All posts by Amir Karimuddin

About Amir Karimuddin

Passionately working in the Internet-based media service industry. Having 15+ years of experience in IT and tech media companies.

Tiktok Shop menjadi fenomena baru di industri e-commerce Indonesia / Pexels

Ekonomi Retail Tak Bangkit Meski TikTok Shop Ditutup

Kemarin pemerintah melakukan langkah drastis membatasi langkah TikTok Shop di tanah air. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bakal merevisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 50 Tahun 2020, sehingga media sosial dalam hal komersil hanya diperbolehkan memfasilitasi promosi barang atau jasa atau mengiklankan.

Hal ini berdampak luas, termasuk membatasi gerak TikTok Shop yang bisa dibilang menjadi fenomena industri e-commerce tahun ini. TikTok Shop disinyalir menjadi penyebab sepinya pasar-pasar retail, termasuk Tanah Abang. Popularitas TikTok Shop meroket, seiringnya dengan semakin populernya platform media sosial ini di berbagai kalangan, khususnya anak muda. Algoritmanya dianggap lebih baik dibanding platform serupa.

Promosi besar-besaran, atau yang lazim disebut “bakar uang”, yang dilakukan TikTok Shop dianggap mengganggu bisnis UMKM dan Pemerintah melakukan langkah untuk “memproteksinya”. Proteksi di sini harus digarisbawahi mengingat penjual di TikTok Shop tentu saja bervariasi, dari UMKM hingga brand besar.

Di penutupan hari ini, saham Sea Ltd, pemilik Shopee, di Bursa Saham New York langsung menguat 11%. Sementara GoTo, induk Tokopedia, juga naik 5%. Kedua pesaing tedekat TikTok Shop ini pasarnya tergerus karena fokus mereka adalah mengejar profitabilitas.

Tentu saja pertanyaan besarnya tetap harus dijawab: Apakah penutupan TikTok Shop akan membuat kembali ekonomi bergairah di pasar rakyat?

Kelesuan ekonomi dunia

Secara global, ekonomi sedang tidak baik-baik saja. Ketika pandemi, banyak negara yang mencetak uang secara berlebihan demi mempertahankan ekonomi yang terdampak lockdown.

Efek samping kebijakan ini mulai dirasakan tahun 2022, ketika inflasi meroket dan daya beli terus menurun. Inflasi yang mencapai angka dua digit membuat pelaku kebijakan di negara ekonomi adidaya terpaksa terus menaikkan suku bunga. Praktis nilai uang yang dimiliki masyarakat tidak sebagus sebelum pandemi.

Data ekonomi dunia masih di tahap perlambatan selama 2023 / IMF
Pertumbuhan ekonomi dunia masih di tahap perlambatan selama 2023 / IMF

Di tahun 2023, kondisi sedikit membaik, terutama dengan berakhirnya pandemi dan pembatasan mobilitas, tetapi efek bola saljunya telah menghasilkan dampak sistemik. Masyarakat semakin berhati-hati membelanjakan uangnya untuk kebutuhan apapun.

Perubahan perilaku belanja

Selama pembatasan mobilitas di masa pandemi, masyarakat dimudahkan dengan pembelian berbagai barang secara online. Terjadi akselerasi masif terhadap adopsi e-commerce. Toko retail yang secara gradual selama 10 tahun terakhir mulai tergusur mendapatkan pukulan telak.

Berbagai mall menjadi lebih sepi. Tidak cuma di Indonesia, hal ini juga terjadi di Amerika Serikat dan Tiogkok. Berbagai pusat perbelanjaan, baik yang berada di sisi jalan maupun di dalam mall, kini tak lagi memiliki tenant. Yang penting adalah punya pusat distribusi untuk mengirimkan barang langsung ke konsumen.

Dimulai dari ketersediaan platform e-commerce, kenyamanan berbelanja online menjadi semakin “pintar” ketika TikTok memasuki segmen ini.

TikTok, dengan algoritma pintarnya, mencoba membaca tren di media sosial dan mengonversinya menjadi barang-barang yang disinyalir bakal disukai konsumen. Hasilnya ternyata spot on. Konsumen suka dengan rekomendasi yang disodorkan TikTok, tak hanya soal promosinya.

