Monthly Archives: January 2020

Ternyata Orang Asia, khususnya Indonesia, Lebih Gemar Selfie!

Dewasa ini, semakin banyak perangkat Android yang memiliki kamera dengan hasil yang bagus. Lihat saja perangkat seperti OPPO Reno 10x Zoom, Huawei Mate 30 Pro, Xiaomi Mi Note 10 Pro, dan lain sebagainya. Hal ini tentu saja membuat pengambilan gambar setiap hari tentu saja menjadi lebih bisa diandalkan.

Hal tersebut juga berlaku dengan kamera depan yang biasa dipakai untuk mengambil selfie. Mengabadikan momen bersama rekan dan pasangan memang sering menggunakan kamera depan yang bisa langsung dilihat hasilnya dengan mudah. Walaupun begitu, hasil kamera depan selalu tidak lebih baik dari kamera belakangnya.

Selfie - graphics

Namun, tahukah Anda bahwa ternyata dalam mencari sebuah smartphone, orang akan mencari terlebih dahulu mengenai kamera depan? Hal tersebut terungkap dalam data dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh iPrice. Dalam volume pencarian di Google, kamera depan masih menjadi kata kunci yang paling dicari dibandingkan dengan kamera belakang.

Tingginya volume pencarian kata kunci kamera depan di mesin pencarian Google juga dipengaruhi oleh pemutakhiran pada kamera ponsel masa kini. Tahun ini kita telah melihat seberapa jauhnya produsen smartphone mengembangkan kamera pada perangkat mobile mereka.

Selfie - Phones

Smartphone yang beredar di kawasan Asia memang mendukung budaya untuk mengambil gambar sendiri. Hal ini ditandai dengan banyaknya perangkat yang memiliki kamera depan di atas 16 MP. Pada tahun 2019 sendiri, setidaknya ada 364 smartphone model baru yang dijual dengan kamera depan berukuran lebih dari 16 MP.

Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan merek Amerika seperti iPhone dan Pixel yang masih menggunakan sensor dengan resolusi di bawah 16 MP.

Pada tahun 2019 juga ditemukan beberapa perangkat yang memiliki resolusi besar pada kamera depannya dibandingkan dengan kamera belakangnya. Setidaknya ada 16 model yang memiliki spesifikasi seperti itu. Huawei, Samsung, Vivo, Infinix, dan Xiaomi adalah merek yang paling bereksplorasi untuk bagian kamera depan.

Selfie - asia vs us

Kamera depan yang dibenamkan deretan produsen itu bahkan berukuran 2x lipat kamera belakang. Ponsel-ponsel yang ditopang kamera depan berukuran besar ini juga seakan ditegaskan untuk kebutuhan selfie.

Selfie - belakang vs depan

iPrice sendiri memprediksi bahwa optimisasi kamera depan melalui peningkatan megapiksel akan masih terus dilakukan. Selain itu, pengembangan eksplorasi perangkat lunak untuk kamera depan akan lebih pesat. Aplikasi/platform media sosial yang mengandalkan fitur kamera depan untuk berinteraksi akan semakin diminati. Dan terakhir, megapiksel yang semakin besar akan mendorong orang untuk mempelajari photo editing.

Sumber: iPrice

Demi Regenerasi, 100 Thieves Meluncurkan 100 Thieves Next

League of Legends Amerika Utara memang memiliki permasalahan kualitas player pool. Impor pemain menjadi jalan keluar paling cepat dan efektif bagi tim yang bermain di NA LCS.

Tetapi mau sampai kapan region ini dijuluki sebagai rumah untuk pemain pensiunan? Contohnya adalah Bae “Bang” Jun-sik  yang pindah ke region Amerika Utara setelah memutuskan untuk berpisah dengan SKT T1. Bang, yang karirnya sudah menurun di tahun 2018, akhirnya menerima tawaran untuk bermain di region Amerika Utara.

Untuk perbandingan, NA LCS memiliki total 41 pemain yang berasal dari luar Amerika Utara. Sedangkan region Eropa LEC hanya memiliki 6 pemain impor. LPL Tiongkok sendiri ada 29 pemain dari luar Tiongkok. LCK Korea sama sekali tidak memiliki pemain impor.

Alasan dari meningkatnya pemain impor di NA LCS adalah kualitas talenta muda yang tidak mumpuni. Riot Games Amerika Utara sudah berusaha untuk membuat program guna membina talenta muda, yaitu dengan mengadakan NA Academy League. Merasa kurang efektif terhadap NA Academy League, 100 Thieves juga meluncurkan program mereka sendiri yaitu 100 Thieves Next.

 

Membina pemain yang masih sangat muda, 100X berisikan 3 pemain yang masih bersekolah. Chris “PapaSmithy” Smith sebagai General Manager League of Legends dari 100 Thieves berkata bahwa ia ingin memberikan kesempatan pada pemain muda untuk menjalani sekolah dan membangun karir esports mereka secara bersamaan. Sehingga ketika selesai bersekolah, mereka diharapkan untuk siap bersaing di NA LCS. Pemain-pemain ini diambil dari leaderboard peringkat Challenger League of Legends Amerika Utara.

Selain upaya dari organisasi dari 100 Thieves, Riot Games juga perlu mengembangkan programnya lebih lanjut lagi. Sampai saat ini masih terbukti bahwa NA Academy league belum sangat membantu untuk mengurangi pemain impor. Riot Games harus bekerja sama dengan para organisasi esports di Amerika Utara untuk membantu mereka melakukan scouting talenta baru.

