E-Money Akan Terus Terhambat Tanpa Kolaborasi Pihak Telko dan Perbankan

Banyak pihak menilai dan sepakat bahwa e-money adalah masa depan alat pembayaran yang bisa menggantikan wujud uang tunai serta memberikan segala efisiensi berbagai kebutuhan, baik itu untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari maupun bisnis. Untuk mewujudkan hal tersebut, sekian upaya telah dilakukan oleh banyak pihak pelaku dan hasilnya cukup memuaskan.

Salah satu hasil upaya yang baru saja diraih adalah; pihak regulator yang memiliki kuasa atas transaksi perbankan di Indonesia yakni Bank Indonesia (BI), belum lama ini telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/8/2014 yang mengatur tentang kegiatan transaksi uang elektronik (e-money).

Aturan yang mungkin telah lama dinantikan oleh beberapa pelaku e-money seperti industri telekomunikasi, perbankan, maupun penggiat startup online payment ini secara garis besar mengatur tatanan bisnis agar nantinya tak ada pihak yang memonopoli kegiatan tersebut. Alhasil, regulasi ini membuat para pelaku bisnis wajib berkolaborasi untuk mewujudkan implementasi e-money yang cerah di Indonesia.

Dalam acara forum diskusi “Collaborative & Incentives: a New Breakthrough for e-Money” yang diadakan oleh IndoTelko Forum hari ini (11/6) di Jakarta Selatan, upaya mengkolaborasikan banyak pihak pelaku bisnis secara kompak “dideklarasikan” untuk perkembangan alat pembayaran masa depan ini. Alex J. Sinaga selaku Direktur Utama Telkomsel secara tegas mengatakan, perlu adanya kolaborasi yang apik antara para pelaku bisnis untuk memajukan perkembangan e-money di Indonesia yang masih memiliki dua kendala besar dalam skala nasional.

“Indonesia saat ini memiliki dua isu besar dalam perkembangan e-money, yang pertama yakni isu financial inclusion dan satu lagi isu less cash society yang menjadi mimpi besar BI. Untuk mengatasinya tentu harus ada kolaborasi antar industri telekomunikasi dan perbankan. Keduanya harus sama-sama bergandeng tangan menawarkan win-win solution,” ujar Alex.

Dari apa yang disampaikannya disimpulkan bahwa, antara industri telekomunikasi dan perbankan saat ini seperti saling “jalan sendiri” dengan masing-masing memiliki produk e-money. Padahal, jika dua kekuatan tersebut disatukan, maka hasilnya tentu akan sangat baik bagi harapan less cash society di tengah-tengah pasar.

Begitu pula halnya dengan yang disampaikan oleh Yura A. Djalins, Deputi Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Pembayaran Bank Indonesia. Ia menilai, kolaborasi yang digagas harus dijalankan agar harapan e-money cerah kedepannya. Sebagai narasumber yang datang dari pihak regulator dan pengawas, Yura  berpendapat pengadopsian e-money di Indonesia masih harus “berjuang” menarik minat masyarakat yang terlebih dahulu akrab dengan produk pembayaran perbankan seperti kartu debit (ATM) dan kartu kredit.

“Transaksi e-money per harinya baru mencapai sekitar Rp 8,7 miliar per hari dengan sekitar Rp 200 juta yang berasal dari telko, sangat berbanding jauh dengan kartu kredit yang mencapai sekitar Rp 600 miliar per hari dan kartu debit yang bahkan mencapai belasan triliun rupiah per harinya,” ungkap Yura.

Dengan datangnya regulasi BI yang memastikan kegiatan e-money tanpa pihak yang dominan, tentu gagasan kolaborasi yang mengajak para pelaku industri telekomunikasi, perbankan, dan pelaku startup e-money untuk saling bersinergi seharusnya dapat kita lihat di masa mendatang. Walau sempat dikatakan masyarakat Indonesia masih enggan menggunakan produk e-money, tentu harapan singkat dari kolaborasi ini mampu mengubah paradigma tersebut.

[foto: Dok.DailySocial]

Leave a Reply

Your email address will not be published.