Aplikasi Realive untuk Google Glass Tidak untuk Tujuan Komersial

Ilustarasi Seoarang Wanita Memakai Google Glass / Shutterstock

Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki gugusan gunung aktif memang akrab dengan bencana alam. Aplikasi Realive yang dikembangkan oleh sekelompok mahasiswa Universitas Gadjah Mada mencoba hadir untuk membantu mitigasi bencana. Aplikasi ini sendiri sudah mendapat pengakuan dunia dengan meraih penghargaan “Best Public Safety App” pada kompetisi yang diselenggarakan oleh AT&T dan IBM di California, Amerika Serikat. Namun setelah itu timbul pertanyaan, mau dibawa ke mana aplikasi ini?

Aplikasi Realive sebenarnya adalah pengembangan dari aplikasi Quick Disaster yang berhasil memenangkan penghargaan “Global Winner” dalam ajang Code for Resilience. Menurut Project Manager Tim Realive Daniel Oscar Baskoro, riset Realive sendiri memang berbasis pada riset yang dilakukan sebelumnya di Quick Disaster.

Oscar mengatakan, “Seperti di Quick Disaster kami sudah melakukan riset tentang efisiensi proses ketika menggunakan wearable devices atau tanpa menggunakan wearable devices, riset tentang data-data publik khususnya berkaitan dengan bencana, dan sebagainya. Dari riset tersebut terpikir kemudian terpikirlah untuk mengembangkan inovasi lain yaitu Realive.”

Aplikasi ini dikembangkan oleh gabungan lima mahasiswa prodi Ilmu Komputer dan satu mahasiswa prodi Geofisika Fakultas MIPA, yaitu Daniel Oscar Baskoro (project manager), Zamahsyari (programmer), Bahrunnur (programmer), Sabrina Woro A (designer), Fansyuri Jenar (copywriter), serta Maulana Rizki A (data analyst). Enam mahasiswa muda inilah yang berhasil menerima penghargaan di jantung industri teknologi dunia, Silicon Valley.

Realive ini sesungguhnya sangat menarik, karena pengembangannya memanfaatkan wearable device ber-platform Android dan kacamata pintar Google Glass. Aplikasi ini sendiri ditujukan untuk menangani kecelakaan secara real time dan akan memberikan informasi melalui wearable device kepada pihak-pihak terkait dan terdekat seperti polisi, petugas pemadam kebakaran, petugas kesehatan, dan lainnya.

Oscar menjelaskan, “Secara sederhana, jika terjadi suatu kejadian kecelakaan misal kebakaran, maka aplikasi akan memberikan notifikasi melalui wearable devices yang dipakai petugas (pemadam,kesehatan, polisi, dan sebagainya) terdekat untuk segera menuju ke lokasi tersebut.”

“Dengan memakai Realive pertolongan bisa dilakukan dengan cepat karena informasi langsung ditujukan kepada petugas yang berada di sekitar lokasi kecelakaan menggunakan perangkat wearable,” tambahnya.

Meskipun inovatif, penggunaan perangkat Google Glass dalam pengembangan aplikasi ini akan mengalami banyak tantangan. Selain belum tersedianya perangkat tersebut secara massal di Indonesia, pengembangan perangkat Google Glass pun saat ini sedang dalam keadaan yang buram.

Menanggapi hal ini Oscar memberikan pendapatnya, “Opini tersebut hampir sama ketika handphone dipublikasikan pada awal 80’an, mungkin banyak yang menganggap pertumbuhan pengguna handphone “stagnan”, handphone adalah barang yang mahal, orang lebih memilih telepon rumah atau wartel, dan sebagainya. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, sekarang bisa dilihat bahwa populasi handphone di Indonesia saja melampaui jumlah populasi yang ada di Indonesia.”

“Untuk potensi adopsinya memang terbatas, akan tetapi untuk wearable devices lain potensi adopsinya lebih tinggi, oleh karena itu saya sendiri juga kerap diundang untuk berbicara tentang wearable technology sehingga hal tersebut akan membuka wawasan masyarakat terhadap teknologi wearable. Selain itu riset yang saya kembangkan bersama tim juga fokus kepada teknologi-teknologi wearable,” tambahnya dengan optimis.

Oscar juga menjelaskan bahwa pada saat dia dan timnya berada di Amerika Serikat, aplikasi ini sebenarnya sudah dilirik oleh IBM dan Departement Homeland Safety untuk dikembangkan lebih lanjut dan di Indonesia ada beberapa pihak juga yang mengontak untuk diimplementasikan. Namun Oscar menegaskan, pada intinya aplikasi ini tidak untuk digunakan secara komersial.

“Jadi komersial maksud saya, bukan dijual untuk mendapatkan keuntungan, akan tetapi boleh dipergunakan oleh kalangan tertentu secara gratis asal dengan adanya perjanjian atau persetujuan dari Tim. Seperti ada perjanjian dimana pengguna juga tidak diperbolehkan mengambil keuntungan dari produk tersebut dan sebagainya. Karena pada dasarnya saya bersama tim adalah mahasiswa, yang melakukan riset untuk mengabdi ke masyarakat dengan menggunakan ilmu-ilmu yang kami peroleh selama kuliah,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.