Monthly Archives: October 2017

Mirrorless untuk Kebutuhan Vlogging dan Travelling-mu

Tahun 2015 bisa dikatakan sebagai titik sentral pertumbuhan tren vlogging. Di tahun itu, 42% dari pengguna internet mengaku terpapar oleh konten-konten video yang merupakan transformasi dari blog tersebut. Tarik maju ke hari ini, tren ini disinyalir meningkat lebih gila lagi. Kanal yang dapat secara bebas dimanfaatkan (umumnya YouTube) adalah satu alasannya. Faktor pendukung lainnya ialah maraknya kamera ringkas di pasar.

Konten secara esensial memang penting untuk memancing viewers mampir menonton vlog. Tapi, dalam hal teknis, kamera juga punya nilai yang tak kalah tinggi bagi kualitas vlog. Artikel ini akan mengulas “standar” kamera yang dapat digunakan untuk vlogging; atau untuk merekam momen di kegiatan mobile-mu, seperti travelling. Kamera yang kita ulas sebagai perbandingan antara “teori teknis” dengan penggunaannya di lapangan ialah Panasonic Lumix DC-GF9K.

Desain dan bodi

Vlogging berbicara soal momentum; bagaimana kita menyoroti suatu hal dengan angle tertentu adalah seninya. Jika kamu sedang travelling, membuat vlog akan setingkat lebih “sulit” lagi, oleh sebab setiap detik yang menjadi begitu penting untuk direkam. Karenanya, penting bagimu untuk menenteng kamera mirrorless yang ringan dan ringkas.

WhatsApp_Image_2017-10-18_at_23745_PM

Panasonic Lumix DC-GF9K saya rasa punya poin ini. Bobotnya yang hanya sebesar 269 gram dan berukuran 64.4 mm x 33.3 mm x 106.5 mm ini sangat membantu dalam penyimpanan. Meski kemudian ukuran demikian bagi saya terkesan “ringkih” saat digenggam, namun perlu diakui bahwa DC-GF9K tercipta memang untuk traveler.

WhatsApp_Image_2017-10-18_at_23755_PM

rsz_whatsapp_image_2017-10-25_at_64653_pm

Bagi vlogger, desain bodi harusnya jadi hal penting yang harus diamati saat memilih kamera, agar tetap keren saat mengambil shot di mana pun—karena orang-orang sekitar yang menoleh ke arahnya. Lumix DC-GF9K yang saya coba berwarna orange dengan motif kulit jeruk. Saya melihat ada kesan leather yang ingin ditunjukkan; namun sayang, hal terlihat kurang optimal. Di sisi lain, tampilan analog dan klasik tetap terpancar dan menjadi daya tarik dari mirrorless yang tersedia dalam empat warna ini.

Tampilan antar muka

Sempat saya bahas di awal bahwa vlogging menjadi tren. Fenomena ini seketika melahirkan banyak video content creator yang bertebaran di mana-mana—tak jarang vlogger juga kini sudah menjadi cita-cita anak kecil dan menjadi profesi pilihan. Tidak semua dari mereka lama bergelut di dunia videografi; banyak juga yang baru mengikuti tren ini sambil belajar mengambil gambar.

Tampilan antar muka dari menu yang ada di Lumix DC-GF9K ini sebenarnya mudah, karena Panasonic menyajikan sistem pengaturan dengan touch screen dan pengaturan shutter button yang otomatis pindah ke button bagian kiri saat sedang selfie mode.

Tapi—sepertinya disebabkan oleh penggunaan pertama kali—bagi saya tampilan antar muka ini terasa kurang user-friendly. Penempatan konten menu dan fitur-fiturnya agak sedikit sulit dipahami dengan cepat, apalagi bagi vlogger pemula atau pengguna Lumix pertama kali. Rasanya, akan menjadi kesalahan besar bila kita lupa menaruh manual book yang tersedia di dalam box. Beruntung poin ini tidak terlalu menutupi fitur-fitur mumpuni yang ada di Lumix DC-GF9K, seperti 4K photo dan post focus mode.

