54% dari Total Pemasukan Industri Esports Global Datang dari Asia

Asia menjadi rumah bagi banyak pemain profesional. Benua tersebut juga punya jumlah penonton paling banyak dari benua-benua lain. Tak hanya itu, banyak tren esports yang muncul dari Asia seperti mobile esports. Walau mobile esports tak terlalu digemari di Amerika Utara atau Eropa, mobile game berhasil membangun ekosistem esports yang besar di negara-negara Asia, seperti di Indonesia dan Tiongkok. Menurut Niko Partners, industri esports di Asia akan merefleksikan pertumbuhan industri tersebut di masa depan.

Kontribusi Asia di Industri Esports Global

Pada 2020, nilai industri esports diperkirakan hampir mencapai US$1 miliar. Asia memberikan kontribusi sebesar US$543,8 juta atau sekitar 54% dari total pemasukan industri esports tersebut. Menariknya, di tengah pandemi virus corona, pemasukan industri esports di Asia pada tahun lalu tetap naik dari tahun sebelumnya, walau hanya sebesar 4,9%. Memang, pandemi COVID-19 pada tahun lalu punya dampak positif dan negatif pada industri esports secara keseluruhan.

Di satu sisi, kebijakan lockdown yang ditetapkan oleh banyak negara berarti kompetisi esports tidak bisa diselenggarakan secara offline. Dan hal ini membuat pemasukan dari penjualan tiket dan merchandise menurun. Di sisi lain, sepanjang pandemi, jumlah penonton siaran esports meroket. Pasalnya, pandemi membuat banyak kompetisi olahraga tradisional dibatalkan. Alhasil, banyak penggemar olahraga yang beralih menonton kompetisi esports, yang masih bisa diselenggarakan online.

54% dari total pemasukan industri esports berasal dari Asia. | Sumber: Niko Partners

Menurut Niko Partners, jumlah penonton esports di Asia meningkat tajam pada 2020. Tahun lalu, jumlah penonton esports di Asia mencapai 618,4 juta orang, naik 21% dari tahun 2019, yang hanya mencapai 510 juta orang. Seiring dengan bertambahnya jumlah penonton, nilai hak siar dan lisensi kompetisi esports pun naik pada 2020.

Dampak Pandemi di Industri Esports Pada 2020

Pada awal 2020, pandemi memunculkan berbagai tantangan baru bagi pelaku industri esports. Untungnya, dalam waktu beberapa bulan, para pelaku industri esports bisa menyesuaikan diri sehingga industri esports bisa kembali pulih, seperti yang disebutkan oleh Lisa Hanson, President of Niko Partners. Di 2020, kebanyakan kompetisi esports memang hanya bisa diadakan secara online. Walau pemasukan dari penjualan tiket dan merchandise turun, nilai hak siar kompetisi esports justru naik. Selain itu, semakin banyak perusahaan yang menjadi sponsor di dunia esports. Alasannya, esports adalah salah satu cabang olahraga yang masih bisa diadakan di tengah pandemi.

Walau kebanyakan kompetisi esports digelar online, pada semester dua 2020, ada beberapa turnamen esports yang sudah diadakan secara offline. Salah satunya adalah League of Legends World Championship, yang diselenggarakan di Shanghai, Tiongkok. Untuk bisa mengadakan LWC secara offline, Riot menggunakan Bubble System, yang berfungsi untuk membatasi interaksi antar peserta, panitia, dan semua kru yang bertugas. Keputusan Riot Games untuk mengadakan LWC 2020 secara offline didukung oleh pemerintah Shanghai.

LPL 2021 telah diadakan secara offline. | Sumber: Sports Pro Media

Sementara itu, pada 2021, TJ Esports — perusahaan joint venture antara Riot Games dan Tencent — juga telah mencoba untuk mengadakan League of Legends Pro League (LPL) secara offline. Mereka sempat harus membatalkan rencana itu pada Q1 2021 dan melakukan refund dari tiket yang telah terjual. Namun, sekarang, LPL telah bisa digelar secara offline karena keadaan di Tiongkok sekarang sudah berangsur kembali normal. Artinya, berbagai events — seperti kompetisi olahraga, konferensi atau acara hiburan — sudah bisa diadakan secara offline.

Industri Esports di Asia Pasca-Pandemi

Tiongkok memang telah mulai pulih dari pandemi virus corona. Sayangnya, tidak begitu dengan negara-negara lain di Asia. Alexander Champlin, Director of Esports Research, Niko Partners menyebutkan, negara-negara lain di Asia membutuhkan waktu lebih lama untuk bisa pulih dan kembali mengadakan kompetisi esports secara offline.

Dota 2 ONE Esports Singapore Major adalah salah satu kompetisi esports offline terbesar yang diadakan di Asia Tenggara pada 2021. Namun, diselenggarakannya kompetisi tersebut bukan bukti bahwa negara-negara di Asia Tenggara telah pulih dari pandemi virus corona,” kata Champlin pada GamesBeat. Kabar baiknya, para pelaku industri esports telah menyesuaikan diri dengan keadaan selama pandemi. Sekarang, kompetisi esports offline tak lagi menjadi pilar utama bagi industri competitive gaming di Asia.

Dota 2 ONE Esports Major Singapore diadakan secara offline. | Sumber: Win.gg

“Ketika industri esports hanya bisa berkutat di dunia online, kerja sama dengan brand dan kontrak streaming kini menjadi fokus dari pelaku industri esports,” ujar Champlin. “Kolaborasi dengan brand dan streaming merupakan dua faktor yang mendorong pertumbuhan industri esports pada 2020. Kami memperkirakan, bahkan setelah kompetisi esports bisa diadakan secara offline, kolaborasi dengan brands dan kontrak streaming masih akan menjadi pendorong pertumbuhan industri esports.”

Champlin juga menyebutkan, pada 2022, ketika semakin banyak negara yang pulih dari pandemi virus corona, kompetisi esports akan mulai kembali diadakan secara offline. Meskipun begitu, kemungkinan besar, turnamen esports online juga masih akan diselenggarakan. Alasannya sederhana: karena menggelar kompetisi esports secara online punya beberapa keuntungan. Salah satunya adalah biaya yang lebih murah. Selain itu, ketika mengadakan kompetisi online, penyelenggara turnamen juga bisa mengadakan turnamen dalam skala yang lebih besar. Proses pengadaan kompetisi online juga relatif lebih sederhana.

“Jumlah platform turnamen esports online terus bertambah. Selain itu, para sponsor dan pengiklan juga telah menjadi familier dengan turnamen online. Dua hal ini menunjukkan, kembali mengadakan kompetisi esports secara offline tidak sevital yang diperkirakan pada awal 2020,” kata Champlin. Dia menambahkan, beberapa negara mungkin akan memprioritaskan pengadaan kompetisi esports offline. Sementara sebagian yang lainnya tetap merasa tidak keberatan dengan penyelenggaraan kompetisi esports online.

“Kami memperkirakan, industri esports akan mengadopsi model hibrida dan tetap mengadakan kompetisi secara online dan offline. Negara-negara di Asia Tenggara, yang mendapatkan untung dari pariwisata esports, akan lebih cepat dalam kembali beralih ke events offline ketika keadaan sudah memungkinkan,” kata Champlin. “Sementara itu, negara-negara dengan ekosistem livestreaming yang kuat, seperti Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, dan bahkan India, mereka tidak akan terlalu tergesa-gesa untuk kembali mengadakan kompetisi offline.”

Sumber header: Inven Global