2 Organisasi Esports Indonesia Bubarkan Divisi CS:GO, Bagaimana Peluangnya di 2019?

Game first-person shooter terbilang punya kelebihannya tersendiri untuk jadi esports. Mengapa? Salah satunya, karena jenis game ini yang bisa dikatakan mudah untuk dipahami bahkan oleh orang awam sekalipun. Hal tersebut mungkin bisa dibilang jadi alasan kenapa esports CS:GO bisa bertahan lama menjadi tayangan esports.

Sayangnya, di Indonesia, hal ini mungkin tidak berlaku. Setelah Team Capcorn bubarkan divisi CS:GO mereka, belakangan The Prime juga turut melepas divisi esports FPS tertua ini.

Kehadiran IESPL yang membawa CS:GO sebagai salah satu cabang kompetisi, sayangnya kurang berhasil kembali meningkatkan popularitas esports ini di Indonesia. Saat pertama kali CS:GO diumumkan sebagai salah satu cabang yang diperlombakan di IESPL Battle of Friday, banyak tim memang beramai-ramai membuat tim CS:GO baru. Namun, melihat perkembangan esports CS:GO di Indonesia sendiri, beberapa pemerhatinya pun memang memiliki kekhawatiran bahwa hal tersebut hanya tren sesaat – yang akan dibubarkan selepas liganya selesai.

Menariknya, CS:GO sendiri sebenarnya masih cukup ramai di tingkatan internasional. Berhubung kompetisi IEM Katowice Major sedang masuk dalam fase Legends Stage serta jelang major CS:GO selanjutnya yaitu StarLadder Berlin Major, mari kita telisik kabar esports CS:GO dengan melihat jumlah penonton Major sebelumnya.

Sumber:
Sumber: Twitter @IEM

Menurut catatan Esports Charts ternyata FaceIT Major: London 2018 sudah ditonton 57.903.514 kali, dengan jumlah penonton terbanyak pada saat bersamaan adalah 1.084.126 penonton. Namun mengutip data rangkuman esports CSGO di tahun 2018, FaceIT Major: London ternyata bukan merupakan Major tersukses sepanjang tahun 2018.

Tahta tersebut dipegang oleh ELEAGUE Boston Major 2018, yang sudah ditonton 64.891.532 kali, dengan jumlah penonton terbanyak pada saat bersamaan adalah 1.847.542 penonton

Ketika itu Hansel “BnTeT” Ferdinand dan Kevin “Xccurate” Sutanto berhasil menjadi orang Indonesia pertama yang sampai ke fase Major. Sayang Team Tyloo gagal lolos ke fase berikutnya dan harus berhenti di peringkat 12. Kompetisi ini pada akhirnya dimenangkan oleh salah satu tim yang memang terkenal kuat di jagat kompetitif CS:GO, Astralis.

Sumber:
Hansel “BnTeT” Ferdinand, pemain kebanggan Indonesia yang go internasional bermain bersama tim Tyloo. Sumber: HLTV

Dari data-data tersebut ada satu hal yang bisa kita simpulkan, yaitu industri esports CS:GO masih cukup menjanjikan secara global. Lalu bagaimana untuk di Indonesia? Jawabannya sudah bisa Anda tebak, yaitu kenyataan pahit bahwa esports PC, terutama CS:GO yang bisa dibilang sedang dalam keadaan setengah mati.

Menariknya, dalam perbincangan kami bersama perwakilan ESL Asia Pacific, mereka mengatakan akan menggarap CS:GO di Indonesia di waktu mendatang. ESL sendiri memang boleh dibilang sebagai salah satu penggiat esports CS:GO yang paling aktif di dunia. Meski begitu, ada sebuah kekhawatiran bahwa ESL akan mengurungkan minat tersebut di Indonesia mengingat CS:GO penuh dengan ‘kekerasan’ soal tembak menembak dan senjata api.

Belum lagi, ada juga kekhawatiran bahwa game ini bisa jadi tak mampu mendatangkan sponsor karena melihat kondisinya sekarang. Satu hal yang pasti, jika berbicara soal angka, sebenarnya pemain CS:GO di Indonesia juga tidak bisa dibilang sedikit. Namun demikian, jumlah penonton yang mau menonton pertandingan lokal (streaming) hingga datang ke venue kompetisi memang mungkin perlu dikaji ulang.

Akhirnya, apakah akan lebih banyak lagi organisasi esports Indonesia yang akan membubarkan divisi CS:GO mereka? Apakah ESL jadi menggarap CS:GO di waktu mendatang jika melihat kenyataan tadi?