Kementerian Ketenagakerjaan meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Pekerja Migran Indonesia (SIPMI). Aplikasi ini selain sebagai bentuk peningkatan pelayanan dan perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) oleh pemerintah, juga memberikan akses mudah bagi keluarga untuk saling terhubung.
Aplikasi yang sudah tersedia untuk platform Android dan iOS ini memiliki fitur utama yang memungkinkan penggunanya untuk mendapat informasi dengan mudah dan saling terhubung satu sama lain dengan fitur obrolan atau chat yang disematkan di dalamnya. Baik obrolan pribadi hingga grup.
Informasi yang dimaksud meliputi prospek dan risiko menjadi pekerja migran Indonesia di luar negeri, hak dan kewajiban, ketrampilan, hingga prosedur bekerja di luar negeri secara aman. Termasuk di dalamnya terdapat fitur agenda hingga poling yang bisa digunakan.
SIPMI juga menyediakan fitur untuk tetap terhubung dengan keluarga. Mulai dari berbagi lokasi terkini ke anggota keluarganya hingga melihat tinjauan keuangan. Untuk kondisi darurat, PMI juga bisa menginformasikannya melalui fitur darurat yang tersedia untuk bisa dengan cepat terhubung dengan rekan atau orang di sekitar yang memungkinkan untuk dapat memberikan pertolongan cepat.
“Ini merupakan platform berbasis komunitas di mana dunia yang terkait dengan pekerja migran bisa terintegrasi langsung melalui sebuah platform berbasis digital,” terang Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.
Ia juga menjelaskan bahwa aplikasi SIPMI memiliki tiga prioritas utama. Pertama untuk menunjang kebutuhan pekerja migran Indonesia dalam hal komunikasi. Kedua menunjang informasi yang dibutuhkan para pekerja migran baik dari sesama pekerja maupun dari pemerintah. Dan yang ketiga sebagai proteksi diri bagi pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri.
Untuk bisa menggunakan aplikasi SIPMI pengguna diminta untuk meregistrasikan diri terlebih dahulu baik sebagai pekera migran maupun sebagai keluarga dengan mengisikan informasi yang dibutuhkan.
“Aplikasi ini dapat dimanfaatkan untuk berinteraksi dan berkomunikasi, baik dengan sesama PMI, keluarga, maupun dengan komunitas PMI yang ada di negara tempat mereka bekerja,” jelas Hanif.
Dalam beberapa tahun terakhir, Samsung C-Lab telah meluncurkan beberapa produk menarik, tak sedikit dari mereka yang berbuah hasil dan menjadi bisnis mandiri. Di CES 2018 lalu, inkubator startup ini memamerkan tiga produk baru. Dan di tahun 2019 jumlahnya akan melonjak tiga kali lipat menjadi delapan produk. Mengingat kecerdasan buatan menjadi hal yang makin lumrah di banyak perangkat, sebagian besar kreasi Samsung C-Lab ini akan berhubungan dengannya.
Pertama, ada Tisplay, sebuah tool iklan bagi para pembuat video yang dapat melapisi iklan pada pakaian yang dikenakan oleh presenter seolah-olah mereka dicetak di atasnya. Tool ini memungkinkan pengiklan menampilkan produk dengan cara yang lebih nyaman, minim gangguan.
Kemudian ada aiMo, tool yang akan membantu para pencipta untuk membuat suara ASMR yang jernih menggunakan aplikasi render suara bertenaga AI. Penggunaan tool yang mudah, cukup dengan smartphone case akan mengeliminasi kebutuhan perangkat perekam profesional yang berharga mahal.
https://youtu.be/yGn8z58rZ84
Ketiga, ‘MEDEO’ yang juga memanfaatkan teknologi AI untuk menggabungkan pengambilan video dan pengeditan menjadi satu proses yang ringkas. Teknologi ini secara otomatis menutupi adegan dengan efek visual dan musik latar belakang selama live streaming.
https://youtu.be/UVckSooAMEs
Berikutnya, Samsung C-Lab juga memperkenalkan tool bernama Prismit yang lagi-lagi memberdayakan teknologi AI untuk menganalisis konten berbasis masalah untuk memberi pembaca lima artikel paling representatif teratas tentang topik yang dicari.
