Touchten, Tokopedia, Berrybenka, DapurMasak, PriceArea, Urbanindo, Klik-eat, Bilna, Adskom, Bukalapak dan baru-baru ini Sribu. Kami coba menganalisis tren investasi dari Jepang yang sepertinya tidak menunjukkan tanda akan surut tahun 2014 ini.
Tren ini memang sudah terlihat sejak awal tahun 2013 kemarin, namun akhir 2013 hingga awal 2014 ini makin jelas terlihat dari investasi Touchten, Berrybenka, Bukalapak dan Sribu.
Investasi yang gencar ini bukan tanpa alasan, Takahiro Suzuki dari Cyber Agent Ventures menunjuk faktor pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto/GDP) Indonesia yang terus bertambah bersamaan dengan angka populasi dan konsumen yang terus menanjak. Meskipun berpotensi besar, angka-angka masih bisa dikerdilkan dengan angka serupa di pasar-pasar yang lebih dewasa seperti Jepang. Ini alasan kenapa banyak perusahaan Jepang yang lebih memilih untuk berinvestasi ketimbang membangun basis operasinya sendiri di Indonesia.
Teruhide Sato, Group CEO Netprice Japan yang juga merupakan angel investor melempar komentar senada, “Kesempatan yang luar biasa didukung dengan angka populasi yang juga luar biasa serta meningkatnya kelas menengah di Indonesia”, sahutnya lewat email. Teruhide percaya bahwa Jepang dan Indonesia juga memiliki hubungan baik secara kenegaraan membuat banyak perusahaan Jepang secara alami mulai masuk ke Indonesia untuk berinvestasi lebih jauh. “Ekonomi Jepang saat ini mulai bertumbuh kembali dan restorasi ekonomi ini mendorong makin banyaknya investasi di luar Jepang”, tutup Teruhide.
Dari sisi founder, investasi strategis memang membawa lebih banyak keuntungan ketimbang investor yang hanya membawa dana kapital ke dalam perusahaan. “Sebagai founder, kami memang butuh modal, namun terkadang kami juga butuh saran, mentorship dan arahan karena kebanyakan founder baru pertama kali menjadi entrepreneur”, kata Anton Soeharyo CEO Touchten yang menerima dana Seri A dari Cyber Agent tahun 2013 lalu. Kebanyakan investor strategis Jepang memang memiliki pengalaman lebih karena pengalaman bisnis serupa yang dijalankan di Jepang.
Investor Jepang memang terkenal untuk lebih sulit ditaklukan, terutama karena rata-rata sudah kenal betul medan bisnis di dunia online meskipun di pasar mereka sendiri dan bukan di Indonesia. Namun karena mereka sudah dekat betul dengan bisnis online, investor asal Jepang (dan investor luar negeri secara umum) bisa lebih menghargai startup Indonesia dari sisi valuasi perusahaan.
Beberapa entrepreneur lokal juga sependapat bahwa investor lokal sangat sulit menghargai startup dengan melihat dari valuasi yang ditawarkan. “Investor Jepang bisa dibilang satu-satunya yang secara serius di pasar ini. Investor Indonesia belum melihat potensi dari industri internet”, kata Italo Gani CEO Adskom yang juga mendapatkan pendanaan dari Rebright Partners. CEO Bilna Ferry Tenka berpendapat senada, “Hal yang bagus tentang investor Jepang adalah mereka memiliki keyakinan dan semangat untuk pasar online/teknologi di Indonesia.”
Memang banyak investor dari negara lain yang juga sekarang sedang melirik masuk ke Indonesia, namun kebanyakan deal yang terjadi di pasar teknologi dan internet Indonesia datang dari Jepang. Jadi, jika anda merupakan founder yang sedang mencari investor Seri A, ada baiknya mulai belajar bahasa Jepang dari sekarang.