Monthly Archives: September 2021

Startup e-logistics berbasis di Singapura Luwjistik memperoleh pendanaan tahap awal sebesar $1,1 juta yang dipimpin oleh East Ventures, dengan partisipasi dari Arise dan Global Founders Capital

East Ventures Suntik Pendanaan Tahap Awal 15,8 Miliar Rupiah untuk Luwjistik

Startup e-logistics berbasis di Singapura “Luwjistik” memperoleh pendanaan tahap awal sebesar $1,1 juta (sekitar 15,8 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh East Ventures, dengan partisipasi dari Arise — fund hasil kolaborasi MDI Ventures-Finch, dan Global Founders Capital. Perusahaan akan menggunakan dana untuk mengembangkan tim lokal dan regionalnya di Singapura, Indonesia, dan Malaysia; menyempurnakan platform sembari terus perluas jangkauan.

Luwjistik masih berumur sebatang jagung, didirikan pada Juli 2021 oleh veteran logistik dan e-commerce, Syed Ali Ridha Madihid, dan Wong Yingming. Visinya mengembangkan infrastruktur logistik dan jangkauan regional kliennya secara instan melalui akses langsung menuju mitra jaringan global. Sembari memungkinkan mereka mendapatkan manfaat dari alur kerja yang terstandardisasi demi transparansi dan kemudahan.

Menurut Co-founder & CEO Luwjistik Syed Ali Ridha Madihid, solusi ini hadir karena ledakan e-commerce yang didorong oleh pandemi mengakibatkan naiknya tekanan pada perusahaan logistik dalam memperluas operasi mereka. “Sebagian besar orang tidak dapat melakukan perjalanan untuk membangun jaringan dan hubungan di lapangan. Banyak orang juga mengandalkan proses lama, dan tidak mampu membangun kemampuan teknologi mereka dengan cukup cepat untuk memenuhi permintaan,” ucapnya, Kamis (30/9).

Melalui platform Luwjistik, para klien cukup melakukan integrasi API tunggal untuk menjembatani diri mereka menuju mitra pilihan, dan mengikuti transaksi hingga selesai. Sebanyak hampir 30 mitra jaringan di Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Thailand telah terhubung dengan Luwjistik. Beberapa di antaranya adalah Ninja Van, J&T Express, dan JNE Express. Adapun klien yang telah memanfaatkan platform Luwjistik, di antaranya DHL eCommerce dan YCH Group Pte Ltd.

Madihid menuturkan, ada tiga nilai unggul yang ditawarkan. Pertama, dari sisi kelancaran, klien akan mendapat akses langsung menuju mitra jaringan di seluruh Asia Tenggara yang mencakup prosedur penerimaan barang impor dan pengiriman di titik terdekat, baik secara domestik maupun regional. Mereka dapat memilih penyedia jasa yang paling sesuai dengan kebutuhan.

Kedua, dari sisi standardisasi, yang mana dokumentasi, alur kerja, dan transparansi biaya dapat klien navigasi pergerakan lintas batasnya dengan mudah. Terakhir, dengan integrasi API tunggal, menjadi penggunaan platform yang cepat dan sederhana, sehingga memungkinkan pengelolaan data yang cepat, pemesanan langsung, penandatanganan kontrak, berbagi dokumen, hingga pemrosesan pembayaran, semuanya terjadi di dalam platform.

Menurut Madihid, apa yang mereka lakukan di sini adalah menggabungkan teknologi dan pengetahuan yang telah dibangun selama bertahun-tahun bekerja di sektor ini untuk menghubungkan titik-titik di seluruh supply chain. Pada akhirnya, akan membantu klien melakukan navigasi lintas batas dan menghadapi tantangan domestik, terutama di wilayah yang berkembang pesat, namun sangat terfragmentasi.

“Pada akhirnya, saat sektor logistik perlu segera ditingkatkan dan didigitalkan untuk memenuhi permintaan, Luwjistik menyediakan solusi teknologi yang cepat, efisien, dan aman, yang akan membantu mereka untuk tumbuh,” pungkasnya.

Ramaikan pendanaan sektor logistik

Sebelum East Ventures mengumumkan pendanaannya untuk Luwjistik, beberapa pekan sebelumnya juga telah berinvestasi untuk startup e-logistics lainnya, yakni McEasy. Segmen ini termasuk sangat bergairah di tengah pandemi karena perannya yang krusial dalam menyokong pertumbuhan industri e-commerce.

Sejak awal tahun 2019 hingga Juli 2021, tim riset DailySocial.id mencatat ada sekitar 16 transaksi pendanaan yang diumumkan melibatkan perusahaan logistik berbasis teknologi. Investasi ini berhasil membukukan total nilai dana $586 juta. Setidaknya ada 4 startup logistik yang memiliki valuasi di atas $100 juta, yaitu SiCepat, Waresix, Shipper, dan GudangAda.

Perusahaan Putaran Tahun
ASSA (induk AnterAja) Convertible Bond 2021
Andalin Series A 2021
Deliveree Series A 2017
Finfleet Series A 2019
GudangAda Series A

Series B

2020

2021

Kargo Technologies Seed Funding

Series A

2019

2020

Logisly Series A 2020
Pakde Seed Funding 2018
Ritase Series A 2019
Shipper Seed Funding

Series A

Series B

2019

2020

2021

SiCepat Series B 2021
Triplogic Seed Funding 2019
Waresix Seed Funding

Pre-Series A

Series A

Series A+

Series B

2018

2018

2019

2020

2020

Webtrace Seed Funding 2020

Gadget Champions 2021: Laptop ASUS ExpertBook B9400 Dapatkan Kategori Best for Work

Kegiatan rutin Gadget Champions kembali hadir untuk tahun 2021. Dengan konsep yang sedikit berbeda, gelaran tahunan ini juga kini digelar bersama dengan 3 media teknologi di tanah air: Yangcanggih.com, Gizmologi.com dan DailySocial.id/Gadget.

Untuk tahun ini ada empat kategori utama pada Gadget Champions 2021 yaitu Best for Work, Best for School, Best for Content Creation, dan Best for Gaming.

Kategori Best for Work kami hadirkan untuk menghargai perangkat canggih pendukung produktivitas untuk membantu pengguna menghadapi tantangan modern yang semakin menantang.

Untuk laptop bisnis kategori Best For Work, pilihan jatuh pada laptop ASUS ExpertBook B9400. Perangkat ini hadir tidak hanya membawa desain menarik tetapi juga performa yang cocok untuk digunakan dalam kegiatan produktivitas. Dukungan perangkat yang bisa diandalkan sangat penting dewasa ini bagi pebisnis untuk menjalankan kegiatannya dengan lancar.

 

Dari sisi desain, ASUS ExpertBook B9400 hadir dengan body ringkas dan ringan. Hasil inovasi ASUS ang memungkinkan body laptop pyunya ketebalan tidak lebih dari baterai AA. 

Bezel layar 14 inci juga hadir dengan cukup tipis dan mengadopsi NanoEdge Display. Untuk pengalaman mengetik, desain laptop sudah ErgoLift yang memungkinkan body utama laptop dan keyboard-nya terangkat 5 derajat saat digunakan. 

Performa ASUS ExpertBook B9400 yang ditenagai Prosesor 11th Gen Intel Core dan Tervalidasi Intel EVO.