Di deretan kelima, ada Perfume Blender yang membantu pengguna menciptakan parfum versinya sendiri. Teknologi AI di dalam aplikasi secara cerdas akan membuat resep parfum menggunakan bahan berdasarkan input gambar produk tertentu.
https://youtu.be/KZ0ClW6wh_c
Keenam adalah Girin Monitor Stand, dudukan monitor yang dapat menganalisa postur pengguna selama menggunakan komputer. Ketika postur pengguna dianggap tidak ideal, tool ini akan memaksa pengguna untuk memperbaiki posisinya.
Ketujuh ada ‘alight’, sebuah lampu meja bertenaga AI yang secara otomatis menciptakan pencahayaan optimal bagi pengguna dalam situasi apa pun mereka berada: belajar, bersantai, atau fokus. Alat ini bahkan dilengkapi dengan sensor yang membantu pengguna kembali fokus ketika teralihkan oleh smartphone atau hal lainnya.
Terakhir, SnailSound. Ini adalah solusi baru yang dilengkapi aplikasi cerdas bagi mereka yang memiliki gangguan pendengaran. Tool ini mampu mengurangi kebisingan dan menciptakan input suara utama dengan kualitas sangat baik. Memungkinkan pengguna dengan kebutuhan khusus untuk mendengar sebaik manusia normal.
Delapan proyek ini rencananya akan dipamerkan di ajang CES 2019 yang berlangsung di Las Vegas awal tahun depan.
Seperti yang diprediksikan sebelumnya, Poco India benar-benar meluncurkan produk barunya yang untuk sementara waktu ditawarkan untuk pasar India. Tetapi, alih-alih meluncurkan Poco F2, Poco lebih memilih untuk mengumumkan varian baru dengan penyimpanan dan RAM yang dipangkas dari Pocophone F1 Armoured keluaran pertama.
Bagi Anda yang tidak terlalu mengikuti brand satu ini, bahwa sebelumnya Poco juga sudah meluncurkan Pocophone F1 Armoured edition varian RAM 8GB + 256GB. Jadi, varian yang diluncurkan baru-baru ini sejatinya hanyalah penambahan lain namun dengan RAM dan ruang simpang yang dipangkas, hanya 6 GB untuk RAM dan 128 GB untuk penyimpanan internal.
Di samping RAM dan ROM yang lebih kecil, varian ini selebihnya memiliki spesifikasi yang sama seperti layar FHD + IPS 6,18 inci, Snapdragon 845, pengaturan kamera belakang 12MP + 5MP dan kamera selfie 20MP serta baterai 4.000 mAh dengan dukungan teknologi Quick Charge 4+.
Harga Poco F1 Armoured Edition di India sudah dibeberkan oleh perusahaan, yakni di angka Rs. 23.999 atau setara dengan $343. Sedangkan untuk varian terdahulu dengan RAM 8GB dan penyimpanan 256GB dijual seharga $429.
Akun Twitter resmi Poco India pada hari Selasa lalu juga sudah mengumumkan bahwa Poco F1 Armored Edition varian baru akan mulai dijual di India melalui Mi.com dan Flipkart mulai tanggal 26 Desember.
Xiaomi meluncurkan Poco F1 sebagai smartphone termurah di dunia yang berani mengemas chipset Qualcomm Snapdragon 845 di bawah anak perusahaan barunya, Poco. Salah satu daya tarik perangkat ini – selain chipset – adalah teknologi pendingin cair yang dirancang untuk menjaga agar perangkat tetap adem saat digunakan dalam intensitas tinggi.
Remote control sudah lama menjadi alat praktis untuk mengakses fungsi televisi, dan sejak fitur-fitur pintar mulai diadopsi perangkat tersebut, para produsen mencoba membubuhkan sistem kendali yang lebih intuitif, misalnya mencantumkan teknologi pendeteksi gerakan. Tapi sampai saat ini, teknik terbaik buat melakukan pencarian, baik di browser maupun YouTube, ialah dengan mengetik di keyboard.