Studi Terbaru Klaim Kemampuan Spasial Pria dan Perempuan Sama

Selama hampir 40 tahun, para peneliti percaya, laki-laki memiliki spatial cognition — kemampuan terkait navigasi, seperti membaca peta — yang lebih baik daripada perempuans, khususnya terkait hasil tes rotasi mental. Dengan tujuan untuk mempelajari spatial cognition pada individu dan gamer, Mark Campell dan Adam Toth dari Lero Esports Science Research Lab melakukan penelitian di University of Limerick, Irlandia. Berdasarkan riset tersebut, diketahui bahwa kemampuan spatial cognition laki-laki dan perempuan sama.

“Nilai yang lebih tinggi pada tes spatial cognition biasanya berarti seseorang memiliki IQ yang lebih tinggi dan pemahaman yang lebih baik tentang mata pelajaran STEM (Science Technology Engineering and Math) di sekolah dan universitas,” kata Campbell, menurut laporan Technology Network. Sementara Toth mengatakan bahwa studi yang mereka lakukan menunjukkan bahwa pria tidak memiliki kelebihan dalam tes rotasi mental. Dengan memperpanjang durasi tes, pria tidak pasti mendapatkan nilai yang lebih tinggi dari perempuan. Atau jika laki-laki mendapatkan nilai yang lebih tinggi, biasanya ada alasan lain yang menyebabkan hal itu dan bukannya gender.

Untuk melakukan studi ini, Campbell dan Toth menggunakan teknologi eye-tracking paling canggih. Satu hal menarik lainnya yang ditemukan dari riset yang dirilis di Nature Scientific Reports ini adalah strategi yang digunakan oleh pria dan perempuan dalam menyelesikan tes biasanya berbeda. Itu menunjukkan, untuk mencapai hasil yang sama, perempuan dan laki-laki menggunakan cara yang berbeda.

EVOS Galaxy Sades - PBIWC 2019
EVOS Galaxy Sades di PBIWC 2019 | Sumber: Point Blank Indonesia

Saat ini, industri gaming dan esports memang masih didominasi oleh laki-laki. Menurut T. L. Taylor, seorang profesor di bidang studi media komparatif di Massachusetts Institute of Technology (MIT), salah satu alasan mengapa perempuan enggan untuk masuk ke dunia esports adalah karena harassment (penggangguan) yang kerap terjadi.

Hybrid sempat mengobrol Violetta “Caramel” Aurelia yang merupakan bagian dari tim khusus perempuan EVOS Esports. “Untuk ini sangat perlu,” kata Violetta ketika ditanya apakah turnamen esports khusus perempuan perlu diadakan. “Walaupun nggak ada batasan fisik buat pemain, tapi pada kondisi esports sekarang, pemain perempuan jadi sulit ikut berkompetisi di kompetisi resmi karena alasan seperti, perempuan itu susah dikendalikan emosinya, baperan dan lain sebagainya.” Dia mengatakan, dengan adanya turnamen khusus perempuan, hal ini akan mendorong para pemain perempuan untuk ikut aktif dalam berkompetisi.

Perkataan Violetta ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Shinta Dhanuwardoyo, CEO dan Pendiri Bubu.com, yang menyelenggarakan IDBYTE 2019. Ketika itu, IDBYTE 2019 tidak hanya mengadakan konferensi terkait esports, tapi juga turnamen PUBG Mobile yang dibagi dalam dua kategori berdasarkan gender. Satu hal yang Shinta banggakan adalah fakta bahwa hadiah turnamen untuk perempuan sama dengan total hadiah turnamen pria. Turnamen khusus perempuan itu diharapkan bisa menjadi platform bagi atlet esports perempuan untuk unjuk gigi. Di masa depan, dia berharap pemain esports perempuan akan bisa bersaing di pertandingan atau tim yang sama dengan tim pria.

Sumber header: Undark

Bizdev dalam Startup

Ruang Lingkup Tim Bizdev dalam Startup

Dalam berorganisasi, semua orang dari berbagai divisi punya tugas yang saling berkesinambungan antara satu dengan yang lainnya. Dengan caranya masing-masing, arah yang ingin disasar semuanya sama, ingin mengejar apa yang sudah ditetapkan perusahaan dalam visi.

Pun demikian untuk tim business development atau lebih sering disingkat menjadi bizdev. Ada yang mengasumsikan tim ini termasuk bagian dari sales, padahal sebenarnya sangat berbeda.

#SelasaStartup edisi pekan terakhir di Januari 2020 mengundang CEO Belimobilgue Johnny Widodo untuk berbagi pandangannya soal serba-serbi bizdev dan ruang lingkupnya di startup.

Bizdev tidak sama dengan sales

Sebelum bergabung di Belimobilgue dan menjadi CEO, Johnny merupakan profesional dengan segudang pengalaman di bidang analisis, pemasaran, penjualan dan operasional di lintas industri. Jabatan sebelumnya di Ovo adalah Director of Sales and Partnerships.

Berbekal dari pengalamannya tersebut, ia paham betul bagaimana posisi bizdev yang semestinya. Menurutnya, tim bizdev punya ranah yang berbeda. Mereka punya tugas bagaimana cara mengembangkan bisnis untuk menyasar konsumen baru dan yang sudah ada.

Dia mencontohkan, perusahaan yang bergerak di bidang air kemasan punya target untuk menyasar segmen baru. Sebelumnya perusahaan membuat air kemasan bersama PT A, segel mengambil dari PT B dan label dari PT C. Ketika mau ekspansi, tim bizdev akan tweak ide baru dengan potensial partner yang mau mereka gaet.