ExpertBook B9400  hadir dengan prosesor Intel Core 11th Gen terbaru membawa  performa lebih baik dari generasi sebelumnya. Tidak hanya itu, prosesor ini juga hemat daya dan dilengkapi dengan dukungan Wi-Fi 6 (802.11ax) dan Thunderbolt 4. 

Untuk GPU, laptop ini dilengkapi GPU terintegrasi Intel Iris Xᵉ Graphics terbaru. Intel Iris Xᵉ Graphics hadirkan performa grafis dan konsumsi daya lebih baik. Untuk RAM adalah LPDDR4X dengan kapasitas 16GB serta penyimpanan berupa NVMe PCIe SSD 3.0 sampai 2TB. 

Sistem pendingin menggunakan Advanced Thermal Module, dengan dimensi 25% lebih kecil dari sistem pendingin laptop pada umum. Kelebihan utama dari Advanced Thermal Module yang digunakan di ExpertBook B9400 antara lain: sistem pendinginnya menggunakan tilted heatsink design, kedua adalah struktur sistem pendinginnya, dari heatpipe, heatsink, hingga case untuk kipas, merupakan satu bagian dan bukan terdiri dari beberapa bagian yang disambung, ketiga adalah setiap sirip (fin) yang ada di heatsink dibuat menggunakan bahan alluminium alloy. 

Baterai juga jadi perhatian di laptop ini. ExpertBook B9400 digunakan hingga 20 jam. Daya tahan baterai ini hasil perpaduan dari berbagai teknologi terkini, mulai dari prosesor hingga layar. 

ExpertBook B9400 hadir dengan layar khusus berteknologi Panel Self Refresh (PSR). Teknologi ini memungkinkan layar mengkonsumsi daya jauh lebih rendah dari layar standar yang digunakan di laptop pada umumnya. 

Value yang ditawarkan ASUS ExpertBook B9400

Sedangkan dari sisi value, laptop ini membawa beberapa keunggulan seperti Keyboard dan Touchpad yang dirancang untuk penunjang Produktivitas. Keyboard ExpertBook B9400 memiliki fitur spill resistant juga dilengkapi dengan backlight yang dapat diatur tingkat kecerahannya.

Ketangguhan laptop ini juga berstandar militer. dengan sertifikasi lolos uji ketahanan bersatandar militer AS (MIL-STD 810H). Komponen sensitif seperti motherboard juga dilengkapi dengan peredam getaran, engsel berbahan stainless steel yang lebih tebal dan dihubungkan menggunakan sekrup yang lebih besar sehingga layarnya dapat bertahan hingga 50 ribu kali buka-tutup dengan kekuatan tekanan hingga 50Kg. 

ExpertBook B9400 menggunakan bodi berbahan magnesium lithium yang diproduksi melalui teknik CNC milling dengan 21 tahap manufaktur agar kokoh. 

ExpertBook B9400 juga sudah mendukung fitur Windows Hello sehingga penggunanya tidak perlu lagi mengetikkan password untuk masuk ke dalam sistem. Dua opsi login menggunakan sistem biometrik fingerprint sensor dan facial recognition sensor.

Bergerak ke keamanan data, ExpertBook B9400 memiliki fitur yang memungkinkan pengguna laptop ini untuk mengunci BIOS dan SSD-nya menggunakan sistem proteksi password.

Juga terdapat fitur USB Storage Block yang memungkinkan pengguna ExpertBook B9400 tidak dapat menghubungkan USB flash disk atau penyimpanan eksternal lainnya tanpa izin dari administrator. 

Fitur lainnya adalah Secure File Shredder. Sesuai dengan namanya, fitur ini memungkinkan pengguna untuk menghancurkan file digital hingga tidak dapat dipulihkan menggunakan metode apapun. 

Laptop ExpertBook B9400 juga telah mendukung sitem manajemen IT kelas enterprise, lalu laptop ASUS ExpertBook B9400 dibangun di atas fitur Trusted Platform Module. 

Untuk kameranya juga terdapat fitur perlindungan privasi dan spesifikasi HD yang mumpuni. Ada pula webcam shield untuk menjaga privasi. Dari sisi audio ASUS ExpertBook B9400 hadir dengan speaker yang telah mendapatkan sertifikasi dari Harman / Kardon. Untuk mikrofon telah dilengkapi dengan dengan teknologi AI Noise Cancelling yang memungkinkan suara di sekitar dapat direda, sangat cocok untuk kegiatan meeting online

ASUS ExpertBook B9400 mengusung Wi-Fi 6 (802.11ax) terbaru yang memiliki kecepatan transfer data lebih tinggi ketimbang Wi-Fi generasi sebelumnya. Laptop ini juga dilengkapi dengan port USB 3.2 Gen2 Type-A, HDMI 2.0b, dan 3.5mm combo audio jack. Melengkapi port tersebut adalah dua port Thunderbolt 4 dengan interface USB Type-C yang mendukung fitur power delivery untuk pengisian daya yang fleksibel.

Dengan segala keunggulan ini, laptop ASUS ExpertBook B9400 bisa menjadi pilihan untuk kegiatan bekerja, produktivitas dan bisnis.

*)Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh ASUS. 

[Review] Xiaomi RedmiBook 15: Laptop untuk WFH dan SFH dengan Layar 15 inci

Xiaomi saat ini tidak hanya mengeluarkan produk smartphone saja. Ternyata, Xiaomi juga mengeluarkan sebuah laptop PC dengan sistem operasi Windows 10. Laptop yang bernama Xiaomi RedmiBook 15 ini merupakan notebook pertama yang diluncurkan secara resmi di Indonesia. Walaupun begitu, Xiaomi sendiri sudah banyak mengeluarkan produk laptopnya di luar Indonesia.

RedmiBook 15 datang dengan spesifikasi yang cukup menarik. Pada saat peluncurannya, laptop ini langsung diperkenalkan dengan menggunakan prosesor Intel Core i3 1115G4. Selain itu, RAM 8 GB dan sebuah SSD M.2 SATA juga sudah terpasang pada perangkat yang satu ini. Walaupun memiliki spesifikasi yang mumpuni, RedmiBook 15 menyasar pada mereka yang bekerja dan sekolah di rumah pada masa pandemi.

Laptop yang satu ini sempat mendapatkan diskon perkenalan hingga 1 juta rupiah. Walaupun tanpa diskon, laptop ini ternyata juga masih memiliki harga yang cukup terjangkau. Dengan menggunakan prosesor Intel generasi ke 11, RAM 8 GB, dan sudah menggunakan Windows 10 resmi, RedmiBook 15 masih belum menyentuh harga 7 juta. Hal ini tentu saja menarik bagi mereka yang selalu menanyakan “laptop apa yang bisa dibeli dengan budget maksimum 7 juta rupiah?”.

Xiaomi RedmiBook 15 memiliki spesifikasi sebagai berikut

Prosesor Intel Core i5 1115G4 (2C4T) 3 GHz, Turbo 4,1 GHz
GPU Intel UHD Graphics
RAM 8 GB DDR4 3200 MHz Single Channel
Storage Foresee M.2 SATA 256 GB
Layar TN 15,6 inci 1920 x 1080 NTSC 45%
WiFi 802.11 ac atau WiFi 5
Bobot 1,8 kg
Sistem operasi Windows 10 64 Bit Home Single Language
Dimensi 363.8 x 243.5 x 19.9 mm
Baterai 46 Wh / 3090 mAh

Spesifikasi dari CPU-Z dan GPU-Z bisa dilihat dari gambar berikut ini:

Jika dilihat dari spesifikasi yang ada, memang laptop ini utamanya ditujukan untuk menggunakan software seperti Office, Zoom, dan lainnya yang mendukung pekerjaan dan belajar. Selain untuk para pekerja kantoran, pelajar, dan mahasiswa, laptop ini juga cukup mumpuni untuk digunakan oleh mereka yang bergerak di bidang UMKM. Lalu seperti apa kinerja dari laptop yang satu ini?

