Monthly Archives: July 2016

Membangun Startup, Antara Idealisme dan Realitas

Era digital telah mengubah cara pandang orang dalam berbisnis. Perusahaan-perusahaan digital besar pun kini seolah menjadi kiblat umum bagi masyarakat yang ingin menapaki jalan sukses. Sayangnya, mereka yang memutuskan untuk terjun ke dunia perusahaan rintisan digital (startup) sering kali tidak mengantisipasi realitas bahwa jalan yang diambil bukan jalan yang mudah untuk dilalui.

Berawal dari sebuah mimpi yang meletupkan ide fantastis dan dibumbui keberanian untuk memulai, seseorang sudah bisa ikut bermain dalam industri digital. Di saat yang bersamaan, mereka juga bisa berperan “mengganggu” layanan yang sudah lebih dahulu hadir dan lebih mapan. Namun, itu semua hanya akan menjadi fatamorgana bila pendiri tidak siap untuk menghadapi realitas yang akan menghadang.

Siklus hidup startup sendiri pada dasarnya akan berkutat pada validasi ide, peluncuran produk, scaling, lalu menuju exit. Entah itu lewat jalur Initial Public Offering (IPO) atau akuisisi. Tujuannya agar bisa menjadi market leader di industri terkait. Meski proses tersebut terlihat sederhana, sebenarnya itu bukan proses yang mudah untuk dijalani.

Akan ada banyak dana yang dikeluarkan, waktu yang dihabiskan untuk menjalin networking yang lebih luas, dan mengasah skillset lebih baik lagi. Pun demikian, proses yang menyakitkan ini akan terasa lebih bagi startup yang berada di posisi runner-up dan berusaha untuk mengejar ketertinggalannya.

Meski ada banyak jalan menuju Roma, namun salah satu jalan paling cepat dan favorit yang ditempuh untuk menjadi market leader adalah pendanaan. Dari sini, startup sebenarnya sudah “membeli” momentum untuk mengakselerasi bisnisnya. Pendanaan juga bisa menjadi lingkaran setan yang menjebak bagi startup bila tidak dikelola dengan baik dan bisa membuat ketergantungan dalam artian yang negatif.

Masalah pendanaan sendiri sebenarnya masih banyak diperdebatkan oleh sebagian besar pelaku startup, terutama tentang apakah pendanaan lebih penting dari profit untuk menjaga bisnis startup agar berkelanjutan?

Pendanaan juga merupakan realitas paling kejam yang harus dihadapi oleh para pendiri startup, apalagi dalam dunia e-commerce, baik itu yang ada di belahan dunia lain atau di Indonesia. Sulit bagi para pemain startup baru untuk bersaing di sektor ini karena pemain yang ada sudah memiliki pundi-pundi yang besar. Akan lain ceritanya bila anda bermain di sektor yang masih baru.

Di sisi lain, isu memahami masalah yang ada juga masih menghantui. Pelaku startup biasanya baru menyadari ini setelah menyadari bisnisnya dirasa sulit bertumbuh lagi.

Pada akhirnya, membangun startup memang berbeda dengan membangun sebuah bisnis konvensional. Nyawa startup pun sudah tidak bisa diukur dengan metrik tradisional lagi.

Meski memiliki ide yang fantastis, bila tidak dieksekusi menjadi solusi yang baik startup akan berhadapan dengan sempitnya ruang untuk bertumbuh. Belum lagi masalah kompetisi di pasar yang seringkali diisi dengan pemain yang memiliki pundi-pundi lebih banyak.

Jadi, bila ingin terjun ke dunia startup, pendiri harus punya mental yang kuat. Berani jatuh berkali-kali, tapi tetap bangun dan belajar lebih banyak.

Deals@DS Minggu Ini (29 Juli 2016)

Sesuai komitmen kami, Deals@DS kami terus perbarui tiap minggunya. Kami memberikan diskon-diskon menarik dari berbagai layanan e-commerce, SaaS, cloud hosting, atau co-working space yang produk-produknya menjadi kebutuhan pembaca kami.

