iflix dikabarkan mengalami kesulitan finansial, perusahaan membuka opsi untuk diakuisisi. Hal ini menegaskan seleksi pasar di industri video on demand

Seleksi Alam Bisnis “Video On Demand” Asia Tenggara

Kabar kurang baik kembali datang dari bisnis video on-demand. iflix dikabarkan telah mengalami goncangan serius, terkait isu finansial perusahaan. Menurut DealStreetAsia, dua co-founder iflix Patrick Grove dan Luke Elliott mengundurkan diri dari posisinya di manajemen sejak awal April 2020. Mereka merupakan pendiri Catcha Group, pemegang saham utama iflix.

Tidak hanya iflix yang mengalami kesulitan. Hooq sebelumnya sudah menyudahi operasional per akhir April 2020 lalu. Para pemegang saham mayoritas mengajukan likuidasi dengan dalih ingin fokus ke bisnis utama. Mereka menilai model bisnis video streaming yang dijalankan Hooq kurang signifikan hasilnya.

Pihak iflix sendiri masih enggan memberikan komentar tentang isu yang tengah beredar tersebut. Disebutkan ada kemungkinan iflix dijual ke korporasi media asal Tiongkok dan mungkin transaksi bakal ditutup akhir bulan ini. Yang jelas, kondisi ini membuat berbagai agenda perusahaan harus diubah total, termasuk rencana IPO tahun ini.

Konon, sejak awal tahun ini, iflix sudah berusaha mencari pendanaan dengan target $50 juta. Per akhir tahun 2019, kas perusahaan semakin menipis setelah menutup kerugian bersih di tahun 2018 yang dilaporkan hingga $158,1 juta. Di Indonesia, iflix didukung oleh dua konglomerat media, yaitu Emtek dan MNC.

Metode pembayaran dan variasi konten

Di sebuah wawancara dengan WSJ, co-founder iflix Patrick Grove mengatakan untuk bisnis layanan streaming ia berkiblat pada kesuksesan perusahaan di Tiongkok. Menurutnya, penetrasi bisnis di sektor ini perlu mendapat dukungan kuat platform pembayaran mobile lokal. Di Tiongkok, menurut data eMarketer, penetrasi layanan pembayaran mobile di negara tersebut sudah capai 577,4 juta.

Di Indonesia, layanan iflix sudah menyajikan beberapa pilihan pembayaran. Selain menggunakan kartu kredit, opsi yang disajikan ialah metode potong pulsa (didukung hampir semua operator yang ada). Belum ada platform digital wallet atau e-money lokal yang diintegrasikan di sana.

Meskipun demikian, hal ini bukan satu-satunya faktor ketidakberhasilan iflix memimpin pasar Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Variasi konten-konten populer disinyalir memegang peranan penting, misalnya konten original atau drama Korea (K-drama).

Menurut data yang kami kompilasi dari berbagai sumber, termasuk survei yang dilakukan DailySocial dan Populix, Viu dan Netflix saat ini memuncaki persaingan layanan video on demand di Indonesia. iflix berada di posisi ketiga atau keempat dengan traffic dan time spent yang relatif jauh dibanding dua pemimpin pasar tersebut.

Dalam beberapa tahun ke depan, seleksi alam dan konsolidasi diperkirakan menjadi tren bisnis video on demand. Pemain yang tersisa adalah mereka yang berkocek tebal dan mampu menghasilkan konten-konten (eksklusif) terbanyak yang disukai audiensnya.

Application Information Will Show Up Here