APJII: Pengguna E-Money Baru Mencapai 0,7% dari Total Responden

Kemarin (7/11), Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) kembali mengumumkan beberapa pembaruan hasil survei penetrasi dan pengguna internet di Indonesia, yang sudah dipublikasikan beberapa minggu lalu. Dari survei terbarunya ini, APJII mengaku pihaknya melakukan penyederhanaan klasifikasi bertujuan untuk meminimalisir multiinterpretasi yang kemungkinan bakal terjadi ke depannya.

Intinya, APJII melakukan survei dengan dua kategori. Pertama, mengenai penetrasi dengan menyebar 1250 sampel dan kedua, mengenai perilaku sebanyak 2000 sampel. Menariknya, dari hasil survei ini untuk kategori teknis pembayaran transaksi online sebanyak 36,7% responden memilih untuk melakukannya via ATM, 14,2% memilih untuk bayar di tempat atau COD.

Kemudian, sebanyak 7,5% memilih kartu kredit, 1,6% memilih sms banking, dan posisi terakhir ditempati oleh uang elektronik atau e-money sebanyak 0,7%.

Terkait hal ini, Henri Kasyfi Soemartono, Sekjen APJII, menjelaskan sebenarnya saat melakukan survei pihaknya tidak mendetil lebih rinci mengapa pengguna lebih nyaman dengan transaksi online lewat ATM, ketimbang jalur lainnya yang lebih terkesan online. Menurutnya, responden hanya mengungkapkan pada dasarnya mereka sudah merasa aman dengan transaksi online, namun penerapan pembayaran belum sepenuhnya online.

“Dari survei kami belum melakukan mendetil alasannya, tapi pada dasarnya sebanyak 69,4% responden bilang mereka merasa aman dengan transaksi online. Mungkin, ini jadi indikasi, sudah saatnya Indonesia memerlukan national payment gateway (NPG). Sebab ini mengenai kenyamanan bukan keamanan. Bisa jadi masyarakat Indonesia belum nyaman dengan pembayaran yang benar-benar online,” ujarnya kepada DailySocial.

Dari survei ini, dapat menjadi bahan pekerjaan untuk pemerintah dan swasta mengingat implementasi pembayaran online belum sepenuhnya dilakukan dengan baik. Berbagai perusahaan financial technology dan inovasi yang dilakukan perbankan untuk keuangan digital yang berjamuran di Tanah Air, belum sepenuhnya mampu menggeser pembayaran online via ATM.

Seluruh pihak harus bahu membahu melakukan sosialisasi dan edukasi kepada konsumen, kendati mereka menyatakan sudah menyatakan transaksi online sudah aman.

Sebelumnya, DailySocial juga menerbitkan tulisan tentang peluang e-money di Indonesia. Di luar digital banking seperti internet banking dan SMS banking, uang elektronik atau e-money memiliki potensi yang luas untuk bisa dimanfaatkan dalam transaksi online. Namun, pemanfaatannya saat ini masih terbatas untuk pembayaran transportasi publik dari e-money berbasis card based, sementara server based kebanyakan dipergunakan untuk pembelian pulsa.

Hasil survei dipertanyakan

APJII ungkapkan teknik survei dan membandingkannya dengan survei di dua tahun lalu / APJII
APJII ungkapkan teknik survei dan membandingkannya dengan survei di dua tahun lalu / APJII

Banyak kalangan yang mempertanyakan keabsahan survei APJII pada tahun ini. Untuk itu, APJII menggelar pemaparan survei untuk kedua kalinya. Pihak APJII memastikan tidak ada data yang salah, kali ini APJII mengungkapkan data lebih detil dengan penjelasan lebih sederhana, beserta metode survei yang dilakukan.

“Tidak ada perbedaan dengan survei yang dirilis 24 Oktober lalu, sekarang kami pertajam agar tidak menimbulkan multiinterpretasi pembaca,” ujar Henri.

[Baca juga: APJII: Lebih dari Separuh Penduduk Indonesia Telah Terhubung Internet]

Untuk survei pertama mengenai penetrasi internet, APJII dan Polling Indonesia menggunakan teknik pengambilan sampel yang terdiri dari probability sampling, area random sampling, dan unit analisis provinsi. Lalu, teknik pengumpulan data melalui wawancara tatap muka dengan bantuan kuesioner.

Yonda Nurtaqwa, perwakilan dari Polling Indonesia, menjelaskan pihaknya mengambil responden sebagai sampel sebanyak 1.250 orang, dengan keyakinan semakin banyak sampel yang diambil makan semakin kecil margin of error. Pihaknya juga memastikan untuk memeriksa kembali data yang dirasa janggal.

“Angka 1.250 adalah angka yang pas bagi kami dan masih dalam batas wajar dengan tingkat kepercayaan 95%.”

Untuk survei kedua mengenai perilaku internet, teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara multistage random sampling, variant area random, sampling mix dengan convenience sampling. Pengambilan datanya masih sama dengan survei pertama, melakukan dengan wawancara tatap mukda dengan bantuan kuesioner.

Sampel yang diambil lebih banyak dari sebelumnya yakni 2.000 responden sama seperti survei di 2014. Adapun margin of error-nya mencapai 2,2% dengan confident interval 95% dan kontrol kualitas 10% dari total sampel.

Kriteria pengambilan sampel dilakukan sesuai kesimpulan tentang karakteristik pengguna internet. Seperti, pengguna internet adalah individu yang mengakses internet dari rumah dan luar rumah, memakai komputer atau perangkat mobile. Tidak ada batasan tahun dan frekuensi penggunaan, umur, dan kepemilikan.