Unboxing: Charger bukan USB-C

Selain kartu garansi, laptop ini hanya dibekali dengan kabel power serta charger. Xiaomi kali ini menggunakan standar colokan charger untuk laptop pada umumnya dan bukan USB-C. Charger-nya sendiri buatan LiteOn.

Desain

RedmiBook 15 yang datang ke rumah saya memiliki warna hitam, seperti kebanyakan laptop pada umumnya. Untuk bahan yang dipakai pada badannya, Xiaomi sepenuhnya menggunakan plastik. Bahan plastik ini memiliki finishing matte, sehingga tidak terlalu licin saat dipegang. Namun, minyak masih menjadi musuh bagi laptop ini karena mudah untuk meninggalkan jejak.

RedmiBook 15 menggunakan layar dengan jenis panel TN yang memiliki resolusi 1920 x 1080. Dengan menggunakan panel TN, tentu saja sudut penglihatan yang diberikan tidak sebaik IPS. Xiaomi sendiri mengklaim bahwa akurasi warna pada laptop ini ada pada 45% NTSC, yang memang membuatnya kurang cocok untuk para editor video dan gambar. Walaupun begitu, panel ini masih cukup banyak digunakan pada laptop direntang harganya.

Keyboard yang ada pada laptop ini memiliki ruang yang cukup luas dan nyaman digunakan oleh mereka yang bertangan besar. Sayangnya, Xiaomi tidak menyediakan LED backlit sehingga akan cukup sulit untuk bekerja ditempat yang kurang pencahayaan. Touchpad yang ada di bawah keyboard juga memiliki dimensi yang besar. Touchpad ini juga cukup licin dan nyaman digunakan sebagai mouse serta bisa digunakan untuk semua gesture dari Windows 10.

Pada bagian kanan dapat ditemukan port audio 3,5 mm, SDCard reader, USB 2.0, LAN, serta Kensington Lock. Untuk bagian kirinya dapat ditemukan dua buah port USB 3.2 Gen 1, HDMI 1.4, dan port untuk mengisi daya. Sayang memang, sekali lagi, laptop ini tidak dilengkapi dengan port USB-C yang saat ini sudah mudah ditemukan pada beberapa laptop. Walaupun begitu, penggunaan USB-A memang masih sangat umum digunakan untuk bertukar data ke perangkat lainnya.

RedmiBook 15 datang dengan menggunakan sistem operasi Windows 10 Home Edition. Tentunya hal ini cukup baik karena beberapa laptop yang memiliki spesifikasi yang mirip kerap tidak memberikan sistem operasi Windows 10 yang harganya bisa lebih dari 1 juta rupiah. Xiaomi pun mengatakan bahwa nantinya perangkat ini juga bisa di-upgrade ke Windows 11.

Sistem operasi Windows 10 yang diberikan memang benar-benar bersih. Anda tidak akan menemukan software bawaan Xiaomi pada RedmiBook 15. Walaupun hal tersebut berarti bahwa software Office juga tidak akan ditemukan, namun saya masih bisa menggunakan alternatif gratisnya seperti Office Online, WPS, atau Libre Office. Untuk urusan suara, DTS Surround sudah terpasang pada laptop yang satu ini.

Pengujian: Bukan tanpa masalah

RedmiBook 15 menggunakan prosesor Core i3-1115G4 atau sering dikenal dengan Tiger Lake dan memiliki kartu grafis terintegrasi yang bernama Intel UHD Graphics. Intel UHD Graphics adalah grafis Iris Xe yang memiliki 48 Execution Unit. Prosesornya sendiri memiliki 2 core dengan 4 threads dengan kecepatan 3 GHz dan memiliki Turbo hingga 4.1 GHz yang beroperasi pada TDP 12 watt hingga 28 watt. Tiger Lake sendiri sudah menggunakan litografi 10 nm SuperFin.

RAM yang terpasang pada laptop ini memiliki kapasitas 8 GB yang sayangnya tidak dapat di-upgrade. Selain itu, Xiaomi juga tidak menggunakan mode dual channel yang membuat kinerjanya menjadi tidak optimal. Media penyimpanan yang digunakan adalah SSD SATA M.2 dengan merek Foresee. Foresee sendiri merupakan merek milik Longsys dari Shenzhen yang saat ini juga memiliki merek Lexar.

Problem: Heating dan Freezing

Setelah melihat spesifikasi dari RedmiBook 15 yang saya gunakan semenjak 3 minggu yang lalu, sepertinya laptop tersebut mampu menjalankan game yang saat ini masih naik daun, yaitu Valorant. Game yang satu ini sendiri hanya membutuhkan spesifikasi yang cukup minim untuk menjalankannya pada framerate 60 fps. Dan benar saja, dengan setting low, RedmiBook 15 dapat menjalankannya di 60 fps pada resolusi rendah hingga menengah. Sayangnya, saya menemukan kendala yang sangat mengganggu.

Pada saat bermain Valorant, setelah beberapa menit game akan freezing sekitar 3-5 detik. Hal ini akan berulang-ulang terjadi selama kita menggunakan laptop hingga melakukan restart PC. Saya pikir, masalah itu hanya terjadi pada saat bermain game saja. Hal tersebut membuat saya sangat curiga dengan mode RAM single channel yang digunakan.

Nyatanya, saat menggunakan perangkat ini untuk melakukan editing gambar masalah tersebut muncul lagi. Hal tersebut tentu saja membuat anggapan RAM bermasalah menjadi sirna. Saya menjadi cukup yakin bahwa laptop ini memiliki panas yang berlebih. Hal tersebut pun terbukti pada saat saya melakukan benchmark, suhu dapat mencapai 97 derajat celcius dan bahkan bisa menyentuh suhu 120 derajat celcius walau hanya sebentar saja.

Kipas external pun saya gunakan untuk mendinginkan laptop RedmiBook 15. Tentunya, hal ini berujung pada turunnya panas pada saat melakukan benchmarking sampai ke 85 derajat celcius. Saya pun berhasil mencoba beberapa benchmarking tanpa adanya kendala freezing. Namun, bermain game Valorant membuat perangkat ini kembali freezing.

Untungnya, freezing ini juga terjadi pada saat saya sedang mengatur file yang ada di RedmiBook 15. Saya pun melihat aktivitas media penyimpanan (SSD) di laptop ini yang cukup aneh. Windows 10 tidak menggunakan media penyimpanan ini lebih dari 1 MB/s, namun load SSD bisa mencapai 100% selama 1-5 detik yang menyebabkan komputer berhenti bekerja selama waktu tersebut.

Hal tersebut berarti bahwa program di Windows 10 bukanlah penyebab load dari SSD tinggi. Kecurigaan saya langsung tertuju pada masalah klasik yang pernah ada pada SSD jaman dahulu: Write-Cache Buffer Flushing. Saya langsung mematikan fitur ini pada Device Manager dengan men-tick pilihannya. Dan ‘voila’, masalah freezing pun sirna. Laptop pun dapat bermain game Valorant dengan lancar hingga berjam-jam.