“Orang bizdev akan berpikir kenapa enggak jualan minuman karbonasi saja? Dari situ mereka akan berpikir untuk cari rekanan untuk supplier sirup, sementara botol dan merek dari sendiri. Seperti itu cara pikir orang bizdev,” ujarnya.

Sedangkan orang sales adalah orang-orang yang tugasnya untuk menjualkan produk tersebut. Ada target yang harus dicapai oleh mereka secara periodik untuk masing-masing orang.

Kesalahan umum orang bizdev

Menurutnya kesalahan paling umum yang sering dilakukan tim bizdev, terutama di startup baru dirintis, adalah mental block, cenderung gampang berasumsi tapi pada akhirnya tidak melakukannya.

Selanjutnya adalah kurang melakukan follow up. Mereka harus banyak melakukan pemetaan proses agar terekam baik mana yang bisa di-follow up mana yang sebaiknya cari yang lain.

Agar tidak demikian, ia memberi tips bahwa tim bizdev harus open minded, punya inisiatif tinggi dan berani untuk mencoba. “Prinsipnya yang penting coba dulu, dari situ banyak belajar, jangan lupa untuk rajin follow up, dan jangan terpaku sama satu lead. Ketika sudah menemukan atau belum potensial partner, harus rajin explore terus.”

Menentukan skala prioritas

Johnny juga memberikan tips bagaimana menentukan skala prioritas bagi tim bizdev saat menjajaki calon rekanan yang potensial. Dia menekankan bahwa strategi bizdev harus sejalan dengan apa yang diinginkan perusahaan. Perlu diskusi internal dan tes secara terbatas apakah sudah sejalan arahannya.

Ketika sudah jelas, maka tim bizdev mulai mencari enabler-nya. Siapa yang kira-kira bisa diajak kerja sama. Tim harus aktif “ketuk pintu” untuk mendapatkan leads. Terkadang tiap bertemu orang baru, tidak bisa ketemu langsung dengan pihak yang bertanggung jawab sebagai pengambil keputusan.

“Kalau itu terjadi, berarti harus cari celah sampai akhirnya bisa bertemu dengan decision maker untuk langsung presentasi. Dari yang tadinya ide berdasarkan eksplorasi, kini jadi lebih konkret dan bisa langsung dijalankan dengan partner.”

Dengan pengalaman matang Johnny, sejak dia pimpin, dalam kurun waktu Agustus 2019 hingga kini mengalami pertumbuhan yang pesat ketimbang Belimobilgue berdiri di 2017. Disebutkan kini perusahaan telah tersebar di 110 lokasi di tujuh kota, di antaranya Jabodetabek, Bandung, Bali, Surabaya, Medan, Yogyakarta, dan Semarang.

Lalu, ada 2 ribu mitra yang telah digaet untuk membeli suplai mobil bekas yang dijual melalui platform. Tim pun tumbuh pesat hingga 800 orang.

InYourdreaM dan Jhocam Terdaftar Sebagai Pemain T1 di DPC 2019/2020

Redupnya ranah kompetitif Dota 2 di Indonesia membuat beberapa pemain memilih untuk meneruskan karir di luar negeri. Muhammad “inYourdreaM” Rizky dan Tri “Jhocam” Kuncoro sudah resmi terdaftar sebagai pemain di roster Dota 2 tim T1. Belum ada pengumuman resmi mengenai perubahan roster-nya. Tetapi Anda bisa melihat bahwa perubahan yang terjadi di T1 cukup banyak. Hengkangnya Kim “Febby” Yong-Min memang sudah diperkirakan. Pasalnya, Febby sekarang sudah berpindah tim ke TNC Predator sebagai pelatih. Masuknya Dominik “Black^” Reitmeier juga tertulis di halaman pendaftaran Major dan Minor untuk DPC musim 2019/2020.

Sumber: Dota2.com
Sumber: Dota2.com

InYourdreaM sendiri memang sudah dikabarkan akan bermain di luar negeri. Melihat beberapa post Instagram darinya memang terlihat sedang berada di luar negeri. Tetapi belum diberitakan secara resmi ke tim mana dia akan berlabuh. Jhocam yang kemarin sempat tidak ada kabar setelah memperkuat tim nasional Indonesia di SEA Games 2019, akhirnya terlihat akan menemani inYourdreaM di T1.

Mungkin masih banyak yang belum mengenal, T1 adalah organisasi asal Korea Selatan yang terkenal dengan roster League of Legends-nya. T1 pertama kali membentuk roster Dota 2 pada bulan Agustus tahun lalu, yang berisi Christian “Skadi” John Abasolo, Lee “XemistrY” Jae Hyung, Lee “Forev” Sang Don, Kim “Febby” Yong Min, Johan “pieliedie” Astrom. Tidak dapat meraih prestasi apapun dan gagal melaju ke DreamLeague Season 13 melalui kualifikasi Asia Tenggara, akhirnya T1 memutuskan untuk melakukan perubahan.

Black^ merupakan pemain veteran yang sudah lama tidak bertanding di ranah kompetitif. Ia terakhir kali bermain di tim Infamous pada bulan Juni 2019. Karena hal ini, saya tidak bisa berspekulasi apapun mengenai Black^. Hanya Lee “Forev” Sang-Don sendiri yang tersisa dari Roster Dota 2 T1 sebelumnya. Forev sendiri memang memiliki segudang pengalaman di ranah kompetitif Dota 2 bahkan di The International. Guo “qzxuan” Yixuan adalah pemain asal Kanada yang sempat bermain di tim Demon Slayers dan meraih peringkat runner-up di DreamLeague Season 12.