Menyadari kelemahan tersebut, di tanggal 27 Desember 2018 kemarin Samsung resmi mengumumkan Remote Access, yaitu sebuah fitur baru yang akan diimplementasikan ke seluruh lini televisi pintar mereka di tahun 2019. Pada dasarnya, Remote Access memungkinkan TV tersambung secara nirkabel ke PC, tablet, smartphone serta perangkat lainnya, sehingga proses kendali dan navigasi konten bisa dilakukan dari mana saja.
Remote Access juga memberikan kesempatan bagi pengguna buat mengoneksikan periferal input seperti keyboard dan mouse ke televisi pintar Samsung. Produsen masih belum mengungkap cara kerjanya secara detail, namun mereka bilang Remote Access tidak membutuhkan koneksi HDMI terpisah. Kapabilitas ini tentu berpotensi merombak cara kita berinteraksi dengan televisi.
Selain memudahkan kita dalam menjelajahi web serta menikmati video game, Remote Access dapat sangat membantu bidang produktif. Dengannya, Anda diperkenankan menampilkan dokumen pekerjaan dari PC desktop atau laptop ke layar smart TV, membuat kontennya terlihat lebih jelas. Setelah itu, pekerjaan bisa dilanjutkan menggunakan keyboard dan mouse. Bekerja juga jadi lebih sederhana karena Remote Access menunjang layanan cloud office berbasis browser.
Samsung Remote Access dijanjikan dapat digunakan oleh semua orang didunia berkat dukungan VMware Horizon. Lalu di aspek keamanan, terutama di bidang konektivitas nirkabel dan layanan berbasis cloud, Samsung mengintegrasikan teknologi Knox mereka di sana (sebetulnya sudah dibubuhkan di televisi pintar Samsung sejak tahun 2015). Knox ditopang oleh update firmware secara berkala demi mengoptimalkan proteksinya.
“Samsung berkomitmen untuk menciptakan pengalaman penggunaan yang intuitif dan nyaman bagi para pengguna,” kata executive vice president dari Samsung Electronics Visual Display Business Hyogun Lee di rilis pers. “Lewat Remote Access, konsumen dapat mudah mengakses berbagai program, aplikasi, serta layanan cloud yang terpasang di beberapa perangkat langsung via layar televisi.”
Terakhir, Hyogun Lee mengungkapkan rencana Samsung untuk meneruskan kolaborasi bersama para mitra demi memperluas kompatibilitas fitur Remote Access sekaligus menambah lagi jumlah layanannya.
Buat kalian yang hobi bermain game klasik untuk mengisi waktu luang hingga bernostalgia, Sony bekerja sama dengan Sad Puppy Limited secara resmi membawa game Lemmings dari konsol PlayStation ke platform mobile (Android dan iOS).
Game puzzle-platformer ini pertama kali dirilis pada tahun 1991 dan di-remake oleh Sony pada tahun 2006 untuk PlayStation Portable, PlayStation 2, dan PlayStation 3. Kini, Lemmings telah tersedia secara gratis di Play Store dan App Store.
Developer Sad Puppy Limited menyajikan ribuan level menantang yang penuh dengan teka-teki, perangkap, dan sangat berbahaya. Menariknya, Anda juga dapat menemukan dan mengumpulkan para hewan lemming imut yang unik ini untuk bersaing melawan pemain lain dalam turnamen untuk mendapatkan hadiah penting.
Karena bisa berkompetisi dengan pemain lain dari seluruh dunia, artinya kita perlu koneksi internet untuk memainkan game Lemmings. Saya sudah mencoba beberapa level, terasa menyenangkan sekaligus menantang. Anda harus memastikan proses migrasi para lemming mencari habitat baru berjalan baik, masalahnya mereka terlalu bersemangat dan bermigrasi dalam kelompok besar.
Sebagai game free to play, Lemmings memang gratis untuk dimainkan, namun developer juga harus memonetisasi game. Mereka pun menerapkan sistem energy, di mana Anda membutuhkan energy untuk terus memainkan game ini.