Bagi Anda yang memiliki masalah ini pada laptop RedmiBook 15, Anda bisa mencoba tips yang saya berikan di atas. Saya juga merekomendasikan para pemilik laptop ini untuk membeli cooler eksternal agar bisa menurunkan suhu yang dihasilkan. Hal ini tentu menjadi PR bagi Xiaomi agar meningkatkan sistem pendingin pada setiap laptopnya agar tidak membuat prosesornya throttling.

Benchmarking

Pada kesempatan kali ini, saya membawa kembali laptop dengan Intel Core i7 1185G7 dan Core i5 1135G7. Tentunya hal tersebut untuk membandingkan kinerja sesungguhnya dari prosesor yang digunakan pada Xiaomi RedmiBook 15. Kinerja yang dihasilkan dari prosesor Intel Generasi ke 11 ini memang sudah kencang. Berikut adalah hasilnya

Prosesor yang digunakan oleh RedmiBook 15, yaitu Core i3 1115G4 memang dibawah “kakak-kakak”nya. Walaupun begitu, hal tersebut memang wajar mengingat Core i3 merupakan kelas paling rendah dari jajaran Intel Core i. Hal tersebut tentu saja dikarenakan jumlah core yang lebih sedikit serta grafis terintegrasi yang digunakan. Akan tetapi, dengan kinerja yang ada sudah sangat mumpuni untuk mengerjakan tugas kantoran dan sekolah sehari-hari.

Saya menggunakan laptop RedmiBook 15 untuk menulis artikel ini. Semenjak membenahi masalah yang ada, saya tidak menemukan masalah yang berarti. Menggunakan segala macam software seperti WPS dan Photoshop tidak membuat laptop ini menjadi pelan. Justru, saya bisa menyelesaikan pekerjaan dengan lebih cepat dari biasanya.

Uji Baterai

DailySocial menguji laptop yang satu ini berdasarkan berapa lama sebuah perangkat bisa menonton file video 1080p dengan container file MP4. Perlu diketahui bahwa tidak satu tes baterai pun yang mampu memberikan hasil yang sama dengan penggunaan sehari-hari. Hanya saja, sebuah riset pernah dilakukan untuk mengukur pemakaian sebuah laptop.

Hasilnya, untuk nonton video, laptop yang satu ini ternyata bisa bertahan selama 9 jam 54 menit. Hasilnya memang sedikit sekali berbeda dengan yang dijanjikan, yaitu 10 jam. Setelah baterai habis total, saya langsung mengisi kembali baterainya. Xiaomi RedmiBook 15 akan penuh dari kosong hingga 100% dalam waktu sekitar 1.5 jam.

Verdict

Xiaomi akhirnya mengeluarkan perangkat laptopnya secara resmi di Indonesia. Hal tersebut dimulai dengan mengeluarkan RedmiBook 15 yang memiliki penyimpanan internal 256 GB. Produk ini oleh Xiaomi ditargetkan untuk dipakai oleh mereka yang sedang bekerja dan sekolah di rumah pada masa pandemi Covid 19.

Kinerja yang ditawarkan oleh RedmiBook 15 yang menggunakan Intel Core i3 1115G4 memang cukup baik. Saat permasalahan yang ada sudah diatasi, laptop ini mampu mengerjakan semua hal dengan cukup baik. Walaupun begitu, panas yang dihasilkan memang cukup mengganggu. Ada baiknya pengguna RedmiBook 15 untuk membeli sebuah cooler tambahan agar membuat laptop ini menjadi lebih awet.

Daya tahan baterai yang dimiliki oleh laptop ini juga sangat baik. Pada pengujian yang saya lakukan, waktunya bisa mencapai hampir 10 jam, sedikit di bawah janji Xiaomi. Hal ini tentu saja bisa menjamin pengguna untuk tidak membawa charger ke mana-mana saat sedang bekerja di sebuah kafe. Selain itu, desain keyboard-nya juga nyaman sehingga mengetik akan menjadi lebih mudah.

Xiaomi menjual RedmiBook 15 dengan penyimpanan SSD 256 GB seperti yang saya dapatkan dengan harga Rp. 6.999.000. Xiaomi juga telah mengeluarkan versi SSD 512 GB-nya dengan harga Rp. 7.999.000. Harga ini memang sangat bersaing dengan pemain-pemain lama di Indonesia, namun terbukti nilainya masih terjangkau. Dengan harga yang dimiliki dan kelengkapan yang diberikan, menjadikan Xiaomi RedmiBook 15 sebuah alternatif untuk memiliki sebuah laptop yang cukup terjangkau.

Sparks

  • Kinerja yang baik dengan Core i3 1115G4
  • Harga yang cukup terjangkau
  • Multifungsi: bisa untuk bekerja dan bermain game
  • Tanpa bloatware
  • Desain minimalis
  • Daya tahan baterai yang cukup panjang

Slacks

  • Suhu prosesor yang dapat mencapai 120 derajat
  • Freezing, walau akhirnya bisa dibenahi
  • Tanpa kehadiran port USB-C
  • RAM single channel dan tidak bisa di-upgrade

MDI Ventures and Some Investors Pour 1.79 Trillion Rupiah to Kredivo Through PIPE

Kredivo’s parent company, FinAccel received another investment of $125 million or 1.79 trillion Rupiah from MDI Ventures, Cathay Innovation, and Endeavor Catalyst through Private Investment in Public Equity (PIPE). This additional investment will strengthen its position ahead of the IPO preparation through the SPAC scheme.

In his official statement, MDI Ventures CEO Donald Wihardja said he was impressed with the company’s vision to build an AI-based digital consumer credit platform through the use of its first post-funding alternative data for the series B round. Kredivo is also supported by ongoing partnerships with eight leading e-commerce platforms in Indonesia.

On the same occasion, FinAccel also announced three new ranks to fill the position of the Board of Commissioners of Kredivo Indonesia, Arsjad Rasjid, Darmin Nasution, and Karen Brooks. All three are still waiting for approval from the regulator. Meanwhile, the new Board of Commissioners will play a role in helping to design the strategic growth and expansion of Kredivo’s market.

The brief profiles of the three consist of Arsjad Rasjid currently serving as CEO of PT Indika Energy Tbk and General Chair of the Indonesian Chamber of Commerce and Industry (KADIN Indonesia); Darmin Nasution is a leading economist in Indonesia who is also the former Coordinating Minister for Economic Affairs (2015-2019), and former Governor of Bank Indonesia (2010-2013); and Karen Brooks, who served on the White House National Security Council Officer, with more than a decade of experience in private equity and global investment management.

In a joint statement, the three said that Indonesia is still one of the largest unbanked markets in the world despite an increase in financial inclusion in recent years. “We are committed to helping Kredivo make an impact on tens of millions of customers over the next few years because we are optimistic about their innovative credit scoring system,” he explained.

In general note, FinAccel announced its action to become a public company on the NASDAQ through the SPAC scheme. In order to realize this plan, Kredivo will merge with shell company VPC Impact Acquisition Holdings II (NASDAQ: VPCB) which is an affiliate of Victory Park Capital (VPC). From the two company merger, FinAccel will obtain a pro-forma equity valuation of $2.5 billion, assuming no redemption.

Digital loan market

According to data quoted by DSInnovate in the report “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021”, paylater services will grow 76.7% compared to the previous year, posting a GMV of $1.5 billion in 2021. It is projected to continue to increase to reach $8.5 billion in 2028. This is also supported by an understanding of the paylater business model which is increasingly familiar in the community.

