Awanio Manajemen Server

Awanio Meluncur sebagai PaaS, Bantu Pengembang Kelola Infrastruktur Server

Komputasi awan adalah “semen dan bata bagi banyak produk digital saat ini. Dari tiga jenis produk komputasi awan, platform as a service (PaaS) bisa disebut sebagai yang paling jarang dibicarakan ataupun disasar para pegiat startup.

Hal itu setidaknya diyakini oleh Iskandar Soesman, Co-founder & CEO Awanio. Awanio adalah satu dari sedikit startup PaaS di tanah air. Ia berpendapat saat ini pemain global seperti Heroku, Nanobox, Engine Yard, atau Nodechef masih mendominasi pasar PaaS.

“Dan karena di lokal belum banyak yang masuk ke segmen ini, kami melihat ini menjadi peluang besar yang bisa diambil oleh Awanio,” ujar Iskandar kepada DailySocial.

Kebutuhan layanan komputasi awan yang terus meningkat di Indonesia menurut Iskandar belum diikuti oleh suplai software engineer dan system engineer yang memadai. Faktor ini yang kemudian dianggap sebagai kesempatan tambahan bagi pemain PaaS seperti Awanio untuk meraih peruntungan.

Fokus pada developer

Misi Iskandar dan kawan-kawannya di Awanio adalah memudahkan kerja para developer. Hal ini didasari oleh beban kerja para developer dalam mengejar dan menguasai berbagai teknologi infrastruktur yang bersifat operasional namun di saat yang bersamaan harus cermat mengelola aplikasi mereka.

Akibat hal itu, pengembang harus berpacu menghadapi bermacam tantangan mulai dari setup server, setup database server, hingga scale up aplikasi. “Pekerjaan operasional seperti ini, kadang tidak semua developer mempunyai skill untuk melakukannya. Akibatnya akan ada banyak waktu yang terbuang hanya untuk melakukan persiapan ini.”

Lewat produknya, Awanio berusaha mengambil alih tugas-tugas operasional tersebut. Dalam kalimat lebih sederhana, layanan Awanio memungkinkan para developer cukup memasukkan code mereka ke dalam code repository seperti di Github, Gitlab, atau Awanio sendiri.

Model bisnis

Tak jauh berbeda dengan pelaku bisnis berbasis komputasi awan lain, Awanio menerapkan model bisnis pay as you go dan sistem berlangganan. Metode pertama memungkinkan pelanggan menggunakan sumber daya Awanio yang dihitung berdasarkan CPU, RAM, storage, dan network.

Selain infrastruktur yang mereka kelola sendiri, sistem Awanio juga akan berjalan di atas penyedia layanan cloud terkemuka seperti Google Cloud ataupun Amazon Web Services (AWS). Menurut Iskandar para pengembang masih kerap kesulitan menguasai aspek teknis dari infrastruktur cloud. Ia berharap Awanio menjadi jembatannya.

Produk Awanio menyasar beberapa lapis konsumen yakni developer yang bekerja secara individu, startup yang tidak memilik tim untuk mengurus infrastruktur aplikasi, serta korporasi yang sudah punya infrastruktur namun memerlukan sistem untuk mengelolanya. Iskandar menyebut Awanio saat ini masih beroperasi dengan dana sendiri dan melayani secara terbatas karena masih berada di fase minimum viable product (MVP). Meski begitu Awanio saat ini sudah memiliki 174 pengguna yang tersebar di Indonesia dan Eropa.

“Jadi untuk saat ini kami punya dua region yaitu Indonsia yang data center-nya ada di Jakarta dan wilayah Uni Eropa yang data center-nya ada di Hamburg,” pungkas Iskandar.