Untuk dapat menikmati penawaran ini, pembaca diwajibkan melakukan login, yang bisa dilakukan dengan menautkan akun Facebook atau LinkedIn. Tenang, kami menjaga privasi data-data Anda.

Berikut ini adalah promo yang sedang berjalan:

Tunggu apalagi, daftar sekarang dan nikmati privilege menjadi pembaca terdaftar dengan penambahan deals sepanjang waktu. Tentu saja syarat dan ketentuan berlaku.

Sony Umumkan Harga PlayStation VR di Indonesia

Dianggap sebagai ‘hal besar selanjutnya’, perilisan sejumlah head-mounted display untuk khalayak umum dan antusiasme dari para raksasa teknologi buat berpartisipasi menunjukkan bahwa era virtual reality sudah dimulai. Tapi sejauh ini ada satu tantangan besar yang menghadang: cara membawa konten VR high-end ke konsumen kelas mainstream.

Setelah Vive dan Rift resmi dipasarkan (di harga yang tidak murah), perhatian kini tertuju pada headset Sony PlayStation VR. Perusahaan Jepang itu pernah bilang mereka berniat menjajakan device tersebut senilai console baru, menetapkannya di harga US$ 400 pada Maret lalu. Dan di hari Kamis kemarin, Sony turut mengumumkan harga PS VR buat konsumen di kawasan Asia, termasuk Indonesia.

Namun bukan itu saja berita baiknya. Berbeda dari headset VR kompetitor, PlayStation VR akan tersedia di toko-toko retail resmi Sony di Indonesia bersamaan dengan waktu perilisan secara global, yaitu tanggal 13 Oktober 2016. Indonesia tentu saja tidak sendirian, PS VR turut dilepas berbarengan di Jepang, Hong Kong, Singapura, Philipina, Malaysia dan Thailand.

PlayStation VR

Harga PlayStation VR di Indonesia memang tidak semurah hasil konversi dari dolar ke rupiah. Satu unitnya dibanderol Rp 6,7 juta, dan terhitung mulai tanggal 30 Juli 2016, Anda sudah diperbolehkan melakukan pre-order. Perlu diingat, PS VR membutuhkan periferal PlayStation Camera agar bisa bekerja, dan Anda disarankan pula untuk memiliki PlayStation Move. Tentu saja Sony Interactive Entertainment turut menyiapkan paket bundel bersama Camera, ditawarkan dengan harga retail di Rp 7,4 juta.

Via press release, deputy president of Sony Interactive Entertainment Japan Hiroyuki Oda turut menyampaikan, “Kami ingin menggunakan kesempatan ini untuk mengekspresikan rasa terima kasih pada developer game di Asia yang telah menciptakan banyak permainan-permainan seru buat PS VR. Beberapa di antara mereka akan diluncurkan bersama headset. Kami juga berterima kasih pada para gamer di Asia yang senantiasa sabar menunggu dan terus mendukung PlayStation VR.”

Ada tiga lokasi di mana Anda bisa pre-order PS VR, sayangnya semuanya berada di Jakarta:

  • Sony Center Mall Taman Anggrek – L3/E18 & E19, Mal Taman Anggrek Jl. Letjen S.Parman Kav. 21 Jakarta 11470, (021) 563-9216
  • Sony Center Grand Indonesia – Grand Indonesia East Mall lantai 3, No. 31 Jl. MH. Thamin No 1 Jakarta Pusat, 021) 2358-0717/18
  • GS Shop Lippo Mall Puri – Lippo Mall Puri, lantai 1, (021) 2911-1145
  • GS Shop Pondok Indah Mall – Pondok Indah Mall 2, lantai 3, (021) 7592760
  • GS Shop Senayan City – Senayan City, lantai 4, (021) 7278-1172

PlayStation VR 2

Bundel PlayStation VR versi standar berisi satu headset, processing unit, kabel koneksi VR, kabel HDMI, kabel USB, headphone dengan earpiece lengkap, kabel power serta adaptor.