Performa dan kualitas gambar

Bagian terakhir inilah yang menjadi unsur penting dalam vlogging. Bagaimana seorang vlogger menangkap momen bertumpu pada performa dan kualitas gambar dari kamera mirrorless. Jika kamu merasa kualitas 4K adalah titik pengalaman tinggi, Lumix DC-GF9K memang disiapkan untukmu.

Fitur 4K yang digelorakan oleh Panasonic membawa kesan baik bagi saya saat mengambil gambar Lumix DC-GF9K. Fitur ini didukung post focus mode dan focus stacking, yang dipoles oleh micro 4/3 sensor, sehingga membuat fleksibilitas dari pemilihan focus lebih nyaman dengan hasil maksimal.

Screenshot_2017-10-25_at_113650

Screenshot_2017-10-25_at_113415

P1060068JPG

Jika kembali ke urusan vlogging, kamera ini belum begitu memanjakan dalam hal merekam suara. Panasonic Lumix DC-GF9K tidak dipersenjatai output audio video, yang sejatinya dapat memberi daya dobrak yang lebih kuat perihal merekam suara. Namun, Panasonic menebusnya dengan mikrofon stereo yang dibekali wind noise canceller.

Vlogger juga perlu kecepatan. Tidak hanya dalam mengambil shot, tapi juga dalam menyimpan dan memindahkan data. Performa dalam hal kirim-mengirim dan simpan-menyimpan data ini terasa lebih mudah dengan kehadiran fitur pemindahan data dengan berbasis Wi-Fi melalui Panasonic Image App. Fitur ini memungkinkan penggunanya untuk “melempar” data tanpa harus terkoneksi dengan kabel.

Konklusi

Bicara vlogging, bicara tentang kecepatan dan portabilitas—kualitas konten adalah syarat mutlak, sehingga tak perlu disebutkan. Panasonic Lumix DC-GF9K yang terlahir dengan tubuh mungil dan enteng serta memiliki resolusi 4K sepertinya sudah menjawab dua kebutuhan tadi. Kendati secara penggunaan akan memakan waktu untuk mempelajarinya, tapi untuk para vlogger dan traveler—apalagi jika kamu keduanya—kamera mirrorless 16,84 megapiksel ini dapat menjadi pilihan untuk merekam momen harianmu.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Panasonic.

Ilmuwan Ciptakan AI untuk Mengubah Hasil Foto Smartphone Jadi Sekelas DSLR

Hampir semua review Google Pixel 2 yang beredar memuji kualitas kameranya. Yang lebih mengesankan lagi, pencapaian tersebut diraih tanpa mengandalkan konfigurasi kamera ganda seperti kebanyakan smartphone kelas flagship lainnya.

Hardware memang memegang peranan terbesar dalam menentukan kualitas gambar yang bisa dihasilkan kamera smartphone, akan tetapi bagi Google software dan AI (artificial intelligence) juga tidak kalah penting. Pixel 2 membuktikan bahwa anggapan mereka ini benar, dan kini sejumlah cendekiawan asal Swiss mencoba membuktikan anggapan tersebut lebih lanjut.

Ilmuwan asal universitas ETH Zurich ini menciptakan sistem berbasis AI yang digadang-gadang dapat menyulap hasil jepretan kamera smartphone menjadi sekelas DSLR. Istilah “sekelas DSLR” memang terkesan sangat ambigu, tapi yang pasti tujuannya adalah menyempurnakan kualitas foto yang dihasilkan kamera smartphone.

Fokusnya di sini bukanlah memperkuat efek bokeh, melainkan memperbaiki exposure secara keseluruhan. Area shadow yang sebelumnya hanya tampak hitam tanpa ada detail dibuat jadi lebih cerah selagi masih mempertahankan area highlight agar tidak terlampau terang.