Menurut saya, susunan role dari roster ini adalah:

  • Black^ – Carry
  • inYourdreaM – Midlane
  • Forev – Offlane
  • Jhocam – Support 4
  • Qzxuan – Support 5

Seharusnya para penggemar Dota 2 di Indonesia juga tidak sabar untuk melihat mereka bermain. Dua pemain hebat dari Indonesia akhirnya memulai karir di luar negeri setelah Kenny “Xepher” Deo dan Andrew “Drew” Halim. Mungkin Anda dapat melihat mereka pertama kali bertanding di kualifikasi ESL One Los Angeles untuk Asia Tenggara.

Cara menonton film Gundala Online di Vidio dot Com

Cara Nonton Film Gundala Online

Menikmati hiburan di era serba terhubung sekarang ini bukanlah perkara sulit. Ada banyak pilihan yang bisa digunakan, di antaranya program streaming berbayar dari Hooq, atau paket streaming dari Catchplay dan juga iFlix yang juga ikut bermain di ceruk yang sama.

Kalau masih kurang, saya tambahkan Vidio, layanan streaming premium lain yang menawarkan program-program menarik mulai dari film dalam negeri, luar negeri dan olahraga. Salah satu film yang bisa Anda nikmati dan cukup in sekarang adalah Gundala.

Menonton film Gundala secara legal ternyata tidak harus mahal. Bahkan di Vidio, Anda tidak hanya dapat menikmati film ini, melainkan sejumlah program keren lain dengan biaya berlangganan mulai Rp 10.000 untuk 7 hari berlangganan. Murah, kan?

Cara menonton Gundala di Vidio bagi yang baru saja gabung, cukup mudah.

  • Lebih mudah saya menyarankan Anda untuk mengunduh aplikasi Vidio.com di Play Store.
  • Install kemudian jalankan aplikasi, jangan lupa daftar akun.
  • Setelah itu, temukan banner penawaran film Gundala atau gunakan fitur pencarian jika Anda tidak mendapatinya di halaman depan.

Screenshot_20200130-165709_Vidio(1)

 

  • Tap judul filmnya, kemudian tap tombol Play Now.

Screenshot_20200130-165715_Vidio(1)

  • Karena film Gundala termasuk program premium, maka Anda harus melakukan pembelian paket premium sebelum dapat menikmatinya. Pilih paket yang ditawarkan oleh Vidio di layar Anda.

Screenshot_20200130-165723_Vidio(1)

  • Lalu Anda akan dihantarkan ke proses pembayaran, pilih metode pembayaran yang menurut Anda paling mudah.

Screenshot_20200130-165753_Vidio(1)

  • Di kasus ini, saya memilih metode pembayaran memakai Dana.

Screenshot_20200130-165805_Vidio(1)

  • Berikutnya Anda akan diminta memasukkan nomor ponsel, kode OTP dan juga PIN Dana.

Screenshot_20200130-165830_Vidio(1)

  • Kemudian lakukan konfirmasi untuk yang terakhir kali.

Screenshot_20200130-170241_Vidio(1)

  • Selesai, pembayaran dinyatakan tuntas.

Screenshot_20200130-170254_Vidio(1)

Setelah tahap pembayaran selesai, Anda bisa kembali ke aplikasi Vidio dan menonton film Gundala atau film-film lain yang termasuk ke dalam paket yang Anda beli.

Selamat menonton!

Produk keuangan GrabKios

Tahun 2020 GrabKios Hadirkan Sejumlah Produk Baru, Termasuk Asuransi dan Pinjaman Dana

Di tahun 2020 ini banyak rencana yang akan dilancarkan GrabKios (sebelumnya Kudo). Bukan hanya menambah jumlah mitra kios menjadi 3,8 juta hingga tahun 2021, tapi juga ingin menghadirkan berbagai layanan finansial dan asuransi untuk mitra agen, pengemudi hingga konsumen.

Head of GrabKios Agung Nugroho mengungkapkan, sudah ada lini bisnis yang mengalami pertumbuhan positif. Dan ke depannya GrabKios akan menambah kemitraan dengan institusi finansial, perbankan hingga startup yang relevan untuk menambah pilihan layanan.

“Kami percaya dengan mitra kios yang besar jumlahnya hingga ekosistem yang ada di Grab, bisa menjadikan GrabKios platform unggulan yang bisa dimanfaatkan oleh jaringan agen untuk membeli produk hingga memanfaatkan fitur tambahan lainnya.”

Asuransi, P2P lending hingga pembelian FMCG dan produk segar

Didirikan sejak 2014, hingga saat ini GrabKios telah memberdayakan lebih dari 2,8 juta mitra dengan jaringan yang tersebar di 505 kota dan kabupaten di Indonesia. Masih fokus kepada warung kelontong, tahun 2020 ini GrabKios juga akan memberikan layanan kepada merchant GrabFood.

Salah satunya dengan menawarkan pinjaman tunai disalurkan melalui kerja sama dengan perusahaan fintech terpercaya yang telah mendapatkan lisensi dari OJK. GrabKios juga akan menyediakan asuransi mikro, ditujukan bagi mitra dan para pelanggan melalui kerja sama dengan perusahaan asuransi.

Sebagai langkah awal, di kuartal pertama 2020 GrabKios akan mulai menawarkan produk pinjaman tunai ini ke mitra pilihan. Untuk mendukung “Gerakan Non Tunai Bank Indonesia”, mereka juga akan menyediakan alternatif metode pembayaran untuk pelanggan mitra berupa Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Dengan kode QR tersebut, pelanggan warung dapat berbelanja dan membayarnya dengan aplikasi dompet digital yang mereka miliki.