Bila energy habis, Anda cukup berhenti sejenak sambil menunggu energy terisi kembali atau membeli energy dengan uang sungguhan. Sistem ini harusnya tidak terlalu mengganggu bila dibandingkan pop up iklan.
Video game kompetitif telah berkembang sangat pesat, dari sekadar persaingan di game center menjadi industri bernilai jutaan dolar. Para pemain, yang kini sudah layak menyandang gelar “atlet”, menyandang reputasi serta popularitas layaknya selebritas. Esports membuat video game berubah bukan hanya hiburan lagi tapi juga menjadi mata pencaharian yang menjanjikan.
Begitu gemerlap dunia esports terlihat di permukaan. Tapi mungkin kita tidak sadar bahwa di balik semua itu ada harga yang harus dibayar. Ketika seseorang terjun menjadi atlet profesional, ia harus mencurahkan seluruh energinya, terkadang sampai harus mengorbankan banyak aspek kehidupan lain.
Stasiun berita CBS baru-baru ini merilis dokumenter singkat yang mengisahkan tentang perjuangan atlet esports dengan judul Esports: The Price of the Grind. Mereka mewawancara orang-orang dari berbagai elemen esports, termasuk di antaranya Doublelift (Yiliang Peng) yang merupakan atlet League of Legends di Team Liquid, SPACE (Indy Halpern) yang bermain di tim Overwatch Los Angeles Valiant, hingga Thresh (Dennis Fong) yang tercatat di Guinness World Record sebagai gamer profesional pertama di dunia.
Risiko menjadi atlet esports
Para pegiat esports ini sepakat bahwa karier di dunia esports adalah karier yang berisiko. Ada berbagai hal yang dapat membuat profesi tersebut terasa sangat berat, bahkan bisa menghancurkan karier seseorang sewaktu-waktu. Berikut ini di antaranya.
Masalah kesehatan
Anda yang sering bermain MMORPG pasti mengenal istilah “grinding”, yaitu melakukan suatu kegiatan berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama untuk meningkatkan level karakter kita. Banyak atlet esports percaya bahwa untuk menjadi pemain yang baik, mereka pun harus melakukan grinding di dunia nyata. Seorang gamer profesional bisa menghabiskan waktu hingga 12 jam sehari hanya untuk bermain, berlatih, dan meningkatkan keahlian.
Pola hidup seperti ini pada akhirnya bisa berujung pada cedera, terutama cedera tangan. SPACE misalnya, berkata, “Bila saya bermain terlalu lama, saya akan merasa sakit (di pergelangan tangan) pada malam harinya.” Begitu pula dengan bagian tubuh lain seperti punggung atau pundak. Gamer profesional rawan terkena cedera otot, sindrom carpal tunnel, dan berbagai kondisi medis lainnya. Padahal SPACE baru berusia 18 tahun.
Stres dan burnout
Bermain game itu memang menyenangkan. Tapi ketika sudah menyandang gelar profesional, game tak lagi hanya hiburan melainkan juga profesi. Ada tuntutan yang harus dipenuhi, dan seorang pemain harus menghabiskan banyak waktu memainkan satu game saja hingga mahir. Ini bisa menimbulkan rasa bosan, bahkan burnout yang membuat atlet jadi kehilangan motivasi bermain.
“Dulu ketika saya bermain di SMP atau SMA, rasanya tidak terlalu stres karena saya tidak berkompetisi begitu keras. Tapi ketika saya memasuki esports, tingkat tekanannya jauh berbeda karena saya bermain melawan para profesional,” ujar SPACE. Isu stres ini menjadi masalah besar terutama ketika menjelang pertandingan besar. Atlet esports punya banyak penggemar, dan keinginan untuk tidak mengecewakan mereka adalah beban tambahan yang dapat membuat atlet susah tidur. Apalagi bila mereka bermain di tim yang mewakili kota atau negara tertentu.