Perbandingan hasil foto sesudah (kiri) dan sebelum (kanan) diproses AI / ETH Zurich
Perbandingan hasil foto sesudah (kiri) dan sebelum (kanan) diproses AI / ETH Zurich

Rahasianya terletak pada sistem deep learning yang pada awalnya diajari dengan cara mengamati dua foto yang sama yang diambil menggunakan smartphone dan DSLR. Dari situ versi lebih barunya telah disempurnakan supaya dapat melihat dua foto dari kamera yang berbeda, lalu menerapkan peningkatan kualitas dari yang satu ke lainnya.

Tentu saja sistem ini masih memiliki sejumlah kekurangan. Yang paling utama, sistem tak akan bisa menambahkan detail pada foto yang diambil, sebab ini sama saja dengan menambahkan informasi yang sebelumnya tidak ada. Dalam beberapa kasus, meski foto yang telah diproses tampak lebih terang dan lebih akurat warnanya, terkadang detailnya malah bisa berkurang.

Ke depannya, para pengembangnya berharap bisa menyempurnakan sistemnya agar dapat digunakan untuk mengubah kondisi foto ketimbang kualitasnya. Jadi semisal foto diambil dalam posisi hujan lebat, sistem ini nantinya bisa mengubahnya jadi terlihat cerah.

Kalau Anda tertarik mencoba dan penasaran dengan efektivitasnya, silakan langsung kunjungi situs resminya di phancer.com.

Sumber: Engadget dan DPReview.

Lebih Ringkas, SteelSeries Apex M750 TKL Juga Bisa Menyampaikan Notifikasi via LED RGB

Dalam penyajian gaming gear, aspek piranti lunak tak kalah penting dari hardware. Produsen bisa saja menjejalkan komponen berkualitas, tapi tanpa dukungan software yang memadai, pengguna akan kesulitan mengakses fitur-fitur penting penunjang gaming. SteelSeries ialah salah satu nama yang dipercaya dapat menghidangkan keduanya secara seimbang.

Contoh kesimbangan antara dua faktor itu bisa Anda lihat pada Apex M750, yang SteelSeries umumkan di bulan Agustus kemarin. Ia adalah keyboard gaming bersenjata switch mekanis baru buatan SteelSeries sendiri, QX2, dan terintegrasi ke aplikasi Discord via SteelSeries Engine. Perangkat tersebut menyuguhkan rancangan full-size, ideal buat ber-gaming sehari-hari, tapi mungkin kurang ringkas untuk menemani Anda turnamen atau ber-LAN party.

Apex M750 TKL 3

Itulah alasan mengapa sang perusahaan gaming gear asal Denmark memperkenalkan adik kecil dari M750, Apex M750 TKL. Anda mungkin tak kesulitan menerka, TKL adalah kependekan dari kata tenkeyless, mengindikasikan absennya numeric keypad di area kanan papan ketik. Arahan desain ini umumnya diambil karena produsen menitikberatkan portabilitas tanpa mengorbankan faktor kelengkapan tombol terlalu jauh.

Apex M750 TKL 4

Keyboard tenkeyless juga berguna untuk menghemat tempat di meja gaming – sempurna buat para pro gamer karena menyajikan ruang gerak mouse yang lebih luas. Apex M750 memiliki panjang 454-milimeter, sedangkan Apex M750 TKL hanya memakan tempat 370-milimeter. Itu berarti keyboard baru ini memberikan Anda area gerak mouse selebar 8,4-sentimeter lebih banyak.

Apex M750 TKL 2

Spesifikasi dan fiturnya sendiri tak berbeda dari Apex M750. Bingkai tubuhnya terbuat dari logam aluminium ‘Series 5000’ yang kuat serta ringan, dan sebagai jantungnya, SteelSeries memanfaatkan switch mekanis QX2. Ia merupakan switch tipe linier, menyuguhkan key travel sejauh 4mm, titik actuation di 2mm, dengan resistensi 45cN, serta menjanjikan daya tahan hingga 50 juta kali tekan. Apex M750 TKL tersambung ke PC lewat kabel sepanjang 2m.