Dengan bergabung menjadi jaringan agen GrabKios, semua mitra diberikan akses dashboard yang bisa digunakan untuk membeli kebutuhan tambahan hingga melakukan pembayaran dari konsumen untuk pembayaran listrik hingga membeli voucher pulsa. Dengan demikian akan terlihat secara langsung rekam transaksi mereka yang mempengaruhi penilaian mereka jika berencana untuk mengajukan pinjaman.

“Karena bentuknya adalah capital loan rata-rata pinjaman yang akan diberikan adalah dibawah Rp10 juta. Untuk pembayaran akan dilakukan setiap bulannya. Sementara untuk cash loan tergantung dari persyaratan yang ditetapkan oleh masing-masing asssetmen loan penyedia pinjaman,” terang Agung.

Tidak disebutkan lebih lanjut siapa perusahaan asuransi, platform p2p lending hingga perbankan yang akan digandeng. Untuk produk asuransi tersebut, GrabKios menjamin memiliki harga yang terjangkau dan bisa dimanfaatkan oleh pemilik warung kelontong agar terhindar dari persoalan keuangan jika terjadinya bencana dan risiko lainnya.

“Intinya GrabKios akan melakukan kolaborasi dengan pihak terkait mulai dari layanan p2p lending, perbankan hingga startup agritech untuk menghadirkan pilihan tersebut. Hal itu yang membedakan kami dengan platform seperti p2p lending yang langsung menawarkan produk mereka kepada konsumen, GrabKios justru membuka kesempatan platform terkait untuk bermitra bersama kami,” kata Agung.

“Untuk penyediaan barang-barang yang dibutuhkan oleh warung kelontong dan warung makan kita sudah bekerja sama dengan perusahaan FMCG hingga supplier lainnya, dan saat ini sudah kita lakukan dalam lini bisnis wholesale GrabKios. Untuk penyediaan produk bahan segara, GrabKios bermitra dengan TaniHub.”

 

Menyambut baik persaingan

Selama 5 tahun terakhir GrabKios telah menghadirkan beberapa layanan yang secara signifikan menambah penghasilan para mitranya. Mulai dari berbagai produk digital: pulsa dan paket data, token listrik, pembayaran tagihan (air, listrik, telepon, multi-finance) hingga pendaftaran mitra pengemudi Grab. Ke depannya perusahaan akan terus menambah variasi produk digital lain untuk meningkatkan pendapatan mitra.

Berdasarkan hasil Laporan Dampak Sosial Grab, pendapatan mitra GrabKios meningkat sebesar 51% dengan rata-rata penghasilan mencapai Rp10 juta per bulan. Melalui peningkatan pendapatan mitra yang cukup signifikan, GrabKios telah berkontribusi sebesar Rp2,7 triliun terhadap perekonomian Indonesia dalam 12 bulan terakhir (hingga Maret 2019).

Saat ini makin banyaknya layanan e-commerce, marketplace hingga startup berbasis teknologi yang sengaja menyasar warung atau toko kelontong. Menurut Agung hal tersebut sah-sah saja dilakukan dan menyambut baik makin bertambahnya jumlah kompetitor yang ada.

Menurut Agung selama ini masih banyak pemain lain yang fokus untuk mengakuisisi end consumer, sementara GrabKios memanfaatkan peranan jaringan agen untuk melakukan proses tersebut yang mereka sebut sebagai “cascaded approcach“.

“Yang membedakan, GrabKios memiliki teknologi buatan sendiri yang cara kerja serupa dengan aplikasi Salesforce. Melalui teknologi tersebut, yang saat ini sudah dimanfaatkan oleh ekosistem di Grab (GrabFood) untuk mengakuisisi merchant, kami percaya bisa memberikan layanan lebih baik memanfaatkan jaringan mengakuisisi lebih banyak lagi end consumer,” tutup Agung.

Application Information Will Show Up Here

Kembali Terbentuk, Roster Dota 2 Cloud9 dan LGD International telah Diumumkan

Cloud9 dan LGD.International mengumumkan pembentukan roster Dota 2 mereka. Walaupun terbilang agak terlambat memulai musim, mereka masih memiliki banyak turnamen Major dan Minor yang bisa diikuti. Dua organisasi ini memiliki pengalaman sebelumnya dalam menjalankan tim Dota 2. Pada tahun 2017, Cloud9 memutuskan untuk membubarkan roster Dota 2 mereka. Sedangkan terakhir kali LGD.International memiliki roster Dota 2 adalah pada tahun 2013. Karena ekspansi LGD ke Asia Tenggara, mereka akhirnya membentuk tim Dota 2 kembali dengan pemain yang berasal dari negara-negara di Asia Tenggara.

Dua veteran bersama tiga pemain bintang Asia Tenggara

Sumber: Cloud9
Sumber: Cloud9

Roster Dota 2 Cloud9 sangatlah menjanjikan untuk lolos ke turnamen Major. Rasmus “MISERY” Filipsen dan Johan “pieliedie” Åström merupakan mantan pemain Cloud9 beberapa tahun lalu. MISERY sempat memperkuat Cloud9 pada tahun 2015. Pieliedie sendiri mewakili Cloud9 di The International 2014 dan berhasil meraih peringkat 5. Kedua orang ini tidak perlu diragukan lagi kemampuan dan pengalamannya di ranah kompetitif Dota 2.