Besides Kredivo, in Indonesia there are several other players such as Akulaku, Atome, Indodana, Julo, Vospay, Kreditmu, and Home Credit. In addition, the super application has also developed similar services, such as Gopaylater, Traveloka Paylater, and SPayLater from Shopee.

In terms of funding, several startups have also backed by the investors. We have collected the data, Akulaku is one of the players with the largest valuation after Kredivo, its value is close to $1 billion.

Indonesia’s paylater startup funding / DSInnovate


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Forge Ventures

Sejumlah Founder Startup Lokal Berpartisipasi dalam Debut Dana Kelolaan Forge Ventures

Perusahaan modal ventura Forge Ventures mengumumkan penutupan pertama dana kelolaan debut senilai $21,88 juta (lebih dari 313 miliar Rupiah). Dalam putaran ini, turut diisi oleh Alto Partners, salah satu multi-family offices sebagai LP (Limited Partner); serta sejumlah founder startup seperti Airbnb, Carousell, Fabelio, Facebook, Funding Societies, GajiGesa, Grab, Kopi Kenangan, Qoala, Stripe, dan lainnya.

Dalam wawancara secara terpisah dengan DailySocial.id, Co-founder & Partner Forge Ventures Kaspar Hidayat menjelaskan, pihaknya ingin membangun basis LP yang dapat memberikan dukungan dan bimbingan kepada para founder di dalam portofolionya. Menurutnya, perkembangan makin banyaknya founder startup terlibat sebagai LP atau angel investor menandakan bahwa ekosistem teknologi semakin matang dan para pendiri startup telah menghasilkan sesuatu yang bernilai.

“Kami sangat senang dengan perkembangan ini dan menyambutnya dengan baik. Kami sangat berterima kasih kepada para pendiri yang telah bekerja sama dan mendukung kami dengan peluncuran Forge Ventures” kata Kaspar.

Forge Ventures didirikan oleh Kaspar bersama Tiang Lim Foo, keduanya adalah veteran di ekosistem startup. Kaspar sebelumnya memegang peran investasi di 500 Startups, Venturra Capital, Koru Partners, dan Maloekoe Ventures, dengan berbagai portofolio startup, termasuk Grab, Bukalapak, Zilingo, Carsome dan Carro. Ia juga pernah menjabat sebagai VP Pomelo dengan tugas meluncurkan dan mengelola bisnis di Indonesia, serta mengawasi pemasaran dan intelijen bisnis secara regional.

Sementara, Foo memiliki pengalaman lebih dari satu dekade dalam membangun, mengoperasikan, dan berinvestasi di ekosistem startup. Dia adalah mitra ventura di Next Billion Ventures, dan menjabat sebagai mitra di dana investasi tahap awal berbasis di Singapura, SeedPlus. Portofolionya mencakup investasi awal di perusahaan di Asia Tenggara, termasuk Qoala, Rukita, Homage, dan CardUp.

Dalam keterangan resmi, Foo menyampaikan bahwa ekosistem startup di regional ini sedang berada pada titik perubahan dengan berlimpahnya modal, sehingga para founder menuntut lebih banyak dari investor awal mereka. “Kami adalah operator, sehingga kami tahu apa yang diperlukan untuk beralih dari nol ke satu. Inilah sebabnya kami dapat membangun keyakinan lebih awal dan menjadi modal institusional pertama yang mendukung sebuah startup,” tuturnya.

Melalui debut ini, Forge menargetkan akan membangun portofolio terkonsentrasi untuk 15 perusahaan selama tiga tahun mendatang dengan fokus di Singapura dan Indonesia. Tercatat, Forge telah berinvestasi ke tiga startup. Pertama, Vorge, platform SaaS pramutamu digital berbasis di Singapura untuk industri perhotelan. Kedua, Dropezy, startup online grocery dari Indonesia, dan Marathon, startup edtech bimbingan belajar K-12 dari Vietnam yang mendemokratisasikan akses ke tutor pilihan.

Kaspar menuturkan hipotesis Forge dalam berinvestasi tidak terikat pada satu sektor saja. Sektor fintech dan edtech menjadi pertimbangan yang akan disasar Forge karena pihaknya melihat banyak aktivitas yang tinggi di dalam industri tersebut. Besaran investasi yang disiapkan Forge berkisar dari $500 ribu hingga $1 juta (Rp7 miliar – Rp14 miliar) untuk memimpin pra-awal dan putaran awal.

Dia mengaku, saat berinvestasi pihaknya tidak melakukan metrik khusus dalam menilai startup, meski diketahui investasi di tahap awal cenderung risikonya lebih tinggi. “Terkadang kami menginvestasikan pra-produk, sehingga kami tidak perlu mendasarkan keputusan kami pada metriks. Setiap perusahaan itu unik, sehingga proses kami akan berbeda-beda.”

Co-founder & CEO Qoala Harshet Lunani menambahkan, Foo adalah salah satu investor awal di Qoala, bahkan sebelum produknya diluncurkan di pasar. Foo memegang peranan penting dalam hal GTM dan strategi dan sangat membantu dalam mendapatkan karyawan dan investor penting.

“Saya sangat senang dapat memiliki kesempatan untuk mendukung Tiang dan Kaspar dalam membangun Forge Ventures. Saya percaya pendekatan yang dipimpin oleh operator Forge Ventures akan mengubah permainan bagi para pendiri tahap awal,” kata Lunani.

Tren pendanaan tahap awal tahun lalu

Menurut catatan Startup Report 2020, terdapat 113 transaksi pendanaan yang diumumkan ke publik dengan total nilai $3,3 miliar. Nominal tersebut diperoleh dari 50 transaksi pendanaan yang diungkapkan kepada publik. Sebanyak $2,43 miliar di antaranya ditujukan untuk startup unicorn.

Berdasarkan tahapannya, pendanaan tahap awal mendominasi transaksi dengan total 47 transaksi, dengan rincian 11 pendanaan untuk startup SaaS, masing-masing lima pendanaan untuk startup e-commerce dan edtech, dan empat pendanaan masing-masing untuk startup new retail dan online media.

Adapun untuk VC yang paling aktif berinvestasi di tahap awal adalah East Ventures dengan 14 investasi, mayoritas ditujukan untuk putaran perdana bagi startup.

Payable Software Startup Spenmo Obtains 484 Billion Rupiah Series A Funding

Spenmo fintech startup, a payment-for-business (payable software) SaaS solution provider, announced series A funding round of $34 million (over 484 billion Rupiah) led by Insight Partners, a VC from the United States. Other investors participating in this round include Addition, Salesforce Ventures, Alpha JWC Ventures, Global Founders’ Capital, Broadhaven, Operator Partners and Commerce Ventures.

Apart from institutional investors, several angel investors also participated. They are William Hockey (Plaid’s founder), Andy Cohen (Ex-SVP of Sales Bill.com), Ongki Kurniawan (Head of Stripe Indonesia), Kunal Bahl & Rohit Bansal (Snapdeal’s founder), Matt Doka (Fivestars’ founder), and John Kim (Sendbird’s founder).

It is said that this funding is one of the largest series A rounds that the Y Combinator-backed company has successfully closed in Southeast Asia.

The fresh funds will be used to build market penetration and access to more than 20 million SMEs and mid-sized markets in Southeast Asia. Most of the segment doesn’t use any software to manage their debts, previously using spreadsheets or human labor.