Apex M750 TKL 1

Apex M750 TKL turut dibekali sistem lighting LED RGB. Ia bisa mengeluarkan berbagai macam warna (dari palet red-green-blue) dan beragam efek pencahayaan. Tentu saja SteelSeries juga tak melupakan satu fitur eksklusif di sana: keyboard mampu menyampaikan notifikasi Discord lewat LED. Beberapa zona akan menyala saat ada panggilan masuk di app, atau menampilkan warna merah sewaktu fungsi mute diaktifkan. Selain itu, LED RGB dapat dimanfaatkan sebagai visualizer audio dan bahkan bisa memvisualisasi animasi GIF.

Keyboard gaming Apex M750 TKL sudah dapat Anda pesan lewat situs resmi SteelSeries. Produk dijual seharga US$ 130.

Google Kini Mendeteksi Lokasi Secara Otomatis Supaya Hasil Pencarian Anda Lebih Akurat

Sekitar satu dari lima pencarian yang Google terima memiliki kaitan dengan lokasi. Artinya, akurasi maupun relevansi hasil pencarian tersebut sangat bergantung pada lokasi pengguna. Contoh yang paling gampang, kalau kita sedang mencari restoran yang menjual ayam bakar, kita ingin hasil yang ditampilkan berasal dari lokasi kita sendiri, bukan kota sebelah, apalagi negara tetangga.

Selama ini, cara yang dipakai Google adalah dengan membedakan kode negara pada nama domain (google.co.id untuk Indonesia, google.com.au untuk Australia, dan seterusnya). Tidak hanya untuk Google Search, cara yang sama juga berlaku untuk Maps.

Namun semuanya berubah mulai hari ini. Pilihan negara tak lagi dipengaruhi oleh domain, melainkan secara otomatis ditentukan berdasarkan lokasi pengguna. Jadi semisal Anda mencoba mencantumkan google.com.au atau google.com.hk, Google masih akan menganggap pencarian Anda datang dari Indonesia.

Namun ketika Anda berkunjung ke Singapura misalnya, Google pun bakal mendeteksinya secara otomatis tanpa mengharuskan Anda mengetikkan google.com.sg. Namun andaikata Anda masih menginginkan hasil pencariannya relevan dengan Indonesia, Anda bisa memilih opsinya secara manual lewat menu pengaturan, lalu indikator lokasinya di bagian bawah akan berubah mengikuti pilihan Anda.

Perubahan ini sudah diberlakukan untuk Google Search dan Maps di perangkat desktop maupun mobile. Tujuan yang ingin dicapai Google tidak lain dari memberikan pengalaman yang lebih baik dengan menyuguhkan informasi seakurat dan serelevan mungkin.

Sumber: Google.

Dua Keyboard Gaming Baru Razer Ini Tahan Tumpahan Air dan Bisa Suguhkan Tarian 16,8 Juta Warna

Ketika makin banyak produsen keyboard gaming mengandalkan switch jenis mekanis, Razer ialah satu dari sedikit nama yang masih percaya diri pada performa papan ketik membran mereka. Kurang lebih setahun setelah memperkenalkan Ornata Chroma, perusahaan periferal gaming pimpinan Min-Liang Tan itu kembali memperkuat formasi segmen budget mereka dengan sepasang keyboard baru.

Minggu lalu, Razer memperkenalkan papan ketik bernama Cynosa Chroma dan Cynosa Chroma Pro. Kata Chroma pada nama kedua produk mengindikasikan bahwa mereka sudah dibekali sistem pencayahayaan RGB yang dapat dikustomisasi dan terinskron ke perangkat Razer lainnya. Tapi Cynosa juga dibekali satu fitur esensial, memastikannya siap menghadapi insiden-insiden tak terduga saat Anda sedang seru ber-gaming.