Tetapi pertanyaannya, bagaimana sisa tiga pemain lain yang ada di roster Dota 2 Cloud9? Rolen Andrei Gabriel “Skemberlu” Ong bisa dibilang sebagai salah satu pemain bintang di Asia Tenggara. Ia sudah menjadi langganan juara 1 di turnamen-turnamen tier 2 di Asia Tenggara. Skemberlu juga sempat memperkuat CompLexity Gaming di DreamLeague Season 10 dan meraih peringkat di turnamen tersebut.

Masing-masing pemain Dota 2 Cloud9 kali ini memang memiliki pengalaman dalam bermain di turnamen Major. Tidak terkecuali, Cheng “vtFaded” Jia Hao dan Francis “FrancisLee” Lee juga pernah berpartisipasi di turnamen Major. Di tahun 2019, vtFaded meraih peringkat 9 di MDL Chengdu Major saat bermain di EHOME. FrancisLee mungkin yang paling minim pengalaman dari semuanya. Sebelumnya ia bermain di region Amerika Utara dan bermain di babak playoff di Kuala Lumpur Major ketika memperkuat tim paiN X. Pada tahun 2019 kemarin, ia juga berhasil keluar sebagai runner-up di DreamLeague Season 12 saat bermain di Demon Slayer.

LGD.International di Asia Tenggara, minim pengalaman?

 

Valve memiliki peraturan untuk tidak memperbolehkan suatu organisasi esports memiliki dua wakil di The International. Tetapi sepertinya LGD tetap memperbanyak jumlah tim Dota 2 yang mereka miliki. Mungkin hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemungkinan adanya perwakilan LGD di The International.

Apabila dibandingkan dengan Cloud9, pemain yang ada di LGD.International seperti tidak begitu bersinar. Christian ‘Skadi’ John Abasolo dan Yuri ‘Yowe’ Dave Pacaña berasal dari tim asal Filipina yaitu Lowkey Esports. Lalu Wang ‘Gy’ Kok Guan dan Pang ‘BrayaNt`’ Jian Zhe merupakan pemain pindahan dari CDEC Avenger yang juga dimiliki oleh organisasi LGD. Yang terakhir adalah Rick Lee ‘darly’ Ryc Kee asal Malaysia yang bisa dibilang memiliki minim pengalaman bertanding di turnamen besar.

Roster Dota 2 Cloud9 dan LGD.International yang baru dibentuk ini, menurut saya, akan menambah api persaingan di ranah kompetitif Dota 2 Asia Tenggara. Setidaknya, di kualifikasi Asia Tenggara untuk ESL One Los Angeles nanti, Anda bisa mendapatkan tontonan yang lebih seru dari sebelumnya.

Antara Esports dan Olahraga: Sebuah Kenyataan Pahit

Pada 2018, esports jadi bagian dari Asian Games yang diadakan di Jakarta, Indonesia; walau hanya sebagai pertandingan eksibisi. Dalam SEA Games yang diadakan di Filipina tahun 2019, esports menjadi cabang olahraga bermedali. Indonesia mendapatkan dua medali perak berkat esports. Salah satu streamer Fortnite terpopuler, Tyler “Ninja” Blevins bahkan percaya, hanya masalah waktu sebelum esports masuk ke Olimpiade. Terkait hal ini, International Olympic Committee mengatakan, mereka hanya akan mempertimbangkan untuk memasukkan game esports yang merupakan simulasi dari olahraga tradisional, seperti sepak bola atau basket. Semua ini menunjukkan bahwa esports semakin dianggap sebagai olahraga. Karena itu, tidak heran jika banyak orang yang membandingkan keduanya seperti dalam total hadiah.

Membandingkan esports dengan olahraga tradisional juga memudahkan para pelaku atau penggemar esports — yang biasanya merupakan anak muda — untuk menjelaskan bahwa industri esports kini telah semakin berkembang dan tak lagi bisa dipandang sebelah mata. Newzoo memperkirakan, industri esports telah bernilai US$1,1 miliar pada tahun 2019. Sementara dari segi penonton, turnamen esports kini mendapatkan viewership hingga jutaan. Tak berhenti sampai di situ, kota tempat diselenggarakan turnamen esports juga mendapatkan untung karena turnamen esports terbukti memberikan dampak ekonomi positif pada perekonomian lokal.

League of Legends World Championship 2019. | Sumber: RIOT GAMES/COLIN YOUNG-WOLFL
League of Legends World Championship 2019. | Sumber: RIOT GAMES/COLIN YOUNG-WOLFL via Forbes

Mantan pemilik Echo Fox dan pemain profesional NBA, Rick Fox membandingkan turnamen esports dengan liga american football. Pada TMZ, dia berkata bahwa jumlah penonton esports kini mulai menyaingi Super Bowl, turnamen american football tahunan yang diadakan oleh NFL (National Football League). “Di Amerika Utara, american football memang populer, tapi olahraga ini tidak ada di level internasional,” kata Fox pada TMZ. “League of Legends adalah acara global. Jumlah penontonnya mulai menyaingi Super Bowl… dan angka ini terus naik setiap tahun.”

Fox bukanlah satu-satunya orang yang membandingkan esports dengan olahraga tradisional. Memang, Fox tidak salah dengan mengatakan bahwa pertumbuhan esports sangat pesat. Sayangnya, membandingkan esport dengan olahraga tradisional, dalam kasus ini american football, tidak memberikan gambaran keadaan industri esports yang akurat.

