Jika Anda sudah beberapa kali bermain game gratisan, kemungkinan besar, Anda akan terpapar dengan iklan game yang tidak sesuai dengan gameplay aslinya. Iklan game gratis tipu-tipu ini biasanya ada beberapa macam bentuknya. Ada yang menggunakan hal-hal berbau seksual di iklannya meski aslinya tidak demikian. Ada yang menggunakan screenshot dari game lain yang sudah dimodifikasi biar tidak terlalu kentara. Ada juga yang sengaja membuat animasi baru seolah menunjukkan gameplay namun berbeda jauh dengan aslinya saat dicoba.
Iklan seperti itu memang, faktanya, menjengkelkan dan merendahkan intelektualitas sang pelihat iklannya. Namun pertanyaannya, kenapa hal tersebut bisa terjadi? Ada beberapa alasan yang akan kita bahas satu per satu di artikel kali ini.
Tanpa basa-basi lagi, mari kita telusuri bersama.
1. Developer/publisher game yang tidak percaya diri dengan produknya
Pengandaiannya, misalnya saja seperti ini, apakah Anda akan mencontek saat ujian ketika Anda percaya diri sudah menguasai materi? Harusnya sih tidak… Anda akan mencontek ketika Anda ragu dengan kemampuan Anda sendiri saat ujian tersebut.
Satu lagi pengandaiannya. Jika Anda pria seperti saya, kemungkinan besar Anda akan follow selebriti sosmed gadis-gadis yang cantik jelita… Wkwawkwakkw… Apakah mungkin gadis-gadis cantik jelita itu akan menggunakan PP (Profile Picture) anime atau yang sejenisnya? Nyahahaha…. Percaya saya, mereka juga tahu dan sadar jika mereka cantik dan digemari ribuan atau bahkan jutaan kaum Adam.
Demikian juga dengan developer/publisher game yang culun-culun. Mereka juga sadar bahwa game mereka tidak semenarik itu… Makanya mereka mengambil screenshot game lainnya, memanipulasi gambar atau video, atau bahkan membuat iklan yang berbeda jauh dengan gameplay yang ditawarkan.
Coba bayangkan saja sebaliknya. Apakah CD Projekt akan membuat iklan tipu-tipu saat ingin merilis The Witcher 3 dulu atau Cyberpunk 2077 yang akan dirilis tahun 2020 ini? Silakan lihat trailer (yang bisa dianggap juga sebagai iklan) dari The Witcher 3 yang dirilis 5 tahun silam di bawah ini.
Semua yang ada di trailer tersebut memang ada di game-nya. Pertanyaannya sama juga dengan pengandaian pertama di awal bagian ini. Jika CD Projekt memang sudah berhasil membuat game sebagus itu dan percaya diri dengan hasilnya, kenapa mereka harus memanipulasi trailer atau iklannya?
2. Developer/publisher game yang tak peduli dengan branding
Faktanya, tidak sedikit game publisher atau developer yang masa bodoh dengan penjenamaan (alias branding) perusahaan mereka. Publisher atau developer game yang semacam ini memang biasanya berkutat dengan game-game gratisan yang tujuan utamanya adalah mengeruk uang pemainnya sebanyak mungkin dalam waktu secepat-cepatnya (atau biasanya lebih dikenal dengan istilah pay-to-win).
Hal ini tidak terlalu berbeda dengan perusahaan investasi bodong yang memang tujuannya mengambil uang Anda secepat mungkin, kemudian kabur tanpa jejak. Yah, mungkin memang tidak semuanya separah itu juga tapi setidaknya perusahaan-perusahaan gaming semacam ini memang tidak pernah punya target jangka panjang.
Mereka biasanya bisa berganti nama (perusahaan/brand) jika mereka menyadari bahwa brand mereka sudah dicap buruk oleh komunitas. Ibaratnya, sama seperti ketika banyak pemain toxic di game online. Mereka memang tidak punya rencana mempertahankan nama baik mereka di komunitas dan berlindung di balik anonimitas. Ketika mereka kena ban, mereka bisa dengan mudah membuat akun baru.
