Proses Adopsi Teknologi 4G/LTE Menuju Kematangan di Indonesia

Ilustrasi Teknologi LTE / Shutterstock

Pengadopsian teknologi 4G/LTE yang menjanjikan koneksi Internet melalui perangkat mobile yang lebih baik telah diperkenalkan akhir tahun lalu. Segelintir orang menilai langkah ini cenderung kurang matang, mengingat regulasi dan infrastruktur yang ada belum sempurna. Sejatinya implementasi teknologi 4G/LTE memang harus segera dilakukan. Semakin cepat digarap, maka kematangannya juga akan semakin cepat terealisasi.

Memiliki alokasi lebar pita 5 MHz dengan kecepatan maksimal sekitar 33-36 Mbps di tempat tertentu, menjadikan 4G/LTE terkesan terburu-buru. Dengan layanan yang ditawarkan, masyarakat masih bisa mendapatkan akses 3G/HSDPA yang lebih baik dari 4G/LTE saat ini. Segelintir developer maupun penggiat startup merespon dengan pesimis tentang hal ini.

COO DyCode Dyan Helmi mengutarakan bahwa 4G/LTE hanya menjadi semacam janji manis untuk mendapatkan koneksi yang lebih baik. Dalam penuturannya, Ia memilih koneksi 3G/HSDPA yang nyata dan prima aksesnya, ketimbang 4G/LTE namun belum memiliki infrastruktur dan regulasi yang belum sempurna.

Sebagai end-user sekaligus developer, Managing Director OneBit Media Fachry Bafadal mengutarakan hal yang seirama. Fachry percaya jika implikasi 4G/LTE terhadap masyarakat tidak dapat terjadi secara instan.

“Gagasan implementasi 4G/LTE ini menarik, walaupun secara personal saya masih pesimis layanan ini dapat langsung digunakan dalam skala besar. Dari sisi pengembang, kualitas Internet yang lebih bagus tentunya memudahkan kami untuk fokus di development-nya,” paparnya

Ya, teknologi 4G/LTE bukanlah sesuatu yang bisa langsung dimaanfaatkan dengan segera. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga bukan jajaran penyihir ulung yang mampu memberikan segala yang dibutuhkan masyarakat dengan seketika. Segalanya membutuhkan proses.

Vice President Marketing & Communications Ericsson Indonesia Hardyana Syintawati mengatakan bahwa pada tahun 2005 silam layanan 3G di Indonesia resmi diperkenalkan, namun penggunaannya baru umum digunakan sekitar tahun 2011 lalu. Sama seperti 3G, awal pengadopsian 4G/LTE yang dilakukan para operator dimulai dari kota-kota besar karena di situ merupakan pusat traffic berada. Menurutnya, salah satu hambatan ialah proses edukasi bahwa 3G lebih cepat dari 2G meskipun mengkonsumsi nyawa baterai perangkat dengan lebih cepat.

Kapan pemanfaatan 4G/LTE di Indonesia dapat secara maksimal dan umum digunakan seperti 3G saat ini? Yaitu ketika teknologi 4G/LTE telah matang. Tingkat kedewasaan seperti saat ini dinilai tidak membutuhkan waktu lama seperti yang dialami oleh layanan 3G, karena tiap entitasnya telah mempersiapkan diri dengan baik.

Masyarakat dianggap semakin familiar dengan akses data yang semakin besar dari hari ke hari. Urgensi untuk memiliki akses Internet yang lebih cepat mempersingkat proses pengedukasian seperti yang dijelaskan oleh Hardyana Syintawati sebelumnya kala memperkenalkan 3G.

Sementara dari kesiapan operator telekomunikasi, menurut pihak Ericsson selaku vendor yang melayani para operator di Tanah Air memberikan komentar bahwa sebagian besar operator telah termodernisasi. Proses perpindahan frekuensi ataupun roll-out jaringan tidak membutuhkan waktu dan usaha lebih banyak. Meskipun pada akhirnya dapat berujung pada masalah finansial, tiap operator dinilai telah memiliki penilaian selektif tentang investasi apa yang harus dilakukan demi menghadirkan layanan 4G/LTE dengan segera.

Sebagai penyelenggara utama layanan 4G/LTE, Kemenkominfo telah mengemukakan rencana pembukaan izin frekuensi 1800 MHz di pertengahan tahun 2015 ini. Dengan tersedianya frekuensi 1800 MHz, kecepatan layanan 4G/LTE yang jauh lebih baik dapat terealisasikan. Isu percepatan pemberian izin ini nampaknya semakin santer terdengar, setelah IndoTelko memberitakan Kemenkominfo telah menggelar rapat dengan para petinggi operator di awal pekan ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published.