Menyimak Proses Pengembangan Wild Rift Dulu, Kini, dan Nanti.

Saya mewakili tim redaksi Hybrid.co.id kebetulan cukup beruntung untuk dapat mendengar cerita tersebut langsung dari dua orang yang memimpin pengembangan Wild Rift yaitu Brian Feeney (Riot Feralpony) selaku Design Director Wild Rift dan Michael Chow selaku Executive Producer Wild Rift.

Tanggal 15 Oktober 2019 lalu, Riot Games membuat banyak gamers terkejut pasca acara perayaan ulang tahun ke-10 Riot Games dan League of Legends. Pengumuman banyak game dengan berbagai genre menjadi hal yang mengejutkan dari Riot Games karena mereka diingat sebagai developer yang hanya fokus pada League of Legends saja selama 10 tahun terakhir. Dari jajaran game yang diumumkan, Wild Rift sebagai versi mobile League of Legends jadi yang paling ditunggu oleh gamers tanah air.

Rumor kehadiran League of Legends untuk platform mobile memang sudah lama simpang siur di komunitas. Sempat ada kabar angin yang mengatakan bahwa Tencent selaku pemilik sebagian saham Riot Games pernah meminta Riot Games membuatkan League of Legends untuk platform mobile beberapa tahun silam. Namun Riot Games tidak setuju dengan hal tersebut yang akhirnya membuahkan dua MOBA Mobile besutan Tencent sendiri yaitu Arena of Valor untuk pasar global dan Honor of Kings untuk pasar Tiongkok.

Pendek cerita, League of Legends Mobile (Wild Rift) yang telah lama didamba akhirnya hadir menjadi pengisi waktu luang di keseharian kita. Namun proses untuk menuju titik ini tidak pendek. Ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh tim developer Riot Games demi menyajikan Wild Rift ke muka publik.

 

Cerita Proses Pengembangan Wild Rift.

Apabila Anda adalah pemain yang berkali-kali protes karena merasa proses pengembangan Wild Rift terasa lambat, Anda harus ingat bahwa Riot Games adalah perusahaan pengembang game PC selama 10 tahun belakangan. “Tidak bisa dipungkiri bahwa kami adalah perusahaan game PC yang membuat, mengembangkan, serta membangun komunitas game PC. Kami juga tidak menyangkal bahwa kami cenderung lambat mengikuti tren di pasar game mobile,” jawab Brian Feeney menanggapi pendapat orang-orang soal lamanya proses perkembangan Wild Rift.

Lebih lanjut, Brian menceritakan bahwa dirinya dan tim sudah mengerjakan proyek Wild Rift sejak dari 3 tahun lalu. “Titah” pertama yang ia terima saat memulai proyek Wild Rift kurang lebih adalah, “Hey! Coba buat League of Legends untuk platform mobile dengan durasi permainan yang lebih pendek tapi ‘feelgameplay-nya harus sama seperti League versi PC,” cerita Brian seraya menirukan perintah yang ia terima ketika itu.

“Perintah tersebut terasa tidak masuk akal awalnya. Bagaimana cara membuat seperti apa yang diperintahkan tersebut?” Brian melanjutkan ceritanya seraya menggambarkan apa yang ada di kepalanya saat menerima titah tersebut.

“Namun pada akhirnya kami menjawab tantangan itu. Kami (Tim pengembang Wild Rift) putuskan untuk duduk bersama selama kurang lebih 3 bulan fokus membuat purwarupa Wild Rift seraya mencari tahu apakah kami benar bisa membuat seperti apa yang diminta.” Lanjut Brian menceritakan awal-awal pengembangan Wild Rift.

“Seiring waktu kami menemukan bahwa proses tersebut terasa sangat menyenangkan. Awalnya memang kami memang perlu meyakinkan diri lebih dulu. Tapi seiring proses berjalan kami akhirnya yakin bahwa membuat League of Legends di mobile tidak mustahil dan akan ditunggu-tunggu oleh kalian para gamers,” tutup Brian menceritakan kisah awal tim pengembang dalam membuat Wild Rift.