Keyboard ber-layout full-size ini menyimpan kemampuan tahan tumpahan air. Meski tak sepenuhnya kedap cairan, Cynosa bisa tetap bekerja normal setelah Anda (secara tak sengaja) menjatuhkan isi botol/gelas di atasnya. Razer memang tidak menjelaskan secara detail konstruksinya, namun ada indikasi kuat produsen memanfaatkan lekukan dan saluran untuk mengalirkan cairan ke luar sebelum sempat merusak komponen elektronik di dalam.

Cynosa 2

Cynosa Chroma dan versi Pro menyajikan desain yang familier. Lalu penggunaan dudukan keycap berdesain khusus di sana kabarnya membuat pemakaian papan ketik ini lebih nyaman, hening, solid, dan responsif dibanding keyboard membran lain. Razer juga menjamin proses pengendalian di dalam permainan jadi lebih akurat, apapun genre game yang Anda nikmati.

Cynosa 3

Cynosa Chroma tampaknya sengaja dirancang agar pemakaiannya tidak memerlukan wrist rest, dengan bagian depan yang dibuat menukik. Razer turut membekalinya bersama fitur anti-ghosting 10-key roll-over sehingga keyboard bisa membaca seluruh input saat jari tangan Anda menekan tombol.

Cynosa 5

Seperti biasa, konfigurasi dapat Anda lakukan sepenuhnya lewat software Razer Synapse. Melaluinya, Anda bisa memprogram ualng seluruh tombol, memanfaatkan fungsi macro, serta mempersonalisasi warna dan efek cahaya LED. Menakar fungsi dan fitur, kedua model keyboard boleh dibilang identik. Perbedaan antara Cynosa Chrome dan Cynosa Chroma Pro hanya terletak terletak pada aspek estetika.

Cynosa 1

Varian Pro keyboard ini memiliki bagian underglow RGB, membuatnya meja gaming Anda tampak meriah. Bagian tersebut mempunyai 24 zona terpisah, masing-masing bisa dikustomisasi.

Papan ketik Cynosa Chroma dan Cynosa Chroma Pro bisa dipesan sekarang di situs resmi Razer, masing-masing produk ditawarkan seharga US$ 60 dan US$ 80.

Skype Versi Desktop Kini Ikut Tampil Lebih Modern Seperti Aplikasi Mobile-nya

Skype yang kita kenal sekarang sudah tidak lagi kuno seperti dulu. Kehadiran aplikasi seperti Snapchat dan Slack banyak memengaruhi Microsoft dalam merombak tampilan aplikasi video call-nya secara total. Usai mendarat di Android dan iOS, wajah baru Skype kini akhirnya tiba di desktop.

Tentu saja pembaruan terbesarnya terletak pada tampilan secara keseluruhan yang jauh lebih modern. Pengguna dibebaskan memilih theme dan palet warnanya, tidak lagi terbatas oleh dominasi putih-biru seperti dulu. Daftar kontak kini dapat disortir berdasarkan waktu, status atau unread, dan kontak maupun grup tertentu dapat di-pin ke paling atas jika perlu.

Microsoft bilang bahwa Skype kini memanfaatkan sistem berbasis cloud secara penuh demi memudahkan pengguna berbagi foto, video maupun file lainnya sampai sebesar 300 MB. Penggunaan cloud rupanya juga berdampak pada konsumsi baterai yang lebih efisien ketimbang sebelumnya.

Update Skype versi desktop

Notifikasi dapat diakses melalui icon lonceng di kiri atas. Di sini Anda bisa melihat @mention yang tercantum dalam percakapan grup atau reaksi yang diberikan oleh lawan bicara Anda, dan Anda dapat langsung lompat ke percakapannya dengan satu klik saja.

Selagi berada dalam percakapan, Anda dapat mengakses kumpulan link, foto maupun file lain yang dibagikan di dalam satu panel Gallery yang rapi. Juga baru adalah integrasi sejumlah layanan eksternal macam Giphy, namun untuk sekarang baru para Insider yang dapat menikmatinya.