TikTok Shop merangsek dalam waktu singkat menjadi salah satu yang terdepan di industri e-commerce tanah air. Menurut prediksi Momentum Works, tahun ini transaksi (GMV) di TikTok Shop Asia Tenggara mencapai $15 miliar (Rp 230 triliun) atau setara pangsa pasar Tokopedia dan Lazada.

Penutupan TikTok Shop bisa menjadi “berkah” bagi para pesaingnya.

Prediksi GMV Tiktok di Asia Tenggara / Momentum Works
Prediksi GMV Tiktok di Asia Tenggara / Momentum Works

Langkah berikutnya

Kombinasi kelesuan ekonomi, prioritas alokasi dan perubahan perilaku belanja membuat Tanah Abang tak lagi ramai. Sebelum pandemi, masa-masa bulan Puasa adalah masa keemasan penjual pakaian di kawasan Tanah Abang. Macet mengular di mana-mana adalah hal biasa. Kini kondisi ini tak lagi terjadi.

Antara orang-orang mengurangi belanja di kategori pakaian (karena prioritas belanja) atau perubahan perilaku belanja menuju kemudahan online, keramaian ekonomi retail telah bergeser.

Konsumen bukan tidak butuh barangnya, melainkan mereka merasa lebih nyaman melakukan swipe sambil bersantai di kamar. Sudah usang konsep harus bepergian jauh dan berdesakan demi mendapatkan barang impian.

Sinergi antara platform online dan para pedagang retail harus terus dilakukan. Mereka saling membutuhkan. Pelatihan cara berjualan, fulfillment, dan bahkan melakukan live shopping (jika perlu) adalah cara merangkul kebiasaan baru.

Semua harus beradaptasi atau mati, karena zaman dan tren terus berubah. Penutupan TikTok Shop hanyalah kambing hitam, karena pasar akan menemukan keseimbangan baru dan itu tidak lagi terjadi di sentra rakyat.

Application Information Will Show Up Here
Co-Founder UpBanx Wafa Taftazani, Hendri Wijaya, dan Alif Jafar Fatkhurrohman / Upbanx

Platform Fintech untuk Kreator UpBanx Raih Pendanaan 74 Miliar Rupiah, Klaim Valuasi Centaur di Tahun Pertama Beroperasi

Platform fintech UpBanx, yang bertujuan mengembangkan platform perbankan digital untuk kreator (atau influencer) dan brand, mengumumkan perolehan pendanaan pra-pendanaan awal dengan nilai $5,2 juta atau sekitar 74 miliar Rupiah dengan klaim valuasi $120 juta (centaur) hanya dalam 6 bulan beroperasi atau 1 bulan berdiri resmi. Layanannya sendiri belum bisa diakses oleh publik.

Pendanaan kali ini diikuti Y Combinator, Alpha JWC Ventures, Alto Partners Multi-Family Office, Number Capital, UBI Capital, Raffi Ahmad dan Nagita Slavina, jaringan kreator Collab Asia dan DRM (Digital Rantai Maya), dan sejumlah angel investor ternama.

Termasuk di jajaran angel investor ini adalah Melvin Hade (Partner GFC), Hendra Kwik (CEO Fazz Financial), Hendoko Kwik (CEO Modal Rakyat), Budi Handoko (CEO Shipper), dan Arya Setiadharma (CEO Prasetia Dwidharma).

UpBanx didirikan oleh Wafa Taftazani (ex-Googler dan Co-Founder Modal Rakyat), Hendri Wijaya, dan Alif Jafar Fatkhurrohman. Mereka mengikuti inkubator prestisius Y Combinator batch W22.

CEO Wafa Taftazani mengatakan, “Kami membangun UpBanx sebagai platform terintegrasi untuk ekonomi kreator dan lebih luasnya. Selain menyediakan solusi keuangan, kami juga akan memfasilitasi kolaborasi yang lancar antara kreator dan brand. Dalam waktu dekat, kami juga akan bertindak sebagai platform peluncuran Web3 untuk kreator dan brand, untuk membantu fan engagement dengan cara baru yang inovatif.”

UpBanx bakal hadir tahun 2022 ini. Konsepnya agak berbeda dengan perbankan digital kebanyakan. Untuk bergabung, peserta harus menjadi kreator di YouTube, Instagram, atau TikTok. Belum diketahui bagaimana kriteria kurasi yang dilakukan platform nantinya.