Brian lalu menjelaskan bagaimana proses pembuatan dari Wild Rift itu sendiri. Ia mengatakan bahwa salah satu alasan kenapa butuh proses lama untuk membuat Wild Rift adalah karena fokus mereka dalam merancang game-nya terlebih dahulu.

“Menurut saya salah satu alasan yang membuat pengembangan Wild Rift butuh proses lama karena fokus awal kami untuk merancang gameplay Wild Rift terlebih dahulu. Ketika memulai pengembangan Wild Rift, saya dan tim mengerahkan seluruh energi untuk memastikan bahwa gameplay, champion, dan semua aspek di dalam game terasa solid.”

Penjelasan Brian mungkin terasa abstrak tapi gambarannya mungkin seperti ini. Pertama, mengecilkan map League of Legends di PC untuk Wild Rift di mobile tidak sesederhana seperti resize foto yang tinggal drag saja. Mengecilkan map bisa berarti menata ulang tatak letak elemen permainan seperti Turret, Dragon, Baron, ataupun tata letak monster Jungle. Bahkan pada Announcement Trailer di atas, Anda bisa lihat sendiri Riot Games mengatakan ada proses “Rebuilt” untuk Wild Rift yang bisa berarti membuat semua elemen game dari ulang.

Kedua, memendekkan durasi permainan dari 25-35 menit menjadi sekitar 15-25 menit juga tidak mudah. Game designer harus memikirkan beberapa aspek. Salah satu contoh yang saya bayangkan adalah memikirkan berapa rasio tepat antara Hit Points Turret dengan damage yang diberikan Champion agar permainan bisa selesai pada durasi yang diperkirakan. Tentunya masih ada banyak elemen lain lagi yang harus dipikirkan ketika ingin memendekkan durasi permain selain dari sekadar rasio HP Turret dengan damage Champion.

Ketiga, menghadirkan Champion dari League of Legends PC ke Wild Rift juga tidak sesembarang copy-paste. Besaran damage dan cara pemain menggunakan skill Champion dengan virtual joystick harus dipikirkan kembali.

Tiga hal tersebut hanya berdasarkan gambaran dari apa yang saya pikirkan saja. Saya yakin bahwa masih ada banyak hal lain yang harus dipikirkan tim pengembang Riot Games saat membuat Wild Rift yang jadi alasan panjangnya durasi proses pengembangannya. Bahkan setelah rancangan pertama Wild Rift selesai dibuat, Brian bercerita bahwa mereka baru tersadar akan teringat akan masalah lain yang harus dihadapi setelahnya.

“Setelah rancangan gameplay Wild Rift selesai dan solid, kami baru teringat bahwa ada masalah lain yang harus diselesaikan seperti, bagaimana cara optimasi game di berbagai device di mobile? Bagaimana agar game ini bisa menjangkau pemain baru yang mungkin belum pernah main League of Legends sebelumnya? Jadi kami punya banyak sekali tantangan dan masalah yang harus dicari solusinya pasca rancangan pertama Wild Rift selesai.” Cerita Brian.

Setelah membahas proses pengembangan, kami lalu berbincang soal penyajian Champion di Wild Rift. Hal tersebut mungkin jadi salah satu pertanyaan yang ditanyakan oleh komunitas seperti, kapan Champion A atau B ada di Wild Rift? Kok Champion X sudah ada di Wild Rift tapi Champion Y tidak?

Menanggapi pertanyaan pertanyaan tersebut, Brian membuka jawaban dengan pernyataan bahwa Riot Games memang tidak berencana untuk membuat semua Champion di League of Legends ada di Wild Rift.