Melalui Aplikasi Gempita, Bekraf Ingin Bangun Industri Musik yang Lebih Transparan

Meningkatnya minat masyarakat Indonesia terhadap layanan streaming musik membuat Bekraf berkerja sama dengan Telkom menginisiasi sebuah aplikasi lokal bernama Gempita. Aplikasi yang nantinya akan mirip dengan layanan Spotify, JOOX dan Guvera ini didesain khusus untuk mempublikasikan karya-karya musik lokal. Tak hanya untuk menjual lagu, namun Gempita lebih difokuskan untuk memberikan informasi yang lebih transparan kepada para musisi seputar persebaran musik mereka ke konsumen.

Transparansi ini dinilai penting, karena harapannya dapat membuat proses industri menjadi lebih adil. Tak hanya bagi penyanyi, melalui cara ini diharapkan juga dapat melindungi hak penulis lagu, termasuk artis pendukung. Kepada DailySocial, Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari mengungkapkan misi besar dari layanan Gempita:

“Pada dasarnya misi Bekraf bersama Gempita ini bukan untuk menciptakan platform. Streaming adalah contoh platform. Tapi yang ingin dikembangkan di sini adalah sebuah sistem yang merujuk pada transparansi, tentu keuntungannya tidak hanya dari sisi konsumen, melainkan lebih banyak di pelaku industrinya sendiri, dalam hal ini berbagai komponen musisi,” ujar Hari.

Sistem yang dimaksud tersebut adalah untuk memudahkan para pelaku industri (yang di dalamnya termasuk musisi, produser, label musik dan sebagainya) untuk mendapatkan statistik data secara lebih mendetil dan transparan, seputar demografi pangsa pasar mereka. Untuk mematangkan konsep ini, dengan memegang teguh pada unsur HAKI, terdapat sebuah pokja (program kerja) bersama Lembaga Manajemen Kolektif yang saat ini terus digodok mekanisme yang tepat untuk proses royalti, bagi hasil dan sebagainya.

Hari turut mengungkapkan, bahwa Gempita saat ini dari sisi teknologi sudah sangat siap. Namun rencananya baru akan diluncurkan sekitar kuartal keempat tahun 2016, mengingat masih banyak yang harus mematangkan berbagai unsur yang berkaitan dengan bisnis industri musik itu sendiri. Gempita melibatkan banyak pihak, harapannya bisa lebih menjamin ketahanannya dan mampu mengimbangi pangsa pasar digital yang begitu dinamis saat ini.

“Bekraf tidak membuat Gempita sendiri, banyak pihak yang akan menjalankan dari berbagai sisi, baik itu sisi bisnis, pemasaran, royalti, hak cipta hingga proses kerja sama dengan para penggiat musik kreatif,” ujar Hari meyakinkan bahwa Gempita akan relevan di jangka panjang.

Setelah diluncurkan, nantinya Gempita akan lebih mengakomodir kemudahan bagi para musisi lokal, baik itu musisi yang dinaungi oleh perusahaan produksi ataupun musisi indie untuk mengorbitkan karya mereka. Hari mengungkapkan bahwa tata cara dan persyaratan publikasi yang dibuat akan jauh lebih mudah, jika dibandingkan layanan lain, karena Gempita memang dikembangkan untuk kesejahteraan musisi lokal.

Banyak hal yang membuat Bekraf optimis dengan Gempita, dari sisi penetrasi layanan, salah satunya karena kekuatan Telkom sebagai operator dengan broadband terluas dan paling banyak digunakan, yang menjadi salah satu fondasi layanan ini. Selain itu berbagai hal terkait dengan data digital akan disajikan lebih transparan kepada para musisi, ini yang dinilai Bekraf akan menjadi nilai utama dari layanan dan membuat para musisi tertarik untuk masuk di dalamnya.