Versi baru Skype sekarang sudah tersedia untuk Windows, macOS maupun Linux. Kalau Anda tidak sabar menunggu update otomatisnya datang, silakan unduh secara manual saja.

Sumber: Skype.

DailySocial.id dan MRA Group Umumkan Kemitraan Strategis

Hari ini DailySocial.id dan MRA (Mugi Rekso Abadi) Group secara resmi mengumumkan kemitraan strategis. Kemitraan ini akan fokus untuk mencapai dua hal: membawa DailySocial.id ke tahap yang lebih tinggi dan memperkuat portfolio MRA Group di industri digital dan gaya hidup. Kerja sama strategis ini secara konkret akan difokuskan ke teknologi media, komunitas, riset, dan inovasi.

DailySocial.id sendiri akan tetap fokus di edukasi dan informasi mengenai industri teknologi, inovasi, dan gaya hidup digital. Yang kami hasilkan adalah konten media (artikel, video, infografis) dan riset pasar seputar adopsi produk teknologi.

Sejak didirikan tahun 2008 silam, DailySocial.id tetap konsisten dalam perjalanan mencapai visi “menghubungkan masyarakat dengan teknologi“. Kami percaya bahwa teknologi bisa meningkatkan taraf hidup manusia, memajukan peradaban, dan solusi untuk banyak masalah di dunia ini. Dengan adanya kemitraan ini, DailySocial.id bisa memperluas jangkauan dalam melakukan edukasi dan penyebaran informasi mengenai teknologi dan inovasi ke lebih banyak masyarakat Indonesia.

“If you want to go fast, go alone. If you want to go far, go together.”

We want to go long and far. Sejak awal, DailySocial.id selalu fokus ke konten-konten berkualitas dan menjauh dari judul bombastis demi klik. Kenapa? Kami percaya informasi berkualitas dan edukasi bagi para pembaca jauh lebih penting ketimbang clicks dan share di jejaring sosial. Kemajuan industri teknologi di Indonesia merupakan prioritas tim, bukan soal traffic atau kuota artikel.

Konsistensi visi dan misi ini juga sejalan dengan prinsip bisnis DailySocial.id. Dalam beberapa tahun terakhir, tim DailySocial.id sudah membangun perusahaan yang sustainable dan juga profitable dari sisi bisnis. Hal ini krusial untuk memberikan kami kekuatan finansial untuk menjaga kualitas dan integritas sebagai media digital. Sebuah keuntungan yang tidak banyak dimiliki pemain lain di Indonesia.

Ini merupakan bab baru bagi DailySocial.id. Adalah sebuah kehormatan bisa bekerja sama dengan mitra strategis baru sekelas MRA Group yang bisa membantu DailySocial.id mencapai visi dan menjalankan misi sebagai startup media digital. Tentunya hal ini tidak mungkin terjadi tanpa dukungan tim, para pembaca, shareholders, dan para rekanan industri.

Semuanya demi kemajuan industri teknologi di Indonesia. #StartupIsLife

IoT dan AI Dinilai Akan Menjadi Landasan Kuat Inovasi Teknologi di Indonesia

IDX Incubator kembali mengadakan sesi diskusi teknologi dan startup untuk kali kedua. Di sesi ini, program inkubasi yang diusung PT Bursa Efek Indonesia tersebut mengusung tema “Technology vs Humanity”. Dalam diskusi ini dihadirkan dua narasumber, yakni Wakil Ketua Komite Tetap KADIN Indonesia Kevin Wu dan Managing Director Samsung R&D Indonesia Alfred Boediman.

Diawali dengan pemaparan oleh Alfred yang menggaris bawahi bahwa kemunculan startup digital cukup memberikan warna baru untuk industri teknologi di Indonesia, khususnya dalam kaitannya dengan inovasi produk. Yang saat ini mulai tercetus dan berkembang salah satunya Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligence (AI). Alfred meyakini bahwa kedua hal tersebut akan menjadi signifikan ke depannya, karena menjadi fondasi utama smart-things, seperti smart city, smart home, smart transportation dan bidang lainnya.