Stigma negatif masyarakat
Saat ini esports memang sudah sangat populer, bahkan mungkin mendekati mainstream. Di negara seperti Amerika Serikat sudah banyak kampus-kampus yang menawarkan program pendidikan esports, begitu pula di Indonesia sudah mulai ada beberapa. Akan tetapi, mereka yang belum tenar sering kali masih dipandang sebelah mata. Mereka dianggap hanya buang waktu, atau dianggap hanya sekumpulan nerd yang tidak bisa bersosialisasi.
Padahal pada kenyataannya, kehidupan sebagai gamer profesional menuntut atlet untuk bisa bekerja dengan baik dalam tim, malah mungkin menjadi pemimpin di antara kawan-kawannya. Program pendidikan esports pun tidak hanya mengajarkan soal cara bermain, tapi juga cara komunikasi serta penyusunan strategi.
Sulit menjalani percintaan
Tim esports sering kali tinggal di satu rumah yang sama, baik itu sebagai asrama tetap ataupun bootcamp sementara. Selain itu mereka juga banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan. Sulit bagi atlet dengan pola hidup seperti ini untuk berkenalan dengan orang lain dan menjalin hubungan asmara. Mereka yang sudah memiliki kekasih pun, akan merasa teruji ketika salah satu pihak masuk ke dunia esports.
“Ketika Anda tinggal bersama dengan 6-7 lelaki lain, dan semuanya begitu serius berlatih, mana mungkin akan pergi bersantai selama akhir pekan? Saya rasa ada tekanan sosial seperti itu, bahkan meskipun tidak ada yang mengatakan atau membuat aturan tertulis,” kata Thresh.
Sebuah game bisa mati kapan saja
Jurnalis esports senior Richard Lewis memaparkan bahwa esports berbeda dengan olahraga biasa. “(Pemegang kekuatan terbesar) adalah para developer. Mereka yang membuat game, dan game itu adalah properti intelektual mereka. Tidak ada asosiasi pemain, tidak ada perserikatan… Tidak ada orang yang menjaga Anda,” jelasnya.
Tidak ada pemain sepak bola yang perlu takut bahwa tahun depan sepak bola akan punah. Begitu juga cabang-cabang olahraga lainnya. Mereka juga memiliki lembaga-lembaga yang memayungi seperti NFL, FIFA, atau NBA. Tapi hal ini beda dengan esports. Bayangkan bila Valve tiba-tiba memutuskan untuk menutup server Dota 2. Ke mana para atlet Dota 2 harus berpulang? Jangankan menutup server, menutup kompetisi Dota Pro Circuit saja sudah bisa membuat banyak orang kehilangan mata pencaharian. Wajar bila kemudian karier atlet esports sering berumur pendek.
Wujud dukungan yang dibutuhkan atlet esports
Atlet esports telah berkorban begitu banyak, dan hasilnya, mereka pun mendapat penghasilan serta ketenaran yang layak. “Saya selalu berkata bahwa ya, terkadang (esports) menyebalkan, karena semua masalah yang ada. Tapi pada akhirnya, semua itu sungguh setimpal, dan bagi banyak orang hidup saya adalah mimpi yang jadi kenyataan,” kata Doublelift.
Akan tetapi meski pengorbanannya “worth it”, bukan berarti masalah-masalah di atas lalu kita biarkan begitu saja. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pihak-pihak sekitar atlet untuk mendukung perjuangan mereka, yang pada akhirnya juga akan berdampak positif pada ekosistem esports keseluruhan.
Dukungan orang tua
Esports adalah sebuah karier. Profesi. Cita-cita. Sama seperti cita-cita lainnya, seorang anak tidak akan bisa mencapainya dengan maksimal apabila tidak mendapat restu orang tua. Sudah banyak legenda-legenda esports yang membuktikan bahwa dukungan orang tua sangat penting. Sumail dari tim Evil Geniuses misalnya, orang tuanya bahkan rela memboyong seluruh keluarga dari Pakistan ke Amerika agar sang anak dapat bermain Dota. Begitu pula dengan atlet-atlet lain, seperti misalnya JessNoLimit yang selalu berkata bahwa ia ingin membanggakan orang tua.
