Pelaku Industri E-Commerce Pertanyakan Pajak Apalagi yang Ingin Dikenakan Pemerintah

Ilustrasi Pebisnis yang Kaget Mendapatkan Tagihan Perpajakan / Shutterstock

Rencana pemerintah untuk memberlakukan kewajiban pajak pada pemain e-commerce rupanya tidak main-main. Pemerintah saat ini tengah mematangkan rencana tersebut dengan berkomunikasi dengan berbagai pihak terkait. Rudiantara, Menteri Komunikasi dan Informatika, mengatakan pihaknya telah berdiskusi dengan Kementerian Keuangan perihal rencana aturan tersebut. Bahkan menurutnya, tidak hanya e-commerce, tetapi juga pemain over the top (OTT) yang memiliki transaksi juga akan dikenai pajak.

Aturan kewajiban pajak tersebut sebetulnya sudah diwacanakan sejak beberapa tahun lalu. Namun, bagi sebagian pihak sepertinya kelanjutan rencana masih bergulir hingga saat ini.

Ketua Asosiasi Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Daniel Tumiwa mempertanyakan ke pemerintah kepada siapa dan bagaimana cara pengenaan pajak tersebut diberlakukan.

Karena setahu saya, selama ini pemain e-commerce sudah membayar pajak, seperti PPN,” katanya.

Karena dinilai masih abu-abu, Daniel pun enggan mengomentari dampak aturan pengenaan pajak tersebut terhadap industri e-commerce saat ini, baik dari penyedia layanannya, penjual, maupun transaksi yang dilakukan konsumen.

“Harus diperjelas dulu siapa yang dikenai pajak, pemilik situsnya, penjualnya, atau bagaimana. Begitu juga dengan caranya, aturan tersebut belum jelas,” tambah Daniel yang kini menjadi Vice President Digital Business Garuda Indonesia.

Berdasarkan peraturan Ditjen Pajak, melalui Lampiran Surat Edaran Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas E-commerce, ada empat model bisnis e-commerce yang akan dikenai wajib pajak, termasuk di dalamnya adalah model bisnis dengan konsep marketplace atau situs yang menyediakan jasa Internet bagi penjual yang ingin berdagang online, classified ads atau pemasang iklan berbasis teks, video, atau gambar, daily deals atau situs jual beli voucher, dan peritel online.

Dari sisi pemain, Elevenia, e-commerce patungan XL Axiata dan SK Planet ini, justru menilai perusahaan telah membayar pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Menurut Chief Financial Officer Elevenia Lila Nirmandari, pemerintah harus memberikan kejelasan terkait aturan tersebut.

“Jika maksud pengenaan pajak ini on top dari peraturan yang sudah ada, kami perlu paham dulu alasannya. Sebab pada dasarnya bisnis e-commerce di Indonesia masih pada tahap investasi dan belum monetisasi,” ujarnya.

Industri e-commerce di Indonesia memang sedang dalam masa pertumbuhan dalam beberapa tahun belakangan. Meskipun penetrasi e-commerce masih rendah karena keterbatasan akses internet dan perangkat, toh banyak juga pemain yang agresif masuk ke bisnis ini. Beberapa startup lokal di Indonesia yang berbisnis e-commerce bahkan mendapat suntikan dana cukup besar dari pemodal asing. Misalnya saja, Tokopedia, yang mendapat suntikan dana sebesar Rp 1,2 triliun dari SoftBank Internet and Media, Inc (SIMI) dan Sequoia Capital di bulan Oktober 2014.

Menurut riset Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) dengan Google Indonesia dan TNS (Taylor Nelson Sofres), pasar e-commerce di Indonesia diperkirakan naik tiga kali lipat menjadi US$ 25 miliar atau setara Rp 295 triliun pada 2016.

Di marketplace Elevenia, kata Lila, penjual yang masuk kategori Perusahaan Kena Pajak (PKP) sudah pasti membayar pajak. Maka itu, pemerintah seharusnya mengeluarkan aturan yang lebih mendukung e-commerce jika bisnis tersebut ingin tumbuh di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published.