UpBanx nantinya akan menggunakan lisensi perbankan milik BPR Sentral Mandiri dan didukung ekosistem fintech milik Fazz Financial, khususnya Modal Rakyat dan Cashfazz.

Belum banyak platform perbankan digital yang spesifik menargetkan pasar-pasar ceruk (niche). Sebelumnya Hijra dari Alami juga diproyeksikan menjadi bank digital syariah pertama.

Northstar Group to Channel 8.3 Trillion Rupiah Funding for Southeast Asia’s Growth Stage Startups

The private equity firm founded and led by Patrick Walujo and Glenn Sugita, Northstar Group, announced its flagship fund with a value of $590 million or around 8.3 trillion Rupiah.

The Northstar Equity Partners V Limited (Northstar V) funds will be channeled to Southeast Asian growth companies focusing on the consumption, financial services, digital economy and recovery sectors from the COVID-19 pandemic.

In total, Northstar currently manages a portfolio of $2.5 billion (over 35 trillion Rupiah). Northstar’s supporting investors include sovereign wealth funds, insurance companies, institutional investors, family offices, and high net worth individuals.

During 2021, Northstar V funds have been channeled to FMCG company Greenfields Dairy, fintech startup Advance Intelligence Group, and SaaS startup for warung, Ula. Advance AI has reached the unicorn status, while Ula has reached soonicorn status with a valuation of over $100 million.

Northstar Group’s Co-Founder and Managing Partner, Patrick Walujo said, “Over the past two years, we have all seen unprecedented volatility, uncertainty and complexity. However, Southeast Asia, in particular, Indonesia continue to present long-term investment opportunities. As the market recovers from the COVID-19 pandemic, favorable demographic conditions, rising wealth and consumption, higher levels of education and continued digitalization will drive substantial growth in the region.”

“The successful fundraising of our fifth flagship fund that took place during today’s challenging times is a testmony to the strong team and our portfolio’s quality, as well as the returns we have provided investors. We look forward to building partnerships with more entrepreneurs in Southeast Asia to drive their business growth through our capital and expertise,” Northstar Group’s Co-Founder and Managing Partner, Glenn Sugita added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Northstar Group menutup dana "flagship" Northstar Equity Partners V Limited, termasuk menyasar perusahaan di sektor ekonomi digital

Northstar Group Siapkan Dana 8,3 Triliun Rupiah untuk Berinvestasi di Perusahaan Matang Asia Tenggara

Perusahaan private equity Northstar Group, yang didirikan dan dipimpin Patrick Walujo dan Glenn Sugita, mengumumkan penutupan dana flagship dengan nilai komitmen $590 juta atau sekitar 8,3 triliun Rupiah.

Dana Northstar Equity Partners V Limited (Northstar V) ini akan disalurkan ke perusahaan-perusahaan matang berorientasi tumbuh (mature growth companies) Asia Tenggara dengan fokus di sektor sektor konsumsi, layanan keuangan, ekonomi digital, dan pemulihan dari pandemi COVID-19.

Secara total saat ini Northstar mengelola portofolio dengan nilai $2,5 miliar (lebih dari 35 triliun Rupiah). Termasuk investor pendukung Northstar adalah dana kekayaan negara, perusahaan asuransi, investor institusi, kantor keluarga, dan individu dengan high net worth.

Selama tahun 2021, dana Northstar V telah disalurkan ke perusahaan FMCG Greenfields Dairy, startup fintech Advance Intelligence Group, dan startup SaaS untuk warung Ula. Advance AI telah mencapai valuasi unicorn, sementara Ula telah menyandang status soonicorn dengan valuasi lebih dari $100 juta.

Patrick Walujo, Co-Founder dan Managing Partner Northstar Group, mengatakan, “Selama dua tahun terakhir, kita semua telah melihat volatilitas, ketidakpastian, dan kompleksitas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, Asia Tenggara dan, khususnya, Indonesia terus menghadirkan peluang investasi jangka menengah hingga panjang yang menarik. Seiring dengan pulihnya pasar dari pandemi COVID-19, kondisi demografi yang menguntungkan, peningkatan kekayaan dan konsumsi, tingkat pendidikan yang lebih tinggi, serta digitalisasi yang terus berlanjut akan mendorong pertumbuhan yang besar di kawasan.”

