All posts by Kristin Siagian

About Kristin Siagian

A writer in progress

Olsera berawal dari layanan POS, kini mendukung berbagai aspek operasional bisnis

Perjalanan Olsera Menuju “Superapp” untuk UMKM

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memegang peranan penting dalam memajukan perekonomian negara. Pandemi yang terjadi tahun 2020 sempat menghantam sektor ini. Namun di sisi lain turut mendorong digitalisasi di dalamnya. Berdasarkan data yang dihimpun MSME Empowerment Report 2022, terdapat 83,8% pelaku UMKM yang melakukan digitalisasi atau memanfaatkan teknologi untuk mendukung operasional bisnis mereka.

Angka ini merupakan pasar yang sangat besar bagi para penyedia layanan digitalisasi UMKM, salah satunya Olsera. Berawal dari menyediakan layanan Point-of-Sales bagi UMKM, Olsera (sebelumnya OlseraPOS) kini telah berkembang menyediakan solusi end-to-end untuk bisnis di Indonesia.

Didirikan pada tahun 2015, Olsera memiliki objektif untuk menyediakan sumber daya yang dibutuhkan UMKM agar dapat berkembang dan meningkatkan produktivitas mereka.

Dalam interview eksklusif bersama DailySocial.id, Co-Founder Olsera Ali Tjin menceritakan awal mula didirikannya startup tersebut. Kala itu UMKM sudah mulai menjamur, tetapi operasional bisnisnya masih belum efisien.

“Untuk bisa mengadopsi teknologi membutuhkan dana yang tidak sedikit. Pada saat itu kita ingin mengembangkan layanan POS, tetapi alat-alatnya kebanyakan mahal.”

Meskipun begitu, perkembangan teknologi melahirkan alat-alat canggih seperti smartphone, tablet, dan lain-lain yang lebih terjangkau bagi para pebisnis. Berangkat dari situ, mereka berusaha mengembangkan teknologi yang bisa memfasilitasi manajemen bisnis dengan solusi yang lebih fleksibel dan tersedia dalam perangkat yang mereka gunakan sehari-hari.

Co-Founder & CEO Olsera Novendy Chen yang juga hadir dalam wawancara virtual ini menambahkan bahwa ketika mendirikan Olsera, timnya melihat dari sisi kebutuhan para UMKM. Semakin banyak UMKM yang semakin bertumbuh, tuntutan mereka untuk lebih produktif dan efisien juga semakin tinggi.

“Di sisi lain, kita lihat kemajuan teknologi dapat banyak membantu untuk tujuan tersebut. Namun, kebanyakan kita hanya menjadi konsumen terhadap teknologi. Ini yang menjadi inspirasi juga. Kenapa ada alat-alat canggih tetapi tidak digunakan dengan maksimal. Saat itu kita mulai dari POS,” ujarnya.

Berkembang seiring pertumbuhan mitra

Seiring pertumbuhan bisnisnya, layanan Olsera semakin berkembang menjadi manajemen bisnis all-in-one yang mendukung setiap aspek operasional. Sistem ini memungkinkan UMKM untuk merampingkan dan memaksimalkan efisiensi demi percepatan bisnisnya. Olsera juga mengungkap ambisinya untuk bisa menjadi superapp untuk UMKM Indonesia.

Layanan yang ditawarkan Olsera yang saling terintegrasi

Novendy menambahkan, “kami memiliki filosofi untuk bertumbuh bersama UMKM. Kesuksesan bisnis kita itu diukur dari seberapa banyak UMKM yang sudah kita bantu. Tanpa mereka tidak ada kami. Kata kuncinya adalah untuk melayani UMKM,”

Filosofi ini juga tertuang dalam logo Olsera yang adalah balon udara. “Kami ingin bisa membantu UMKM untuk elevate their business. Kami juga memiliki core value yang customer-centric. Apa yang kita kembangkan, itu sesuai dengan feedback mitra. Solusi yang kita telurkan juga fokus untuk mendorong para pebisnis untuk bisa lebih produktif, kompetitif, dan efisien secara waktu dan biaya. Selain itu juga lebih efektif secara pemasaran,” tambahnya.

Jika POS menjadi pintu gerbang digitalisasi UMKM, seiring pertumbuhan bisnis kebutuhan mereka pun bertambah, seperti manajemen inventori dan accounting. Olsera sendiri juga tidak ingin terpaku pada layanan POS.

Ketika pandemi melanda, banyak bisnis yang terpaksa harus menutup toko dan mulai membuka pemesanan online. Atas kondisi tersebut, Olsera menghadirkan solusi omnichannel.

Beberapa fitur utama yang ditawarkan meliputi manajemen inventori dan rantai pasok, solusi pemasaran, manajemen karyawan, toko online, solusi  omnichannel, serta program loyalitas. Selain itu Olsera juga terus menambah metode pembayaran di platformnya. Saat ini sudah ada 11 metode pembayaran, termasuk ShopeePay, OVO, DANA, GOPAY, DOKU, Akulaku, Kredivo, dan lainnya.

Untuk segmentasi pasar yang disasar, Olsera mengaku melihat masing-masing bisnis memiliki unique operational-nya sendiri. Meskipun kebanyakan merchant datang dari ritel dan F&B, mereka mengaku beruntung mampu mengembangkan layanan yang cukup fleksibel dan bisa tap-in di bisnis yang sifatnya layanan atau produk. Belum lama ini, perusahaan juga sudah masuk ke ranah korporasi.

Merchant Olsera datang dari beragam lini bisnis seperti F&B, ritel, wellness, fesyen & kecantikan, layanan (barbershop dan laundry), dan lainnya. Untuk klien korporasi yang sudah bekerja sama, termasuk TMII (Taman Mini Indonesia Indah), Grup Ciputra, dan Martha Tillaar. Untuk ticketing, Olsera telah bekerja sama dengan PRSU (Pekan Raya Sumatra Utara).

“Jadi segmentasi kita ini sekarang sudah semakin luas dan itu menjadi integrated, beberapa brand ternama maupun korporasi yang memiliki sebuah kawasan, di dalamnya ada ritel, usaha layanan, hospitality, kita bisa digitalisasi secara bersamaan dalam menggunakan ekosistem kita,” tambah Novendy.

Terkait monetisasi, Olsera menawarkan model bisnis subscription dalam 3 tier, yaitu Basic (Rp158 ribu/bulan), Premium (Rp248 ribu/bulan), dan Pro (Rp328 ribu/bulan). Dalam beberapa kasus khusus, Olsera juga mengambil fee/transaksi. Hingga saat ini, perusahaan mengklaim telah berhasil memproses transaksi sebanyak Rp2,5 triliun per bulannya.

Pada awal pengembangannya, bisnis Olsera berbasis di Batam. Setelah beberapa bulan beroperasi, timnya melihat bahwa permintaan dari luar Batam semakin banyak. Di tahun ke-2 beroperasi, layanan ini sudah memiliki representatif di beberapa kota besar di Pulau Jawa, seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.

“Batam, layaknya kota-kota lain, terus berkembang dari sisi teknologi. Begitu pula adopsi teknologi yang semakin tinggi. Namun, pada saat itu, permintaan lebih tinggi datang dari Jabodetabek. Selain itu, kita juga ingin menjangkau area yang sudah siap dan memiliki kesadaran atau awareness terhadap pemakaian teknologi serupa di hal yang lebih produktif. Hingga saat ini, kita sudah hadir di 500 kota di Indonesia.” ungkap Novendy.