Spenmo is a fintech company that provides SaaS solutions for managing business payments through corporate credit card products aimed at SMEs and medium-sized enterprises as the target users. This credit card is intended to help businesses manage finances when paying bills, tracking, categorizing purchases, and bookkeeping on autopilot in 90% less time.

In Indonesia, Spenmo already has a local team and is actively recruiting new talents. The Spenmo website is available in Indonesian to target new users.

In an official statement, Spenmo’s Co-founder & CEO, Mohandass Kalaichelvan explained, Spenmo’s services were previously considered a back-office function, but finance and debt are an important part of running a business.

“The finance team that implemented our service got their hours back. On average, they save over 50 hours and $10K each month. Our goal is to return 10 billion man-hours every year to finance teams across the region,” he said.

Insight Partners’ Principal, Rebecca Liu-Doyle has joined the board of directors at Spenmo after this round. She said that the payment industry would be disrupted, especially in Southeast Asia, which Spenmo’s solution had not yet explored. “We are delighted to be able to play a part in Spenmo’s journey to continue to innovate and develop,” Rebecca said.

Since its launching in Singapore last year, Spenmo has expanded across Southeast Asia, bringing in several thousand customers representing a wide range of sectors, from high-growth startups to SMEs, mid-market companies and accounting firms.

Corporate credit card

Corporate credit card is an expensive item for SMEs in Indonesia as banks have a number of strict requirements for the application process. Almost all banks issue corporate credit card products as their target users, in addition to credit cards for retail.

Due to the gap, it finally opens up opportunities for fintech lending players exposed to finance business capital or KTA. At Spenmo, the physical and virtual credit cards they present allows companies to easily manage team expenses and lot of bills by providing invoice payment features and automatic bank transfers.

Spenmo provides virtual and physical credit cards to pay rent, invoices, and employee salaries on a scheduled basis in the dashboard. Also, you can easily integrate the API with accounting software (such as Xero, SAP, and myob) already used by the company.

It is claimed that SMEs can apply for a Spenmo account with a 30 minute process, control (freeze and cash out) spending with just one click, and prioritize security by setting pre-approved funds to avoid overspending.

B2B paylater trend

In addition to corporate credit cards or productive capital loans, B2B paylater services has been intensively implemented. According to a research publication released by DSInnovate entitled “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021”, currently there are several startup collaborations that offer these services.

Indonesia’s B2B paylater service provider / DSInnovate

The concept is that the fintech lending service acts as a partner in providing financing, synergizing with the owner of the procurement service — both goods and services. In contrast to lending services that provide cash capital loans, B2B paylater focuses on financing or purchasing business equipment.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Aplikasi Mobile Bizhare

Bizhare Meluncurkan Aplikasi Mobile, Bidik Pertumbuhan Pengguna dan Investasi Berulang

Platform securities crowdfunding Bizhare resmi meluncurkan aplikasi mobile miliknya. Dengan kehadiran aplikasi ini, mereka membidik pertumbuhan investornya sebesar 5-10 kali lipat.

Founder & CEO Bizhare Heinrich Vincent mengatakan, Bizhare telah mengantongi traksi dan tingkat investasi berulang yang baik sejak pertama kali berdiri. Aplikasi ini diharapkan dapat terus menjaga tren investasi berulang tersebut. Mereka juga mengatakan ada kebutuhan pendanaan pada 1.200 calon penerbit bisnis UKM sebesar Rp100 triliun dan Rp2,4 triliun kebutuhan pendanaan calon penerbit khusus bisnis berbasis syariah.

“Pertumbuhan penerbit dan calon penerbit Bizhare mendorong kami mengembangkan sistem lebih baik lagi lewat aplikasi. Kami harap inovasi ini dapat memudahkan proses pendanaan bisnis, terlebih minat investasi di usia produktif sedang meningkat di mana 80% di antaranya mengakses mobile,” ungkapnya saat konferensi pers virtual pekan lalu.

Berdiri sejak 2017, Bizhare menawarkan instrumen investasi lengkap mulai dari saham, obligasi, hingga sukuk. Profil pengguna Bizhare juga berasal dari beragam sektor bisnis, yaitu F&B (41,8%), ritel (29,1%), agrikultur (18,2%), dan jasa (9,1%).

Berdasarkan data perusahaan, Bizhare mencatat pertumbuhan investor aktif sebesar 346% dan 166% untuk investor terdaftar. Total omzet yang dihasilkan penerbit UMKM di Bizhare mencapai Rp82 miliar, dengan total dividen sebesar Rp5,4 miliar dividen. Adapun, total investasi di Bizhare mencapai Rp50,6 miliar dari 73.400 investor kepada 57 penerbit.

Dari survei internal yang dilakukannya, CTO Bizhare Giovanni Umboh mengatakan, investor Bizhare lebih banyak mengakses mobile web (79,5%), sedangkan sisanya memakai perangkat dekstop (20,5%). “Sebelum memutuskan upgrade menjadi aplikasi, pertumbuhan investor kami di 2018 sangat signifikan. Maka itu, kami coba mengembangkan aplikasi demi meningkatkan kualitas layanan, fitur, dan keamanan pengguna Bizhare,” tambahnya.

Potensi securities crowdfunding

Hadir dalam kesempatan sama, Managing Director Plug & Play Indonesia Wesley Harjono mengatakan pasar securities crowdfunding di Indonesia dapat dikembangkan lebih besar agar industri fintech tak hanya terpusat pada layanan peer-to-peer (P2P) lending saja.

“Saya melihat banyak potensi dari para founder di Indonesia dalam merealisasikan mindset dan komitmen mereka. Saya pikir securities crowdfunding punya potensi besar, apalagi industri dan inovasinya masih terbilang baru. Regulator pun sangat memberikan dukungan,” ujarnya

Secara umum, pasar SCF di Indonesia masih terlampau jauh dengan P2P lending. Total penyaluran P2P per 31 Juli 2021 mencapai Rp236,47 triliun dengan jumlah lender 709.000 dan jumlah borrower sebanyak 66,7 juta. Adapun, total P2P legal yang terdaftar maupun berizin di OJK sebanyak 124 perusahaan.

Sementara, OJK mencatat total dana yang dihimpun dari securities crowdfunding per 23 Juli 2021 baru sebesar Rp313,56 miliar. Jumlah penyelenggara yang sudah terdaftar maupun mengantongi izin usaha dari OJK masih terhitung jari, antara lain PT Dana Saham Bersama (Dana Saham), PT Santara Daya Inspiratama (Santara), PT Investasi Digital Nusantara (Bizhare), PT Numec Teknologi Indonesia (LandX), PT Crowddana Teknologi Indonusa (Crowddana).

Platform Penerbit Investor Dana Dihimpun
Santara 89 23.445 Rp149,7 miliar
Dana Saham 37 N/A N/A
LandX 15 5.200 Rp84 miliar
Crowddana 9 3.249 Rp35,7 miliar

Mengutip Bisnis.com, Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2B OJK Ona Retnesti Swaminingrum sebelumnya mengungkap bahwa pasar semakin antusias terhadap skema penawaran efek lewat layanan urun dana berbasis teknologi atau securities crowdfunding (SCF). Menurutnya, respon positif pasar sejalan dengan diri

Antusiasme ini sejalan dengan dirilisnya peraturan baru terkait SCF karena kini bisa memperluas akses permodalan ke sektor UKM. Peraturan ini juga memperluas jenis efek yang ditawarkan lewat crowdfunding, tak cuma efek saham, ada efek bersifat surat utang dan sukuk (EBUS).

