Aksaramaya Digitalkan Karya Sastra Indonesia yang Tersimpan di Pusat Dokumentasi HB Jassin

Pada hari Selasa (3/12), Yayasan Dokumentasi Sastra H. B. Jassin, diwakili oleh Bapak Hasan Alwi, menandatangani MoU (Memorandum of Understanding ) dengan PT. Woolu Aksara Maya, yang diwakili oleh Sulasmo Sudharno selaku CEO Aksaramaya. Berdasarkan kesepakatan tersebut Aksaramaya akan melakukan digitalisasi pada buku karya sastra Indonesia yang selama ini tersimpan di Pusat Dokumentasi Sastra H. B. Jassin. Buku digital karya sastra tersebut,  selanjutnya akan  dipublikasi melalui E-pustaka.

Aksaramaya adalah perusahaan yang fokus dalam pengembangan platform sosial media berbasis buku digital untuk komunitas dan pendidikan yang dikenal dengan nama Moco, setelah Ayat-Ayat Cinta dan buku-buku terbitan Penerbit Republika, kali ini Aksaramaya akan melakukan digitalisasi buku-buku karya sastra Indonesia.

Ini adalah kabar gembira,  bagaimana tidak? Selama ini kita begitu mudahnya mendapatkan karya-karya sastra klasik dari penulis Inggris, Amerika Serikat, Prancis, hingga Rusia, semuanya tersedia di dalam bentuk e-book. Sedangkan karya-karya sastra dalam negeri tersimpan dengan baik di sebuah gedung perpustakaan atau Universitas-Universitas, dengan keterbatasan akses. Dalam artian, tidak mudah didapatkan seperti karya sastra asing.

Padahal kalau kita telisik Sastra Indonesia mempunyai sejarah perjalanan yang panjang dan kalau ingat pelajaran Bahasa Indonesia saat duduk dibangku sekolah dulu, kita pernah belajar periode kesusastraan Indonesia. Aliran-aliran dan jenis-jenisnya. Periode akan dimulai dengan angkatan Pujangga Lama, yakni kumpulan karya sastra yang ditulis sebelum abad ke-20. Pada era itu karya sastra didominasi pada puisi, pantun, gurindam dan hikayat. Lalu, masuk periode Sastra Melayu Lama, masih berupa hikayat, namun pada masa ini, mulai ada novel-novel terjemahan. Karya yang terkenal pada masa ini adalah “Nyai Dasima”.

Kemudian masuklah angkatan Balai Pustaka pada tahun 1920, angkatan ini diwarnai oleh novel, roman dan drama. Novel yang terkenal pada masa ini, “Siti Nurbaya” dan “Azab dan Sengsara”. Karya ini pernah diangkat ke dalam layar kaca. Lalu muncul periode Pujangga Baru yang dipelopori oleh Sutan Takdir Alisjahbana. Pada masa ini diwarnai oleh karya-karya penulis besar seperti Hamka, Armijn Pane dan Sanusi Pane. Dan selanjutnya masuk Angkatan ’45,  dengan Chairil Anwar sebagai pelopornya, dan seterusnya hingga saat ini, disebut angkatan 2000.

Adalah Hans Bague Jassin, atau kita kenal dengan H.B. Jassin, seorang sastrawan, dan editor Balai Pustaka di tahun 1940an. Beliau telah banyak mengumpulkan karya sastra baik berupa buku, majalah, dan kliping dari berbagai macam surat kabar. Pria yang digelari Paus Sastra Indonesia ini, juga kerap membuat ulasan, tulisan, komentar pada karya sastra yang diterimanya.

Selama ini hasil karya sastra dan catatan yang dibuat oleh beliau telah didokumentasikan dan tersimpan dengan baik di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin (PDS H. B. Jassin) yang berlokasi di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat. Inilah yang selama ini menjadi rumah puluhan ribu karya sastra, yang terdiri dari 16.816 judul buku fiksi, 11.990 judul buku non fiksi, 457 judul buku referensi, 772 judul buku atau naskah drama, 750 map biografi pengarang, 15.552 kliping, 610 lembar foto pengarang, 571 judul makalah, 630 judul skripsi dan desertasi, 732 kaset rekaman suara, dan 15 buah kaset rekaman video.

“Selama ini, dokumentasi sastra ini terasa seperti harta terpendam. Terbatas sekali peminat sastra yang berkunjung ke PDS H.B. Jassin, demikian juga pelajar dan mahasiswa sangat disarankan untuk menambah wawasan dalam hal sasta, tetapi kesempatan ini hilang karena keterbatasan akses dan waktu. karena itu digitalisasi merupakan suatu keharusan.“ jelas Hasan Alwi, ketua Yayasan Dokumentasi Sastra H.B Jassin, dikutip dari rilis yang diterima DailySocial.

Memang sudah seharusnya karya-karya tersebut diabadikan dalam bentuk digitalnya, sebab bukti otentik sejarah memiliki musuh yakni, waktu yang melapukkan dan merusak dokumentasi sastra yang tercetak, terekam, dan tersimpan.

“PDS H. B. Jassin adalah mutiara yang terpendam, aset bangsa yang harus diselamatkan, melalui kerjasama ini dokumen sastra bisa dinikmati melalui smartphone, tablet, dan PC yang ada di Moco, kapan pun dan dimana pun dengan mudah.” ujar Panya M. Siregar, Chairman Aksaramaya.

Aksaramaya berharap bahwa digitalisasi karya sastra yang tersimpan di PDS H.B. Jassin menjadi satu titik awal evolusi pendokumentasian karya sastra yang tercipta dari tangan-tangan anak bangsa. Ini adalah sebuah langkah penting, sebab sudah menjadi tanggung jawab bagi anak bangsa untuk melestarikan kekayaan bangsanya.

[Ilustrasi foto: Shutterstock]

Leave a Reply

Your email address will not be published.