“Jika berbicara melawan pembajakan memang tidak ada habisnya. Masalahnya banyak masyarakat kita tidak menyadari ada yang dilakukan (menggunakan karya bajakan) itu salah. Bekraf sudah memiliki satgas sebagai langkah antisipatif terhadap pembajakan, dan kini dengan Gempita ingin memberikan akses legal secara lebih mudah. Gampangnya, dari pada membajak, steraming saja, toh murah,” pungkas Hari.

Layanan Streaming Bigo Live Mulai Ramai Digunakan di Indonesia

Layanan video beberapa tahun terakhir terus berkembang pesat. Hal ini tidak lepas dari kualitas internet di beberapa negara berkembang terus mengalami peningkatan, termasuk Indonesia. Kini terobosan layanan video sudah menyentuh tahap video streaming, layanan seperti Periscope, Facebook Live, dan lain sebagainya mulai dimanfaatkan sebagian orang untuk berkreasi. Salah satu layanan streaming video yang sedang ramai dibicarakan adalah Bigo Live.

Aplikasi ini dari segi konsep sebenarnya tidak jauh berbeda dengan layanan streaming milik Periscope atau Facebook Live. Bedanya aplikasi ini memungkinkan para pemirsa tayangan streaming untuk memberikan hadiah virtual kepada penyiar atau yang disebut dengan broadcaster seperti pada layanan Cliponyu.

Bigo Live sendiri berasal dari Singapura, di bawah naungan perusahaan Bigo yang juga mempunyai produk lain seperti Bigo Call. Mungkin karena konsepnya yang bisa disebut menggabungkan antara layanan Periscope dan Cliponyu yang memungkinkan setiap orang memiliki siaran streaming-nya sendiri, Bigo Live lantas laris manis di Thailand, Singapura, dan Indonesia. Hal ini bisa dilihat di beranda Facebook maupun timeline Twitter Bigo Live yang mempromosikan layanan mereka dengan berbagai macam bahasa selain bahasa Inggris.

Banyaknya official broadcaster (pengguna yang bekerja sama dengan Bigo Live untuk melakukan siaran) dari masing-masing negara menjadi salah satu tanda Bigo Live mendapat sambutan baik di negara-negara tersebut. Bigo Live pada awalnya didesain untuk mengakomodir para pengguna internet yang memiliki bakat seperti menyanyi, menari, memasak, dan lain sebagainya untuk bisa lebih dikenal melalui tayangan live berkembang begitu pesat di kawasan Asia Tenggara. Dari catatan unduhan di Google Play saja, Bigo Live mendapat unduhan dengan total lebih dari 5 juta.

Sambutan yang luas dari konsumennya di Indonesia membuat Bigo Live antusias untuk membuka kantor operasional di Indonesia. Country BD Manager Bigo Live Kelly Zhang kepada Okezone menyebutkan pihaknya sudah menjajaki pembukaan kantor di sini, termasuk mengontak pihak Kementerian Kominfo. Mereka juga berminat merekrut karyawan lokal dan meletakkan konten di server Indonesia.

Meskipun antusiasme konsumen lokal tinggi, potensi penyalahgunaannya tidak kalah besar. Sama seperti layanan media sosial yang lain, Bigo Live menyimpan potensi besar untuk hal-hal yang berbau seks dan pornografi. Beberapa rekaman siaran Bigo Live yang diunggah di YouTube dan beberapa situs lain tercatat memiliki konten yang menyerempet topik tersebut.

