Mendiskusikan Kondisi dan Peluang Startup di Bidang Otomotif Selepas Pandemi

Industri penjualan produk otomotif juga menjadi area bisnis yang mulai banyak digarap pemain digital – baik oleh startup dari dalam atau luar negeri. Diskusi tentang sektor tersebut menjadi menarik, terlebih tahun ini para pemain diharapkan dengan pandemi dan dampak setelahnya, termasuk resesi.

Untuk membahas topik tersebut, di sesi #SelasaStartup minggu pertama bulan Desember 2020, DailySocial mengundang Delly Nugraha selaku General Manager Carsome Indonesia.

Carsome Group sendiri, awal bulan ini baru mengumumkan perolehan pendanaan seri D senilai $30 juta atau setara 424 miliar Rupiah. Investor yang terlibat meliputi Asia Partners, Burda Principal Investments, dan Ondine Capital. Selain penguatan operasional, termasuk di Indonesia, mereka juga akan melakukan perluasan model bisnis ke ranah C2B2C.

Perkembangan pasar

Sesi #SelasaStartup dengan Delly Nugraha dari Carsome
Sesi #SelasaStartup dengan Delly Nugraha dari Carsome

Dalam pemaparannya Delly mengatakan, pasar mobil bekas masih sangat besar di tanah air. Bahkan tiga negara (Indonesia, Malaysia, dan Thailand) memberikan sumbangsih 80% terhadap unit ekonomi di industri tersebut di Asia Tenggara. Studi terbaru Momentum Works mengatakan bahwa total nilai transaksi mobil bekas mencapai $600 juta di wilayah tersebut.

Tidak dimungkiri, pandemi sempat memberikan dampak penurunan. Menurut data yang dimiliki Delly, sejak dimulai PSBB sekitar bulan April secara transaksional transaksi di industri turun derastis. Tidak hanya pada penjualan mobil saja, bahkan juga di aspek pendukungnya, seperti penjualan bahan bakar. Namun sejak Agustus 2020, secara perlahan dan konsisten mulai kembali normal.

“Dari data Gakindo, sekarang kondisinya sudah kembali baik. Jika April lalu jumlah mobil terjual sekitar 7 ribuan unit, per Oktober ini sudah sampai 49 ribuan lagi. Ada optimisme di industri, market sudah mulai rebound,” ujar Delly.

Ia juga memaparkan, dari data Google Trend akhir-akhir ini, kata kunci pencarian mobil bekas di Indonesia juga mulai meningkat. Artinya memang ketertarikan untuk membeli atau menjual di kalangan masyarakat. Di YouTube pun, ulasan mengenai mobil bekas juga dikatakan mendapatkan traksi yang lebih tinggi – asumsinya orang yang akan beli/jual mobil bekas melihat review terlebih dulu.

“Kalau lihat hasil riset McKinsey, setelah pandemi ini perilaku konsumen di Indonesia berubah. Yang tadinya mereka rutin pakai kendaraan umum, kini mempertimbangkan untuk menggunakan mobil pribadi untuk mengurangi kontak langsung dengan keramaian. Ini jadi peluang tersendiri untuk pemain industri seperti Carsome,” imbuhnya.

Platform penjualan mobil bekas

Carsome sendiri saat ini hadir membantu masyarakat yang ingin menjual mobil bekas. Pengguna bisa mengakses layanan lewat situs; kemudian tim akan melakukan pengecekan secara detail dari aspek mesin, interior, eksterior, dll. Dari hasil penilaian, mobil akan diberikan harga kemudian ditawarkan kepada mitra dealer yang tergabung di Carsome untuk mendapatkan penawaran terbaik.

Pain point yang ingin diselesaikan, biasanya ketika menjual mobil secara manual, pengguna sulit mendapatkan pembeli yang tepat – kalaupun dijual langsung ke pemasok, tak sedikit yang mematok harga kurang bersaing, disebabkan karena kurangnya transparansi.

“Untuk itu layanan Carsome memastikan proses penjualan mobil dilakukan secara mudah, cepat, dan transparan. Untuk penguji, kami juga ada aplikasi, di dalamnya terdapat checklist detail bagian-bagian yang harus diperiksa. Pun untuk mitra dealer, aplikasi memungkinkan mereka untuk memberikan penawaran harga mobil secara cepat dan bisa memberitahukan secara langsung melalui sistem ke pengguna,” jelas Delly.

Selama pandemi ini, ternyata juga tidak sedikit yang mempertimbangkan untuk menjual mobilnya, mengurangi aset depresiasi yang dimiliki. “Misalnya tadinya dalam satu rumah ada 3 mobil untuk masing-masing anggota keluarga, karena adanya PSBB, WFH, dll sekarang aktivitas keluar rumah jadi berkurang, jadi banyak yang menjual mobilnya. Di sisi lain, yang belum punya juga mulai banyak mencari mobil bekas untuk keperluannya. Supply demand-nya terjembatani dengan baik,” lanjut Delly.

Di Indonesia sendiri, pasar jual-beli mobil memang perlu disikapi secara unik. Banyak faktor yang menyebabkan kondisi pasar di tiap daerah berbeda-beda. Delly menyebutkan ada empat hal mendasar yang mempengaruhi. Pertama adalah letak geografis, ini berpengaruh pada distribusi produk. Karena stok di perkotaan dan di daerah pasti berbeda – terlebih saat berbicara produk mobil baru.

Faktor kedua, terkait daya beli. Spesifikasi ini perlu dipahami dengan baik, sehingga para pemain industri dapat menyuguhkan varian produk yang terjangkau di pasar tertentu. Ini juga berhubungan dengan faktor selanjutnya, yakni harga. Kadang produk dengan merek dan kondisi yang mirip dapat di jual dengan harga berbeda di daerah yang berbeda. Contohnya, kalau dari Jakarta orang berasumsi mobilnya berisiko kena banjir dan penggunaannya sangat tinggi karena sering terjebak macet. Terakhir, faktor dasar hukum ekonomi, yakni supply-demand. Tentu akan banyak berpengaruh pada kondisi pasar mobil bekas di suatu daerah.

“Karena kultur kami startup, maka menjadi lebih fleksibel untuk berinovasi di berbagai sisi, baik di internal maupun eksternal. Jadi bisa menyesuaikan apa yang benar-benar dibutuhkan oleh pengguna. Termasuk terkait rencana pemanfaatan dana, kami secara gesit akan memulai model bisnis baru tahun depan di Indonesia. Harapannya akan banyak masyarakat yang terbantu,” tutupnya.

Gambar header: Depositphotos.com