Membandingkan industri esports — misalnya dari segi jumlah penonton — dengan olahraga tradisional memang akan memudahkan pelaku untuk meyakinkan investor atau sponsor untuk mendukung organisasi atau turnamen esports tertentu. Masalah muncul ketika seseorang atau sebuah perusahaan memilah data yang mereka berikan pada calon investor, membuat industri esports terlihat lebih besar dari sebenarnya, demi mendapatkan investasi. Ini justru bisa melukai reputasi esports sebagai industri, membuat para investor dan sponsor menjadi kehilangan kepercayaan pada para pelaku industri esports.

Esports dan olahraga tradisional terkadang tak bisa dibandingkan

Fox membandingkan League of Legends, salah satu game esports paling populer di dunia (walau tak terlalu terdengar gaungnya di Indonesia), dengan Super Bowl. Menurut data Riot Games, developer League of Legends, jumlah penonton League of Legends World Championship (LWC) pada 2018 mencapai 99,6 juta orang. Sementara penonton Super Bowl pada tahun yang sama mencapai 103,5 juta orang. Itu artinya, esports League of Legends — game yang baru merayakan ulang tahunnya ke-10 pada Oktober 2019 — dapat menyaingi liga american football yang telah berumur puluhan tahun. Tentu saja hal ini sangat membanggakan untuk League of Legends.

Team Liquid saat memenangkan LCS Summer Split 2019. | Sumber: Dot Esports
Team Liquid saat memenangkan LCS Summer Split 2019. | Sumber: Dot Esports

Namun, menurut VPEsports, LWC tidak seharusnya disandingkan dengan Super Bowl karena LWC adalah liga tingkat dunia, sementara Super Bowl hanya mencakup satu negara, yaitu Amerika Serikat. Super Bowl seharusnya dibandingkan dengan League of Legends Championship Series (LCS), liga League of Legends untuk kawasan Amerika Utara. Pada puncaknya, jumlah penonton LCS hanya mencapai 494 ribu orang, jauh lebih rendah dari 103,5 juta orang penonton Super Bowl. Sementara pada tingkat global, LWC seharusnya dibandingkan dengan Piala Dunia. Penonton Piala Dunia mencapai 3,5 miliar orang, setengah dari populasi dunia. Ini akan membuat jumlah penonton LWC menjadi tidak terlihat ada apa-apanya.

Tebang pilih data

Kalau Anda sering mengikuti berita, Anda pasti familier dengan berita berjudul “clickbait“. Fenomena ini tidak hanya terjadi di media berita mainstream, tapi juga media esports. Masalahnya, “wartawan” yang membuat berita sensasional biasanya tidak segan-segan untuk tebang pilih data demi menampilkan berita yang fantastis nan bombastis. Dan ini bisa membuat salah persepsi tentang industri esports.

Kita ambil League of Legends World Championship sebagai contoh. Riot mengklaim bahwa ada 99,6 juta orang yang menonton babak final LWC, dengan 44 juta penonton menonton saat momen puncak. Namun, menurut Esports Charts, pada titik puncak, hanya 2 juta orang — sekitar 4 persen dari total 44 juta orang — yang berasal dari platform di luar Tiongkok. Sementara 96 persen sisanya merupakan penonton dari Tiongkok, yang biasanya memiliki data yang kurang akurat. Ini menunjukkan bahwa, di luar Tiongkok, penonton League of Legends jauh lebih sedikit dari penonton Super Bowl.

Super Bowl Halftime Show. | Sumber: GQ Australia
Super Bowl Halftime Show. | Sumber: GQ Australia

Tak hanya itu, data yang muncul tentang esports juga tak selamanya seragam. Misalnya, Newzoo mengatakan bahwa nilai industri esports pada 2022 akan mencapai US$1,8 miliar, sementara Goldman Sachs memperkirakan bahwa nilai industri esports akan mencapai US$3 miliar pada tahun yang sama. Hal ini juga lah yang mendorong perusahaan seperti Riot Games dan Activision Blizzard untuk bekerja sama dengan perusahaan analitik dan intelijen pihak ketiga, seperti Nielsen. Organisasi esports sekalipun, seperti Astralis Group juga tertarik untuk bekerja sama dengan Newzoo demi memastikan bahwa data yang mereka dapatkan tentang industri esports memang akurat.

Sekalipun tidak ada masalah pada data esports saat ini, meskipun esports memang ditonton ratusan juta orang, ada satu masalah lain yang harus dipertimbangkan: popularitas tak menjamin keuntungan/pendapatan.

Populer =/= untung

Di Indonesia, Mobile Legends jadi salah satu game esports yang paling populer. Moonton juga serius dalam mengembangkan ekosistem esports game mobile tersebut. Total hadiah Mobile Legends Professional League Season 4 mencapai US$300 ribu, membuatnya menjadi turnamen esports dengan hadiah terbesar di Indonesia pada 2019. Tim-tim yang bertanding di MPL juga tim terbaik. Karena itu, jangan heran jika pengunjung MPL selalu ramai.

Meskipun begitu, pada MPL Season 3, jumlah pengunjung turun drastis. Alasannya? Karena tiketnya berbayar. Memang, masyarakat Indonesia sangat sensitif terhadap harga. Di industri lain, seperti smartphone misalnya, harga juga masih menjadi salah satu pertimbangan utama dalam membeli smartphone. Dari sini, kita bisa tarik kesimpulan bahwa esports mungkin memang populer, jumlah fansnya banyak dan masih muda, tapi popularitas tadi tidak serta merta membuatnya jadi mudah untuk menarik pendapatan dari pasar ini.