Jika perusahaan-perusahaan semacam ini tidak berpikir jangka panjang, tentu saja, mereka akan lebih mudah untuk menghalalkan segala cara dalam mencari pemain baru termasuk menggunakan iklan palsu. Sebaliknya, trik semacam ini mungkin akan jadi lebih sulit dilakukan buat perusahaan-perusahaan besar berumur tua seperti Nintendo yang sudah berusia 130 tahun ataupun Sony yang berdiri sejak 1946 karena nama baik mereka yang sudah terlalu mahal untuk dirusak dengan menggunakan iklan yang menyesatkan.
3. Sistem digital advertising yang memang mendorong untuk trik tipu-tipu
Setelah kita membahas dari sisi pengiklannya, sayangnya, penyebab fenomena iklan game gratis tipu-tipu ini juga memang seolah didorong dengan sistem perhitungan iklan digital yang umumnya digunakan.
Di sistem perhitungan periklanan digital, ada beberapa cara yang biasanya digunakan. CPM (Cost Per Mile), CPC (Cost Per Click), CPI (Cost Per Install), dan Cost Per Activation) adalah beberapa contoh sistem perhitungan yang biasanya digunakan.
Sistem CPM berarti sang pengiklan hanya perlu membayar per seribu kali iklan tersebut ditayangkan. Sedangkan CPC berarti sang pengiklan hanya perlu membayar setiap kali iklan tersebut diklik. CPI dan CPA berarti biaya iklan akan dibayarkan setiap kali ada orang yang menginstal aplikasi (CPI) dan mengaktifkan/membuka aplikasi (CPA) sebagai hasil dari iklan tadi.
Dari sisi pengiklan, sistem perhitungan yang lebih menarik biasanya memang yang menggunakan tingkat konversi tertinggi. Tingkat konversi yang lebih tinggi itu misalnya saja seperti ini. Anggap saja Anda berjualan bawang karena seorang wibu kwkakwkawa… Kemudian, ada dua orang yang menawarkan jasa iklan untuk dagangan Anda — sebut saja Kancil dan Tikus.
Kancil mengatakan “saya punya 10 triliun follower yang bisa melihat iklan Anda.” Maklum Kancil menyebut dirinya influencer… Tapi Tikus bilang, “saya ga punya banyak follower. Jadi, Anda hanya perlu bayar saya setiap ada orang yang beli 10 gram bawang lewat iklan saya.”
Jika Anda sehat, kemungkinan besar, Anda akan memilih mengiklankan dagangan ke Tikus karena perhitungan iklannya (atau bahasa kerennya ROI) jadi lebih riil. Anda jadi tahu betul berapa uang yang dibutuhkan untuk menjual setiap 10 gram bawang misalnya.
Sebaliknya, jika Anda beriklan di Kancil, Anda mungkin tahu betul ada 10 triliun yang melihat iklan (karena ini bukan dunia nyata) tapi Anda tetap saja tidak tahu berapa orang dari 10 triliun yang melihat iklan menjadi pembeli (alias konversinya). Bisa saja dari angka besar tadi, pembelinya cuma 10 ekor padahal Anda harus membayar reach ke 10 triliun follower.
Perhitungan ini sepertinya masuk akal dan menguntungkan. Namun, Tikus sendiri juga tidak kalah licik. Ia tahu bahwa yang penting adalah ia dibayar setiap 10 gram. Ia tidak peduli apakah pembeli Anda akan jadi langganan untuk seterusnya.
Tikus pun bisa saja membuat iklan, “kalungkan 10 gram bawang ini ke leher dalam waktu 15 menit agar Anda terbebas dari berbagai macam penyakit mulai dari kencing manis, kanker, jantung, memperlancar peredaran darah, impotensi, gigi berlubang, sampai sakit hati ditinggal menikah sang mantan dengan kemungkinan 42%. Kalau setengah jam, bisa 80%.”
Penjualan pun laris manis karena siapa yang tidak tertarik? Tapi urusan manjur atau tidaknya bawang tadi, itu bukan urusan si Tikus. Ia cuma dibayar setiap 10 gram bawang terjual lewat iklannya. Jika ternyata kalung tersebut tidak sesuai yang diiklankan, ia sudah mengantongi komisi dari penjualan tadi.