Kenapa begitu? Brian menjawab, “Champion di League of Legends (PC) ada banyak sekali. Kalau misalnya kami merilis 1 Champion setiap minggu di Wild Rift, maka akan butuh bertahun-tahun agar jumlah Champion di Wild Rift sama jumlahnya dengan Champion di League of Legends (PC).”

Lebih lanjut Brian lalu memberi penjabaran lebih lanjut, “fokus kami adalah menyajikan Champion yang bisa memenuhi kebutuhan beragam playstyle ataupun role yang dipilih oleh para player. Maka kalau Anda sadar, Champion di Wild Rift sebenarnya sangat beragam. Anda bisa melihat Champion populer seperti Lux, Jhin, ataupun Yasuo. Tapi di sisi lain Anda juga melihat Champion seperti Aurelian Sol, Gragas, ataupun Braum yang sebenarnya jarang dipakai tapi bisa memenuhi playstyle beberapa orang.”

Setelahnya, obrolan kami berlanjut ke pembahasan lokalisasi konten Wild Rift. Lokalisasi konten mungkin bisa dibilang sebagai salah satu spesialisasi Riot Games pada setiap game yang ia sajikan. Sebelum Wild Rift, VALORANT terbilang jadi contoh pertama atas usaha Riot melakukan lokalisasi. Kembali membahas Wild Rift, Michael Chow yang turut bergabung di tengah perbincangan kami lalu membahas alasan Riot Games atas usaha lokalisasi konten yang dilakukan.

Michael membuka jawaban dengan menjelaskan bahwa proses lokalisasi sebenarnya tidak mudah bahkan bagi pengembang game sebesar seperti Riot Games. “Tetapi itu (lokalisasi konten) adalah hal yang kami (Riot Games) garap secara serius. Kami ingin game yang kami buat menjadi sebuah game yang mendunia. Kami ingin semua pemain merasa seperti berada ‘di rumah sendiri’ saat memainkan game besutan kami,” ucap Michael.

“Proses ini membutuhkan komitmen khusus mengingat ada banyak bahasa, banyak negara, dan banyak dialek di dunia. Kami sadar proses tersebut tidaklah mudah namun kami di Riot Games mendedikasikan diri untuk bisa mencapai visi kami tersebut lewat kerja sama dengan berbagai rekan kami di berbagai belahan dunia,” lanjut Michael.

Brian lalu juga menambahkan bahwa lokalisasi bahasa menjadi salah satu hal yang masuk dalam proses pengembangan Wild Rift sejak awal. Brian dan tim pengembang Wild Rift sudah memastikan bahwa semua konten nantinya bisa dilokalisasi ke berbagai bahasa dengan mudah sejak dari awal pengembangan.

“Tim pengembang Wild Rift di Riot Games juga gamers. Kami tahu bagaimana perasaaan memainkan game tanpa kehadiran bahasa lokal yang membuat pengalaman bermain jadi terasa kurang lengkap. Perasaan tersebut menjadi salah satu motivasi serta alasan kenapa kami di Riot Games sangat peduli terhadap lokalisasi konten,” ucap Brian menambahkan.

Tangkapan Gambar Pribadi - Akbar Priono
Sedikit cuplikan lokalisasi konten ke bahasa Indonesia di Wild Rift. Tangkapan Gambar Pribadi – Akbar Priono

Setelah bahasa lalu bagaimana dengan konten lokal lainnya seperti Champion atau mungkin Skin bertema lokal? Anda yang mengikuti perkembangan berita game mungkin tahu betul bagaimana banyak pengembang game mobile membuat konten lokal sebagai usaha menarik hati gamers Indonesia.

Mobile Legends: Bang Bang menghadirkan dua karakter Indonesia sebagai Hero yaitu Gatot Kaca dan Kadita (Nyi Roro Kidul). Arena of Valor tidak mau kalah dengan menghadirkan Wiro Sableng sebagai Hero. Free Fire juga jadi contoh lain yang menghadirkan Jota (Joe Taslim) sebagai karakter di dalam game.

