Saat ini kebanyakan bisnis sudah sangat paham dengan konsekuensi dari pandemi global COVID-19: penjualan offline goyah, opsi bekerja dari mana saja, fluktuasi foot traffic karena adanya mandat lockdown, dan ecommerce menjadi kanal yang banyak brand harapkan infrastrukturnya mereka bangun lebih cepat.
Sebagaimana konsumen di Asia Tenggara berpindah dari mal ke Shopee, Lazada, Tiki dan Tokopedia dengan rekor menjulang, biaya periklanan secara natural mengikuti. Media ritel di pasar berkembang akhirnya lahir.
Amazon mengawali ini di Amerika Utara pada tahun 2018 dengan meluncurkan Amazon Advertising, marketplace bid-and-buy pertama. BCG memperkirakan, ada $100 triliun peluang bisnis yang bisa diraih oleh para retailer – jika mereka mampu mengejarnya.
Alat Pemasaran Lama
Untuk mengerti mengapa retailer dapat mencapai belanja iklan lebih besar, penting untuk sebelumnya mengevaluasi perkembangan dunia pemasaran saat ini.
Apakah iklan di halte bis? Bidding pada Google keywords atau sesi Clubhouse? Atau video TikTok yang viral? Seiring dunia menjadi semakin terhubung dan batas antara online dan offline jadi semakin “cair,” dunia pemasaran masa kini adalah gabungan dari berbagai kanal yang terikat dalam metrik performa kunci (key performance metrics).
Tujuan utama dari pemasaran, apapun mediumnya, adalah untuk menyoroti sebuah bisnis atau produk kepada konsumen yang tepat untuk meningkatkan potensi barang/jasa tersebut terjual. Dan seperti kebanyakan hal pada umumnya, ada cara yang buruk, baik, dan jauh lebih baik untuk melakukan sesuatu.
Kanal pemasaran tradisional terdiri dari TV linear, radio, dan cetak, karena medium-medium ini pernah populer pada masanya. Namun dengan kelahiran internet, lahir juga platform seperti situs web, streaming, dan email, disusul dengan munculnya media sosial dan aplikasi yang mengguncang lansekap periklanan. Pergeseran ini tetap menunjukkan sesuatu yang konstan: bisnis akan terus bergerak, mengikuti di mana konsumennya berada.
Jadi ketika sumber trafik dan pendapatan untuk kesekian kalinya berubah, katakanlah karena pandemi, bauran pemasaran (marketing mix) juga akan mengikuti. Bahkan dalam 12 bulan ke depan saja, banyak pemasar yang sudah berencana untuk mengurangi iklan di bioskop, cetak, dan out of home (OOH) dan meningkatkan budget di media sosial dan pencarian. Uang akan mengalir di mana konsumen berada.
Sumber: 2021 Nielsen Marketing Report: Era of Adoption
Pencarian kanal periklanan yang tepat
Seiring dengan menurunnya pengeluaran iklan pada kanal-kanal yang sudah tidak relevan, kanal mana yang kini meraup keuntungan? Jawabannya dapat kita temukan pada tren pendapatan iklan di pasar yang sudah “matang” seperti Amerika Serikat. Sementara Google dan Facebook masih menjadi pemain yang dominan, Amazon mulai memecah duopoli ini dan memperbesar porsinya dari 7.8% ke 10.3% dalam satu tahun.
Bagaimana bisa?
Karena kanal periklanan yang paling berharga adalah kanal yang memiliki paling banyak touchpoint atau jalur komunikasi dengan konsumen yang terukur.
Sumber: eMarketer Maret 2021
TV, radio, dan cetak akan kehilangan konsumen setelah kontak pertama, sementara situs web dan email dapat mengikuti jejak klik Anda, walau hilang setelah Anda keluar dari medium tersebut.
Jaringan periklanan (ad networks) dan media sosial menjadi raksasa industri karena mereka tidak saja memonitor minat dan pergerakan konsumen dalam berbagai medium, tapi mampu menargetkan ulang (retarget) konsumen tersebut dengan beragam konten iklan yang dipersonalisasi untuk mengejar konversi.