Memang, jika melihat perkembangan teknologi saat ini arahnya sudah ke sana. Sebut saja startup seperti Nodeflux, produknya yang menggabungkan kapabilitas IoT dengan AI kini mampu melengkapi perangkat CCTV yang dipasang di area perkotaan menjadi lebih “hidup” –dalam artian tidak sekedar merekam gambar, namun memberikan analisis secara real-time. Kemudian contoh juga ada Atnic, startup ini memfokuskan layanan IoT yang membantu peternak udang untuk meningkatkan produksinya melalui pendekatan teknologi.

Namun inovasi sendiri dinilai selalu bertahap, dari proses riset, pengembangan hingga implementasi secara masif. Yang jelas semua harus diawali dari penerimaan baik oleh pengguna. Di Indonesia dapat diindikasikan adanya penerimaan baik terhadap inovasi teknologi, Alfred mencontohkan dengan hadirnya berbagai layanan online yang ada saat ini.

“Banyak aktivitas masyarakat kini bergantung pada layanan online, seperti layanan on-demand atau e-commerce, yang terbukti mampu memberikan kemudahan dalam melakukan berbagai aktivitas masyarakat. Ini sekaligus menjadi bukti bahwa teknologi bersifat mendukung, bukan mengubah total aktivitas yang sudah ada,” terang Alfred.

Kevin turut menambahkan, bahwa salah satu pangkal inovasi teknologi ada di tangan startup digital. Untuk itu menjadi salah satu urgensi berbagai pihak untuk mendukung pertumbuhan startup digital di Indonesia. Kevin juga menerangkan, melihat penetrasi yang ada saat ini ia meyakini bahwa startup akan terus bertumbuh. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memastikan startup tidak stagnan di fase awal –bisa scale up di level yang lebih tinggi—dapat melakukan 3C, yakni Connecting, Collaborating dan Contributing.

Produk AI juga menjadi salah satu tren yang ada saat ini di Indonesia. Teknologi ini digadang-gadang mampu menggantikan beberapa peran manusia dengan sistem yang lebih otomatis. Komputer mampu merespons kebutuhan pengguna layaknya ketika mereka dilayani oleh petugas manusia. Lantas apakah nantinya teknologi ini akan benar-benar menjadikan robot-robot yang sangat cerdas layaknya manusia? Menurut Kevin tidak, secanggih apa pun peran manusia tidak bisa digantikan secara penuh.

“Semakin canggihnya teknologi ke depan tidak sepenuhnya dapat menggantikan posisi manusia yang menciptakan data dan sistem teknologinya secara langsung,” ujar Kevin.

Dari sisi pemanfaatannya kedua pemateri meyakini bahwa AI akan memberikan banyak dampak baik. Kecerdasan untuk teknologi sangat penting, untuk memaksimalkan penggunaannya.

“Tren teknologi AI akan mengalami perubahan besar mendukung kegiatan manusia di sektor tertentu. Ke depannya juga akan banyak pertimbangan yang perlu dianalisis bisnis, ketika ingin menggantikan peran manusia menjadi sepenuhnya teknologi,” ujar Alfred.

Buka Kelas “Menjadi Android Developer Expert” Angkatan Kedua, Dicoding Ingin Cukupi Kebutuhan Pengembang Mobile Indonesia

Pertumbuhan ekosistem startup teknologi Indonesia sangat pesat. Sayangnya pertumbuhannya tidak diikuti dengan ketersediaan pengembang yang mumpuni. Sudah banyak kita dengar cerita tentang startup-startup mapan yang mulai “mengekspor” pekerjaan ke India karena jumlah ketersediaan pengembang yang terbatas.