Presentase kategori merchant yang memanfaatkan layanan Olsera

Eskalasi bisnis jadi fokus selanjutnya

Ketidakpastian kondisi ekonomi ketika pandemi yang masih berlanjut hingga saat ini telah memicu kesadaran akan pentingnya membangun fundamental yang kuat dalam berbisnis. Olsera sendiri mengaku sudah menyadari hal ini sebelum mereka memulai bisnis.

“Sejak 2015 kita cukup efisien dalam operasional bisnis. Di 6 bulan pertama kita masih bleeding. Namun, untungnya tim tetap solid. Masuk bulan ke-7 kita sudah bisa mencatatkan laporan keuangan yang positif. Hal ini membuat kami merasa cukup dengan cash flow yang ada hingga Covid-19 melanda Indonesia.”

Novendy mengaku bahwa ketika itu timnya tidak tahu kondisi tersebut akan berjalan berapa lama. Secara eksternal, mereka coba menghadapi isu ini dengan memberi kelonggaran kepada merchant yang usahanya terpaksa tutup di masa lockdown. Olsera juga meluncurkan layanan baru seperti dine-in dan takeaway untuk membantu merchant F&B tetap bisa berjualan.

Secara internal, tentunya kita tidak lepas dari potensi efisiensi, tetapi manajemen berusaha untuk tidak menempuh jalur itu. Secara penjualan, perusahaan menyadari bahwa tidak banyak yang bisa dilakukan. Maka dari itu, mereka fokus in-touch untuk memelihara kepuasan dan kesetiaan merchant. Di sisi lain juga mengembangkan layanan baru untuk tetap optimistis.

“Saat itu, kita mulai memikirkan pendanaan eksternal. Kami mulai menjajaki potensi pendanaan dengan investor. Hingga pada Januari 2022, kita putuskan untuk menerima pendanaan dari Kejora Capital. Sampai saat ini, mereka jadi investor satu-satunya di Olsera,” jelas Novendy.

Post-funding, Olsera mulai eksplor ide-ide baru. “Ada yang berhasil, ada yang tidak. Kita fokus pada yang berhasil. Nafas kami di Olsera adalah when we do the business, we want to do it right. Sebelum sustainability startup jadi isu, kita sudah punya path to profitability. Jadi di tahun ke 2 ini, kita sudah kembali ke jalur menuju profit. Next quarter kita akan kembali mencatatkan profit,” tegasnya.

Perusahaan juga mengaku akan segera merencanakan pendanaan selanjutnya. Namun, Novendy mengungkapkan bahwa objektifnya akan berbeda dari yang sebelumnya.

Our next fundraising goal bukan bicara untuk menutup operasional. It’s not only about the cash, tapi untuk scale-up our business. The future fundraise will be purely to speed up our roadmap development dan akselerasi akuisisi selanjutnya, bukan karena kondisi kita bleeding. Sehingga kita bisa berfokus pada hal yang kreatif dan produktif, bukan sibuk memadamkan api,” pungkasnya.

Untuk target ke depannya, Olsera, melalui data-data yang mereka punya, juga ingin membantu influence dan memberi insights bagi para merchant supaya bisa lebih berkembang. “Kita akan lebih fokus untuk utilize the data. Kita juga akan masuk ke ranah machine learning dan AI namun tetap sejalan dengan kebutuhan merchant kita. Kita akan tetap fokus pada core business,” tambah Ali.

“Di samping itu, the next big thing yang kita akan lakukan adalah membawa pelanggan baru bagi para merchant, termasuk menjembatani mereka dengan merek/korporasi yang memiliki satu kesamaan visi/misi supaya bisnis UMKM bisa tumbuh lebih baik lagi. Secara roadmap kembali ke how we are going to improve efisiensi dan produktivitas dari mitra,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

PrimaKu Raih Pendanaan Pra-Seri A Dipimpin Northstar dan AppWorks

Platform digital yang fokus menyediakan solusi parenting untuk tumbuh kembang anak, PrimaKu, hari ini (24/8) mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A yang tidak disebutkan jumlahnya. Putaran ini dipimpin oleh Northstar Group dan AppWorks, dengan partisipasi BRI Ventures dan BIG Ventures.

Didirikan pada Juli 2017, PrimaKu merupakan sebuah ekosistem parenting berbasis komunitas yang ingin membantu mengatasi tantangan orang tua dalam mengasuh anak. Platform ini menghubungkan orang tua dengan dokter anak, serta fasilitas kesehatan yang komprehensif.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Founder & CEO PrimaKu Muhammad Aditriya Indraputra atau akrab disapa Didit, mengungkapkan dua alasan utamanya mengembangkan layanan ini. Pertama, kekhawatiran terkait isu kesehatan pada anak-anak Indonesia. Kedua, pengalaman pribadi dalam menghadapi tantangan sebagai orang tua pertama kali.

Menurut Didit, Indonesia masih tertinggal jauh dalam metrik terkait pertumbuhan anak. Hal ini dapat dibuktikan dari beberapa fakta yang ditemukan berikut ini. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, Lebih dari 46% anak kurang dari 5 tahun menderita kekurangan gizi atau stunting. 

Mengacu pada Profil Kesehatan Ibu dan Anak, terdapat lebih dari 37% anak kurang mendapat vaksinasi, sehingga rentan terhadap penyakit yang sebenarnya bisa dicegah. Fakta lainnya yang ditemukan dalam buku Early childhood development coming of age: Science through the life course, lebih dari 43% anak tidak bisa mencapai pertumbuhan optimalnya.

Selain itu, hal ini juga dapat terjadi karena kurangnya kesadaran mengenai praktik pengasuhan anak yang tepat untuk mengoptimalkan kesehatan, tumbuh kembang anak selama 1.000 hari pertama mereka dan maraknya misinformasi terkait parenting yang beredar di media sosial.

“Ketika saya mempelajari metrik terkait kesehatan anak-anak Indonesia, saya melihat terdapat kesenjangan besar dalam hal kesehatan, gizi, dan kesejahteraan anak secara keseluruhan. Hasilnya, banyak anak mengalami keterbelakangan karena kurangnya akses terhadap informasi dan sumber daya yang tepat,” jelasnya.

Maka dari itu, ia mencoba membangun sebuah platform yang dapat menjembatani kesenjangan dan memberdayakan orang tua dengan pengetahuan dan alat yang dibutuhkan untuk membekali anak-anak mereka sejak dini. Sebuah platform yang tidak hanya memberikan informasi yang akurat dan dapat diandalkan namun juga menciptakan dukungan dan rasa kebersamaan.

PrimaKu menawarkan tiga fitur unggulan untuk membantu orang tua mengatasi stunting dalam tumbuh kembang anak, di antaranya pemantauan tumbuh kembang anak, panduan nutrisi, serta layanan vaksinasi dan imunisasi.

Orang tua akan mendapat buku harian kesehatan visual untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain itu, layanan ini juga mencakup panduan dan tips bagi orang tua untuk membantu anak-anak mereka mencapai tonggak penting—seperti nutrisi, pertumbuhan, bicara, keterampilan motorik, dan bidang perkembangan penting lainnya.

Platform ini juga memungkinkan orang tua memesan vaksinasi, memesan kunjungan klinis di 31 provinsi di seluruh Indonesia bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan ternama. Untuk dokter anak, PrimaKu juga menawarkan alat dan panduan digital untuk membantu klinik mendukung perkembangan anak, memfasilitasi layanan telemedis, membuat rujukan dokter, dan menawarkan komunitas untuk terhubung dengan rekan-rekan industri.