Terkait hal tersebut Michael lalu menanggapi, “Anda bisa lihat sendiri bahwa Champion yang sudah ada di League of Legends/Wild Rift juga terinspirasi dari budaya lokal, seperti Ahri yang terinspirasi dari budaya Korea atau Akali yang terinspirasi dari budaya Jepang. Soal Champion lokal (Indonesia), saya tidak akan mengenyampingkan soal hal tersebut. Tetapi saya tidak menjanjikan dan cuma bisa mendorong Anda semua untuk menunjukkan kepada kami apabila punya ide/konsep Champion atau Skin yang berdasarkan dari budaya lokal (Indonesia). Buat kami terinspirasi untuk membuat Champion/Skin yang terinspirasi dari budaya lokal.”

 

Wild Rift Saat Ini dan Rencana Riot Games Untuk Nanti.

Fase closed-beta Wild Rift di wilayah Asia Tenggara sudah dimulai sejak 16 September 2020 lalu. Hampir kebanyakan elemen utama permainan Wild Rift berjalan dengan mulus pada saat tim redaksi Hybrid.co.id berkesempatan menjajal game tersebut pada fase closed-beta terbatas.

Tetapi ada satu masalah yang cukup esensial terjadi yaitu masalah optimasi server. Ketika mencoba Wild Rift untuk pertama kalinya, saya sempat mengalami kendala permainan berupa delay yang cukup terasa walau indikator ping/sinyal berwarna hijau.

Beberapa hari setelah itu, akses closed-beta diperbanyak dan ternyata pemain lain pun mengalami hal yang sama. Tanggal 8 Oktober 2020 Riot Games menambah akses beta untuk 2 negara lagi yaitu Korea Selatan dan Jepang.

Penambahan tersebut menambah masalah lagi bagi pemain. Penyebabnya adalah karena pemain Indonesia yang harusnya tersambung ke server SEA kadang malah dipaksa tersambung ke server Korea/Jepang. Dampak atas hal tersebut adalah delay menjadi semakin terasa sampai membuat permainan jadi tidak nyaman.

Banyak pemain sudah menyampaikan pendapat mereka terkait kondisi tersebut. Lalu bagaimana tanggapan Riot sendiri terkait masalah ini?

Michael menjelaskan bahwa sistem matchmaking di dalam Wild Rift mengutamakan 3 aspek. Aspek pertama adalah Match Quality (keseimbangan kemampuan rekan satu tim dan lawan yang dihadapi), kedua Queue Time atau waktu antrian matchmaking, dan ketiga adalah ping pemain. “Idealnya kami ingin pemain bisa mendapatkan yang terbaik dari 3 aspek tersebut,” ucap Michael.

“Mengingat Wild Rift masih dalam kondisi beta, maka kami masih dalam proses belajar untuk lebih optimasi server. Salah satu alasan kenapa cross-region matchmaking (SEA bertemu Korea/Jepang) bisa terjadi adalah karena jumlah pemain yang tergabung ke dalam matchmaking terbilang masih sedikit pada fase tersebut. Nantinya apabila game sudah masuk fase open-beta, maka akan ada lebih banyak pemain asal SEA yang mengantri untuk matchmaking. Semakin banyak yang melakukan matchmaking maka akan semakin mudah bagi kami untuk bisa memenuhi 3 aspek yang saya sebut barusan,” perjelas Michael.

Berikutnya adalah soal optimasi game terhadap perangkat. Wild Rift jadi ditunggu banyak gamers mobile karena kebutuhan spesifikasi minimum perangkat atas game tersebut yang cukup rendah.

Riot menjelaskan bahwa Anda cuma butuh smartphone 4-Core dan 1,5 Ghz CPU dengan RAM 1,5 GB jika ingin main di platform Android dan smartphone iPhone 7 jika ingin main di platform iOS. Terlepas dari spesifikasi yang dibutuhkan, pertanyaan berikutnya adalah platform mana yang akan jadi prioritas optimasi utama Riot Games?

