Asosiasi Digital Entrepreneur Indonesia dan Kehampaan Yang Ditawarkannya

Setelah ada idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia), kini terbentuk kembali satu badan asosiasi dengan nama Asosiasi Digital Entrepreneur Indonesia (ADEI). Sejauh ini hanya ada sedikit informasi mengenai maksud dan tujuan pembentukan asosiasi ini, serta diferensiasi buram yang membedakan ADEI dengan asosiasi lainnya yang menaungi industri perdagangan digital di Indonesia. Apakah kita membutuhkan asosasi lain dalam sektor ini?

ADEI dikabarkan bertanggung jawab dalam menaungi, memperjuangkan, membina, dan meroketkan bisnis satu juta digital entrepreneur di Indonesia dalam menghadapi perusahaan asing di industri e-commerce.

Menurut informasi yang kami terima, ADEI menuliskan:

Kami sudah bosan melihat dominasi Start Up Asing serta perusahaan raksasa e-commerce asing mendominasi perputaran uang di industri e-commerce yang menguasai 90% perputaran uang di industri e-commerce yang sudah mencapai Rp 184 triliun pada tahun 2014. Menkominfo memprediksi tahun 2020, perputaran uang di industri e-commerce akan meroket 10 kali lipat mendekati Rp 2 ribu triliun.

[…]

  1. Dewan Kehormatan:

Ketua: Dr. Marzuki Usman, Minister of Tourism, Arts and Culture 1998-1999
Anggota:
a. Edwin Soeryadjaya, Konglomerat Terkaya Nomor 12 di Indonesia
b. Kenny Wirya, CEO Golden Truly

  1. Dewan Penasehat

Ketua: Dr. Frans Budi Pranata, CFO Zalora Indonesia
Wakil: Chief Strategy Consultant, Arrbey Consulting
Sekretaris: Kiky Fatmawati, Former Account Manager Bloomberg TV

Ketua Bidang Pendidikan: Prof. Dr. Roy Sembel, Dekan IPMI International Business School
Ketua Bidang Financial Access: Haru Koesmahargyo, CFO BRI
Ketua Bidang Digital Transformation: Andreas Diantoro, CEO Microsoft Indonesia
Ketua Bidang Digital Technology: Gunawan Susanto, CEO IBM Indonesia
Ketua Bidang Digital Industry: Adi Rusli, CEO VM Ware Indonesia
Ketua Bidang Telco & Media: Hasnul Suhaimi, Former CEO XL Axiata
Ketua Bidang UKM & Retail: Agus Nurudin, CEO Nielsen Indonesia
Ketua Bidang Research & Development: Alfred Boediman, Vice President Samsung Research

  1. Dewan Pengurus Pusat

Ketua: Bari Arijono, CEO Digital Enterprise Indonesia
Sekjen: Dr. Bayu Prawira Hie
Bendahara: Wilson Partogi, CEO LADOVA Consulting
Legal Consultant: Feitty Eucharisti, Legal Consultant Lubis Ganie Surowidjojo
Ketua Bidang Digital Academy: Daniel Lie, Director Binus Consulting
Ketua Bidang Digital Transformation: Herwinto Chandra, Digital Business Innovation Advisor XL Axiata
Ketua Bidang Digital Technology: Joedi Wisoeda, CEO Ascend Group Indonesia (Charoen Pokphand Group)
Ketua Bidang Digital Business: Egidius Situmorang, Retail Marketing Director IM Business Samsung Indonesia
Ketua Bidang UKM Digital: Ahmad Zaky, CEO UKM Market (catatan editor: Ahmad Zaky di sini bukan CEO dari Bukalapak.com)
Ketua Bidang Government Access: Hadi Kuncoro, COO aCommerce Indonesia
Ketua Bidang Event, Media & PR: Aries Nugroho, Managing Director Edelman Indonesia
Ketua Bidang Industrial Lead: Herbet Ang, President Director Acer Indonesia
Ketua Bidang Cloud Hosting: Edy Budiman, CEO Dewaweb

Sangat menarik menilik susunan anggota yang kebanyakan tidak “murni” seorang pengusaha. Beberapa mungkin terlihat berada di posisi puncak perusahaan bonafit dan multinasional. Hal ini merefleksikan panjangnya pengalaman sebagai profesional, bukan sebagai pengusaha rintisan.

Ketua Dewan Kehormatan Marzuki Usman mungkin memiliki latar belakang sebagai ekonom dan juga Menteri, namun perannya di industri digital cukup dipertanyakan.

ADEI akan mendeklarasikan diri pada tanggal 12 Desember 2015 nanti, bertepatan dengan peresmian LADOVA Business School, sekolah bisnis e-commerce pertama di Asia Tenggara yang juga digawangi oleh Bendahara ADEI Wilson Partogi.

Pihaknya turut mengundang seluruh penggiat e-commerce untuk turut serta bergabung menjadi anggota asosiasi guna bahu membahu memenangkan kualifikasi pemain lokal dalam persaingan global. Lucunya, dewan penasehat justru diduduki orang-orang yang menduduki posisi penting di perusahaan asing, seperti Zalora, Microsoft, IBM, dan lain sebagainya.

Bisa jadi organisasi ini lahir dari ketidakpuasan terhadap kepengurusan idEA selama ini. Sah-sah saja sih membangun kelompok baru, toh kebebasan seperti ini merupakan hak asasi yang dijamin oleh UUD 1945. Meskipun demikian, menurut hemat kami, daripada sibuk membangun kelompok eksklusif di industri yang isinya “itu lagi itu lagi”, lebih baik mencurahkan energi yang lebih besar untuk bersatu memperkuat ekosistem dan mendorong terbentuknya regulasi yang lebih ramah ke dunia industri, yang tak hanya melulu berbicara soal pajak dan aturan yang membatasi.