Sebagai pionir layanan kesehatan anak digital di Indonesia, PrimaKu telah dipercaya oleh institusi kesehatan, orang tua, dan organisasi kesehatan masyarakat. Selain itu perusahaan juga menjalin kemitraan resmi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IPS) sebagai ahli otoritatif di bidang kesehatan dan perkembangan anak bersama dengan Kemenkes.

Tantangan bisnis

Untuk menciptakan ekosistem yang holistik, diperlukan perencanaan dan pelaksanaan yang cermat sejak awal. Salah satunya tantangan besar adalah menghadirkan infrastruktur teknologi yang mengakomodasi kebutuhan berbagai pemangku kepentingan.

Kompleksitasnya terletak pada memastikan bahwa platform tersebut ramah pengguna, aman, dan mampu menangani beragam layanan kesehatan dengan lancar. Selain itu, menciptakan teknologi ini memerlukan investasi, sumber daya, dan keahlian yang besar, sehingga menambah lapisan kompleksitas.

Meyakinkan pemangku kepentingan untuk menggunakan teknologi baru juga merupakan tantangan yang tidak kalah besar. Orang tua, dokter anak, dan klinik sering kali memiliki rutinitas dan praktik yang sudah mapan. Dalam hal ini, selain memberi manfaat, penyedia platform harus bisa menjamin keamanan, pemahaman, dan integrasi ke dalam alur kerja yang ada.

“Membangun kepercayaan sangatlah penting, dan kami melakukan upaya yang signifikan untuk menunjukkan bagaimana platform kami dapat meningkatkan pengalaman dan hasil mereka,” ungkap Didit.

Dalam usaha memperluas jaringan, ada banyak hal yang harus dilalui, seperti perbedaan wilayah, regulasi layanan kesehatan yang berbeda-beda, juga kultur budaya yang menuntut adaptasi dan penyesuaian. Kolaborasi dengan otoritas dan profesional layanan kesehatan setempat untuk menyelaraskan dengan beragam kebutuhan ini menjadi sangat penting.

Target ke depan

Dana segar yang didapat, rencananya akan digunakan untuk memperkuat ekosistem digital PrimaKu agar lebih komprehensif dalam mendukung orang tua, dokter anak, serta fasilitas kesehatan dalam misinya untuk menyukseskan tumbuh kembang anak.

Di samping itu, PrimaKu juga akan segera memperluas jangkauannya melalui kanal distribusi yang lebih beragam untuk mengakomodir kebutuhan produk dan layanan untuk mendukung kebutuhan parenting. Perusahaan juga akan memperluas jangkauan rumah sakit dan klinik di Indonesia untuk meningkatkan aksesibilitas vaksinasi.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa layanan yang menawarkan solusi parenting, di antaranya, Tentang Anak, Parentalk, The Asian Parents, dan lainnya. Yang membedakan PrimaKu, menurut Didit, adalah komitmen dalam memantau kesehatan anak dan memperlancar perjalanan orang tua dalam membina tumbuh kembang anak secara optimal.

Sebagai mitra resmi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (Ikatan Dokter Anak Indonesia), PrimaKu tidak hanya memastikan keselarasan antara inisiatif pendidikan platform dan masalah kesehatan anak yang mendesak di Indonesia, tetapi juga bercita-cita untuk memberikan kontribusi besar terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan global.

“Aspirasi kami adalah menjadi mercusuar tepercaya di bidang ini, yang mendorong masa depan yang lebih sehat bagi anak-anak di seluruh dunia,” ungkap Didit.

Berawal dari visi mengatasi permasalahan stunting pada anak di Indonesia, PrimaKu terbukti memberikan dampak positif bagi orang tua dan anak. Berdasarkan Laporan Kesehatan Anak PrimaKu tahun 2022, 97% anak (di bawah dua tahun) yang mendapat perawatan PrimaKu mampu meningkatkan perkembangannya dan terhindar dari gizi buruk.

“Temuan-temuan ini menggarisbawahi keampuhan PrimaKu dalam meningkatkan layanan kesehatan anak, menyoroti kemampuan kami dalam membawa transformasi positif dalam kehidupan jutaan anak di seluruh Indonesia,” ungkap Didit.

Saat ini, perusahaan berada pada fase di mana tantangannya beralih dari membangun fundamental menjadi menjaga pertumbuhan. “Kami berdedikasi untuk meningkatkan fitur dan fungsi platform kami, menyederhanakan proses, dan membina hubungan yang kuat dengan pemangku kepentingan untuk memastikan platform ini tetap relevan. Misi kami adalah untuk membentuk kembali kesejahteraan anak-anak di Indonesia,” tutup Didit.

Application Information Will Show Up Here
Rumah.com Tutup

PropertyGuru Segera Tutup Layanan Rumah.com dan FastKey

Startup proptech PropertyGuru segera menutup layanan marketplace di Indonesia yang selama ini beroperasi melalui platform Rumah.com pada 30 November 2023. Keputusan ini berdampak pada sekitar 61 karyawan Rumah.com.

Selain itu, perusahaan juga akan menghentikan operasional layanan FastKey di seluruh pasar, termasuk Indonesia pada 31 Juli 2024, serta di Malaysia dan Singapura pada 15 Oktober 2024.

Group CEO & Managing Director Hari V. Krishnan dalam surat terbuka kepada para karyawan PropertyGuru mengungkapkan, bahwa ini merupakan keputusan yang sulit. Langkah strategis ini diambil dengan memikirkan tentang masa depan bisnis perusahaan ke depannya.

“Sangat penting untuk terus meninjau kemajuan dan secara berkala merampingkan operasional kita, sambil secara hati-hati menata kembali prioritas terhadap sumber daya kita di mana mereka diperlukan. Upaya dan fokus kita harus diarahkan pada bisnis-bisnis yang sudah berjalan atau telah menunjukkan potensi untuk mencapai pertumbuhan yang bisa terus meningkat sembari memastikan nilai unit ekonomi yang kuat.” tulisnya.

Perusahaan memastikan bahwa karyawan yang terdampak akan mendapatkan dukungan yang semestinya serta membantu mereka dalam transisi menuju peluang-peluang baru. Perusahaan juga berjanji akan mengembalikan fee yang telah dibayar sesuai dengan kontrak masing-masing. Begitu pula para mitra vendor, perusaaan akan tetap membayar kewajiban sesuai komitmen.

Didirikan pada 2011, Rumah.com merevolusi proses pembelian rumah menjadi lebih transparan dan dapat diakses secara online. Rumah.com membantu para pencari properti di Indonesia dengan menyediakan beragam pilihan yang relevan, informasi mendalam, dan solusi yang akan membuat pencari properti mengambil keputusan yang tepat.

Pada akhir tahun  2015, PropertyGuru melalui Rumah.com mengumumkan akuisisi terhadap Rumahdijual.com untuk mengukuhkan posisi sebagai pemimpin pasar situs properti. Namun, pada 17 Desember 2021, perusahaan mengumumkan langkah efisiensi bisnis dengan menghentikan operasional RumahDiJual.

PropertyGuru FastKey sendiri merupakan solusi khusus yang menawarkan serangkaian produk teknologi dan layanan terkini yang memungkinkan otomatisasi sejak sebuah proyek properti launching hingga memasuki proses closing. Beberapa fitur unggulan FastKey termasuk visualisasi kinerja, kustomisasi laporan, serta integrasi dengan sistem ERP seamless.

Dalam keterangan resmi, Grup PropertyGuru juga mengungkapkan bahwa kedua keputusan bisnis ini diperkirakan tidak akan memiliki dampak signifikan terhadap prospek keuangan di tahun 2023.