Seharusnya jika ingin bisa lebih berkembang dan aman untuk digunakan segala usia, Bigo Live harus menyematkan fitur kontrol usia atau fitur sejenisnya dan proaktif memberikan teguran untuk broadcaster yang menyiarkan siaran yang tidak pantas. Setidaknya hingga kini pemerintah Indonesia yang terkenal reaktif terhadap konten negatif belum melarang Bigo Live untuk mengudara di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

 

Update Baru Firefox untuk iOS Tingkatkan Performa Sekaligus Fleksibilitasnya

Harus kita akui, dunia sangat mencintai Firefox. Browser buatan Mozilla ini sudah sejak lama menjadi salah satu yang terpopuler, dan kehadirannya di iOS menjelang akhir tahun kemarin juga mendapat sambutan hangat dari para penggemarnya.

Belum lama ini, Mozilla merilis Firefox untuk iOS versi 5.0 yang membawa sejumlah pembaruan yang menarik, utamanya perihal performa dan fleksibilitas. Menurut tim pengembangnya, versi anyar ini mengonsumsi daya prosesor 40 persen lebih rendah sekaligus 30 persen lebih sedikit RAM.

Pada prakteknya penurunan konsumsi resource ini bisa berpengaruh terhadap kecepatan membuka sebuah situs. Di saat yang sama, daya tahan baterai juga bisa sedikit ditingkatkan, meski tentunya tiap perangkat berbeda-beda tergantung pemakaiannya.

Perihal fleksibilitas, Firefox untuk iOS kini membebaskan pengguna untuk mencantumkan bermacam situs sebagai search engine, Wikipedia atau eBay misalnya, bukan cuma yang disediakan secara default saja. Dengan demikian, pengguna dapat melakukan pencarian di situs-situs tersebut langsung dari address bar.

Pengguna juga dibebaskan untuk menetapkan situs favoritnya sebagai homepage yang bisa diakses kapan saja dengan menyentuh tombol “Home” pada toolbar. Toolbar-nya sendiri telah didesain ulang untuk memudahkan navigasi pengguna, seperti misalnya ketika hendak mengakses situs versi desktop.

Terakhir yang menurut saya tidak kalah krusial adalah fitur untuk mengembalikan tab yang terlanjur ditutup. Yup, sengaja ataupun tidak sengaja, Anda bisa membuka tabtab tersebut kembali dengan satu sentuhan saja. Segera update Firefox untuk iOS ke versi 5.0 bagi yang sudah menggunakannya.

Sumber: Mozilla Blog.

Investor Beberkan Alasan Pengetatan Seleksi Pemberian Pendanaan

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia adalah negara di kawasan Asia Tenggara yang cukup kebanjiran investor, baik lokal maupun asing, yang antusias untuk berinvestasi di startup yang makin menjamur jumlahnya. Meskipun masih dianggap pasar yang sangat potensial, perlahan investor mulai memperketat kebijakannya dalam memberikan pendanaan, terutama tahun ini. Apa pasalnya?

Dalam 3 tahun terakhir, sejumlah investor menggelontorkan uang dengan jumlah besar kepada startup di tahap lanjutan, misalnya  Emtek untuk Bukalapak (kabarnya sekitar Rp 433 Miliar), Softbank Internet Media (SIMI) dan Sequoia Capital untuk Tokopedia sebesar Rp 1,3 triliun, dan Sequoia Capital untuk Go-Jek yag rumornya mencapai Rp 260 miliar. Kini para investor mulai membatasi jumlah uang yang dikucurkan dan melakukan seleksi ketat terhadap startup yang mengajukan pendanaan.

Alasan utama mengapa pada akhirnya investor “mengencangkan ikat pinggang” adalah karena di antara startup yang telah mendapatkan pendanaan dengan jumlah yang besar, masih sedikit yang pada akhirnya mendapatkan keuntungan dan kesuksesan bisnis dalam jangka panjang.

Masih tingginya ‘burn rate’, profit yang tidak stabil, hingga revenue yang masih rendah merupakan permasalahan yang banyak ditemui startup secara global, tidak hanya di Indonesia.