Pertanyaan tersebut saya lontarkan mengingat game mobile kompetitif yang ada kini cenderung lebih teroptimasi di iOS daripada Android. Menjawab persoalan tersebut Michael lalu mengatakan, “satu hal yang bisa kami katakan adalah kami peduli dengan semua kalangan pemain. Sejauh ini fokus optimasi kami ada 2. Pertama adalah membuat Wild Rift semakin ringan dengan harapan pemain device low-end tetap bisa bersaing di dalam pertandingan. Kedua adalah terus meningkatkan performa grafis di tingkat atas supaya pemain yang menggunakan device high-end bisa menikmati grafis ciamik dengan performa terbaik.”

Hybrid.co.id - Foto Oleh Akbar Priono
Hybrid.co.id – Foto Oleh Akbar Priono

Setelah membicarakan optimasi, obrolan kami berlanjut kepada pembahasan basic gameplay Wild Rift. Belakangan komunitas Wild Rift sedang dipenuhi perdebatan terkait cara terbaik untuk bermain Wild Rift. Perdebatan tersebut terjadi karena ada dua cara main berbeda bertemu di dalam Wild Rift.

Pada satu sisi ada pemain dari League of Legends PC yang merasa formasi Top, Mid, Jungle, dan ADC/Support Duo adalah cara main terbaik di Wild Rift.

Sementara di sisi lain ada juga pemain Mobile Legends: Bang-bang yang merasa strategi Hypercarry adalah cara main terbaik di Wild Rift. Perdebatan kedua belah pihak ini seakan tidak ada habisnya karena masing-masing merasa diri mereka sendiri sebagai yang terbaik.

Lalu bagaimana pendapat dari Riot Games? Apa yang mereka pikirkan ketika merancang gameplay Wild Rift pada awalnya?

Kali ini giliran Brian yang menanggapi. “Pembahasan tersebut terbilang sebagai topik yang sangat mendalam. Kami dari divisi Design Team kadang juga berdebat soal hal tersebut selama berjam-jam. Menanggapi hal tersebut, pada satu sisi kami tidak ingin memaksa pemain untuk bermain dengan cara main tertentu. Namun patut diketahui bahwa Wild Rift pada dasarnya dirancang berdasarkan dari gameplay, posisi, serta role di League of Legends.”

“Sejak awal kami sudah menyampaikan bahwa kami membuat Wild Rift untuk para pemain League of Legends. Karena banyak pemain yang mengatakan kepada Riot Games bahwa mereka ingin dapat bermain League of Legends di mana saja. Berangkat dari hal tersebut maka kami membuat Wild Rift berdasarkan dari gameplay, posisi serta role yang ada di League of Legends. Walau demikian… Tetap ada ruang untuk eksperimen. Anda boleh coba strategi apapun yang Anda inginkan. Mungkin ‘eksperimen’ tersebut bisa membuat Anda senang karena berhasil atau sebal karena membuat kalah. Namun intinya adalah, komunitas pemain harus terus berevolusi, belajar untuk terus jadi lebih baik, dan belajar untuk menyesuaikan.” Brian menambahkan pendapatnya terkait hal tersebut.

Setelah membahas soal server, optimasi, dan gameplay dasar Wild Rift, perbincangan kami berlanjut membahas soal masa depan Wild Rift dan penambahan fitur yang jadi pertanyaan komunitas. Salah satu fitur yang juga dibicarakan komunitas adalah fitur Touch Control.

Wild Rift cukup diantisipasi para pemain dari game MOBA lain, tak terkecuali pemain Vainglory. Melihat pengembangan Wild Rift melibatkan ShinKaigan selaku juara dunia Vainglory pada masanya, apakah ada kemungkinan Wild Rift menyertakan Touch Control di masa depan?