Seperti diketahui, PropertyGuru telah berhasil melakukan IPO di Bursa Saham New York (NYSE) senilai US$254 juta pada 18 Maret 2022. Aksi korporasi ini direalisasikan usai perusahaan merampungkan proses peleburannya dengan Bridgetown 2 Holdings, perusahaan akuisisi tujuan khusus yang dibentuk Pacifik Century Group dan Thiel Capital LLC.

Pasar proptech di Indonesia

Di Indonesia sendiri, Rumah.com bukan satu-satunya pemain proptech yang melakukan efisiensi. Sebelumnya, startup proptech Lamudi Indonesia juga mengumumkan perampingan bisnis mencakup pengurangan sejumlah karyawan di beberapa divisi.

Meskipun begitu, pasar proptech di Indonesia masih dianggap seksi dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini terbukti dari pendanaan yang masih terus mengalir untuk startup di sektor ini. Salah satunya adalah platform yang memfasilitasi kredit untuk hunian, Ringkas, yang belum lama ini mengumumkan pendanaan tahap awal lebih dari Rp52,4 miliar.

Selain itu, sektor ini juga masih melahirkan pemain baru seperti Briix yang menawarkan proses efisien untuk melakukan investasi properti. Selain Briix, ada juga platform marketplace investasi properti GORO yang belum lama ini memperoleh pendanaan pra-awal lebih dari Rp 15,2 miliar yang dipimpin oleh Iterative.

Beberapa pemain di sektor ini juga terus menumbuhkan inovasi baru seperti Pinhome yang belum lama ini meluncurkan fitur pengajuan KPR berjenjang. Dengan fitur ini, calon pembeli properti akan mendapatkan informasi suku bunga terbaru di program KPR berjenjang di berbagai bank yang menawarkan program tersebut.

Terkait pasar properti di Indonesia, data Rumah.com Property Market Index menunjukkan sentimen positif pada kuartal pertama 2023 dibandingkan kuartal sebelumnya, baik dari sisi penjual maupun konsumen. Hal ini juga terlihat pada indeks harga dan permintaan.

Dalam laporan ini, indeks harga menunjukkan kenaikan 1,7% secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ) pada kuartal pertama 2023. Kenaikan ini lebih tinggi dibandingkan kenaikan pada kuartal sebelumnya. Kenaikan harga pada kuartal ini juga terlihat secara tahunan (year-on-year/YoY) sebesar 7,1%. Kenaikan secara tahunan ini juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kuartal sebelumnya.

QRIS Tuntas

BI Rilis Fitur Baru QRIS untuk Tarik Tunai, Transfer, dan Setor Tunai

Bank Indonesia (BI) resmi meluncurkan standar nasional fitur baru QRIS untuk tarik tunai, transfer, dan setor tunai atau disebut dengan “QRIS TUNTAS” bertepatan dengan peringatan HUT RI ke-78. Fitur ini dikembangkan bersinergi dengan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dan perwakilan penyelenggara jasa sistem pembayaran.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan, “QRIS TUNTAS bertujuan untuk mendorong inklusi melalui perluasan akses pembayaran digital kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat kecil, dengan jangkauan ke seluruh wilayah Indonesia, termasuk di daerah pelosok atau wilayah Terdepan, Terluar, dan Terpencil (3T).”

QRIS TUNTAS ini telah melalui berbagai tahapan, termasuk fase uji coba oleh industri dalam Ruang Uji Coba Inovasi Teknologi Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Peserta uji coba terdiri dari 16 Penyedia Jasa Pembayaran dan Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran yang diharapkan bisa menjadi pionir diikuti dengan PJP lainnya yang sudah siap.

Fitur QRIS TUNTAS memungkinkan pengguna untuk melakukan transfer dana antarpengguna QRIS serta tarik tunai dan setor tunai di Anjungan Tunai Mandiri (ATM) atau agen QRIS TUNTAS. Pengguna dapat memindai QRIS menggunakan aplikasi pembayaran secara interkoneksi antar PJP Bank dan Lembaga Selain Bank yang dapat memfasilitasi sumber dana baik simpanan bank maupun uang elektronik server-based.

Untuk implementasi QRIS TUNTAS ini sendiri akan segera dilakukan bagi Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) yang sudah siap mulai dari tanggal 1 September hingga 30 November 2023.

Pengembangan inovasi fitur QRIS secara berkelanjutan juga merupakan wujud komitmen BI dalam penerapan Blueprint Sistem Pembayaran (BSPI) 2025. Hal ini diharapkan bisa mengakselerasi inklusi ekonomi dan keuangan digital sekaligus mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Ke depannya, QRIS TUNTAS juga diarahkan untuk mendukung stabilitas sistem pembayaran melalui interkoneksi dan interoperabilitas antarpenyelenggara dan sumber dana, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui skema harga yang efisien dengan tetap memastikan keberlangsungan layanan oleh industri.

Belum lama ini, tepatnya per 1 Juli 2023, Bank Indonesia memberlakukan biaya layanan merchant discount rate (MDR) untuk layanan QRIS bagi usaha mikro sebesar 0,3%. Menurut data BI per Mei 2023, jumlah merchant yang menggunakan QRIS mencapai 26,1 juta. Dari total tersebut, sebanyak 91,26% merupakan UMKM.

QRIS antarnegara

Selain mengumumkan fitur baru QRIS, BI juga tengah melakukan inisiasi uji coba QRIS antarnegara Indonesia – Singapura. Hal ini merupakan tindak lanjut dari kerja sama pembayaran berbasis kode QR antarnegara antara Bank Indonesia dan Monetary Authority of Singapore yang telah diinisiasi pada tahun lalu.

Konektivitas pembayaran dengan QR Code antara Indonesia dan Singapura akan memfasilitasi perdagangan antarnegara secara lebih efisien, khususnya bagi UMKM, serta mendorong pertumbuhan sektor pariwisata. Uji coba ini akan melibatkan ASPI, Network for Electronic Transfers – Singapore (NETS), dan perwakilan penyelenggara jasa sistem pembayaran.

QRIS antarnegara ini sendiri masuk ke dalam bagian Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) yang ditetapkan BI menyatukan berbagai layanan transaksi di Indonesia ke dalam satu sistem. Pengimplementasian SNAP merupakan salah satu tahapan penting dalam rangka mengakselerasi open banking di area sistem pembayaran.

Uji coba inisiatif QRIS antarnegara ini sendiri dilakukan pertama kali pada pertengahan 2021 dengan regulator Thailand untuk diterapkan secara komersial penuh pada kuartal I 2022. Hal ini memungkinkan konsumen atau wisatawan yang berasal dari Indonesia dan Thailand bisa melakukan pembayaran dengan memindai kode QR di masing-masing negara.

Secara teknis, penyelesaian transaksi QRIS Antarnegara ini menggunakan mata uang lokal masing-masing negara atau local currency settlement (LCS) melalui bank yang sudah dipilih atau appointed cross currency dealers (ACCD).

Pada awal tahun 2022, Bank Indonesia (BI) memperluas kerja sama QRIS antarnegara dengan Bank Negara Malaysia (BNM). Kerja sama ini diawali dengan fase uji coba dan menuju peluncuran fase komersial sepenuhnya pada kuartal III 2022.

Dikutip dari Kompas.com, Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Dicky Kartikoyono menyampaikan dalam acara temu media bahwa penggunaan QRIS antarnegara ini akan segera menjangkau China dan Korea Selatan pada tahun mendatang.