“Kalau Ideosource sendiri memang selalu memperhatikan rencana business model dan revenue dari awal ketika memilih porftolio, meskipun revenue tidak harus terjadi sebelum atau di awal masa investasi. Bisa saja masih berupa rencana di masa depan,” kata VP Business Development Ideosource Andrias Ekoyuono.

Dalam hal ini startup bertanggung jawab untuk memberikan keyakinan kepada investor untuk bisa memenuhi target serta perjanjian yang sejak awal telah dibuat, apakah nantinya produk tersebut bisa mendapatkan traksi hingga jumlah pengguna yang cukup banyak. Yang paling penting startup harus bisa menjalankan bisnisnya dengan stabil.

E-commerce masih menjadi sektor favorit investor

Meskipun investor melakukan penyeleksian ketat untuk pemberian investasi, satu sektor yang masih menjadi primadona dan selalu diminati oleh investor adalah e-commerce. Besarnya potensi layanan e-commerce apa pun untuk menjadi besar, menjadi alasan utama mengapa pada akhirnya banyak investor lokal hingga asing yang bersemangat untuk memberikan kucuran dana segar baru atau tahapan selanjutnya di sektor ini.

“Hingga kini e-commerce dan marketplace masih menarik perhatian para investor karena unit ekonomi yang makin meningkat dan stabilnya bisnis e-commerce bukan hanya sekedar momentum saja,” kata Founder & Managing Partner Convergence Ventures Adrian Li.

Hal tersebut juga ditegaskan Senior Associate MDI Ventures Kenneth Li usai pendanaan untuk layanan e-commerce enabler Thailand aCommerce.

”Alasan yang kami lihat [untuk berivestasi] adalah bahwa e-commerce belum melihat tanda-tanda melambat di Indonesia dan bagian dari pertumbuhan ini melibatkan infrastruktur yang mendukung bisnis e-commerce. Cina memiliki sekitar 9% penetrasi e-commerce, tetapi di Indonesia hanya sekitar 1%. Kami percaya bahwa semua infrastruktur pendukung pertumbuhan harus dibangun juga [logistik, pembayaran, dan lainnya].”

Ideosource sendiri adalah investor lokal yang pada bulan November 2015 silam berani memberikan investasi kepada layanan e-commerce Bhinneka senilai Rp 300 miliar. Bagi Ideasource, pendanaan yang diberikan kepada Bhinneka merupakan pendanaan terbesar yang pernah dikucurkan.

“Bukan hanya ketika memilih startup yang masih tahap awal, Ideosource juga memperhatikan hal-hal tersebut ketika memilih portfolio dengan jumlah investasi cukup besar seperti pada Bhinneka.com, yang saat ini merupakan perusahaan e-commerce besar yang sudah terbukti sustainable dan profitable,” kata Andrias.

Ketika startup telah menunjukkan kemajuan (traksi) yang cepat dan mampu mempertahankan model bisnis yang ada dan memiliki rencana yang baik untuk skalabilitas, investor tidak akan segan untuk memberikan dana dalam jumlah besar.

Jika saat ini Anda melihat peluang startup Anda mendapatkan investasi masih kecil, bukan berarti produk yang dimiliki tidak baik atau kurang populer di kalangan investor. Idealnya coba untuk mengkoreksi dan memperhatikan dengan benar, apakah produk Anda profitable, memiliki pengguna yang loyal dan aktif, dan pastinya bisa bertahan lama. Kesempatan untuk mendapatkan pendanaan dalam jumlah besar terbuka lebar jika Anda bisa membuktikan startup memiliki masa depan yang cerah.

“Diharapkan semua entrepreneur bisa mengelola keuangan dengan baik paling tidak memiliki simpanan hingga 6 bulan kedepan dan melanjutkan penggalangan dana. Hal ini yang wajib diperhatikan oleh early-stage startup,” tutup Adrian.

