Tidak Sampai 50% Merchant E-Commerce Memiliki NPWP

Dr. Nufransa Wira Sakti S.Kom, M.Ec / DailySocial

Pertumbuhan e-commerce di Indonesia saat ini memang sedang meningkat, tetapi di tengah-tengah peningkatan tersebut ada satu isu yang kini sedang menjadi perbincangan hangat yaitu perpajakan. Dalam acara Social Media Week kemarin (24/2), Chief of Change Management Officer Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti menjelaskan bahwa pada prinsipnya perdagangan e-commerce sama dengan perdangan konvesional, sehingga aspek perpajakan yang dikenakan juga tak jauh berbeda.

Nufransa mengungkapkan bahwa ada empat aspek perpajakan yang saat ini dikenakan pada model bisnis e-commerce, yaitu PPh Pasal 4(1) (atau dikenal sebagai PPh final); PPh pasal 21 (penghasilan sehubungan pekerjaan, jasa, atau kegiatan — WPOP); PPh pasal 23, yang terdiri atas (i) Dividen, bunga, royalty, dan hadiah (ii) sewa dan jasa; PPh pasal 26 tentang Penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Luar Negeri; dan PPN.

Menurut peraturan Ditjen Pajak sendiri, melalui Lampiran Surat Edaran Nomor SE-62/PJ/2013 tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas E-commerce, ada empat model bisnis e-commerce yang akan dikenai wajib pajak yaitu marketplace, classified ads, daily deals, dan peritel online.

Nufransa mengatakan, “Skema pajaknya sama, aturannya tetap mengacu pada undang-undang perpajakan yang ada. Selama bisnis (e-commerce) yang berlaku ini tidak ada yang baru maka kita berusaha untuk menyamakan (dengan perdagangan konvensional).”

Meskipun demikian, menerapkan skema perpajakan yang sudah ada pada pemain e-commerce bukan hal mudah. Hal ini pun diakui oleh Frans. “Kami pernah tarik sampling kurang lebih sampai 2.000 pemain e-commerce, besar,menengah, dan kecil, yang punya NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) enggak sampai 50 persen,” ujarnya.

Namun, Nufransa menjelaskan untuk pemain-pemain besar umumnya sudah mengerti dan memiliki NPWP. Disinyalir, yang tidak memiliki NPWP ini adalah pemain e-commerce kecil seperti UKM dan yang levelnya perorangan. Nufransa juga mengungkapkan bahwa saat ini pemerintah masih dalam tahap sosialisasi lebih lanjut untuk pemberlakuan pajak e-commerce dan juga tetap melakukan pengawasan terhadap transaski yang bekerja sama dengan berbagai pihak seperti jasa pos, Kemenkominfo dan beberapa pihak swasta.

Nufransa mengatakan, “Kita bisa lihat dari transaksi barangnya. Dari situ kan kita bisa awasi. Kita kerja sama dengan pihak swasta, pos, dan Kemenkominfo juga.”

“Tahun lalu kami sudah sosialisasi besar-besaran. Tahun ini untuk uji kepatuhan. Tahun depan barulah penegakan hukumnya,” tambah Frans.

Sedangkan untuk layanan e-commerce asing, Frans mengungkapkan bahwa hingga saat ini masih belum bisa dikenakan pajak jika mereka belum memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. “Sepanjang dia belum punya BUT atau perwakilan di Indonesia, nggak bisa kita pajakin,” jelasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.