Ke depannya, Bank Indonesia berkomitmen untuk terus bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, termasuk pemerintah baik di pusat dan daerah, pelaku industri dan masyarakat dalam rangka memperluas adopsi QRIS, didukung dengan pengembangan inovasi fitur QRIS secara berkelanjutan dan perluasan kerja sama baik dalam negeri maupun lintas negara.

Noice Layoff

Noice Lakukan Restrukturisasi, Sejumlah Karyawan Terdampak PHK [UPDATED]

Kabar layoff santer terdengar datang dari industri startup tanah air. Salah satu platform konten audio lokal Noice juga diketahui melakukan restrukturisasi dan penyesuaian fokus bisnis. Langkah ini diambil untuk bisa tumbuh lebih relevan dan berkelanjutan serta berinovasi lebih baik di tengah tantangan ekonomi global yang dinamis.

Setelah melakukan serangkaian evaluasi dan peninjauan komprehensif terhadap operasional dan tujuan strategis ke depan, perusahaan mengaku dengan berat hati harus mengambil langkah untuk perampingan pada jumlah tim. Keputusan ini dikabarkan berdampak pada sekitar 25 orang karyawan di perusahaan.

Tertulis dalam keterangan resmi, “Dengan berat hati, langkah sulit ini harus kami ambil sebagai upaya agar Noice tetap bisa beradaptasi dengan situasi pasar dan tantangan yang ada sehingga masa depan perusahaan dapat terus terjaga.”

Perusahaan berkomitmen untuk mendukung para karyawan yang terdampak dari langkah perampingan ini melalui kompensasi yang sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku dari pemerintah Indonesia terkait ketenagakerjaan serta dukungan untuk karir mereka.

Melalui pernyataan resmi, CEO Noice Rado Ardian juga mengungkapkan, “Restrukturisasi ini tidak akan mengubah komitmen kami kepada jutaan pendengar dan ribuan kreator Noice di berbagai daerah untuk terus fokus menghadirkan konten serta produk yang berkualitas di dalam aplikasi Noice. Ke depannya, kami berharap bisa semakin mewujudkan komitmen untuk mengembangkan ekosistem konten audio di Indonesia.”

Perjalanan Noice membangun konten audio di Indonesia

Sebagai startup lokal yang didirikan pada tahun 2018 dan berada di bawah naungan PT Mahaka Radio Integra Tbk, Noice awalnya hanya berfokus pada penyediaan konten radio streaming. Seiring perkembangan bisnis, platform ini mulai menjangkau konten podcast dan pada akhirnya fokus untuk mengembangkan ekosistem konten audio di Indonesia.

Noice juga mengembangkan fitur Noice Live yang memungkinkan para kreator berinteraksi dengan pendengar secara real-time. Fitur lainnya yang turut melengkapi ambisi Noice sebagai rumah konten audio adalah audiobook yang dinamai NoiceBook.

Di akhir tahun 2022 lalu, Noice juga resmi menghadirkan “Noicemaker Studio”, sebuah ruang digital tanpa batas bagi para kreator untuk dapat mengoptimalkan karya mereka di industri konten audio tanah air. Fitur ini merupakan langkah awal yang kami hadirkan untuk mengembangkan potensi konten kreator yang bergabung dan tumbuh di dalam ekosistem NOICE.

Belum lama ini, Noice resmi memperkenalkan fitur video podcast dan video livestream. Fitur ini dibuat sebagai alternatif bagi pengguna untuk memperkaya pengalaman dalam menikmati konten dari kreator favorit. Selain itu memungkinkan para kreator untuk membangun koneksi yang lebih dekat dengan pendengarnya fitur ini juga memperluas kesempatan para kreator untuk melakukan monetisasi lewat konten berbasis audio dan juga visual.

Selama 5 tahun berdiri, perusahaan sudah mendapatkan pendanaan dalam beberapa tahapan. Mulai dari pendanaan tahap awal dari Kenangan Kapital, Alpha JWC, dan Kynesis Group. Lalu diikuti putaran pra-seri A yang dipimpin oleh Alpha JWC Ventures dan Argor Capital.

Teranyar, Noice meraih pendanaan seri A dipimpin oleh Northstar pada awal tahun 2022 lalu. Putaran ini juga diikuti oleh investor-investor  sebelumnya, gencarkan percepatan akuisisi konten serta pengembangan platform teknologi audio untuk kreator.

*update: Pihak Noice mengatakan bahwa total layoff sebanyak 25 karyawan

Application Information Will Show Up Here
Co-Founder dan CEO Paper.id Yosia Sugialam / Paper.id

Yosia Sugialam Ceritakan Perjalanan Paper.id hingga Jadi Bisnis Profitabel

Pandemi telah mengakselerasi digitalisasi di Indonesia secara signifikan. Hal ini turut dirasakan oleh startup yang fokus pada platform pembayaran B2B, Paper.id. Setelah lebih dari 3 tahun fokus mengedukasi pasar, memasuki tahun ke-7 perusahaan mulai menuai hasilnya.

Didirikan oleh Yosia Sugialam dan Jeremy Limman pada akhir 2016, ide Paper.id berawal dari kegelisahan terhadap kelangsungan bisnis usaha keluarga. Selain memiliki ketertarikan yang sama di bidang teknologi, keduanya juga memiliki latar belakang dari usaha B2B. Ketika itu, teknologi tengah berkembang pesat. Namun, mereka merasa implementasi teknologi masih belum maksimal di ranah B2B.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Yosia mengungkapkan bagaimana ide awal terbentuknya Paper.id, yakni berawal dari niat baik Yosia menawarkan klien baru untuk bisnis keluarganya, namun ditolak dengan alasan kekhawatiran akan mengganggu cashflow perusahaan. Hal ini cukup mengagetkan, karena biasanya usaha akan sangat senang jika mendapat klien baru.

Yosua juga bercerita tentang kompleksnya transaksi di B2B. Selain transaksi atau pergerakan uang yang masih manual, ada dua isu yang cukup signifikan dalam rangkaian transaksi B2B, yaitu dokumen dan tempo. Dalam usaha mendigitalkan pembayaran B2B, beberapa pihak merasa bahwa invoice yang dikeluarkan secara digital tanpa materai itu tidak berlaku.

Di samping itu, ada praktik umum dalam industri ini terkait adanya tempo yang bisa diberikan untuk pembayaran yang dilakukan. Hal ini serupa tenor dalam pembayaran kredit. Praktik ini yang bisa berdampak pada cashflow jika tidak bisa dikelola dengan baik.

“Tiga hal ini yang jadi problem utama di B2B payment yang coba kita solve di Paper.id, termasuk membantu supplier dibayar lebih cepat, serta membantu pembeli bisa kontrol pembayarannya. Selain itu, kita juga mau mendorong industri ini supaya bisa bertransformasi dengan baik dan sempurna,” ungkap Yosia.

Perluas layanan lewat kolaborasi bisnis

Paper.id meresmikan kehadirannya ke publik pada 2018 lalu, menawarkan perangkat invoicing, accounting, dan inventory. Seiring pertumbuhan bisnis, Paper.id semakin memperluas layanan melalui kolaborasi dengan berbagai pihak, salah satunya dengan BNI untuk memudahkan klien dari mitra perusahaan dalam melakukan pembayaran invoice melalui scan kode QR.

Selain BNI, Paper.id juga sudah bekerja sama dengan beberapa institusi keuangan guna menawarkan program pendanaan pelaku UMKM yang tepat guna dan memberikan mereka kontrol untuk mengatur tempo terhadap supplier maupun buyer.

