Setelah mundur dari CEO Indosat Ooredoo, Alex Rusli telah berinvestasi di 11 perusahaan dan mendirikan layanan fintech end-to-end Digiasia

Kiprah Alex Rusli di Ekosistem: Pendiri Startup dan “Angel Investor”

Sosok Alex Rusli sangat familiar di kalangan ekosistem. Salah satu puncak kariernya adalah saat menjabat sebagai CEO Indosat Ooredoo (Indosat), salah satu layanan telekomunikasi terbesar di Indonesia.

Kini Alex Rusli sibuk dengan bisnis dan investasinya. DailySocial mencoba mencari tahu kesibukan dirinya saat ini sebagai seorang pengusaha, komisaris di tiga perusahaan, dan seorang angel investor.

Antusias dengan inovasi

Alex pertama kali bergabung dengan Indosat pada Januari 2010 sebagai Komisaris Independen. Lalu ia ditunjuk menjadi Direktur Utama dan CEO dua tahun kemudian. Beberapa produk digital yang diluncurkan Indosat di bawah kepemimpinannya adalah Cipika, Cipika Play, Cipika Books, dan Dompetku.

“Sebelum menjabat sebagai CEO di Indosat Ooredoo, karier saya di Indosat sudah cukup panjang. Sebelumnya saya juga telah memiliki pengalaman bekerja di pemerintahan dan perusahaan lainnya,” kata Alex.

Pasca meninggalkan Indosat tahun 2017, Alex terjun di berbagai posisi yang diklaim menghabiskan waktu bekerja lebih banyak dibandingkan saat dirinya masih di Indosat.

“Buat saya, kegiatan sebagai seorang entrepreneur, dan khususnya mendirikan startup, memberikan adrenalin tersendiri yang sangat menarik untuk diikuti. Struktur startup yang tidak teratur menjadikan proses ini penuh tantangan namun sarat dengan disruption,” kata Alex.

Bersama dengan rekan kerja saat di Indosat dulu, Prashant Gokarn (mantan Chief Digital & Service Officer), Alex mendirikan Digiasia Bios (Digiasia). Perusahaan yang menyasar layanan fintech ini menjadi holding company layanan e-wallet KasPro, platform P2P lending KreditPro, dan layanan remitansi dengan channel digital dan jaringan offline RemitPro.

“Saat ini Digisasia merupakan investasi terbesar yang saya berikan. Bersama dengan Prashant, kita mulai melakukan akuisisi beberapa perusahaan dan lisensi mereka untuk kemudian kami segarkan kembali menjadi cerita yang baru,” kata Alex.

Semua pengalaman profesionalnya dimanfaatkan Alex untuk memahami lebih jauh layanan fintech, termasuk soal ketaatan regulasi, di Indonesia.

Suka duka menjadi angel investor

Saat ini Alex telah berinvestasi ke sekitar 11 perusahaan. Dirinya tidak segan membantu mengembangkan bisnis perusahaan, memberikan konsultasi, dan membantu mereka mencari solusi yang tepat untuk kepentingan perusahaan.

Kesibukan barunya ini diklaim dinikmati Alex. Dari beberapa investasi yang diberikan, hanya satu yang menurut Alex harus tutup. Alasannya karena sikap dan posisi pendiri startup yang keras kepala.

“Saya telah mengalami beberapa kondisi saat pendiri startup sangat keras kepala dan enggan untuk menerima masukan atau feedback dari investor. Sebagai angel investor, hal ini cukup krusial dan tentunya mengganggu terciptanya hubungan yang baik dengan pendiri startup tersebut. Hal tersebut menurut saya yang menjadi duka seorang angel investor,” kata Alex.

Ke depannya, Alex melihat dinamika dan ekosistem angel investor akan meningkat jumlahnya. Menurutnya, sudah banyak angel investor yang eksis di Indonesia, meskipun tidak terlalu tampak pergerakannya. Konsep investasi jangka panjang menjadi salah satu daya tarik untuk terjun menjadi angel investor.

“Saya yang menyukai hal-hal yang tidak baku dan penuh tantangan menjadi [kondisi] ideal untuk terjun ke dunia startup dan enterperneurship. Namun bagi mereka yang menyukai semua serba teratur dan terstruktur, ada baiknya untuk menghindari terjun ke dunia startup,” kata Alex.

Dinamika bisnis operator

Alex sendiri menyebut dirinya tidak menutup peluang untuk berinvestasi ke sektor telekomunikasi yang telah dikuasainya selama 7 tahun terakhir. Namun saat ini, dirinya ingin mencoba keluar dan terjun ke sektor baru dan inovasi yang berbeda.

Tentang tantangan yang dialami perusahaan operator telekomunikasi saat pandemi, meskipun sedang panen traffic, Alex mengatakan, “Saya melihat kondisi ini cukup sulit, karena saat pandemi perusahaan operator telekomunikasi tidak bisa menaikkan harga. Sehingga meskipun traffic mengalami peningkatan namun tidak dibarengi dengan peningkatan harga kepada pelanggan,” kata Alex.

Sebetulnya, industri telekomunikasi sempat mengecap kenaikan pendapatan di periode Februari-Maret. Namun, pertumbuhan pendapatan sejak Maret terus menurun selama pandemi. Kebutuhan bandwith internet yang lebih besar membuat ekspektasi mereka juga menjadi cukup tinggi.

“Saya melihat meskipun layanan fixed broadband mengalami peningkatan jumlah pelanggan baru, namun dari sisi koneksi masih banyak yang menyebutkan koneksi operator telekomunikasi terkadang lebih baik dari koneksi fixed broadband. Artinya dari sisi layanan memang masih baik untuk operator telekomunikasi,” kata Alex.

About Yenny Yusra

Curiosity has always been a part of my life. With my love for technology with all digital entrepreneur aspects and related ecosystems, I hope to be able to provide relevant and insightful information for tech enthusiasts out there.