“Kesuksesan penggalangan dana dari flagship fund kelima kami yang berlangsung selama masa penuh tantangan saat ini merupakan bukti kekuatan tim dan kualitas perusahaan portofolio kami, serta return yang telah kami berikan kepada investor. Kami berharap dapat membangun kemitraan dengan lebih banyak pengusaha di Asia Tenggara untuk mendorong pertumbuhan bisnis mereka melalui kontribusi modal dan keahlian kami,” tambah Glenn Sugita, Co-Founder dan Managing Partner Northstar Group.

Aplikasi keyboard Keyta didirikan oleh Jacqueline Latip dan Ainul Hamdani dengan fungsi utama memudahkan para penjual online mengoptimalkan produktivitasnya / Keyta

Aplikasi Keyboard untuk UMKM Keyta Peroleh Dana Awal dari Indonesia Women Empowerment Fund

Aplikasi keyboard untuk UMKM Keyta mengumumkan perolehan dana awal dengan jumlah yang tidak disebutkan dari Indonesia Women Empowerment Fund (IWEF). Keyta adalah salah satu lulusan inkubasi Startup Studio Indonesia batch ketiga. Selain Keyta, pemain di sektor ini antara lain Selly yang dimiliki GoTo.

IWEF adalah dana yang dikelola bersama oleh Moonshot Ventures dan YCAB Ventures yang berinvestasi ke startup yang dipimpin perempuan dengan inovasi yang mengatasi hambatan demi mata pencaharian yang lebih baik bagi perempuan. Di awal tahun, IWEF telah memberikan pendanaan untuk startup edtech Titik Pintar.

Keyta didirikan oleh Jacqueline Latip dan Ainul Hamdani dengan fungsi utama memudahkan para penjual online mengoptimalkan produktivitasnya. Termasuk fitur unggulannya adalah template autoteks untuk membalas pesan, pengecekan biaya kurir, pencetakan invoice, dan dasbor untuk manajemen semua transaksi.

Adelle Tanuri, Head of Impact Investments YCAB Ventures, dan Tom Schmittzehe, Managing Partner Moonshot Ventures, yang secara bersama memimpin IWEF, menyebutkan:

“Di bawah kepemimpinan Jacqueline Latip sebagai CEO dan pendiri, Keyta telah menciptakan inovasi yang memudahkan bisnis kecil untuk menjual secara online, di mana mayoritas UMKM dijalankan dan dimiliki oleh perempuan. Ini sangat selaras dengan misi IWEF untuk mendukung wirausahawan perempuan dan mempromosikan penghidupan yang lebih baik bagi perempuan di seluruh Indonesia.”

Diklaim Keyta kini memiliki lebih dari 6000 pengguna yang didominasi perempuan pengusaha UMKM. Perusahaan juga mengklaim pertumbuhan pengguna hingga 300% sejak Juni 2021.

Sektor UMKM merupakan salah satu salah satu sektor menarik yang dibidik startup produktivitas Indonesia sepanjang tahun ini. Beberapa startup SaaS telah mencapai valuasi $100 juta atau lebih dengan solusi-solusi untuk mendorong UMKM Indonesia naik kelas.

Founder dan CEO Keyta Jacqueline Latip mengatakan, “Misi Keyta adalah untuk mengurangi hambatan bagi usaha kecil untuk tumbuh dan berkembang dalam ekonomi digital. Sampai saat ini, penjual online perlu beralih antara beberapa aplikasi dan seluruh proses ini sangat memakan waktu. [..] Pengguna Keyta mengoperasikan penjualan online mereka 3 atau 4 kali lebih cepat, dan mampu memberikan layanan pelanggan yang jauh lebih baik.”

Application Information Will Show Up Here
Here are our picks (handpicked by our own editors) for Indonesia's most impactful startups that help bring positive changes to grassroots communities

Editors’ Picks: Indonesia’s Most Impactful Startups

Impact investing can be a powerful instrument of change.

— Judith Rodin (Philanthropist and former President of Rockefeller Foundation).

Creating a startup is not only about making wealth and being famous, nationwide and globally. It’s also to make impacts on society. Indonesia, an archipelago with 270+ million of population and most are working in maritime and agriculture industry, can use some help from tech startups to ignite these changes. A change for farmers, fishermen, grassroots communities, MSMEs, and people in need for a better quality of healthcare and education.

In alphabetical order, here are our picks (handpicked by our own editors) for Indonesia’s most impactful startups to date.