Bagi buyer, mereka bisa mendapatkan tempo pembayaran lebih panjang melalui produk Buy Now Pay Later (BNPL) untuk B2B. Bagi yang memiliki masalah tempo yang panjang, supplier dapat mendapatkan pencairan invoice lebih cepat dari jatuh tempo dengan produk bernama Get Paid Faster.

Belum lama ini, VISA Indonesia dan Paper.id menjalin kemitraan strategis melalui penunjukkan Paper.id sebagai salah satu mitra penyedia pembayaran bisnis (Business Payment Solution Provider/BPSP). Tidak hanya itu, Paper.id juga menggandeng BRI untuk menghadirkan kartu kredit inovatif “PAPERCARD”.

Terkait segmentasi, Yosia juga mengungkapkan bahwa saat ini Paper.id menargetkan pelaku UKM B2B dari kota-kota tier 1 & 2. Untuk penetrasi kartu kredit di daerah ini juga sudah lebih banyak, tapi belum maksimal. Hal ini yang menginisiasi kehadiran kartu kredit bisnis “PAPERCARD”.

Terkait isu dokumen tanpa materai yang menjadi kekhawatiran bisnis B2B, Paper.id juga telah bekerja sama dengan Perum Peruri untuk menyediakan e-materai atau materai elektronik bagi masyarakat umum, utamanya untuk penagihan faktur atau invoice.

“Meskipun kita fokus ke pembayaran B2B, tapi kalau dipikir-pikir, hampir semua bisnis melakukan transaksi B2B. Contohnya, restoran atau ritel, mereka juga ambil barang ke supplier. Lebih detail soal segmentasinya, yang jadi sweet spot kita adalah UMKM dengan karyawan di bawah 50 orang. Tetapi sekitar 1,5 tahun terakhir, kita juga masuk ke korporasi,” jelasnya.

Tech winter di Paper.id

Pada tahun 2016-2018, pengguna Paper.id sudah terbilang cukup banyak, imbas dari implementasi sistem hyperlocal di platformnya. Paper.id memulai dengan menawarkan fitur freemium dengan tujuan mengajak pengguna yang sebelumnya masih menggunakan cara manual untuk bergeser ke arah digital, dan bisa dinikmati secara gratis.

Meskipun begitu, tidak semua fitur diberikan secara cuma-cuma. Untuk bisa mengakses fitur yang lebih lengkap, pengguna diwajibkan untuk berlangganan Paper Plus. Paper.id akan mengambil fee dari setiap pembayaran yang berhasil diproses.

Selama hampir 7 tahun berdiri, Yosua mengaku bahwa, “yang sulit bukanlah digitalisasi invoice-nya, melainkan mendigitalisasi pembayarannya. Pembeli ‘dipaksa’ bayar secara digital karena invoice-nya digital.”

Pandemi yang datang di pertengahan Maret 2020 ternyata tidak hanya membawa petaka tetapi juga pencerahan bagi kemajuan digitalisasi di Indonesia. Bukan hanya di bisnis pengguna, tetapi juga di bisnis mitra, seperti VISA dan PERURI, transformasi digital sungguh direalisasikan.

Selain itu, dukungan dari pemerintah terhadap kemajuan digitalisasi juga semakin nyata, salah satunya adalah dengan mengeluarkan dan mendukung elektronik materai. Sebelumnya, banyak usaha yang masih menolak invoice digital karena tidak ada materai. Setelah e-materai diresmikan, kita juga jadi salah satu partner untuk ematerai di invoicing.

Terkait isu Tech Winter yang masih terjadi sekarang, Yosia mengungkapkan bahwa ia sangat berempati pada teman-teman startup yang masih mengalami masa sulit. Meskipun begitu, ia mengaku bahwa kondisi ini juga tidak sepenuhnya buruk.

“Dengan adanya market correction, pasar sekarang jadi lebih make sense. Perusahaan yang punya fundamental bagus dan mengerti para penggunanya akan semakin bertumbuh. Secara market, kalibrasinya bagus, karena ke depannya jadi lebih baik dan persaingan lebih sehat,” ujar Yosia.

Yosia juga mengungkapkan bahwa, “tech winter di Paper.id itu bukan terjadi sekarang, melainkan di 2018-2020. Kita masuk ahead of its time, melakukan edukasi pasar, bahkan ke investor juga masih sulit memberi pemahaman bisnis.”

Namun, lanjut Yosia, hal itu justru yang bikin mereka terlatih untuk membuat Paper berbeda, lebih frugal, membangun relasi yang lebih kuat ke partner, bisa cross collaboration, juga control hiring. Lalu di masa ini, ia dan timnya bisa mulai menikmati hasil jerih payah mereka selama ini.

Technically, kita tidak merasakan winter. Faktanya, sampai sekarang kita masih hiring dan  sekarang bisa dibilang the cheapest time untuk kita going aggressive,” ungkap Yosia.

Dari sisi target, Yosia mengaku tidak mau muluk, hanya ingin dampak layanan mereka bisa terasa di seluruh penjuru Indonesia. Kembali lagi ke masalah awal, supaya pebisnis tidak lagi khawatir cashflow berantakan dan menolak pelanggan. Ketika sudah ada teknologi dan layanan yang mendukung, kontrol dan kuasa jadi lebih seimbang antara supplier, buyer, dan bisnis UKM utamanya.

Hingga 2022, Paper.id mengklaim jumlah pengguna telah berkembang hampir 3x lipat dari sebelumnya. Jumlah invoice yang telah diproses pun mencapai level tertinggi hingga Rp9 triliun lebih, angka tersebut diklaim naik 2x lipat dari periode yang sama saat pandemi dimulai. Perusahaan juga mengklaim telah memiliki unit ekonomi yang sudah positif.

Seiring perkembangan bisnis, perusahaan juga telah mendapatkan pendanaan melalui beberapa tahapan. Golden Gate Ventures terlibat dalam dua pendanaan awal Paper.id. Pada akhir tahun 2022, perusahaan juga mengumumkan pendanaan seri B dipimpin oleh Argor Capital (sebelumnya Go-Ventures), diikuti oleh BM Capital, Skystar Capital, PT Kaya Alam International, Living Lab Ventures, dan Redbadge Pacific.

Application Information Will Show Up Here
(Ki-ka) Triawan Munaf (Presiden Komisaris TipTip) & Albert Lucius (Founder & CEO TipTip)

TipTip Dorong Monetisasi Konten untuk Kreator Pemula

Platform monetisasi konten untuk kreator TipTip mengaku alami pertumbuhan pesat pada layanannya sebesar 300% selama enam bulan terakhir. Hal ini turut dipengaruhi oleh menjamurnya kreator konten di Indonesia, bahkan tidak sedikit yang menjadikan ini sebagai profesi dan mata pencaharian utama.

Namun, untuk menjadi seorang kreator konten yang menghasilkan pendapatan, ada banyak tantangan yang harus dilalui. Selain harus membangun basis yang kuat, juga harus punya kemampuan untuk memasarkan konten. Kurangnya jalur monetisasi serta tingkat pengaruh yang terbatas sebagai rintangan-rintangan utama yang menghalangi perjalanan karier di bidang ini.

Berdasarkan laporan Linktree, 59% kreator pemula yang belum cukup tenar ataupun berpengaruh tidak mampu untuk menghasilkan uang dari karyanya secara langsung. Di sisi lain, hanya 14% dari seluruh kreator yang memiliki komunitas yang cukup besar untuk dikategorikan sebagai ‘influencer.’ Alhasil, peluang-peluang untuk monetisasi pun menjadi semakin sedikit.

