Konsep Bank as a Service (BaaS) di Indonesia diperkenalkan Standard Chartered Bank melalui nexus. Mereka menggandeng Bukalapak dan Sociolla sebagai mitra

Mengenal BaaS, Cara Baru Bank Masuk Ke Ranah Digital

Banking-as-a-service (BaaS) menjadi topik baru bagaimana perbankan mencoba berinovasi ke ranah digital. Awal tahun ini Standard Chartered Bank (Stanchart), melalui nexus, menjadi pionir metode ini melalui kemitraan dengan Bukalapak dan Sociolla. nexus dikembangkan oleh SC Ventures, perusahaan investasi Stanchart.

Istilah BaaS berbeda dengan open banking atau bank digital (neobank) yang telah lebih dahulu dikenal. DailySocial pun bertanya ke pemain industri terkait diferensiasi masing-masing.

Sebelum BaaS dikenal, di Indonesia telah lebih dahulu mengenal konsep marketplace produk finansial seperti yang dijalankan CekAja dan Cermati saat pertama kali beroperasi. Konsepnya sama seperti saat mengakses laman e-commerce, konsumen bisa mengakses ragam produk finansial dari rekanan marketplace dan bertransaksi.

“BaaS, open banking, dan marketplace produk keuangan adalah hal yang berbeda, di mana BaaS dapat memberikan kemampuan bagi provider untuk membangun sistem yang nantinya akan dimiliki oleh provider itu sendiri, berdasarkan infrastruktur dan expertise dari bank,” ucap Director of Legal, Compliance, Governmental Relations and Human Capital CekAja Marthina Natalyna.

Sementara itu, Co-Founder dan CEO Finantier Diego Rojas berpendapat bahwa BaaS berbeda dengan konsep API lain karena menyediakan infrastruktur berlisensi dan teregulasi untuk layanan inti perbankan. Secara out of the box, hampir semua perusahaan kini dapat menjadi perusahaan fintech tanpa harus melalui proses panjang tersebut berkat kehadiran perusahaan open finance seperti Finantier.

Finantier adalah startup yang menyediakan ekosistem open finance untuk mendukung kolaborasi antara berbagai jenis perusahaan dalam menyediakan produk finansial yang didesain khusus untuk konsumennya.

“Inovator harus fokus pada pengalaman pelanggan dan pada produk digital inti mereka, sementara infrastruktur dasar yang kompleks dan sisi regulasi sepenuhnya dicakup oleh BaaS,” terang Rojas.

Country Head nexus Indonesia Hermawan Tjakradiwiria memberikan pandangannya. Mengutip KPMG, open banking secara umum mengacu pada kemampuan nasabah perbankan untuk memberi otorisasi kepada pihak ketiga untuk mengakses data rekening bank mereka untuk mengumpulkan informasi rekening atau untuk memulai pembayaran.

Sementara, Investopedia menyebutkan bahwa akses dilakukan melalui penggunaan antarmuka pemrograman aplikasi (API). Di sisi lain, neobank, menurut interpretasi majalah Fintech, adalah perbankan tanpa fisik yang menawarkan pengalaman digital sepenuhnya, seperti rekening tabungan atau layanan kartu debit/kredit.

“Terkadang bank baru ini memberikan layanan di bawah lisensi perbankan mereka sendiri, tetapi mereka juga dapat memanfaatkan solusi BaaS sebagai klien untuk bertindak sebagai bank baru.”

Ia mendefinisikan nexus sebagai BaaS yang memungkinkan pemain non bank menawarkan layanan keuangan kepada pelanggan mereka dengan menghubungkan langsung dengan sistem bank melalui API. Mereka dapat menyediakan penawaran perbankan di atas infrastruktur yang diatur bank. Sebagai hasilnya, platform dapat meluncurkan layanan keuangan dalam ekosistemnya.

Tren BaaS secara global

Sumber: Depositphotos.com
Sumber: Depositphotos.com

Pada 2018, regulator di negara-negara Eropa menerbitkan Second Payment Services Directive (PSD2) yang menjadi cikal bakal standarisasi open banking di United Kingdom untuk mendorong sinergi antara bank dan fintech alih-alih mengintensifkan persaingan. Era inovatif yang digerakkan API dan kemunculan teknologi BaaS memungkinkan perbankan tidak harus banyak berinvestasi, sambil memberikan pelayanan yang lebih baik untuk konsumen mobile-first dan tetap bertahan dalam industri.

Inisiatif BaaS banyak dimanfaatkan di Eropa, lalu merambah ke kawasan lainnya, seperti Amerika Serikat, Mexico, Brazil, Australia, Singapura, dan Nigeria. Di Jerman, misalnya, terdapat solarisBank yang memberdayakan banyak neobank di Eropa. Lalu di Inggris terdapat Bankable, Pi1, dan Starling Bank, sementara di Amerika Serikat beroperasi Green Dot dan BBVA. Konsep yang mereka tawarkan adalah bermitra dengan banyak partner untuk menawarkan layanan keuangan.

solarisBank telah bekerja sama dengan 70 perusahaan dan berhasil menarik 400 ribu pengguna baru. Salah satu solusi yang ditawarkan, bersama American Express, adalah fitur Splitpay untuk permudah proses check out konsumen di suatu platform e-commerce di Jerman dengan opsi cicilan selama beberapa bulan.

solarisBank meraup pendapatan dari mitra saat mereka membayar jasa API yang dipakai untuk mengaktifkan akun dan kartu. Perusahaan juga mengumpulkan biaya pertukaran atas transaksi kartu (interchange fee) dan berbagi pendapatan dengan mitra tersebut. Tak hanya itu, solarisBank dapat menawarkan berbagi pendapatan atas bunga kredit dengan mitra.