Application Information Will Show Up Here
Startup kecantikan dan wellness direct-to-consumer (DTC) Base umumkan pendanaan Pra-Seri A, dipimpin oleh Skystar Capital dengan partisipasi dari East Ventures dan Antler

Base Segera Rambah Kategori Produk Baru Setelah Dapatkan Pendanaan Pra-Seri A

Startup direct-to-consumer (DTC) “Base” akan segera melebarkan sayap ke kategori baru untuk melengkapi kebutuhan skincare dan wellness untuk konsumen, setelah mengantongi pendanaan pra-seri A. Putaran tersebut dipimpin oleh Skystar Capital dengan partisipasi dari East Ventures dan Antler, yang merupakan investor sebelumnya.

Tidak disebutkan nominal yang didapat, sejumlah jajaran investor baru turut berpartisipasi, di antaranya iSeed Southeast Asia, Pegasus Tech Ventures, XA Network, serta angel investor yang tidak disebutkan identitasnya.

Kepada DailySocial.id, Co-founder & Chief Product Officer Base Ratih Permata Sari mengatakan, perusahaan juga akan menggunakan dana segar tersebut untuk mempercepat upaya pertumbuhan dengan fokus utama untuk mendapatkan lebih banyak konsumen di kota-kota regional Indonesia lainnya.

“Saat ini, kami sedang dalam tahap pemetaan dan eksplorasi lebih lanjut dengan beberapa perusahaan portfolio jaringan investor kami untuk upaya sinergi pertumbuhan Base dalam lingkup supply chain dan juga distribusi,” kata dia.

Base diluncurkan pada Januari 2020 dikenal sebagai brand skincare yang menawarkan personalisasi rekomendasi perawatan kulit dengan teknologi eksklusif, yaitu Smart Skin Test. Base menggunakan berbahan dasar berkualitas, vegan, organik, dan halal, untuk pembersih wajah hingga sunscreen yang dapat digunakan generasi muda sebagai target konsumennya.

Ratih melanjutkan, Base ingin menjadi perusahaan tech-beauty yang relevan untuk generasi muda. Oleh karenanya, perusahaan terus mendengarkan dan memperbarui pengalaman digital dan kualitas produk fisik agar dapat terikat erat dengan konsumen.

“Alur distribusi utama Base adalah melalui jalur pemasaran online dan kondisi pandemi membantu kami mempercepat laju adopsi pembelian produk Base karena semakin banyak jumlah konsumen yang berbelanja melalui handphone mereka,” tambah dia.

Produk Base / Base

Dalam keterangan resmi, Partner dari Skystar Capital Geraldine Oetama mengatakan keinginannya untuk dapat memperluas jangkauan Base di Indonesia. Menurutnya, skincare adalah segmen pasar yang berkembang pesat dan Base telah memecahkan masalah umum dalam menemukan produk yang sesuai dengan beragam jenis kulit, goals, dan gaya hidup.

“Base menggunakan teknologi dan data untuk memberikan skincare personalisasi yang efektif, bebas dari parabens, dan juga vegan. Meningkatnya permintaan akan skincare, ditambah dengan pendekatan teknologi dan personalisasi Base yang unik, membuat kami sangat bersemangat untuk membawa Base ke tahap selanjutnya,” terang Geraldine.

Co-founder & CEO Base Yaumi Fauziah Sugiharta menambahkan, “Kami sangat bersemangat untuk melanjutkan kemitraan jangka panjang dengan partner investor yang sudah bergabung dengan Base sejak tahap awal, dan memulai kemitraan strategis dengan investor baru untuk memperkuat posisi perusahaan dalam mengembangkan industri kecantikan di Indonesia.”

Dalam kesempatan yang sama, Base menyambut Cissylia Stefani-van Leeuwen sebagai Brand Director perusahaan dalam upaya masuk ke fase pertumbuhan selanjutnya. Sebelumnya, ia memegang peran sebagai VP Brand di perusahaan teknologi raksasa lokal seperti Gojek & Tokopedia. Berbekal pemahaman mengenai teknologi serta pengalaman konsumen yang inovatif, Base menciptakan gebrakan segar untuk kategori kecantikan yang ramai.

Potensi bisnis industri kecantikan

Yaumi melanjutkan, selama pandemi pendapatan tahunan Base tumbuh lebih dari 24 kali lipat yang didorong dengan langkah afiliasi komunitas. Konsumen Base telah membantu penjualan melalui komisi dan melakukan langkah co-creation dengan komunitas, seperti meluncurkan beberapa kemasan limited-edition yang dirancang oleh konsumen dan ilustrator muda ternama lokal.

“Berkat hubungan langsung yang kami miliki dengan konsumen kami, Base menjadi ruang aman bagi para konsumen untuk dapat merasa lebih nyaman dengan kulit masing-masing. Kami menjunjung tinggi keberagaman dan menawarkan produk yang fleksibel, terlepas dari jenis gender, seperti sunscreen yang dapat digunakan oleh siapa saja.”

Penelitian Euromonitor menunjukkan bahwa industri kecantikan tetap tangguh menghadapi pandemi dibandingkan dengan industri lain yang terkena dampaknya. Pasar kecantikan di Indonesia diprediksikan akan mencapai $10 miliar pada 2025, utamanya didorong oleh kategori perawatan diri (perawatan rambut, perawatan tubuh) dan skincare, dengan tingkat pertumbuhan tahunan yang pesat sebesar 6%.

Apa yang dipaparkan Euromonitor, tercermin dengan baik di Indonesia. Yaumi turut memantau bahwa selama pandemi ini, semakin banyak brand kecantikan indie lokal yang bermunculan. Ia menilai kondisi tersebut sangat positif karena memperlihatkan bahwa adanya potensi adanya potensi yang sangat besar dan juga antusiasme dari potensial konsumen yang mulai beralih untuk menggunakan produk lokal.

Meski persaingan mulai ketat, kue bisnis kecantikan ini masih begitu besar karena keberagaman profil konsumen yang membutuhkan opsi jenis produk, misalnya dari harga ataupun usia pengguna dari konsumen. “Dalam hal ini, Base merasa bangga dapat turut serta untuk menjadi salah satu pemain lokal yang dapat menggerakkan ekonomi Indonesia melalui industri kecantikan yang berfokus untuk melayani konsumen Gen-Z dan Millennial,” tutupnya.

Induk Kredivo bersiap melantai di bursa NASDAQ lewat skema SPAC / Kredivo

MDI Ventures dan Sejumlah Investor Berikan Pendanaan 1,79 Triliun Rupiah ke Kredivo Melalui PIPE

FinAccel selaku induk usaha Kredivo kembali memperoleh investasi sebesar $125 juta atau 1,79 triliun Rupiah dari MDI Ventures, Cathay Innovation, dan Endeavour Catalyst melalui Private Investment in Public Equity (PIPE). Investasi tambahan ini akan memperkuat posisinya menjelang persiapan IPO lewat skema SPAC.

Dalam keterangan resminya, CEO MDI Ventures Donald Wihardja mengaku terkesan dengan visi perusahaan dalam membangun platform kredit konsumen digital berbasis AI lewat pemanfaatan data alternatif pasca-pendanaan pertamanya ke putaran seri B. Kredivo juga didukung dengan kemitraan berkelanjutan dengan delapan platform e-commerce terkemuka di Indonesia.