Salah satu orang tua itu adalah Kara Dang Vu, ibu dari pemuda bernama Conner Dang Vu yang sedang berusaha menjadi pemain Overwatch profesional. Ia sadar bahwa zaman sudah berubah, dan orang tua harus memahami perubahan tersebut. “Mungkin sudah waktunya bagi kita, sebagai generasi yang berbeda, untuk melihat dunia dari mata mereka,” ujarnya.
Dokter dan psikolog dalam tim
Kesehatan atlet sangat penting untuk diperhatikan, jadi tim esports sebaiknya memiliki dokter atau kru medis yang bertugas memantau kondisi para anggotanya. Akan tetapi kesehatan bukan hanya soal fisik, tapi juga soal mental.
Tim esports seperti Los Angeles Valiant memiliki psikolog tersendiri yang dapat membantu para pemain mengatasi stres. Metodenya bisa bermacam-macam, bahkan sebagian melibatkan aktivitas fisik juga. Olahraga memang telah lama dipercaya dapat meredam emosi negatif, karena dengan berolahraga, tubuh akan terangsang untuk memproduksi hormon yang bersifat sebagai antidepresan. Dengan penanganan seperti ini, diharapkan atlet dapat berlatih dengan lebih nyaman dan tidak sampai burnout.
Pendidikan atau beasiswa
Saat ini kita sedang berasa di “generasi pertama esports”. Ekosistem ini muncul dengan menjanjikan jumlah uang yang besar, dan masih terus berevolusi untuk menuju industri yang sustainable. Agar esports bisa menjadi sesuatu yang berkesinambungan layaknya olahraga konvensional, kita butuh regenerasi. Bukan hanya atlet tapi juga peran-peran lainnya. Esports adalah sebuah profesi, dan profesi tidak bisa dilakukan tanpa adanya keahlian sebagai bekal.
Karena itulah, munculnya pendidikan esports di SMA dan kampus-kampus merupakan langkah yang sangat baik. Saat ini kita masih meraba-raba. Tapi di generasi esports berikutnya, mereka akan menjalankan industri ini dengan ilmu serta pengalaman yang terakumulasi dari generasi sebelumnya. Saya pun yakin esports akan terus ada untuk waktu yang lama, tapi tidak ada yang bisa menebak bentuknya nanti seperti apa.
Catatan Tambahan: Sebuah pelajaran dari Daigo Umehara
Ada satu hal yang membuat saya merenung setelah menonton Esports: The Price of the Grind. Bila kita kerucutkan, sepertinya masalah utama esports saat ini ada pada sustainability. Semua pihak sedang berusaha menuju ke sana. Penyelenggara turnamen ingin agar kompetisi bisa lebih sustainable, atlet ingin terus bisa bermain dalam waktu yang lama, dan developer ingin game mereka tetap hidup dan dimainkan oleh banyak orang.
Namun untuk mencapai tahap sustainable itu, sepertinya “grinding” bukanlah jawaban yang tepat. Ketika kita memaksakan diri untuk melakukan sesuatu secara terus-menerus, nilai tambah dari kegiatan itu justru makin mengecil (diminishing result). Kita bisa belajar sedikit tentang sustainability ini dari salah satu atlet esports paling veteran di dunia, Daigo Umehara.
Dalam bukunya yang berjudul The Will to Keep Winning, Daigo berkata bahwa berlatih dan bermain terlalu banyak itu adalah hal yang buruk. Atlet esports seharusnya tidak memforsir diri demi mengejar target jangka pendek, karena itu akan membuat mereka hancur baik secara fisik maupun secara mental.
Daigo sendiri memiliki rutinitas latihan yang berkisar hanya antara tiga sampai enam jam sehari. Menurutnya, kualitas latihan lebih penting daripada kuantitas. Lebih baik menghabiskan sedikit waktu namun berhasil mempelajari hal baru, daripada bermain belasan jam tapi tidak mendapat peningkatan apa-apa.