Kondisi tersebut, menurut Rojas, adalah win win untuk semua orang karena bank dan lembaga keuangan berusaha tetap relevan dengan kondisi saat ini untuk menjangkau konsumen baru. Layanan keuangan yang menjadi yang menjadi ujung tombak bisnis perusahaan, tetap dapat disesuaikan dengan segmen tertentu di pasar.

“Dalam rangka meningkatkan pendapatannya dengan memungkinkan pemain lain memanfaatkan layanan mereka. Membawa lebih banyak AUM (Asset Under Management) dan menjaga bank agar tetap relevan,” ujar Rojas.

“Beberapa dari neobank ini berfokus pada pasar yang sangat khusus, seperti milenial, beriorientasi bisnis berkelanjutan, atau bahkan menargetkan kelompok geografis atau sosial tertentu,” sambungnya.

Persiapan di Indonesia

Di Indonesia sendiri, sejauh ini regulasi terkait open API masih dipersiapkan oleh Bank Indonesia. Belum ada kabar terakhir kapan bank sentral akan merilis secara resmi. Standar Open API merupakan perwujudan dari Visi 2 dan Visi 3 dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BPSPI) 2025 untuk mendukung implementasi open banking di area transaksi pembayaran dalam rangka mendorong transformasi digital oleh perbankan, maupun interlink antara bank dan fintech.

Kendati standarisasi belum ada, Rojas memandang bahwa bank sentral mengambil langkah yang tepat untuk membaca tren global mempelajari seperti apa kesalahan dan kekurangan dalam penerapannya, lalu menyesuaikan dengan praktek dan pedoman di Indonesia. “Ada manfaatnya juga jika tidak menjadi first mover dalam ruang ini karena bank, bisnis, dan regulator dapat belajar.”

Terlebih, perjalanan ruang fintech di Asia Tenggara masih sangat luas untuk tumbuh mengikuti tren global. Membuka kesempatan bagi para inovator membantu bank untuk meracik layanan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Penggerak pertama dimulai di Eropa dan AS, lalu masuk ke Asia Tenggara, perlahan mulai banyak lembaga keuangan yang mentransformasi digital dan mengambil pendekatan melalui BaaS.

Sumber: Standart Chartered
Sumber: Standart Chartered

Hermawan mengungkapkan rasa terima kasihnya atas dukungan regulator karena Stanchart dapat memboyong nexus dan mengakifkan BaaS di Indonesia. Ia pun memastikan nexus akan selalu mematuhi peraturan lokal dan siap mengimplementasikannya bersama mitra.

“Selalu ada ruang pertumbuhan dan inovasi dalam perbankan. Kami yakin bahwa kami sedang berada di era baru di bidang keuangan, terutama dengan penetrasi digital dan seluler yang berkembang di Indonesia.”

Saat ini ada banyak perusahaan digital yang sudah memiliki basis pengguna ingin memperluas kemampuan dan aliran pendapatannya dengan menargetkan titik masalah yang spesifik dihadapi pengguna. Di sinilah nexus dibutuhkan, dengan menyediakan teknologi, dukungan lembaga keuangan, keahlian risiko dan kepatuhan, akan membantu mitra untuk berkembang lebih jauh dan meningkatkan “brand stickiness.”

“nexus akan memberi pelanggan dari mitra akses ke layanan keuangan melalui platform, yang sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari, sehingga mengakses layanan perbankan akan menjadi semudah dan mulus seperti engagement digital lainnya dalam ekosistem mitra.”

Menurut dia, saat konsumen merasa layanan keuangan mudah diakses melalui telapak tangan mereka itulah bentuk kemenangan. Digitalisasi perbankan yang tertanam ke dalam layanan keuangan punya peran yang sangat penting dalam upaya meningkatkan akses keuangan bagi populasi yang underbanked dan unbanked.

Ia meyakini bahwa nexus dapat membawa Stanchart menuju segmen baru yang belum pernah dimanfaatkan sebelumnya. Sebelumnya, Stanchart melekat dengan persepsi bank komersial untuk nasabah affluent menengah ke atas.

nexus menargetkan kemitraan strategis dengan pemain ekosistem besar di media sosial, ride hailing, kecantikan, dan lainnya untuk merumuskan produk keuangan melalui co-creation. Pada akhirnya, produk keuangan yang dihasilkan selaras dengan apa yang dibutuhkan konsumen. Oleh karenanya, nexus tidak tiba-tiba menawarkan solusi perbankan existing yang dihadirkan lewat Stanchart.

“Kami iterasi pengembangan produk, melakukan penelitian dan pengujian ke pelanggan secara rutin. Untuk mengevaluasi kesiapan produk, kami mempertimbangkan apakah produk ini memenuhi kebutuhan pengguna dengan baik dan mencapai tujuan kami untuk peningkatan akses keuangan. Kami menyesuaikannya dengan tepat untuk memecahkan masalah mitra kami.”

Rojas menunjukkan rasa optimisnya terhadap masa depan BaaS karena dapat memacu timbulnya inovasi. Infrastruktur perbankan akan menjadi suatu komoditas, sehingga banyak inovator yang dapat menanamkan layanan keuangan ke dalam produk mereka, memberikan pengalaman dari ujung ke ujung secara lebih baik untuk konsumen.

Patut ditunggu produk keuangan yang diracik nexus bersama Bukalapak dan Sociolla. Ditargetkan pada tahun ini dapat dirilis. “Kami berkomitmen untuk meluncurkan secara komersial dengan 2 mitra pertama kami yang kami umumkan,” tutup Hermawan.


Foto header: Depositphotos.com