Model B2B yang dijalankan marketplace e-procurement menjamin kepastian pertumbuhan pendapatan tanpa perlu "bakar uang"

Marketplace E-Procurement Bisa Jadi Vertikal Bisnis Menjanjikan

Digitalisasi menghampiri berbagai macam aspek bisnis, termasuk sistem pengadaan atau procurement. Kini perkembangan teknologi sudah sangat memungkinkan rantai ekosistem terkait untuk melakukan pengadaan secara online atau digital. Istilah umumnya adalah e-procurement. 

Sejumlah decision maker di perusahaan mungkin berpikir akan sulit bagi organisasinya mempelajari bagaimana e-procurement bekerja. Kendati demikian, tak sedikit juga perusahaan yang beralih ke sistem ini karena sejumlah keunggulannya, seperti efisien waktu hingga transparansi yang tinggi.

Di Indonesia, pemanfaatan e-procurement belum umum mengingat belum banyak perusahaan yang aware terhadap konsep ini. Meskipun demikian, sejumlah perusahaan digital berupaya mengenalkan sistem ini dengan konsep yang mudah diadopsi.

Isu usang korporasi dan penyesuaian B2B

Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah startup di Indonesia mulai melirik e-procurement sebagai vertikal bisnis yang menjanjikan. Layanan e-procurement dinilai layak dijajal karena model bisnis B2B mudah terukur.

Untuk memudahkan penetrasinya di pasar, startup ini menggabungkan konsep veteran di industri digital, yakni e-commerce/marketplace dengan layanan B2B. Secara global, layanan semacam ini telah mengantongi kesuksesan dari pemain besar, seperti Amazon Business dan Alibaba Business.

Menurut radar kami, sejumlah startup Indonesia yang masuk ke bisnis marketplace B2B antara lain Mbiz, Bizzy, Bhinneka, Ralali, Bukalapak, dan ProcurA.

Mbiz, Bizzy, dan Ralali sejak awal menjadikan marketplace B2B sebagai bisnis utamanya. Meskipun demikian, sejak pertengahan 2019, Bizzy mulai pivot dari lini bisnis markeplace e-procurement demi memperkuat ekosistem bisnis dari hulu ke hilir dan terpusat pada B2B saja.

Sementara itu, Bhinneka dan Bukalapak sejak awal merupakan marketplace B2C dan C2C yang mulai mengembangkan vertikal baru ke B2B. Berbeda dengan yang lainnya, ProcurA tidak memiliki marketplace dan fokus ke pengembangan solusi e-procurement untuk perusahaan.

Bisnis marketplace B2B dianggap menjadi konsep yang tepat untuk menuntaskan beragam masalah usang yang terjadi pada korporasi, yakni rendahnya efisiensi dan transparansi.

Dalam wawancara dengan DailySocial, CEO Mbiz Rizal Paramarta menyebutkan rendahnya efisiensi dan transparansi dapat menimbulkan permasalahan baru, yakni proses procurement yang bertele-tele dan terlalu administratif. Ia mencontohkan bagaimana instansi pemerintah membutuhkan berbulan-bulan untuk melakukan pengadaan laptop.

Proses yang bertele-tele ini, ungkap Rizal, sebetulnya berasal dari deretan kegiatan yang panjang, mulai dari perbandingan harga, perbandingan terbuka dan tertutup, pembukaan surat penawaran bersama-sama, belum lagi pengumuman harganya.

“Kami melihat problem transparansi dan proses yang panjang ini dapat diselesaikan dengan solusi digital karena seluruh aktivitas terekam. Jadi tidak ada ruang manipulasi data. Memang proses bertele-tele ini sebetulnya berkaitan dengan hal administratif. Nah, ini cocoknya diotomasi dengan digital,” paparnya.

Sementara Direktur BukaPengadaan Hita Supranjaya menyebutkan, inovasi e-commerce, pembayaran digital, dan logistik mengubah pola perilaku konsumsi secara signifikan. Nah, perubahan ini akhirnya mendorong untuk melakukan penyesuaian dalam hal meningkatkan daya saing dan meningkatkan kecepatan dalam melayani kebutuhan pelanggan.

“Di satu sisi, tantangan perusahaan B2B di sini dalam menghadapi kompetisi pasar global adalah dibutuhkan pengembangan teknologi yang membutuhkan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Wajah baru industri pengadaan

Secara umum, e-procurement mencakup berbagai rangkaian kegiatan, seperti e-tendering, e-auctioning, manajemen vendor, hingga manajemen kontrak. Di sejumlah model bisnis yang menggabungkan marketplace dan e-procurement, alur pemesanannya tidak serupa dengan layanan e-commerce pada umumnya.

Sebagai gambaran, layanan Mbiz terdapat sejumlah fitur terkait, seperti modul tendering dan contract management yang terintegrasi ke sistem finance accounting. Artinya, tetap ada proses procurement hingga negosiasi yang berlanjut ke tahapan purchase order.

