Alvin Yap [yang berasal dari Singapura] sangat bersemangat dengan startup terbarunya, Laku6. Setelah sebelumnya berkutat dengan hiburan mobile di The Mobile Gamer (TMG), kali ini Alvin memasuki ranah e-commerce dengan meluncurkan Laku6, ritel ponsel bekas online [untuk pasar Indonesia].
Startup yang saat ini tengah berada dalam fase beta tersebut berencana untuk memasuki pasar dengan menyediakan layanan yang dapat membantu para penggunanya dalam menemukan ponsel bekas bersertifikat dengan harga yang terstandarisasi. Para pengguna memiliki opsi untuk menukarkan ponsel bekas mereka dengan uang tunai, atau dengan produk lain yang mereka inginkan. Sebagai jawaban atas promo penukaran terbatas yang diadakan oleh merk ternama seperti Samsung, Laku6 memposisikan dirinya sebagai bisnis online pertama yang bergerak di bidang ini.
Para pelanggan tidak perlu khawatir dengan kualitas barang yang mereka beli karena semua barang yang ditawarkan telah melalui 40 langkah sertifikasi, sehingga semua unit yang dijual dapat dipastikan berada dalam kondisi terbaik. Laku6 juga menerapkan konsep ‘re-commerce’ untuk memfasilitasi proses jual-beli antara penjual dan pembeli, dan bahkan memberikan garansi 30 hari kepada para pembeli.
Alvin mengumpamakan startup terbarunya tersebut sebagai “Roxy online yang lebih baik”, merujuk pada sebuah pusat perbelanjaan khusus barang elektronik yang berlokasi di Jakarta.
“Menjual ponsel bekas Anda dapat menjadi sangat menjengkelkan,” ujarnya.
Ia lalu menjelaskan bahwa dalam proses konvensional, biasanya para pemilik ponsel bekas harus berkeliling dari satu toko ke toko lainnya hanya untuk mendapatkan harga terbaik, karena dalam hal ini para pemilik toko lah yang memiliki posisi tawar yang lebih tinggi.
Namun, menjual secara online juga bukan berarti lebih mudah. Ia mengatakan bahwa ketika para pemilik ponsel berusaha untuk menjual barang mereka melalui marketplace online seperti Kaskus atau OLX, maka hanya 18-40 persen kemungkinan barang tersebut akan terjual dalam jangka waktu satu minggu. “Lebih sering tidak, hanya 7 orang dari 10 yang berhasil menjual barang mereka,” tambahnya. Proses negosiasi juga dapat berlarut-larut, itulah mengapa Laku6 memilih untuk memberlakukan standardisasi harga barang pada layanannya.
“Cara tradisional untuk menjual ponsel bekas berdasarkan pada fakta bahwa semakin sedikit yang pembeli tahu, maka akan semakin baik,” ujar Alvin, “Kami tidak dapat memberikan Anda sesuatu yang lebih baik, namun kami pastinya tidak akan memberikan Anda sesuatu yang lebih buruk. Laku6.com tidak menawarkan harga terbaik, namun kami bermaksud untuk mempermudah hidup Anda,” tambahnya.
Situs tersebut juga bertujuan untuk membuat hidup para penggunanya lebih baik dengan membantu mereka meningkatkan standar hidup mereka dengan harga yang terjangkau. Bisnis tersebut menargetkan sebuah segmen yang Alvin kategorikan sebagai ‘kelas menengah yang tengah tumbuh’ – mereka yang lahir di milenium baru dengan pekerjaan pertama mereka dan ingin mengganti ponsel pertama mereka namun terkendala masalah dana. “Ini adalah tempat di mana Anda bisa memperoleh iPhone 5 hanya seharga IDR 2,500,000 (US$142),” ungkapnya.
