Perjalanan Tim Alix Wakili Indonesia di Imagine Cup 2015

Tim Alix saat mempresentasikan karyanya di depan juri / Alix

Seperti yang sudah dilansir pada pemberitaan sebelumnya, untuk tahun ini di ajang Worldwide Semifinal – Imagine Cup, Indonesia mengirimkan perwakilan untuk kategori World Citizenship. Sebagai juara di ajang Imagine Cup lokal, tim Alix dari Unversitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung berhak mempresentasikan karyanya di Seattle, Amerika Serikat. DailySocial berkesempatan berbincang dengan orang-orang di balik Alix membahas pengalamannya selama mengikuti kompetisi global yang diadakan Microsoft ini.

Alix mengikuti kategori World Citizenship membawa aplikasi Solidare atau Bantu Anak Asuh. Aplikasi ber-platform Windows Phone ini berusaha memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk berdonasi bagi anak yatim piatu dan anak tidak mampu yang secara ekonomi yang terancam putus sekolah. Sebelumnya aplikasi ini juga telah mengikuti INAICTA 2014, namun kala itu belum berhasil menembus sebagai juara.

“Setelah melakukan riset beberapa bulan akhirnya kami menemukan konsep baru. Yang tadinya aplikasi ini hanya diperuntukkan untuk satu lembaga amal, yaitu Gerakan Bantu Seribu Anak (GBSA), kemudian kami ubah menjadi aplikasi yang bisa membantu anak putus sekolah lebih banyak lagi,” ujar Wati Pitrianingsih selaku juru bicara Alix.

Wati melanjutkan, “Kemudian aplikasi ini kami rubah menjadi Solidare, jembatan antara semua pihak yang terlibat dalam penanggulangan anak putus sekolah di dunia umumnya dan khsususnya di Indonesia karena mengingat jumlah anak putus sekolah sangat tinggi, yakni 1,3 juta anak.”

Di kategori World Citizenship, Alix harus bertarung dengan sepuluh inovasi lainnya. Meskipun belum berhasil menjadi juara pada kategori ini, pengalaman dan ide-ide menarik yang dilihat selama berkompetisi di Seattle makin menggairahkan Alix untuk terus menyempurnakan Solidare, hingga benar-benar bermanfaat bagi lebih banyak orang. Dalam waktu dekat mereka akan merilis Solidare dalam bentuk mobile web dan aplikasi di platform Android untuk memperluas cakupan pengguna.

Di kategori ini, Australia berhasil mebawa tropi juara dengan produk Virtual Dementia Experience. Menurut Wati tim tersebut sangat layak menjadi juara, karena produknya benar-benar memenuhi kriteria penilaian di Imagine Cup untuk kategori tersebut.

“Kesan saat melihat produk-produk dari negara lain membuat kami sangat kagum, kagum melihat betapa kerennya mereka di sela-sela waktu kuliah tapi bisa menghasilkan produk teknologi yang sangat luar biasa hebatnya,” ujarnya.

Imagine Cup

Imagine Cup menitikberatkan penilaian dalam tiga aspek. Mereka menyebutnya dream it, build it, dan live it. “Dream it” merupakan penilaian tentang apa yang menginspirasi pengembangan sebuah produk teknologi, dengan tiga kategori utama, yakni Innovation, Games dan World Citizenship. “Bulid it” tentang bagaimana proses pengembangan produk tersebut, sedangkan “Live it” tentang eksekusi dari penyebaran aplikasi tersebut di pasar, termasuk terkait business plan-nya.

Bagi Alix, ajang Imagine Cup ini bukan hanya tentang memlombakan produk aplikasi, meskipun itu termasuk hal utama. Banyak hal lain yang perlu disiapkan dan banyak dipelajari dari perjalanannya menuju final Imagine Cup dunia. Tim Alix sendiri terdiri dari 4 orang, yakni Muhammad Iqbal sebagai team leader, Bobi Indra sebagai programmer, Henra Setia sebagai desainer, dan Wati sebagai public relation.

“Pembelajaran yang didapat selama menjadi finalis adalah tentang kesiapan, karena sesungguhnya keberhasilan itu akan dicapai ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan. Persiapkan semuanya secara matang agar nantinya ketika memasuki Imagine Cup final kita hanya tinggal mempresentasikan produk jadi yang siap diberikan ke masyarakat,” pungkas Wati.

Disampaikan oleh Technical Evangelist Microsoft Indonesia Irving Hutagalung yang juga menjadi penanggung jawab dan mentor program Imagine Cup tingkat nasional, secara umum terjadi peningkatan secara kuantitas dan kualitas di Imagine Cup tahun ini. Total ada sebanyak 961 mahasiswa dari 55 universitas di Indonesia yang turut serta, sehingga Indonesia tercatat sebagai pendaftar terbanyak ke-5 di Indonesia pada Imagine Cup tahun ini.

Irving mengungkapkan:

“Secara kualitas juga terjadi peningkatan. Komentar yang kami terima dari para juri menunjukkan bahwa mereka semakin sulit memilih pemenang karena kualitas para peserta yang sangat baik, dengan riset yang lebih mendalam dan produk yang lebih siap untuk dipasarkan. Fenomena lain yang menarik adalah, di final Indonesia, dari 9 tim yang masuk final, tidak ada universitas yang dominan (2 UGM, 2 UNIKOM, dan 1 tim masing-masing dari ITB, BINUS, Telkom University, PENS dan Trunojoyo). Hal ini menunjukkan tingkat kompetisi yang semakin merata yang tidak lagi didominasi oleh universitas tertentu.”

Tentang Alix, Irving mengatakan bahwa selain mereka memiliki kualitas produk yang baik, tapi juga memiliki keunikan produk. Kepada peserta Imagine Cup yang akan datang, Irving berpesan tiga hal:

  • Dream It: jangan ragu-ragu ketika bermimpi, harus mimpi yang besar, yang bisa menyentuh banyak orang, yang bisa mengubah dunia!
  • Build It: jangan berhenti di mimpi, langsung bentuk tim dan eksekusi mimpi itu, dan bangun sebuah produk aplikasi/solusi yang terbaik!
  • Live it: sambil membangun produk, jangan lupa untuk melibatkan calonpengguna, agar aplikasi/solusi yang dibuat benar-benar bisa dimanfaatkan dengan maksimal dan dapat mencapai mimpimu yang mengawali semua ini!

Leave a Reply

Your email address will not be published.