Direktur Utama Bank Neo Commerce Tjandra Gunawan / Bank Ceo Commerce

Bank Neo Commerce Bidik Lima Besar “Top of Mind” Bank Digital Indonesia

Aksi transformasi sejumlah bank konvensional menjadi bank digital ramai mewarnai industri perbankan Indonesia di 2020. PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) merupakan salah satu yang berganti identitas baru dari nama sebelumnya, PT Bank Yudha Bhakti Tbk.

Menilik singkat perjalanannya, rebranding ini dilakukan satu tahun usai perusahaan dicaplok oleh PT Akulaku Silvrr Indonesia yang menggenggam mayoritas sahamnya sebesar 24,98%. Perkembangan dan adopsi teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari menjadi alasan utama rebranding ini.

Bank Neo Commerce akhirnya merealisasikan salah satu produk transformasinya, yakni aplikasi mobile banking Neo+. Meski belum diluncurkan secara resmi, aplikasi ini sudah dapat diunduh secara terbatas di Android dan iOS pada akhir Maret 2021. Saat ini, Neo+ mengantongi rating 3.7 dengan lebih dari 1 juta unduhan di Play Store dan 4.1 di App Store.

Menjelang paruh kedua 2021 ini, Bank Neo Commerce mempersiapkan sejumlah produk dan fitur baru demi menyempurnakan pengalaman perbankan yang fully digital kepada nasabah.

DailySocial berkesempatan mewawancarai Direktur Utama Bank Neo Commerce Tjandra Gunawan untuk memahami strategi perusahaan lebih lanjut.

Bidik lima besar bank digital Indonesia

Sejak akhir 2020, perusahaan mulai menggenjot pengembangan produk dan fitur baru serta kemitraan strategis dengan ekosistem digital. Menurut Tjandra, ini semua untuk memberikan pengalaman perbankan digital yang baru kepada nasabah. Secara jangka panjang, Bank Neo Commerce menargetkan dapat menjadi bank digital yang punya cakupan layanan dan produk yang lengkap.

Saat ini, Bank Neo Commerce masih membidik segmen mass market, terutama anak muda yang mendominasi jumlah populasi Indonesia. Mengacu data Sensus Penduduk 2020 oleh BPS, generasi Z di Indonesia mencapai 74,49 juta jiwa atau 27,9%, sedangkan generasi milenial tercatat sebanyak 69,38 juta jiwa atau 25,8% terhadap total populasi.

“Kami belum dapat mengungkap target pengguna di tahun ini. Namun tahun ini kami menargetkan dapat masuk lima besar bank digital secara top of mind di Indonesia. Fokus kami tetap melayani perorangan dan korporasi untuk mempercepat pertumbuhan Bank Neo Commerce,” paparnya.

Untuk mendukung pemerataan akses finansial, Bank Neo Commerce juga akan melayani kalangan unbanked dan underbanked di daerah sub-urban maupun luar pulau Jawa, termasuk pelaku UMKM yang belum memanfaatkan layanan digital banking.

Per 31 April 2021, Bank Neo Commerce memiliki total aset sebesar Rp5,91 triliun, total penyaluran kredit Rp3,76 triliun, dan total ekuitas Rp1,07 triliun. Adapun, komposisi pemegang saham per 27 Mei 2021 adalah PT Akulaku Silvrr Indonesia (24,98%), PT Gozco Capital (20,13%), PT Asabri (16,3%), Yellow Brick Enterprise Ltd. (11,1%), dan publik (27,49%).

Sinergi dengan Akulaku

Keterlibatan startup teknologi menjadi strategi kunci yang banyak diadopsiĀ  bank yang bertransformasi menjadi bank digital. Beberapa di antaranya hanya sebatas berkolaborasi, tetapi ada juga yang masuk sebagai pemegang saham. Selain kawin silang teknologi, bank akan mudah mengakselerasi pertumbuhan dengan ekosistem layanan terbuka, termasuk Akulaku masuk ke dalam ekosistem Bank Neo Commerce dan sebaliknya.

Tjandra menyebut, Akulaku memiliki ekosistem digital yang mapan, dan perannya sangat signifikan dalam membantu transformasi perusahaan menjadi bank digital.

Saat ini Akulaku menawarkan produk P2P, marketplace, dan pembiayaan di empat negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Di Indonesia, Akulaku telah bekerja sama dengan sejumlah merchant online dan offline, juga dengan 120 ribu UMKM.