Menanggapi pertanyaan tersebut, Brian mengatakan bahwa Riot tidak punya rencana untuk menyematkan fitur Touch Control ke dalam Wild Rift. Brian menjelaskan bahwa alasan utama atas jawaban tersebut adalah karena akan ada masalah teknis yang rumit apabila Riot Games memutuskan untuk menyertakan dua jenis skema kontrol ke dalam satu game.

“Vainglory dikembangkan untuk menggunakan Touch Control. Sementara Wild Rift dikembangkan untuk menggunakan Virtual Joystick. Saya tertarik untuk mengeksplorasi kemungkinan penerapan Touch Control di Wild Rift walau sebenarnya cukup pesimis hal tersebut bisa jadi kenyataan,” Brian membuka pembahasan.

“Hal yang perlu diketahui adalah bahwa kehadiran dua jenis skema kontrol memberikan kerumitan teknis yang sangat tinggi kepada tim developer. Satu contohnya saja dari segi balancing. Jika ada dua jenis skema kontrol, maka kami harus melakukan kerja ekstra agar suatu champion atau elemen gameplay secara bisa balance untuk kedua jenis kontrol tersebut,” tukas Brian memberi gambaran teknis apabila Wild Rift menerapkan dua jenis skema kontrol.

Menutup pembahasan, kami lalu membahas soal fitur-fitur esports. Satu yang mungkin tak bisa dipungkiri adalah kenyataan bahwa MLBB terbilang jadi yang paling getol dalam menyematkan fitur yang relevan terhadap esports ke dalam game. MLBB mungkin bisa dibilang jadi yang pertama dalam menerapkan sistem streaming via in-game dan turnamen via in-game dalam ranah game platform mobile.

Brian kembali menanggapi pertanyaan ini. Ia mengatakan bahwa fitur-fitur tersebut adalah fitur yang memang direncanakan untuk ada di masa depan. Namun setelah itu Brian menjelaskan lebih lanjut soal pandangan developer Riot Games terhadap “esports game“.

“Strategi Riot Games terhadap esports sedari awal adalah dengan membuat sebuah game yang solid/bagus lebih dahulu. Jangan langsung menentukan sebuah game sebagai game esports karena kami melihat beberapa perusahaan yang gagal karena rencana tersebut. Pandangan kami adalah apabila sebuah game sudah solid dan ternyata ada banyak orang berdedikasi memainkan game tersebut, maka esports akan muncul sendiri secara alami nantinya,” tukas Brian memberi pandangannya.

“Terkait fitur yang disebut barusan, saya mewakili tim pengembang Riot Games ingin menyampaikan bahwa kami mungkin akan lebih membelakangkan hal tersebut. Tetapi alasannya adalah karena fokus utama kami jelang open-beta adalah untuk membuat Wild Rift sesolid mungkin agar pemain nyaman ketika bermain. Walau begitu, beberapa fitur seperti Replay Mode atau Spectator Mode sudah dalam proses pengembangan,” jawab Brian sembari menutup obrolan kami.

 

League of Legends: Wild Rift seharusnya sudah memasuki fase Open Beta pada saat artikel ini terbit. Bagaimana? Sudah cukup bahagia karena akhirnya bisa memainkan Wild Rift setelah penantian yang panjang? Puas dengan sajian gameplay hasil kerja keras tim pengembang dari Riot Games?

Menutup pembahasan ini saya ingin menyampaikan pesan untuk selalu mengingat peran serta kehadiran developer yang bekerja siang dan malam demi menciptakan game bagus yang kalian mainkan. Ketika suatu game lambat/lama proses perkembangannya, bukan berarti para developer tersebut sedang menunda-nunda pekerjaan atau sedang ngopi santai.

Jadilah penikmat game yang bijak. Jangan jadi penikmat game yang cuma bisa ngoceh di internet cuma gara-gara keburukan suatu game tapi abai dengan proses pembuatannya itu sendiri.