Di sisi lain, terdapat 8 juta kreator dan terus bertambah. Menurut International Monetary Fund (IMF), angka tersebut akan bertambah hampir 2x lipat hingga menjadi 17 juta kreator pada 2027. Pemasukannya ditaksir mencapai lebih dari $7 miliar (sekitar Rp105 triliun).

Founder & CEO TipTip Albert Lucius mengungkapkan, “hal ini menunjukkan bahwa ekonomi kreator sesungguhnya memiliki pasar yang besar, namun belum dimaksimalkan potensinya. Adalah misi TipTip untuk menumbuhkan, menginspirasi, dan memampukan para kreator untuk meningkatkan skalanya dan menjadi kreator unggul.”

Salah satu yang memainkan peran penting dalam menumbuhkan ekonomi kreator adalah komunitas. Data dari We Are Social menunjukkan sebanyak 77% masyarakat Indonesia sudah terhubung ke internet, sementara rata-rata 7 jam 42 menit dihabiskan di dunia maya untuk berinteraksi dengan teman dan keluarga, serta bertemu dan menjalin koneksi dengan orang-orang baru.

Hal ini menunjukkan bahwa komunitas terus mengalami peningkatan pesat berkat teknologi digital, baik komunitas yang lahir di dunia maya maupun komunitas-komunitas tradisional yang juga merambah ke ranah online di luar kegiatan offline yang telah berlangsung selama ini.

Belum lama ini, TipTip juga meluncurkan fitur yang menargetkan kreator pemula, sedang, hingga besar agar dapat memiliki kendali lebih atas sumber pemasukannya. Dengan begitu, bahkan kreator-kreator terkecil sekalipun dapat melakukan penjualan paket berlangganan sekaligus tiket elektronik (e-ticket) secara mandiri.

Salah satu kreator sekaligus pemain biola yang menawarkan kursus privat bagi komunitasnya, Ardiles, mengaku sangat terbantu dengan layanan TipTip untuk menumbuhkan presensi maupun pemasukannya. Dalam waktu 6 bulan setelah mendaftar, ia telah mendapatkan pemasukan sebesar lebih dari $100 ribu atau lebih dari Rp1,5 miliar.

“Berkat TipTip, saya mampu menggunakan kanal digital untuk membagikan kecintaan saya terhadap musik dan menjadikannya sebagai sebuah jenjang karier, tanpa harus mengumpulkan jumlah followers yang banyak,” ungkapnya. Perusahaan juga mengklaim bahwa pemasukan rata-rata para kreator di platform TipTip saat ini mencapai Rp8 juta per bulannya.

Target ke depan

Resmi diluncurkan pada 2022 lalu, Tiptip menawarkan solusi serba-ada bagi para kreator untuk memonetisasi karyanya secara langsung, baik dalam bentuk konten digital, sesi live, paket berlangganan, tiket elektronik, dan fitur-fitur yang memungkinkan penggemar untuk berinteraksi dengan para kreator favoritnya.

Pada akhir 2022 lalu, perusahaan juga telah memperoleh pendanaan tahap awal sebesar $10 juta atau lebih dari Rp143 miliar dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari Vertex, EMTEK, SMDV, dan beberapa family offices terkemuka.

Meskipun begitu, Albert menyanggah bahwa perusahaan tidak semata-mata menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak sustain. Dalam wawancara terbatas bersama media pada (11/8), ia mengungkapkan bahwa perusahaan berusaha tetap mengedepankan efisiensi dalam menjalankan operasional perusahaan.

Saat ini TipTip berkantor di salah satu co-working space di Jakarta Barat dengan total karyawan sekitar 150 orang. Selama setahun beroperasi, TipTip berhasil menggaet 20 ribu kreator aktif, dengan sekitar 200 ribu pengguna yang juga tergabung dalam 400 komunitas di seluruh Indonesia. Perusahaan juga mengklaim pertumbuhan mencapai 25% tiap bulannya.

Triawan Munaf selaku Presiden Komisaris TipTip mengungkapkan, “Dibantu pendekatan berbasis teknologi, TipTiip terus berkomitmen untuk meningkatkan fitur-fiturnya guna menyediakan jalur-jalur monetisasi yang semakin inovatif, serta menciptakan kesempatan yang seimbang bagi kreator mula-mula dan juga komunitasnya, hingga para influencer terbesar.”

Terkait target perusahaan, Albert mengaku tidak memiliki target spesifik, “tumbuh secara natural saja,” pungkasnya. Selain fokus di Indonesia, Albert juga sempat mengungkapkan rencana ekspansi regional ke Filipina dan Vietnam. “Rencananya tahun depan 2024, kita lihat situasi ekonomi dan variabel lainnya,” ujarnya.

Application Information Will Show Up Here
eFishery's Co-Founder and CEO, Gibran Hufaizah Founder and CEO, Gibran Hufaizah

eFishery’s Gibran Huzaifah on Turning Local Problems into a Global Winner

Gibran Huzaifah was only a university student when he started a small business with a few catfish ponds. As the business grew, he managed to address several issues and find the opportunity to create solutions based on these problems. In 2013, Gibran, and Chrisna Aditya decided to execute their idea through eFishery.

The early days were quite challenging, the company needs to build the product, and introduce it, while simultaneously educating people about it. In order to achieve growth, eFishery must expand geographically, deploy teams on the ground, establish points, and build community centers. The approach feels more complex than it seems. They continuously and patiently nurture the market.

In the first half of 2023, the company announced that it has netted $200 million in Series D funding. It has entitled them to be Indonesia’s 15th unicorn and the first one in aquaculture or aquatech/fishtech. The company has transformed to be an all-in-one solution for the fish industry. They offer solutions from upstream to downstream, helping fish farmers to improve efficiency and effectiveness in their business.

DailySocial has an opportunity to discuss with the founder himself, Gibran Huzaifah, and absorb various insights. Our team has translates the interview below.

How do you see the Indonesian startup industry landscape today, compared to when you first founded eFishery?

When eFishery was founded in 2013, the startup industry was a real niche. It’s not even part of a public conversation. The competition was quite small and the players are very limited. The early unicorns were still in the early stage of funding. The VC industry was beginning to rise. Also, there were quite limited talents in the tech and digital industry.

In terms of aquaculture or fishtech, I think we’re the only player back then, even globally. Over the past ten years, there are more diverse innovations in this area, some worked and some failed. However, the ecosystem is getting mature nowadays, there are an estimated 50 to 60 players in the market, and each of them is still growing and offering various solutions in the fishtech industry.

Who was Gibran Huzaifah before eFishery? How was your first encounter with the startup industry?

I used to have catfish ponds, it’s a small business I started when I was a university student. In fact, I have no background in tech at all. However, I see the problem and the opportunity, and I discussed it with fellow business players in the industry. Then, the idea is finally come up and I decided to create the prototype myself, and it worked.

Also, the tech sector is rapidly growing at that time. There is some development in the consumer tech and inflection point. I used to create the prototype based on SMS with a Blackberry device. However, a year has changed many things. We used to only sell tech–based tools for fish cultivation until we finally see the huge potential and tried to ride the wave toward the tech solution.

Gibran with fellow undergraduates at Bandung Institute of Technology

Have you always wanted to be an entrepreneur? What do you think is the most essential quality for entrepreneurs, especially in this digital era?