Pada sinergi tahap awal, Bank Neo Commerce akan merealisasikan pembukaan rekening Neo+ melalui platform Akulaku. Kemudian, perusahaan juga akan memanfaatkan ekosistem Akulaku untuk menyalurkan pinjaman ke pengguna.

Keduanya tengah mengembangkan loan origination system dan online financing yang ditargetkan komersial pada semester II 2021. Loan origination system merupakan sistem untuk memproses persetujuan kredit, khususnya untuk direct loan/online financing.

“Kami sedang menunggu persetujuan OJK, tetapi direct loan ini sudah masuk proses pengembangan tahap akhir. Untuk tahap awal, direct loan ini akan terhubung dengan marketplace Akulaku,” ungkapnya.

Dengan mengadopsi model sinergi dengan ekosistem terbuka, pihaknya tak menutup kemungkinan untuk menambah kemitraan strategis di luar ekosistem Akulaku, baik itu fintech, ecommerce, dan lini bisnis digital lainnya.

Pengembangan produk dan fitur baru

Selain sinergi Akulaku, perusahaan tengah mempersiapkan sejumlah produk dan fitur baru untuk memperkuat pengalaman perbankan digital di Neo+. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, direct loan akan tersedia di platform Neo+ dan terintegrasi di ekosistem marketplace di luar Akulaku.

Kedua, Bank Neo Commerce akan terus menambah kemitraan P2P untuk penyaluran pinjaman dengan skema channeling. Di 2021, Bank Neo Commerce menargetkan penyaluran sebesar Rp500 miliar yang didistribusikan ke 20 fintech. Saat ini, pihaknya baru menggandeng lima platform P2P dengan ticket size berkisar Rp20-50 miliar.

“Saat ini kami sudah bekerja sama dengan Crowdo, Danamart, Eska Kapital, Modal Rakyat, dan Restock.id. Kami sedang berdiskusi dengan beberapa fintech yang akan kami umumkan dalam waktu dekat,” tambahnya.

Startup Nilai Pembiayaan
Crowdo Rp30 miliar
Danamart Undisclosed
Eska Kapital Rp20 miliar
Modal Rakyat Rp50 miliar
Restock.id Rp20 miliar

Sumber: Kontan

Ketiga, Bank Neo Commerce akan melengkapi produk dan fitur di Neo+ secara bertahap, seperti proses onboarding secara fully digital dan e-KYC dengan biometric. Rencananya, semua ini akan komersial setelah pihaknya mengantongi persetujuan dari Otoritas Jasa keuangan (OJK). Neo+ juga nantinya bisa digunakan untuk melayani pembayaran, seperti Payment Point Online Bank (PPOB).

“Secara bertahap kami akan bertransformasi sepenuhnya digital. Ini semua sesuai dengan tujuan kami menjadi sebuah neobank, tidak hanya secara produk, tetapi juga dari back-end sampai front-end,” tuturnya.

Sementara untuk melayani kebutuhan transaksi tunai, pihaknya telah bekerja sama dengan jaringan ATM Bersama dan Alto di seluruh Indonesia. Cakupan ini akan ditambah lagi melalui berbagai convenience store atau minimarket untuk transaksi tarik tunai di kasir.

Memperkuat aspek keamanan

Teknologi dan keamanan menjadi aspek penting ketika bertransformasi menjadi bank digital. Ini juga menjadi salah satu alasan utama mengapa OJK mengatur kebijakan modal inti minimal Rp10 triliun untuk mendirikan bank digital. Komitmen investasi sangat penting dalam menunjang pengembangan teknologi.

Tjandra mengungkap, pihaknya telah bekerja sama dengan berbagai perusahaan teknologi untuk memperkuat sistem keamanan di server serta jaringan perangkatnya, antara lain Tencent Cloud, Huawei, dan Sunline.

Dari aspek keamanan dan privasi nabasah, perusahaan memanfaatkan teknologi berbasis database management system alias Tencent Distributed Database (TDSQL) dari Tencent Cloud. Bank Neo Commerce juga menggandeng Sangfor untuk melindungi keamanan dari tindak kejahatan akibat social engineering.

“Kami pastikan untuk mengedukasi pentingnya menjaga keamanan data pribadi kepada para nasabah. Kebiasaan cyber-hygiene mulai harus dikenalkan lebih umum kepada masyarakat luas Indonesia, yaitu menggunakan two-authentication factor atau biometric login untuk masuk ke aplikasi mobile banking miliknya.”

Application Information Will Show Up Here