetapkan mimpi apa yang pasti bakal didapat setiap member komunitas kalau bergabung? Apakah pengetahuan, jaringan, atau status? Penetapan ini seperti agama, ada iman yang dilekatkan agar member tetap merasakan manfaatnya ketika bergabung.

Dalam menetapkan mimpi ini, harus tahu apa mimpi orang, lalu tantangannya seperti apa yang menghalangi orang untuk bisa sampai ke mimpi tersebut. Hal inilah yang akan membuat suatu komunitas menjadi aktif, makanya perannya sangat krusial.

“Kebanyakan orang mulai komunitas dengan mindset bisnis. Itu harus diubah dengan memakai mindset market. Komunitas yang baik adalah yang menawarkan future hope ketika join. Mimpi member itu harus bisa diselesaikan lewat komunitas, di situ kontennya, tidak harus bahas produknya.”