Perkembangan bisnis e-commerce di Indonesia saat ini begitu pesat dan semakin diminati baik oleh para pengusaha lokal atau asing. Hal ini menimbulkan masalah baru, karena Indonesia dirasa masih belum punya aturan yang jelas untuk mengatur peredaran e-commerce asing, sehingga banyak pelaku e-commerce asing yang masih belum tersentuh pajak.
Pada dasarnya setiap ada pembayaran ke luar negeri akan terkena PPh pasal 26. Namun jika sebuah perusahaan e-commerce terdapat di negara lain yang tidak punya perjanjian pajak (tax treaty) dengan Indonesia maka pengenaan pajaknya tidak serta merta kena pasal 26 karena harus mengikuti ketentuan di tax treaty-nya.
Mengutip perkataan Kepala Seksi Pajak Penghasilan Badan II Kunto Laksito dari situs Dirjen Pajak, “Untuk memanfaatkan tarif sesuai tax treaty ada juga persyaratan yang harus dipenuhi misalnya menyampaikan Surat Keterangan Domisili (Certificate of Domicile), nanti SKD ini dilampirkan saat menyampaikan SPT masa PPh Pasal 26 bahwa WP ini bisa menggunakan tarif treaty karena wajib pajak di luar negeri ini memang benar adalah tax resident dari Negara itu yang berdasarkan treaty tarifnya lebih rendah daripada tarif PPh pasal 26 20%.”
Masih dari sumber yang sama, Hafni Septiana Nur Endah, Kasubdit Interoperablitas dan Interkonektivitas e-Business, Kemkominfo, menambahkan bahwa e-commerce itu lebih pada arah percaya atau trust. Oleh karena itu perlu disosialisasikan kepada para pembelinya bahwa ini ada trust mark-nya atau tidak, bahwa ini adalah benar pemiliknya maka perlu adanya sertifikasi keandalan.
“Jadi si pemilik website itu memasang logo itu, maka itu untuk meyakinkan pembelinya. Jadi sekarang kalau sebagai pembeli tidak terkirim harus bagaimana? Kemkominfo bisa bantu telusi ini penjualnya siapa jika domain-nya dot-id, tapi jika domain-nya dot-com sulit ditelusuri karena bukan milik kami (pemerintah Indonesia),” tambah Hafni.
Terkait hal ini banyak pihak yang memberikan pendapat mengenai regulasi untuk mengatur peredaran bisnis online di bidang e-commerce. Sulitnya menerapkan aturan ini dikarenakan industri e-commerce sudah lintas batas dan bahkan lintas negara. Sebenarnya bukan hanya di Indonesia, dunia internasional pun masih dalam perbincangan untuk membahas pajak pada transaksi online yang termasuk hal relatif baru.
Menurut Chairman Internet Data Center Indonesia Johar Alam, yang dikutip Sindonews, “Sebenarnya e-commerce asing yang masuk di Indonesia, ini sah-sah saja. Bila niatannya berdagang pemerintah harus perlakukan mereka seperti pedagang yang harus membayar pajak. Jangan dibedakan jualan online dan offline.”
Masih dari sumber yang sama, pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, “Jadi, misalnya saya pesan online Microsoft Office, dapet enggak tuh negara? Kalau saya beli CD-nya itu kan jelas berapa juta, bayar PPN-nya. Nah, kalau ini (pesan online), saya perkirakan enggak bisa tuh negara ambil pajak.”
Pendapat di atas memang nyata, sulitnya menelusuri dasar dari transaksi e-commerce yang sudah lintas negara dapat menjadi masalah. Oleh karena itu dalam membuat perjanjian perdagangan internasional terkait dengan bisnis online e-commerce pemerintah harus berkosultasi dengan sejumlah pakar. Saat ini Indonesia hanya menerapkan aturan umum seperti Pajak Penghasilan (PPh) untuk bisnis e-commerce. Masih belum adanya aturan khusus yang mengatur di bidang e-commerce ini dirasa masih merugikan karena mengakibatkan beberapa perusahaan asing tidak membayar pajak (PPN) seluruhnya seperti perusahaan dalam negeri.
Kementrian perdagangan pernah menyatakan sudah menemukan cara agar transaksi e-commerce terkena pajak dengan menggandeng perusahaan piranti lunak rasaksa. Namun nyatanya hingga kini masih ada pelaku bisnis e-commerce asing yang tidak terkena wajib pajak, meskipun perdagangan online sudah diatur dalam Undang-undang Perdagangan Nomor 7/2014.
Sudah saatnya Indonesia memiliki aturan yang jelas dalam mengatur peredaran e-commerce asing yang menginvasi. Aturan tersebut harus segera dibuat untuk melindungi pelaku usaha dalam negeri dan memproteksi dari ancaman bisnis online asing untuk menghadapi era perdagangan bebas. Namun tentu setelah melakukan riset seperti apa model perpajakan yang cocok untuk diterapkan di Indonesia dan tidak terpengaruh oleh pernyataan-pernyataan yang tidak masuk akal.
[Ilustrasi: Shutterstock]