Disclaimer: Kisah tadi hanyalah fiktif belaka. Kalau ada kesamaan dengan dunia nyata, itu cuma persepsi Anda semata…
4. Mayoritas target iklan yang mudah ditipu
Tentu saja, selain dari si pengiklan, agensi, ataupun penyedia jasa, target iklannya juga yang memungkinkan iklan game gratis tipu-tipu ini kian laris.
“Klik di sini untuk melihat foto ehm dari artis cantik yang baru saja ketahuan menginap di hotel bersama Pak Kuda.” “Gratis! Rumah 1000 tingkat ini bisa jadi milik Anda dengan hanya mengirimkan foto selfie sambil memegang KTP.” Mungkin 2 kalimat tadi memang hiperbolis namun tidak sedikit juga yang tertipu dengan janji-janji manis bak politisi yang sedang mencalonkan diri.
Tidak sedikit juga yang tidak mampu berpikir panjang jika berhubungan dengan libido… Makanya ada iklan game yang kelihatannya menjual hal-hal berbau seksual meski gameplay-nya jauh panggang dari api. Iklan game lainnya pun juga sama. Manipulasi grafis (foto/video) agar game-nya jadi terlihat bombastis juga kenyataannya bisa menipu banyak orang — makanya masih sering digunakan juga di banyak iklan.
Di bagian inilah sebenarnya saya dan Anda bisa berbuat sesuatu sebagai target pasar dari iklan-iklan tersebut. Semakin sedikit orang yang tertipu dengan iklan palsu, semakin sedikit juga para pengiklan ataupun penyedia jasa iklan yang menggunakan trik seperti itu karena mereka juga akhirnya tahu bahwa cara tersebut sudah tak lagi efektif. Saya sadar dan tahu betul jika Anda membaca artikel ini sampai sini, harusnya Anda bukan termasuk target pasar yang mudah ditipu tapi nyatanya masih banyak orang-orang di luar sana yang tidak menyadari hal ini. Makanya, share artikel ini dong… aokwaokwoakwa… Malah ikutan ngiklan…
5. Ketidakjelasan dari sisi hukum dan perlindungan konsumen
Penyebab terakhir, dari maraknya iklan game tipu-tipu, menurut saya juga ada di ketidakjelasan soal hukum yang berlaku soal perlindungan konsumen. Dari hasil saya googling, ada dua sumber yang mungkin menarik untuk dijadikan acuan. Sumber pertama adalah dari sebuah artikel di HukumOnline. Sedangkan sumber kedua adalah hasil kajian berjudul Tanggungjawab Hukum Pelaku Usaha Periklanan atas Produk Iklan yang Melanggar Etika Periklanan (PDF).
Mungkin memang saya juga yang bodoh dan tak paham soal hukum tapi saya juga masih bingung apakah iklan-iklan game tipu-tipu tadi bisa dipermasalahkan ke meja hijau menurut 2 acuan tadi…
Kalaupun bisa dipermasalahkan, siapa sajakah yang bisa dimintai pertanggungjawaban? Apalagi mengingat sebagian besar publisher/developer game tipu-tipu tadi memang tidak punya perusahaan di Indonesia. Apakah saya bisa mempermasalahkan hal tersebut lewat jalur hukum internasional? Lalu bagaimana dengan platfom iklannya, seperti misalnya Facebook atau Google, yang menampilkan iklan sesat tersebut?
Andaikan saja yang pihak-pihak yang bertanggung jawab mengatur soal bisnis dan arus informasi digital di sini tidak terlalu sibuk mengurus aga… ataupun blok…
Namun begitu, sayangnya, meski di luar sana hukum soal iklan menyesatkan ini juga sudah ada, hal tersebut juga tidak menyurutkan fenomena ini. Mungkin karena memang penegakan hukumnya soal ini juga masih lemah?
Penutup
Akhirnya, saya percaya memang penyebab fenomena iklan game tipu-tipu ini tidak datang dari satu aspek saja. Dari 5 aspek yang saya sebutkan tadi, mungkin kita memang hanya bisa mengubahnya dari sisi target pasar iklan meski memang tidak mudah juga dilakukan.
Namun begitu, terlepas dari apapun, semoga artikel ini berguna untuk Anda ataupun orang-orang di sekitar Anda. Jadi jangan lupa di-share ya… Wkaokawokwa… Iklan lagi boleh yak..
Feat Image via: SCMP