Dalam kesempatan sama, FinAccel turut mengumumkan tiga jajaran baru yang akan mengisi posisi Dewan Komisaris Kredivo Indonesia, yaitu Arsjad Rasjid, Darmin Nasution, dan Karen Brooks. Ketiganya masih menunggu persetujuan dari regulator. Adapun, Dewan Komisaris baru ini akan berperan untuk membantu merancang pertumbuhan strategis dan perluasan pasar Kredivo.

Profil singkat ketiganya terdiri dari Arsjad Rasjid saat ini menjabat sebagai CEO PT Indika Energy Tbk serta Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN Indonesia); Darmin Nasution merupakan ekonom terkemuka di Indonesia yang juga mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (2015-2019), dan mantan Gubernur Bank Indonesia (2010-2013); serta Karen Brooks yang pernah bertugas sebagai Staf Dewan Keamanan Nasional di Gedung Putih, memiliki pengalaman lebih dari satu dekade di private equity dan pengelolaan investasi global.

Dalam pernyataan bersama, ketiganya mengatakan bahwa Indonesia masih menjadi salah satu pasar unbanked terbesar di dunia meski beberapa tahun terakhir ada peningkatan inklusi keuangan. “Kami berkomitmen membantu Kredivo untuk memberikan dampak kepada puluhan juta pelanggan selama beberapa tahun ke depan karena kami optimistis dengan sistem sistem penilaian kredit mereka yang inovatif,” paparnya.

Seperti diketahui, FinAccel mengumumkan langkahnya menjadi perusahaan publik di NASDAQ melalui skema SPAC. Untuk memuluskan rencana ini, Kredivo akan merger dengan perusahaan cangkang VPC Impact Acquisition Holdings II (NASDAQ: VPCB) yang merupakan afiliasi dari Victory Park Capital (VPC). Dari peleburan keduanya, FinAccel akan mengantongi valuasi pro-forma ekuitas sebesar $2,5 miliar, dengan asumsi tidak ada penebusan.

Pasar pinjaman digital

Menurut data yang dikutip DSInnovate dalam laporan “Indonesia Paylater Ecosystem Report 2021“, layanan paylater akan bertumbuh 76,7% dibanding tahun sebelumnya, membukukan GMV $1,5 miliar pada 2021. Diproyeksikan akan terus meningkat mencapai $8,5 miliar pada tahun 2028. Hal ini turut didukung pemahaman tentang model bisnis paylater yang semakin akrab di masyarakat.

Selain Kredivo, di Indonesia ada beberapa pemain lainnya seperti Akulaku, Atome, Indodana, Julo, Vospay, Kreditmu, dan Home Credit. Selain itu, aplikasi super juga turut mengembangkan layanan serupa, seperti Gopaylater, Traveloka Paylater, dan SPayLater dari Shopee.

Terkait pendanaan, beberapa startup juga telah menerima dukungan dari investor. Dari data yang kami himpun, Akulaku menjadi salah satu pemain dengan valuasi terbesar setelah Kredivo, nilainya sudah mendekati $1 miliar.

Pendanaan startup paylater di Indonesia / DSInnovate
Application Information Will Show Up Here

Sony Luncurkan TWS dengan Harga Bersahabat dan Headphone ANC Buat Para Basshead

Dengan banderol 4 juta rupiah, TWS Sony WF-1000XM4 jelas bukan untuk semua orang. Sony sadar betul akan hal itu, dan untuk menjangkau kalangan konsumen yang lebih luas, mereka sudah menyiapkan TWS lain bernama WF-C500.

Saya tahu cara Sony menamakan produknya memang agak membingungkan, tapi yang pasti WF-C500 bakal menggantikan posisi WF-XB700 sebagai TWS termurahnya. Sebagai konteks, WF-XB700 dibanderol $130 saat pertama diluncurkan setahun lalu, sementara WF-C500 dihargai cuma $100 saja.

Apa yang membedakan WF-C500 dari TWS high-end macam WF-1000XM4 tadi? Yang paling kentara adalah perihal active noise cancellation (ANC). WF-C500 tidak dibekali ANC dan sepenuhnya mengandalkan isolasi suara secara pasif. Cukup disayangkan memang, apalagi mengingat sudah banyak pabrikan yang mampu menawarkan TWS ANC di rentang harga yang sama atau bahkan lebih murah.

Terlepas dari itu, WF-C500 menawarkan dua fitur khas Sony: DSEE (Digital Sound Enhancement Engine) dan 360 Reality Audio. DSEE berfungsi untuk mengembalikan sejumlah detail yang hilang akibat proses kompresi ketika musik di-stream via Bluetooth, sementara 360 Reality Audio bakal menyajikan sensasi immersive pada koleksi konten yang kompatibel di sejumlah layanan streaming.

Untuk desainnya, tampak bahwa WF-C500 banyak terinspirasi oleh WF-1000XM4. Bentuknya ringkas dan ringan, dengan bobot tidak lebih dari 5,4 gram per earpiece. Di dalamnya, tertanam dynamic driver berdiameter 5,8 mm.

Pengoperasiannya mengandalkan tombol di dinding luar masing-masing earpiece. WF-C500 tercatat mengantongi sertifikasi IPX4, yang berarti keringat dan cipratan air tak akan jadi masalah besar buatnya.

Dalam sekali pengisian, baterai WF-C500 bisa tahan sampai 10 jam pemakaian, atau 20 jam kalau digabung dengan daya milik charging case-nya. Selain warna hitam, Sony WF-C500 juga akan tersedia dalam warna putih, hijau, dan oranye.

Sony WH-XB910N

Dalam kesempatan yang sama, Sony turut mengumumkan WH-XB910N, penerus langsung dari WH-XB900N. Label “XB” pada namanya merujuk pada fitur “Extra Bass”, cocok buat mereka yang suka dengan dentuman bass yang mantap.

Dibanding pendahulunya, WH-XB910N menjanjikan kinerja ANC yang lebih prima berkat penerapan teknologi Dual Noise Sensor. Dengan mengklik satu tombol, fitur ANC ini dapat diganti menjadi ambient mode, yang sekarang diklaim bisa menghasilkan suara yang lebih natural. Alternatifnya, ada fitur Adaptive Sound Control yang akan menyesuaikan pengaturan ambient mode secara otomatis berdasarkan lokasi dan aktivitas pengguna.

Sony juga melihat potensi headphone over-ear ini untuk kebutuhan WFH, terutama berkat teknologi Precise Voice Pickup yang diyakini mampu menangkap suara pengguna dengan jernih. Dukungan multi-point pairing juga bakal sangat membantu, sebab WH-XB910N jadi bisa dihubungkan ke dua perangkat Bluetooth yang berbeda secara bersamaan.

WH-XB910N mengemas driver berukuran 40 mm pada masing-masing earcup-nya. Sisi luar earcup-nya merupakan panel sentuh yang mendukung berbagai gestur pengoperasian. Untuk memudahkan penyimpanan, earcup-nya juga bisa dilipat ke arah dalam.

Dalam sekali charge, headphone dengan bobot 252 gram ini mampu bertahan selama 30 jam penggunaan. Itu dengan ANC menyala; kalau dimatikan, daya tahan baterainya malah diklaim bisa mencapai angka 50 jam.

Di Amerika Serikat, Sony WH-XB910N dijual seharga $250, sama persis versi sebelumnya. Pilihan warna yang tersedia mencakup hitam, biru, dan abu-abu.

Sumber: Engadget.