Mungkin para pegiat esports bisa belajar dari prinsip ini, bahwa untuk menciptakan ekosistem yang sustainable kuncinya adalah dengan menciptakan rutinitas yang sustainable pula. Ini tidak hanya berlaku bagi atlet. Organizer turnamen juga harus merancang jadwal kompetisi yang sustainable, yang memberi ruang bagi tim-tim esports untuk beristirahat serta mengeksplorasi hal baru. Sementara developer game harus bisa menyeimbangkan kecepatan update konten dengan stabilitas meta. Jangan sampai developer terlalu bernafsu merilis konten baru demi monetisasi, sementara para pemain kelabakan dengan meta yang berubah terlalu cepat.
Masalah sustainability di dunia esports ini bisa jadi bahan diskusi panjang sendiri, dan saya rasa para pegiat esports pun sudah banyak yang memikirkannya. Mudah-mudahan artikel ini dan dokumenter dari CBS bisa menjadi pengingat, atau pemicu munculnya ide baru yang akan memajukan ekosistem esports, terutama di Indonesia.
Since Monday (24/12) afternoon, Kominfo has unblocked Tumblr. They normalized 8 DNS after receiving an official letter from Tumblr team stating their commitment to clear the platform from pornographic content.
Previously, Tumblr was officially blocked since March 5th, 2018. Kominfo considered, there’s no effort to filter the negative content and/or certain channel for complaints.
Tumblr has recently changed its policy, starts from eliminating pornographic content in the platform. Currently, Tumblr has blocked all kinds of explicit adult content, including photos, videos, and GIFs.
In addition, Kominfo stated in the release, Tumblr had managed all pornographic content which was reported by the public in March 2018.
– Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Layanan Google Forms, selain dapat digunakan untuk membuat kuesioner online juga bisa dimanfaatkan sebagai metode pendaftaran event, di mana publik bisa mendaftarkan diri untuk mengikuti acara yang akan digelar.
Proses pembuatannya pun semakin mudah dengan interface baru yang disematkan oleh Google. Anda belum pernah menggunakan layanan tersebut untuk survei online? Jangan khawatir! Ikuti panduan pemula berikut untuk membuat formulir pendaftaran secara online dengan Google Forms.
Pertama, silahkan menuju layanan Google Forms di tautan ini.
Login dulu ke akun Google, atau daftar akun baru kalau belum punya.
Setelah login, Anda akan diberi pilihan membuat dokumen blank atau menggunakan template yang sudah ada. Di kasus ini, saya menggunakan dokumen Blank.
Beri judul dan deskripsi dahulu, lalu mulailah menambahkan formulir sesuai kebutuhan. Secara default sudah ada satu formulir, tinggal diedit saja tipenya. Ada banyak tipe formulir yang bisa dipakai. Tetapi untuk jenis dokumen formulir, Anda butuh hanya beberapa, seperti short answer, paragraph, dan file.
Untuk menambahkan formulir baru, klik tanda plus di bilah kanan layar Anda.
Jangan lupa mengubah jenis formulirnya. Sesuaikan dengan data yang ingin dikumpulkan. Untuk alamat rumah, sebaiknya tipe paragraf karena pengguna membutuhkan ruang yang lebih lega.
Dan jika Anda membutuhkan data yang harus diunggah, pilih tipe File Uploaddan tentukan jenis berkas yang boleh diunggah serta jumlah maksimumnya.
Menambahkan Gambar
Selain membuat formulir dalam berbagai jenis, Anda juga bisa menambahkan gambar untuk formulir yang dibuat. Cukup klik formulir teratas kemudian klik tombol gambar di bilah paling kanan seperti di screenshot ini.
Mempercantik Formulir
Anda juga bisa merombak tampilan formulir sehingga terlihat lebih menarik. Caranya klik ikon cat di menu kanan atas. Kemudian dari sana Anda bisa menambahkan gambar header, mengubah warna tema, latar belakang hingga jenis huruf.
Langkah terakhir yang pastinya Anda butuhkan, adalah mendapatkan tautan yang nantinya akan ditampilkan ke publik untuk jadi jalur pendaftaran secara online.
Caranya klik tombol Send di sudut kanan atas.