Tim None Developers Raih Posisi Runner-Up di Ajang Final Microsoft Imagine Cup 2016

None Developers, tim pengembang asal Universitas Trunojoyo, Indonesia berhasil meraih posisi runner-up dalam ajang Imagine Cup 2016 tingkat dunia untuk kategori Games dengan karya Froggy and the Pesticide.

Tim None Developers yang terdiri dari empat orang anggota tersebut mendapatkan hadiah sebesar $10 ribu. Dalam perjalanan di ajang Imagine Cup 2016, mereka mendapat bimbingan dari senior kampusnya bernama Asadullohi Ghalib, anggota tim Solite Studio.

Perlu diketahui, sebelumnya Solite Studio pada 2013 juga berhasil menyabet posisi runner up untuk kategori yang sama di Rusia.

Ajang tingkat dunia ini diikuti sebanyak 35 tim pelajar global yang bersaing untuk mendapatkan uang tunai lebih dari $200 ribu dan sesi mentoring 1:1 dengan Satya Nadella, CEO Microsoft.

Pemenang utama Imagine Cup untuk kategori Games diraih oleh PH21 asal Thailand, untuk kategori Innovation diraih oleh ENTy asal Romania, dan kategori World Citizenship diraih Amanda asal Yunani.

Steven Guggenherimer, Corporate VP, Developer Experience & Evangelism and Chief Evangelist Microsoft, mengatakan pihaknya percaya atas kekuatan yang menghubungkan anak-anak muda dengan teknologi.

“Kami ingin membantu mereka untuk dapat terus bermimpi, membangun kreativitas, dan merealisasikan ide menjadi kenyataan. Melalui program Microsoft Imagine Cup, pelajar berkesempatan untuk mendapatkan akses gratis serta pengalaman unik dari tools development dan cloud kelas dunia secara gratis, sehingga mereka dapat mulai membangun masa depan mulai dari sekarang,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial, Jumat (29/7).

Sejak diadakan pada 2003 silam, ajang ini telah menjadi kompetisi tingkat global yang dikenal oleh para pelajar sebagai “olimpiade kompetisi teknologi pelajar.” Seluruh tim yang bergabung sebagai perwakilan dari negara masing-masing melakukan petualangannya di ajang ini sejak Agustus 2015.

Permainan Froggy and the Pesticide menceritakan tentang Froggy sebagai spesies yang bukan target dari penggunaan pestisida, akan tetapi anehnya pestisida tetap menyemprotkan cairan beracunnya ke arah dia. Froggy pun berusaha keras untuk mengganti pestisida dengan biopestisida.

Froggy and Pesticide, hasil karya tim None Developers yang memenangi ajang Imagine Cup 2016
Froggy and Pesticide, hasil karya tim None Developers yang memenangi ajang Imagine Cup 2016

Untuk itu, Froggy harus mencari lokasi pestisida dan mengumpulkan biopestisida. Permainan memberi pesan pentingnya penggunaan biopestisida dan bahayanya dampak dari pestisida.

Marketplace Produk Halal Malaysia Aladdin Street Segera Hadir di Indonesia

Tingginya minat akan produk halal, dari berbagai negara, merupakan alasan utama Aladdin Street, marketplace Malaysia untuk mengembangkan bisnisnya secara global. Perusahaan yang berada dalam naungan Aladdin Group secara resmi telah membuka kantornya di Tiongkok, meski layanannya belum beroperasi secara publik, dan Indonesia akan menjadi negara berikutnya. Mereka menyebutkan akan membuka kantor di Indonesia minggu depan. Aladdin Street menjual ragam produk seperti makanan halal, pakaian, kosmetik, elektronik, hingga paket wisata.

“Saat ini produk halal bukan hanya untuk umat Muslim namun sudah menjadi bagian dari gaya hidup semua orang. Kebersihan yang ditawarkan produk halal menjadi alasan utama mengapa akhirnya masyarakat non-muslim pun menyukai produk halal,” kata Pendiri Aladdin Street Dr Sheikh Muszaphar kepada Straits Times.