Sementara itu, di kancah global, Riot mendapatkan US$1,4 miliar dari esports League of Legends sepanjang tahun. Mereka juga mengaku, bagi mereka, esports tak sekadar menjadi alat marketing, tapi sudah menjadi salah satu pilar bisnis mereka. Dari berbagai liga regional League of Legends, dua di antaranya bahkan telah menghasilkan untung, yaitu League of Legends Professional League di Tiongkok dan League of Legends Korea Championship (LCK) untuk Korea Selatan. Namun, ada beberapa turnamen League of Legends yang tak terlalu sukses sehingga memaksa Riot untuk melakukan konsolidasi.

Tencent League of Legends Pro League
LPL adalah liga League of Legends paling prestisius di Tiongkok | Sumber: The Esports Observer

Anda mungkin berpikir, jumlah yang dihasilkan oleh esports League of Legends sudah besar, tapi, angka itu masih jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan pendapatan atau keuntungan yang didapat turnamen olahraga akbar. Piala Dunia 2018 misalnya, meraih pendapatan sebesar US$5,3 miliar dan mendapatkan untung US$3,5 miliar. Sementara pasar liga sepak bola di Eropa memiliki pendapatan sampai US$31,6 miliar. Ini menunjukkan bahwa esports memang masih belum bisa menyaingi olahraga tradisional, seperti sepak bola.

Namun, itu bukan berarti esports tak memiliki potensi. Jika dibandingkan dengan sepak bola, umur esports jauh lebih muda. League of Legends, salah satu game esports terbesar di dunia, diluncurkan pada 2009. Turnamen untuk game tersebut dimulai pada 2011. Sementara kompetisi esports pertama, yaitu Space Invaders Championship yang diadakan oleh Atari, diadakan pada 1980. Sebagai perbandingan, Premier League pertama kali diadakan pada 1992, La Liga pada 1929, dan Piala Dunia telah diadakan setiap empat tahun sekali sejak 1930. Jadi, jangan kecil hati jika esports saat ini masih belum bisa menyamai industri sepak bola. Dari segi umur, industri esports ibarat masih sedang imut-imutnya.

Kesimpulannya…

Sekarang, Anda mungkin mulai meragukan potensi industri esports; mulai berpikir, kalau esports tak lebih dari sekadar hype. Membuat Anda ragu akan potensi esports, bukan itu tujuan dari tulisan ini. Saya percaya, esports memiliki potensi untuk berkembang. Mengingat umur industri esports yang masih muda, tak aneh jika pendapatannya masih belum sebanding dengan industri olahraga tradisional yang telah lama ada. Namun, itu bukan berarti esports tak berpotensi untuk tumbuh besar. Startup seperti GoJek telah membuktikan bahwa startup yang masih muda pun bisa bersaing dengan perusahaan tua seperti BlueBird.

Hanya saja, dalam era post-truth seperti sekarang, Anda bisa mengakses informasi apapun yang Anda mau dengan mudah. Masalah yang ada adalah memastikan Anda tahu informasi secara menyeluruh. Half-truth is more dangerous than a lie. Ketika Anda menemukan informasi baru, pastikan bahwa Anda mendapatkan informasi yang lengkap. Anda harus memastikan bahwa gambar yang Anda lihat memang gambar yang utuh dan bukan satu potong gambar yang sudah dibingkai oleh pihak ketiga.

Sumber header: Colin Young-Wolff/Riot Games via The Washington Post

Pengerjaan Ulang Apple Maps di AS Rampung, Eropa Jadi Target Selanjutnya

Pertengahan 2018 lalu, Apple dilaporkan sibuk merombak platform peta digitalnya secara total. Sebagian besar upayanya mereka kerjakan sendiri dari nol, utamanya proses pemetaan itu sendiri dengan mengutus banyak mobil yang dibekali segudang sensor beserta alat pengukur yang dibutuhkan.

Satu setengah tahun berselang, kerja keras tim Apple Maps sudah membuahkan hasil yang cukup membanggakan; peta digital baru mereka untuk seluruh kawasan Amerika Serikat akhirnya rampung. Seperti yang bisa kita lihat pada gambar di atas, tampilan peta barunya jauh lebih mendetail sekaligus presisi ketimbang sebelumnya.

Apple Maps

Kalau Google Maps punya Street View, maka Apple Maps punya Look Around yang berkonsep serupa. Untuk sekarang, Look Around belum tersedia di seluruh kota di AS, sebab menyajikan fotografi 3D beresolusi tinggi dari suatu lokasi tentunya lebih memakan waktu ketimbang sekadar menyuguhkan gambaran petanya saja.

Di samping tampilan peta yang lebih komprehensif, yang bahkan juga mencakup peta indoor, daya tarik lain dari Apple Maps generasi anyar ini adalah seputar privasi. Pengguna sama sekali tidak diminta untuk menyambungkan akun apapun, dan semua fitur yang sifatnya terpersonalisasi dijalankan secara lokal di perangkat.

Apple Maps

AS sudah, tujuan Apple selanjutnya adalah Eropa, yang peta barunya dijadwalkan bakal menyusul dalam beberapa bulan ke depan. Sekadar mengingatkan, pengerjaan ulang Apple Maps ini sebenarnya sudah dimulai sejak 2014, dan Apple juga sudah mengutus timnya di sejumlah negara selain AS.

Setelah Eropa, target logis selanjutnya sudah pasti Asia. Prosesnya tentu tidak akan instan dan membutuhkan waktu yang panjang. Selain berusaha sendiri, Apple juga masih melibatkan pihak lain dalam pengerjaan Apple Maps, salah satunya untuk menampilkan data informasi transit (angkutan umum) secara real-time.

Sumber: Apple.