Dicoding, platform digital yang menjembatani pengembang aplikasi dengan peluang dan kebutuhan pasar, mencoba membantu mengatasi masalah ini dengan membuka kelas-kelas yang membantu menyediakan pengembang dengan skillset yang dibutuhkan dunia industri yang terus berkembang pesat.

Android dipilih menjadi platform unggulan karena tingginya adopsi masyarakat yang mendorong kebanyakan startup melengkapi diri dengan ketersediaan aplikasi di platform buatan Google yang harus diperbarui secara berkala.

Kelas “Menjadi Android Developer Expert (MADE)” angkatan kedua adalah salah satu wujud usaha tersebut. Tersedia secara online, MADE bisa diikuti oleh siapapun di Indonesia yang memiliki akses internet. Sebagai Google Authorized Training Partner di Indonesia, Dicoding berharap akan lahir ratusan, bahkan ribuan, pengembang Android baru melalui program MADE ini.

Dicoding, yang didirikan sejak awal Januari 2015, saat ini memiliki lebih dari 71 ribu anggota dari 336 kota di Indonesia. Disebutkan 632 orang di antaranya adalah penggiat startup. Selain Android, disebutkan saat ini Dicoding juga memberikan pelatihan untuk 6 platform teknologi lainnya, termasuk bermitra dengan IBM, Microsoft, dan LINE.

MADE angkatan pertama disebutkan memiliki 2100 peserta, dari pelajar SMA/SMK, penggiat startup, freelance developer, ataupun para pegawai di sektor teknologi informasi.

Disebutkan kelas MADE, yang tersedia secara online, memiliki 125 modul berbahasa Indonesia, 35 video tutorial, 24 kuis, dengan target penyelesaian 90 hari. Modul tersebut, jika dicetak menjadi buku (yang memang dibagikan untuk setiap peserta), terdiri dari total 670 halaman.

Modul berbahasa Indonesia diklaim menjadi keunggulan program ini, karena selama ini modul-modul Google atau pihak ketiga selalu tersedia dalam bahasa Inggris.

Co-Founder dan CEO Dicoding Narenda Wicaksono mengatakan:

“Selain pesatnya perkembangan teknologi pemrograman di bidang software engineering, ketersediaan akses terhadap pembelajaran teknologi yang ‘cutting-edge’ dalam Bahasa Indonesia dan mudah dipahami juga masih sangat terbatas. Persoalan inilah yang berusaha kami atasi melalui Dicoding Academy sehingga siapapun dapat mempunyai kesempatan belajar teknologi termutakhir, kapanpun dan di manapun ia berada.”

Dalam MADE, setiap sesi pembelajaran akan di-review secara manual dan timbal balik dari penilai diharapkan memberikan motivasi bagi para pengembang untuk terus memperbaiki hasil coding-nya.

“Merealisasikan materi dalam Bahasa Indonesia untuk kelas MADE merupakan sebuah langkah dan kontribusi nyata Dicoding dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pada subsektor aplikasi dan game. Harapan saya kesempatan baik ini dapat dimanfaatkan oleh developer Indonesia dan para pelaku industri kreatif digital untuk meningkatkan skill dan kualifikasi mereka sehingga mampu berdaya saing secara global dan menggerakkan roda ekonomi kreatif nasional,” sambut Kepala Bekraf Triawan Munaf terhadap peluncuran batch baru MADE ini.

DScussion #84: Jurnal dan Potensi Layanan SaaS di Indonesia

Sebagai layanan SaaS yang menyasar kalangan UKM, Jurnal memiliki fokus sebagai layanan yang mengedepankan sistem finansial sekaligus menjadi enabler bisnis terkait lainnya.

Dalam sesi DScussion kali ini, CEO Jurnal Daniel Witono menjabarkan tren dan potensi layanan SaaS di Indonesia serta bagaimana tanggapannya soal bisnis SaaS yang dianggap “kurang seksi” dibanding vertikal populer seperti e-commerce. Simak wawancara lengkapnya berikut ini.