Walau banyak dari tool periklanan efektif yang tersedia untuk menjangkau pembeli, banyak juga yang melakukannya melalui cookies pihak ketiga, yang kini semakin punah karena semakin ketatnya pengawasan digital. Terpuruknya sistem tracking berbasis cookie mengakibatkan kemampuan pengiklan untuk melakukan penargetan ulang, membangun audiens serupa, dan membuat iklan yang terpersonalisasi semakin terbatas.
Seiring dengan meningkatnya kompetisi dan performance marketing yang menjadi kian lazim, kemampuan untuk melacak return on ad spend (ROAS) sangat penting agar bisnis dapat tumbuh dan meraih keuntungan. Di 2021, hampir 50% pemasar di dunia masih tidak percaya diri dalam mengukur ROI karena 1) mereka melihat metrik seperti awareness dan reach atau 2) konversi terjadi di luar kanal periklanan, sehingga membuat atribusi akurat jadi sebuah oxymoron.
Sumber: 2021 Nielsen Annual Marketing Survey
Apapun alasannya, kurangnya transparansi ROI mengakibatkan pengambilan keputusan eksekutif yang lebih lambat, pengeluaran iklan terbuang percuma, dan potensi terjadinya kerugian.
Raksasa periklanan baru
Munculnya Amazon sebagai pemain ecommerce yang dominan bukan suatu hal yang baru, namun kemunculannya sebagai raksasa periklanan telah tertutupi oleh bayang-bayang kesuksesan Amazon sebagai perusahaan logistik dan cloud. Ecommerce sebagai kanal periklanan terhitung unik karena ia menjangkau keseluruhan konsumen dari awal hingga akhir, mulai dari minat hingga pembelian dalam satu platform, terutama karena kini marketplace terus mencuri porsi pencarian dari search engine.
Sumber: Wunderman Thompson Commerce 2020 Survey
Marketplace tahu apa yang pembeli inginkan, seberapa sering produk tersebut dibeli, pengeluaran rata-rata per kategori, lokasi, dan dapat dengan reguler berkomunikasi dengan end user melalui email, notifikasi, games, chat, live stream, dan update pengiriman. Retailer digital sangat kaya akan data pihak pertama.
Dengan alat pemasaran on-site, sebuah brand dapat menempatkan produknya satu langkah sebelum check out kepada profil konsumen yang ditargetkan. Dari feedback yang didapatkan, brand tersebut juga dapat menentukan kata kunci yang paling efektif untuk mendorong penjualan, pada price point berapa, di hari-hari apa setiap bulannya, dan thumbnail produk apa yang membuat click-through rate (CTR) meningkat.
Ini mengapa bahkan platform streaming seperti Netflix baru-baru ini meluncurkan toko online. Semakin banyak touchpoints dengan konsumen yang tersedia, kanal tersebut akan menjadi semakin berharga.
Tantangan untuk menyukseskan ritel
Tekanan bagi para pebisnis di Asia Tenggara untuk mengadopsi ecommerce baru meningkat ketika pandemi COVID-19 ini terjadi, yang kemudian menciptakan peningkatan rekrutmen digital talent. Regulasi lockdown yang diterapkan di Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Indonesia lebih dari satu tahun kemudian membuat kemampuan first-mover advantage dalam dunia pemasaran ritel menjadi semakin dibutuhkan untuk mengakselerasi kesuksesan online.
Seiring dengan terbentuknya ecommerce menjadi kanal pemasaran impian, meraup keuntungan dari pemasaran ritel hanya bisa dicapai bila marketplace membekali brand dengan tool dan data yang tepat. Di Asia Tenggara, Shopee, Lazada dan Tokopedia sudah membuat solusi pemasaran (Marketing Solutions) seperti keyword bidding dan produk sponsor untuk penjual (contoh: MyAds dan Sponsored Search), namun semua solusi ini masih dalam tahap perkembangan.