Amartha (Kristin, Randi)

Metrics Number/Description
Impacted MSMEs 908,000
Disbursement Rp5.13 trillion
Coverage The women-focused fund, providing access to clean water, accommodating financial access to tier-3 cities, financial literacy programs

Amartha has been uniquely positioned to use Grameen Bank’s playbook to empower women by disbursing productive loans with technological touch. In the patriarchal society we live in, where most households are supported by only men of the family, this innovation would spread an awareness that women, too, have an opportunity to contribute more to the economy. Not only about the loan, its small group setup taught about business, financial literacy, and digital literacy. Several global social impact institutions have validated the effectiveness of their business model and become strategic partners.

Aruna (Amir, Yenny)

Metrics Number/Description
About Integrated Fisheries Commerce
Total Fishermen 20,000+ fishermen and provided 10 commodities
Coverage 40 fishing community centers spread across 13 provinces, the majority are in coastal villages that have not been reached by similar fishing companies.

Indonesia claims to be a maritime industry, yet the industry hasn’t changed to support local fishermen. With one of the co-founders being a fisherman’s daughter, Aruna builds a platform that consolidates all aspects of the industrial fisheries, from aggregators of supply and purchase, financing, and reducing the price gap, while increasing the living standards for underserved fishermen. It has acquired 20,000+ fishermen to date and has begun to partner with MSMEs in the fishery business.

eFishery (Corry, Yenny)

Metrics Number/Description
Statistics 13,000+ fish farmers and 60,000+ fishponds
Impacted MSMEs 6,000 fish farmers in more than 250 cities/districts throughout Indonesia
Coverage Helps fish farmers in terms of care, the provision of feed and seeds, undercut the possibility of working with middlemen

eFishery has revolutionized the aquaculture sector through IoT-based feeder solutions, disrupting the traditional way of feeding fish and shrimp in Indonesia. It is listed as the largest feed distributor and fish supplier in Indonesia without operating any single fishpond. eFishery continues to scale up its innovation by providing an end-to-end ecosystem through the marketplace and BNPL/paylater services. It aims to build an aquaculture ecosystem in Indonesia that is not only profitable, but also sustainable to the farmers, buyers, and all stakeholders.

Halodoc (Marsya, Randi)

Metrics Number/Description
Total Users 20 million+ monthly active users
Partners 4000+ pharmacy, 20,0000+ doctor; 3800+ medical facilities
Coverage All cities in Indonesia

Halodoc succeeds in democratizing access to comprehensive health facilities. The platform enables many people, especially from tier-2 and tier-3 cities, to access a broad network of doctors and pharmacies in Indonesia with a touch of mobile services. No more wasting hours to queue at the hospital. With healthcare digitization still in the nascent stage, accelerated with the pandemic, Halodoc is on course to be the go-to platform for all healthcare needs.

Kitabisa (Randi, Marsya)

Metrics Number/Description
Statistics 6 milllion+ users/fundraisers,  1.5 million+ monthly transaction in 4000 campaigns
Donation Rp835 billion in 2020
Partners 3000+ NGOs and social institutions, 250+ CSRs

It’s no doubt that Kitabisa has set a gold standard of social crowdfunding, by turning donations into a digital lifestyle, making people more responsive to social problems. Its friendly UI/UX has been copied by many similar services. The power of technology, storytelling, and a strong community has made Kitabisa the top-of-mind donation platform in Indonesia, trusted by millions of users every month. The platform perfectly identified the pain points the community had faced with the donation program: trust, convenience, and flexibility.

Klinik Pintar (Corry, Kristin)

Metrics Number/Description
Statistics 120+ clinics
Partner(s) Bundamedik Healthcare System (BMHS)
Coverage 60+ cities

Accessible infrastructure continues to be the highlight of healthcare democratization towards grassroots communities. While Halodoc provides access to doctors and pharmacies, Klinik Pintar provides physical clinic chains as the first mile for healthcare access. According to data, there are almost 9000 clinics and almost 10,000 Puskesmas nationwide, compared to less than 3000 hospitals. The platform aims to help clinics owners to make healthcare services widely accessible for people with the help of technology.