Di popup yang muncul, ada tiga opsi yang Anda bisa pergunakan, yaitu email, tautan dan semat. Cara termudah adalah dengan memilih opsi tautan (tengah), kemudian beri tanda di opsi shorten URL lalu copy.
Setelah disalin, bagikan tautan tersebut di sales letter atau di undangan digital event Anda.
Selesai, Anda sudah selesai membuat formulir pendaftaran secara online dengan Google Forms. Jangan lewatkan fitur-fitur terbaru Google Forms yang semakin memudahkan Anda membuat formulir. Semoga tutorial ini bermanfaat.
Memotret dalam format gambar mentah yaitu RAW memang memiliki sejumlah kelebihan dibanding format JPG. Di mana sistem kamera akan merekam setiap informasi gambar secara mandiri, sehingga memberikan fleksibilitas yang tinggi saat mengeditnya.
Tetapi menyimpan foto dalam format RAW ini sangat rakus memakan memori, Anda juga harus mengolahnya untuk mendapatkan kualitas maksimal. Selain membutuhkan skill editing, Anda juga membutuhkan software untuk mengedit file RAW.
Bagi pengguna kamera mirrorless dengan sensor Foveon yakni DP Merrill series dan dp Quattro series, Sigma telah merilis plugin konversi RAW bernama “Sigma X3F Plug-in for Photoshop“.
Dengan ini, data RAW X3F yang dihasilkan oleh kamera mirrorless Sigma termasuk SD1 / SD1 Merrill – dapat diedit menggunakan software Adobe Photoshop CC yang tentunya lebih familier bagi banyak orang. Sebelumnya, untuk mengolah file RAW X3F harus menggunakan software Sigma Photo Pro.
Tentu saja, Sigma X3F Plug-in for Photoshop ini hanya mendukung format RAW X3F. Format gambar seperti X3I yang dihasilkan oleh kamera Sigma dalam mode multi-shot ‘Super-fine detail’ tidak didukung. Alternatifnya bisa menggunakan software Sigma Photo Pro atau Adobe Camera RAW.
Tanpa perayaan atau pengumuman apapun, pabrikan asal Tiongkok Xiaomi resmi punya aplikasi peramban seluler untuk pengguna smartphone berbasis Android. Dinamai Mint Browser, platform baru buatan Xiaomi ini akan bersaing dengan sederet nama-nama besar seperti Opera Mini, Google Chrome, UC Web dan Firefox.
Memiliki ukuran hanya 11 MB dan bebas iklan, Mint memboyong sebagian besar fitur yang dapat dijumpai di peramban seluler modern namun dengan beban yang ditekan seminimal mungkin. Meski terkesan ringkas, Mint menawarkan pengalaman browsing web multi-tab yang handal di samping menyediakan modus incognito untuk yang tak ingin “diawasi”.
Ketika Mint dijalankan, ia akan menyambut pengguna dengan daftar situs web yang dipilih sebelumnya. Daftar ini sudah barang tentu dapat dimodifikasi, ditambahkan atau juga dikurangi. Di bagian atas, ada juga bilah pencarian di mana Anda dapat memilih mesin pencari favorit, seperti Google dan Bing. Peruntukannya yang spesifik untuk perangkat minimalis terasa masuk akal dengan adanya fitur memangkas penggunaan data dan kemampuan me-render laman web dengan kecepatan yang sangat baik.
Bagi mereka yang gemar membaca di malam hari, Mint juga menawarkan mode gelap, fitur yang dimaksudkan untuk mengurangi kelelahan pada mata. Bahkan, dengan kemasannya yang terlihat minimalis, Mint Browser mampu menawarkan keleluasaan kepada pengguna untuk beralih dari satu agen ke agen pengguna lainnya dan memilih versi iPhone atau Desktop dari situs web favorit mereka.
Bagi yang ingin mencoba rasa Mint Browser buatan Xiaomi ini, Anda tidak harus berdomisili di India seperti yang dilaporkan oleh sejumlah media. Karena redaksi Dailysocial telah mencoba mengunduh aplikasi dan berhasil. Mint tersedia di Google Play Store dan kompatibel untuk ponsel yang berjalan di Android 4.4 atau lebih tinggi.