Aladdin Street sendiri baru saja membuka layanannya di Singapura dan menargetkan bergabungnya 100 merchant dalam 12 bulan ke depan. Nantinya Aladdin Street akan melakukan kurasi kepada merchant yang ingin bergabung menjadi mitra. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan standar Aladdin Street yang mengedepankan kualitas dan produk halal yang terbaik.

Sebelumnya pada bulan April, Aladdin Street telah meluncur di Malaysia dengan  70-80 merchant dan telah menjual lebih dari 10 ribu produk.

Setelah Tiongkok dan Indonesia, Aladdin Street berharap bisa melebarkan usahanya dengan mendirikan kantor perwakilan di berbagai negara maju.

Kompetitor baru pemain lokal

Kehadiran Aladdin Street nantinya secara langsung akan berkompetisi dengan pemain lokal dengan sentimen yang sama yang sudah hadir sejak tahun 2015, Muslimarket. Marketplace yang menyasar merchant dari kalangan UMKM di seluruh Indonesia ini tak hanya menjual ragam produk dan busana muslim, tetapi juga menjual produk khas Indonesia. seperti batik hingga buku lokal.

Dalam acara Pop Up Market yang digelar bulan Juni lalu, Muslimarket yang sebelumnya merupakan layanan e-commerce telah resmi bertransformasi menjadi marketplace terbuka dan telah memiliki lebih dari 17 ribu SKU. Menarik diikuti bagaimana “label halal” menjadi diferensiasi baru layanan marketplace di Indonesia.

Sony Glass Sound Speaker Menyamar Sebagai Lentera yang Anggun

Bosan dengan desain speaker Bluetooth yang begitu-begitu saja? Sony punya satu yang amat menarik. Dijuluki Glass Sound Speaker, ia merupakan perpaduan antara sebuah lampu meja dan speaker. Dari kejauhan, cahaya yang dipancarkan bohlam LED-nya tampak seperti lentera.

LED tersebut dikemas dalam kaca berbentuk silinder yang terlihat sangat elegan. Tapi jangan salah, bagian kacanya ini bukan sekadar dekorasi semata, melainkan juga berdampak pada kualitas suara dengan adanya tiga pilar yang bertugas membuat kaca bergetar sehingga suara terdengar lebih realistis.

Tepat di bagian bawah lampu LED-nya merupakan sebuah woofer 2 inci yang bertanggung jawab atas produksi suara di frekuensi mid-range. Di ujung paling atas, tertanam passive radiator transparan yang dipercayai sebagai penghasil dentuman bass yang mantap.

Di bawah bohlam LED-nya bernaung sebuah woofer 2 inci / Sony
Di bawah bohlam LED-nya bernaung sebuah woofer 2 inci / Sony

Penampilannya secara keseluruhan memang tidak terlihat seperti speaker sama sekali, apalagi mengingat semua tombol pengoperasiannya disembunyikan di permukaan bawah. Pengguna juga bisa menyambungkan dua speaker menjadi konfigurasi stereo.

Glass Sound Speaker mengandalkan konektivitas Bluetooth LDAC yang diyakini mampu meneruskan data tiga kali lipat lebih banyak ketimbang teknologi Bluetooth standar demi menyuguhkan kualitas suara yang lebih baik. Baterainya bisa bertahan selama 4 jam, tapi pengguna juga bisa memakainya dengan dicolokkan ke stop kontak, plus tersedia jack 3,5 mm untuk perangkat sumber audio yang tidak dilengkapi Bluetooth.

Sony Glass Sound Speaker sejatinya lebih cocok diperlakukan sebagai dekorasi ruangan ketimbang speaker, terutama setelah melihat banderol harganya yang mencapai $800. Namun kalau faktor estetika merupakan prioritas, sepertinya sulit menemukan speaker Bluetooth lain yang seanggun ini.

Sumber: TheNextWeb dan Sony.