Marketplace B2B menawarkan banyak hal yang dipermudah dengan dukungan teknologi. Dengan “memindahkan” kegiatan pengadaan ke ruang digital, marketplace B2B memudahkan ekosistem terkait untuk dapat bertemu secara seamless, mulai dari klien perusahaan atau pemerintah, prinsipal, vendor, dan logistik.

Selain itu, marketplace B2B dianggap menjadi solusi tepat untuk melakukan kegiatan pengadaan karena efisien secara proses dan lebih transparan. Solusi e-procurement tidak dapat memberikan ruang manipulasi karena seluruh prosesnya berbasis digital. Hal ini dapat menghindari adanya peluang korupsi.

Tak hanya itu, efisiensi dan transparansi akan mendorong efek positif lainnya, seperti meningkatkan produktivitas dengan mengalihkan SDM kepada pekerjaan lain, mempercepat proses transaksi, hingga mengeleminasi kegiatan paperwork berlapis-lapis.

Ekosistem menjadi kunci

Secara model bisnis, marketplace untuk e-procurement dinilai menjanjikan karena umumnya bisnis B2B dapat menjamin pertumbuhan pendapatan dan keuntungan secara terukur. Namun, keberhasilannya tergantung dari bagaimana startup menyiapkan strategi.

Salah satu strategi yang dilakukan Mbiz adalah berkolaborasi dengan Investree sebagai jalan pembuka akses terhadap pembayaran dan pinjaman digital. Masuknya Investree ke dalam lingkaran ekosistem marketplace Mbiz dapat menarik calon pengguna layanan baru tanpa perlu melakukan bakar uang.

Menurut Rizal, startup tidak perlu repot menghabiskan dana untuk mengakuisisi satu pelanggan. Berbeda dengan segmen ritel, nature bisnis B2B tidak bergantung pada adu kuat diskon atau promo harga, namun pada rasionalitas kebutuhan.

Kendati demikian, ia menilai sulit untuk mendorong awareness pasar terhadap layanan marketplace B2B maupun e-procurement. Ia menganggap sektor korporasi belum sadar terhadap pentingnya digitasi proses bisnis. Ini dapat berarti bahwa belum ada komitmen penuh dari para C-Level.

Awareness rendah sehingga adopsi juga rendah. Apalagi, kompetitor kami setop beroperasi. Semakin banyak pemain di sini, justru semakin bagus. It’s an obvious business practice. Lagipula, tidak relevan untuk meningkatkan awareness dengan strategi bakar uang. Target pasar kami rasional dan awareness ini harus di-create dengan cara yang sensible dan smart,” ujarnya.

Salah satu kunci keberhasilan bisnis ini adalah penguatan rantai ekosistem. Sama halnya dengan konsep marketplace B2C yang selama ini kita lihat. “Jika hanya menyediakan solusi e-procurement atau modul saja tanpa marketplace, tidak ada ekosistemnya,” tambah Rizal.

Hal yang sama diungkapkan CEO Bhinneka Hendrik Tio. Menurutnya, pasar Indonesia masih membutuhkan market education terhadap marketplace B2B. Maka itu, membangun ekosistem sesuai karakter dan target pasar menjadi penting untuk dapat meng-enablee supplier dan demand. Adapun, Bhinneka kini telah melayani lebih dari 20.000 korporasi.

“Bisnis ini punya karateristik yang berbeda dengan marketplace biasa, di mana B2B punya tingkat stickiness yang lebih baik dan basket size belanja yang lebih besar. Katakan platform yang lebih mengerti mereka, ekosistem yang lebih menyeluruh hingga value, seperti fulfilment dan after sales pasti membuat pelanggan semakin sticky,” ujarnya.

Peluang terhadap ekonomi digital

Dalam sebuah kesempatan, Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) mengungkapkan bahwa solusi e-procurement dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi digital. Caranya adalah membidik sektor pemerintahan dan korporasi di Indonesia yang selama ini masih rendah dalam mengadopsi solusi digital.

Menurut ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adinegara, peluang bisnis ini dapat mendorong realisasi belanja pemerintah lebih cepat terserap tanpa adanya kegiatan administratif yang tidak berujung. Demikian juga, sektor industri yang selama ini belum menganggap pentingnya adopsi digital.

“Dari temuan INDEF dan Google, efek paling besar dapat terasa di sektor manufaktur. Peluang kebutuhan e-procurement besar karena didukung dengan sistem transparan dan efisien. Manfaat ini sebetulnya dapat menstimulus sektor manufaktur untuk mau menggunakan e-procurement,” ujar Bhima beberapa waktu lalu.

Benang merah dari solusi e-procurement adalah biaya yang bisa semakin murah sejalan dengan semakin banyak pemerintahan atau pebisnis yang memakai. Sektor logistik adalah salah satu contoh sektor dengan biaya operasional mahal yang dapat diefisiensikan.