Mitra Bukalapak (Randi, Marsya)

Metrics Number/Description
Statistics 10.4 million registered micro-business users
Coverage All tier-1, tier-2, and tier-3 cities around Indonesia
Focus Financial and digital literacy programs

We believe Mitra Bukalapak will become the core and essential part of Bukalapak’s business, not just a type of diversification like others’ approach. Hence why it’s now the country leader of the O2O industry. It bridges between non-tech-savvy societies and the technology industry. The platform is about how a digital application enables micro-entrepreneurs to create added value for their customers. It’s also hopeful to provide a fair supply chain system for micro-entrepreneurs.

Tanihub (Yenny, Amir)

Metrics Number/Description
Statistics 500,000+ downloads in Google Play
Total farmers 60,000 farmers
Total users 350,000+ buyers in 12 cities

TaniHub is a one-stop digital service for agricultural products that aims to connect farmers with various types of businesses and end-users. While it’s not the only platform in the area, it’s successfully able to connect the long supply chain between farmers and customers by providing access to capital to the farmers, undercutting the distribution, and establishing a more sustainable environment in the industry. Recently it launches a foundation as a vehicle that provides long-term solutions for the welfare of farmers.

Wahyoo (Corry, Kristin)

Metrics Number/Description
Statistics 17,000 “warung”
Coverage “Warung” in Jabodetabek
Focus Digitizing “warung”, supply chain, paylater product

Small and medium enterprises represent one of the major engines of economic growth in Indonesia. Jakarta alone is home to thousands of small food stalls or locally known as “warung”. Founded by Peter Shearer, Wahyoo, through its innovation, intends to help transform the conventional working system of “warung”. It directs its vision on cost efficiency and increasing the profits of “warung” owners through simplification of the supply chain process.

Zenius (Marsya, Kristin)

Metrics Number
Statistics 20 million+ students and partners with over 7000 teachers throughout Indonesia. Total visit reached up to 38 million (session)
Content 100,000+ learning videos, hundreds of thousands of practice questions for elementary-high school level.
Coverage All cities/districts nationwide

Co-Founded by Sabda PS as one of the edtech pioneers in Indonesia, Zenius shows what an edtech company should be. The platform tries to revolutionize our basic education concept. Rather than just “memorizing”, the old method that has been practiced nationwide for years, it pushes the new idea with an understand-the-concept approach.  Moreover, it’s not only focused on students but also helping teachers catch up with digitalization.

Monika Rudijono Diangkat Sebagai Managing Director Baru Vidio

Monika Rudijono resmi ditunjuk sebagai Managing Director Vidio yang baru per Oktober tahun ini. Dalam menempati posisi yang baru saja dibentuk, ia akan bertugas mengawasi jalannya operasional sehari-hari dari platform OTT lokal paling populer ini. Ia akan melapor langsung kepada Sutanto Hartono, CEO Vidio dan Wakil Presiden Direktur Emtek Group. Sebelumnya, beliau menjabat sebagai Marketing Chief Lazada Indonesia selama lebih dari 3 tahun.

Monika adalah seorang veteran dengan pengalaman lebih dari 20 tahun di industri. Sebagai lulusan dari UC Berkeley, ia sebelumnya memegang beberapa posisi tinggi di ahensi pemasaran, termasuk Presiden Direktur Grey Group. Monika memulai karirnya di bidang teknologi ketika memimpin Uber Indonesia sampai akhirnya bergabung dengan Grab.

Selama bertugas di Lazada, ia mengawasi beberapa kampanye pemasaran, termasuk kolaborasi dengan Brightspot Market, Pakuwon Group, tim EVOS Esports, dan MasterCard.

Menurut data dari Media Partners Asia pada tahun 2020, Vidio memiliki sekitar 1,1 juta pengguna berbayar secara nasional. Platform ini bersaing langsung dengan pemain regional dan global untuk menjadi pemuncak di industri OTT Indonesia. Vidio fokus pada siaran olahraga (sepak bola, bola basket, dan F1), Asia, dan konten asli lokal.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

Monika Rudijono, previously worked with Uber and Lazada Indonesia, is now Vidio's new Managing Director

Monika Rudijono is Appointed as Vidio’s new Managing Director

Monika Rudijono has been appointed as Vidio’s new Managing Director, starting this October. In this newly created position, she will oversee the day-to-day operation of the local’s most popular OTT platform. She will report to Sutanto Hartono, Vidio’s CEO and Emtek Group’s Vice President Director. Previously she was Marketing Chief of Lazada Indonesia for over 3 years.