Sumber: Epsilo Research July 2021
Para penjual di Asia Tenggara juga kesulitan untuk tumbuh, tidak seperti rekan Amazon mereka di Barat. Ini karena wilayah ini memiliki sembilan top marketplace dengan yang kuat di pasar lokal masing-masing. Untuk memenangkan ecommerce di Asia Tenggara, penjual harus ada di semua retailer.
“Kami mengerti tantangan yang dihadapi para pemilik toko di kawasan ini. Tidak seperti pasar-pasar lainnya di mana Amazon mendominasi, para merchant di sini [Asia Tenggara] berjualan di lebih dari tiga atau empat marketplace di enam pasar besar yang berbeda. Dengan portofolio yang besar, kalender kampanye yang sibuk, namun fitur tool yang kurang memadai, klien sering menginformasikan kepada kami bahwa marketer mereka kewalahan,” kata Quang Tran, Founder & CEO dari Epsilo, sebuah penyedia solusi SaaS ecommerce marketing yang didanai Surge Accelerator dari Sequoia India.
Sumber: Webretailer, 2021
“Kami membangun Epsilo untuk memberikan kendali pada pemilik toko untuk bertumbuh. Klien kami mungkin beragam, mulai dari Unilever sampai UKM, namun teknologi kami memungkinkan penjual dengan skala bisnis apapun untuk mengelola toko mereka dan menumbuhkan GMV mereka di berbagai marketplace besar, melintasi beragam geografi dan pengguna.”
Pada pasar yang didominasi Amazon seperti Eropa dan Amerika, bisnis seperti Epsilo – Helium10, Stackline, Jungle Scout – umumnya diadopsi oleh perusahaan untuk mengotomasi periklanan, meningkatkan ROAS, memperoleh competitive intelligence, dan menyatukan data analitik ecommerce di bawah satu platform. Para perusahaan SaaS ini telah meraih pendanaan lebih dari $300 juta karena VC mengakui popularitas dan potensi mereka di pasar global.
Untuk dapat memasuki gelombang pemasaran berikutnya di Asia Tenggara, ada tiga bahan kunci yang dibutuhkan untuk memanfaatkan media ritel:
Teknologi – tool seperti apa yang dapat membantu bisnis tereksekusi lebih cepat dan menyediakan laporan terkostumisasi berisi metrik yang bisa membuat keputusan lebih cepat diambil? Sementara banyak teknologi di luar sana yang menyediakan layanan yang sama, carilah piranti lunak yang dapat dikostumisasi dan kaya akan fitur.
Data – data apa yang bisa didapatkan dari marketplace? Apakah KPI yang tepat sudah diukur untuk terus mengerti bagaimana cara meningkatkan performa kampanye, atau KPI diukur hanya karena indeks-indeks itu yang selama ini selalu diukur? GMV dan ROAS memang penting, namun CVR (conversion), CTR, IS (items sold), dan lain-lain juga sama pentingnya.
Talenta – adalah orang-orang yang tepat di tempat yang tepat untuk menilai insight dan membuat perubahan jika performa tidak sesuai standar yang diinginkan? Jika talenta terlalu mahal atau terlalu sulit untuk direkrut, dapatkah teknologi digunakan mengotomasi pekerjaan-pekerjaan manual?
Pandemi COVID-19 menyalakan kembali api ecommerce seiring toko dan mal terpaksa tutup, memaksa mereka yang tidak percaya untuk pindah ke platform online. Tapi hanya para pemain yang dapat beradaptasi pada teknologi dan data dengan cepatlah yang mampu membuat dunia media ritel senilai $100 triliun menjadi nyata.
–
Disclosure: artikel ini dibuat oleh Cynthia Luo, Head of Marketing Epsilo.
Epsilo adalah penyedia solusi SaaS ecommerce marketing terkemuka yang menyatukan kampanye online dari seluruh SKU, marketplace, dan negara untuk mengoptimasi penjualan, pemasaran, dan kegiatan operasional. Teknologi Epsilo menumbuhkan GMV dan return-on-ad-spend (ROAS) melalui otomasi onsite marketing untuk keyword bidding dan penargetan yang efektif.
Cynthia bisa dikontak di hello@epsilo.io