Perusahaan yang didirikan pada tahun 2015 tersebut bermaksud untuk melakukan ekspansi ke barang elektronik lainnya seperti mesin cuci dan kulkas. Sejauh ini, segala keperluan operasional Laku6 masih berasal dari hasil bootstrap dan beberapa angel investor. Pihak perusahaan berharap untuk dapat menyegel pendanaan awal dalam dua minggu ke depan.
Perjalanan yang panjang dan berliku
Alvin Yap dikenal luas sebagai pendiri TMG. Seperti kebanyakan pengusaha sukses lainnya, ia telah memulai perjalanannya sejak muda.
Ia baru saja menyelesaikan pelatihan militernya ketika membuka bisnis pertamanya dengan menjual aksesoris handset di negara asalnya, Singapura, pada usia 19 tahun. “Bagi saya, segalanya selalu berhubungan dengan startup, dengan kewirausahaan. Jadi ketika saya memutuskan untuk mengakhiri kisah saya dengan TMG, insting saya langsung menuntun saya untuk memulai sesuatu yang baru,” Alvin menjelaskan.
Memulai bisnis tanpa gelar akademik dan pengalaman seadanya, Alvin mendedikasikan kesuksesannya pada beberapa mentor yang ditemuinya sepanjang perjalanannya sebagai seorang pengusaha, salah satunya adalah Jeffrey Paine dari The Founders Institute. Ia menekankan pentingnya belajar dari kesalahan, meskipun perlu juga untuk mengkategorikan kegagalan tersebut berdasarkan ruang lingkup serta ukurannya.
“Sebagai seorang pengusaha, Anda berhadapan dengan berbagai macam kegagalan setiap hari … Sangat penting untuk belajar dari kesalahan kecil Anda, karena mereka akan berubah menjadi pengalaman. Ambil resiko, namun perhatikan sisi negatifnya, agar tidak membunuh Anda di kemudian hari,” katanya.
Ia tidak pernah melalui satu kejadian tertentu yang memberinya inspirasi untuk memulai rangkaian bisnisnya; ia sepenuhnya digerakkan oleh motivasi untuk menggunakan kemampuannya serta hasrat untuk membuat perubahan.
Ia mendirikan Laku6 karena ia ingin membuat proses penjualan ponsel bekas menjadi sesuatu yang umum dilakukan serta memberi pengalaman yang lebih baik kepada para pelanggan. Ia memulai TMG karena ia menyadari bahwa belum ada platform yang khusus melayani game untuk feature phone di Indonesia, tidak seperti di Jepang.
Indonesia: raksasa masa depan
Sementara nyaris semua orang mengatakan bahwa Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial, mungkin hanya Alvin Yap yang sangat percaya bahwa dalam lima tahun ke depan, Indonesia akan tumbuh menjadi raksasa industri teknologi di Asia Tenggara. Selama lima tahun menjadi Founder dan CEO TMG, ia telah bekerja sama dengan banyak pemain lokal seperti Indosat dan XL Axiata serta menyaksikan evolusi penggunaan smartphone di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Keyakinannya terhadap Indonesia khususnya terletak pada ukuran pasar yang tersedia. “Kebanyakan perusahaan asing, ketika mereka mendegar kata Indonesia, yang terpikirkan mungkin hanya Senayan City (pusat perbelanjaan tingkat atas di Jakarta Selatan, red). Namun mereka sebenarnya salah sangka karena pasar yang ada jauh lebih besar dari itu,” ujar Alvin.
Startup harus memiliki target untuk menjadi besar dengan memulai bisnis mereka di pasar yang memungkinkan mereka untuk mencapainya.
“Jika Anda dapat menjadi yang nomor satu di Indonesia, dalam hal ukuran dan volume … Maka saya bertaruh Anda juga pasti akan menjadi yang nomor satu di Thailand, Malaysia, dan negara Asia Tenggara lainnya,” tutup Alvin.
–
Tulisan ini ditulis oleh Anisa Menur dan dipublikasi pertama kali di e27