Rudijono is a veteran in the industry with more than 20 years of experience. Graduated from UC Berkeley, she was previously held several high positions in advertising agencies, including President Director of Grey Group. Rudijono jumpstarted her career in tech by leading Uber Indonesia until its merger with Grab.

During her stint with Lazada, she oversaw several marketing campaigns, including collaboration with Brightspot Market, Pakuwon Group, EVOS Esports team, and MasterCard.

According to data from Media Partners Asia in 2020, Vidio has around 1.1 million paid users nationwide. It competes with regional and global players to be the household names in Indonesia’s OTT industry. Vidio’s focus is on sports (football, basketball, and F1), Asian, and local original content.

Centaur adalah makhluk setengah manusia dan setengah kuda di mitologi Yunani. Kini juga digunakan untuk menggambarkan startup dengan valuasi "hampir unicorn" / depositphotos

Mengenal Arti “Startup Centaur”

Kebanyakan dari kita mungkin pernah mendenger istilah “unicorn” atau “startup unicorn”. Startup besar seperti Gojek, Tokopedia, atau Traveloka masuk ke kategori ini. Unicorn adalah binatang mistis yang menggambarkan startup dengan nilai perusahaan di atas $1 miliar (Rp14 triliun). Nilai yang bombastis dan luar biasa ini membutuhkan “penggambaran” yang luar biasa juga.

Berikutnya muncul istilah baru “startup centaur”. Apa sih sebenarnya centaur ini? Centaur, makhluk setengah manusia dan setengah kuda dalam mitologi Yunani (atau Sagitarius dalam mitologi Romawi), pertama kali diungkapkan oleh Dave McClure, untuk mengiringi unicorn.

Centaur, sebagai “calon unicorn” atau “adiknya unicorn”, memiliki nilai perusahaan antara $100 juta (Rp1,4 triliun) dan $1 miliar (Rp14 triliun). Beberapa orang menggunakan istilah “soonunicorn” untuk menjelaskan posisi centaur di antara istilah-istilah startup.

Di Indonesia sendiri sudah ada <10 unicorn dan 40+ buah centaur. Centaur-centaur inilah yang harapannya dalam 1-3 tahun mendatang bisa masuk ke jajaran unicorn.

Infografis berikut ini berisi daftar startup Indonesia yang sudah dikonfirmasi memiliki valuasi di jangkauan centaur per awal tahun 2021. Lebih lanjut, informasi lengkap tentang kondisi startup di Indonesia bisa disimak secara gratis di Startup Report 2020.

Daftar startup centaur Indonesia (2020) / DailySocial
Daftar startup centaur Indonesia (2020) / DailySocial


Disclosure: gambar header dari depositphotos

Emtek is No Longer DANA’s Largest Shareholder

In the public disclosure of fourth quarter of 2020, Emtek Group (Emtek) revealed that it is no longer the controlling shareholder of PT Elang Andalan Nusantara (EAN). Currently, Emtek only owns 49% of EAN’s shares, down from 55% in the previous quarter.

PT Kreatif Media Karya (KMK), a subsidiary of Emtek, has sold 6% of EAN’s shares to an unnamed third party, on December 30, 2020 for IDR76 billion. 

Therefore, the EAN information and its subsidiaries, including DANA and Doku, will no longer be included in Emtek’s financial reports. Previously, DANA-related information is accessible for public, including DANA user funds and total assets.

EAN is a joint venture company owned by Emtek and Alibaba. Alibaba previously owned 45% of the company shares. During 2019-2020, Alibaba (via API Hong Kong) issued debt securities for EAN worth $110 million (approximately 1.6 trillion) which had been extended from 12 months to 24 months.

KMK, in February, has issued a convertible loan for EAN worth IDR154 billion.

This April, Emtek announced a new fund worth 9 trillion Rupiah, with $150 million (2.18 trillion Rupiah) of which came from Naver Korea.

Recent updates

The loss of Emtek’s main shares in the EAN also impacts in Doku (PT Nusa Satu Inti Artha) to no longer have updates. Emtek previously owned 50% of Doku’s shares through PT Pariwara Digital Media (PDM). PDM is now consolidated under EAN.

Another update is the addition of Bukalapak shares through two stages. However, the percentage of Bukalapak shares owned by Emtek is currently (34.39%) down (diluted) compared to the previous year due to the Series G funding round. Bukalapak has at least two funding announcement, led respectively by Microsoft and Standard Chartered Bank.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here