First, they need to start with the problem, make sure it’s big enough, and focus on how to solve it. If we start with the problem, there must be a solution that sticks and eventually grows. Second, a continuous learning mentality. As an entrepreneur, in this dynamic industry, there is a possibility that the company will outgrow its founder, it’s best if we can learn and grow faster in order to keep up.

In terms of leadership, we need to have a vision and make sure to build a team that aligns with it. The company’s growth doesn’t rely solely on the founders. The most important thing is to hire the right person, deliver understandable direction, and build a winning team.

What really inspired you to create eFishery? What makes you believe this could be a big thing then?

When I created eFishery, what I did was basically solve problems I knew from my experience in fish cultivation. I hadn’t thought much of the industry, but I do care about the community. We did market validation just to know how big is the potential market. What makes us consistent? Because we focused on the problems and built solutions that reflect them, then we see how big is the market.

At that time, we already know that Indonesia held the biggest potential fish market, however, we’re only listed second in production. In terms of the fish market, Indonesia has big potential, but when executed right, I say it can be the biggest. As we start with something that has the biggest innate potential, eventually it will get bigger.

I created eFishery knowing many people underestimated me. At that time, poultry or other agricultural products were seen as more promising. However, I see the industry not only for its current potential but in the long run. I have a vision that in the future, people will eventually shift from catching fish to cultivating it.

When you created eFishery, do you have any experience in the startup industry? What kind of challenges do you find hardest to overcome?

The most challenging time is in the early days, especially to acquire customers. They’re not familiar with automation, they didn’t even use a smartphone. The business wasn’t savvy back then. We spent about the first 3 to 4 years educating the market. People might see eFishery grow rapidly in the last three years because they didn’t see the early struggle. It takes patience and dedication to consistently educate the market for 7 years.

We build the product, introduce it, then educate people about it. In order to achieve growth, we must expand geographically, deploy teams on the ground, establish points, and build community centers. The approach is complex. The growth model is not as simple as creating a platform and advertising it. It is geographically and culturally challenging.

eFishery has officially become the latest Indonesian unicorn. How do you feel? Do you think this kind of status can boost the growth of your business?

Honestly, I’m not that excited about the status. In fact, the funding is more likely to be a milestone we can celebrate. There aren’t many startups that can make it up here, and we did it with consistent hard work, innovation, and growth. We’ve been trying to create something, and the growth is finally visible.

However, I always told my team to beware of distractions, as the spotlight can blind your eyes and prevent you from seeing clearly. Unicorn never was the point, never was the goal. Just because we achieve some kind of status that is considered important, we shouldn’t lose the sense of what is really important.

7 years of educating the market and still counting/eFishery

The status only represents the valuation, and valuation is not the real representation of the company’s value. When we talk about funding and potential partners, that is when I’m most excited. There are many things to elaborate on, possible things. We also have plans to pursue an IPO, which has become a milestone target for the next few years.

Let’s elaborate more about your plans with the funding. How would you expand eFishery’s ecosystem? And how do you think it is going to impact the whole agri/aquaculture industry?

First, we’ll be focusing on expanding our ecosystem. We currently have around 150 thousand farmers, and we’re targeting to reach 1 million by 2025. For 7 years we are already focused on the upstream, currently, we are developing a downstream market channel. We already have farmers, lock the supply, and now it’s time to expand downstream. We need to reach the downstream market and create bigger value for farmers, therefore improving their standard of living.

Aside from that, the company is looking to expand outside the country. We care to replicate what we are doing here in other countries, currently, we have eyes for India. The country has a similar market, although they are bigger for the shrimp market. The characteristics of its farmers are also similar, independent, semi-intensive, and small. What’s interesting is India’s market is more concentrated in one are while Indonesia is a country with thousands of islands.

I find that many experienced startup founders are shifting to the investment industry. Are you getting intrigued with the investment scene and will follow their lead?

Personally, I invest in the idea that I think I would do myself if my plate is empty. It’s not some kind of diversification from my current company, but I’d likely back certain ideas that I want to see the realization of its solution. The thing is, even though when eFishery is getting mature and I started to think about starting something new, I wouldn’t be a full-time investor. I will always be a founder.

As a founder, how do you see the tech winter has impacted the startup ecosystem?

Basically, there are things that triggered this tech winter, such as the surging interest rate. Macro economics become the scapegoat. Investors might prefer lending money that invest to companies with high returns but also high risk. However, the root cause is somehow the unsustainable growth of the business, distracted by different metrics, and many growth models turn out to be short-term. Therefore, the fundamental values are nowhere to be seen.

In the near future, when you have time to start something new, what do you think will be the next big thing?

I’m definitely biased. Agriculture becomes the first thing on my list since its problem is still very huge, also its solutions. When we have the right business model and product, the agriculture business can be a big thing. In general, there are also many things to do from upstream to downstream.

I also see some problems that maybe should’ve been solved by the government but it didn’t optimize. For example, there are some companies in waste management that are getting the spotlight. Also, there are emerging ideas that can draw interest in Indonesia, such as carbon credit. I think it can partly solve the environment and social local problems. Also, MSMEs are still a big issue, as no sustainable growth models that focused on the real problem are being developed to date.

Grup Modalku Rumahkan 38 Karyawan di Indonesia

Funding Societies atau Grup Modalku mengumumkan perampingan operasional bisnis yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 38 orang dari total 214 karyawannya di Indonesia. Keputusan ini ditempuh lantaran kondisi ekonomi makro yang kurang baik sehingga berdampak terhadap pengguna layanan.

Dalam pernyataan resminya, Grup Modalku memastikan karyawan yang terdampak akan menerima kompensasi sesuai regulasi yang berlaku. Ragam penyesuaian, seperti akses terhadap asuransi kesehatan hingga akhir tahun, dukungan mental health, penulisan CV, pelatihan interview, dan surat rekomendasi akan disediakan.

Perusahaan juga menyatakan keputusan ini diambil untuk menyesuaikan prioritas bisnis saat ini dan masa depan, yakni memberikan dukungan kepada UMKM, baik pendanaan maupun pembayaran, sambil melakukan transisi menuju bisnis yang lebih ramping. Pihaknya akan fokus pada pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan.

Setelah resmi masuk ke layanan multifinance pada akhir 2022, Grup Modalku belum lama ini juga meluncurkan layanan Modal Proyek yang memfasilitasi pendanaan tambahan bagi perusahaan atau vendor e-catalogue dan LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik).

Hingga saat ini, perusahaan telah menyalurkan pendanaan lebih dari $3,2 miliar atau sekitar Rp49 triliun dalam 5 juta transaksi pendanaan UKM di seluruh operasional bisnis. Sekitar 100 ribu pengusaha berhasil menjaga tingkat default di bawah 2%.

Gelombang baru efisiensi

Meskipun Covid-19 sudah tidak lagi berstatus pandemi global, dampaknya masih terasa hingga saat ini. Banyak perusahaan teknologi yang masih melakukan PHK dikarenakan kondisi ekonomi global yang memburuk, terlihat dari tingginya angka inflasi dan kenaikan suku bunga. Kondisi ini membuat iklim investasi memburuk secara signifikan.

Selain Modalku, beberapa startup fintech sudah lebih dulu mengumumkan efisiensi bisnisnya, termasuk Ayoconnect (FaaS) yang memangkas 10% dari total karyawannya di Indonesia dan Qoala (insurtech) yang merumahkan 80 orang karyawannya di Indonesia dan Malaysia.

Langkah efisiensi juga ditempuh P2P lending Akseleran, yang mana situasi ini memaksa perusahaan menunda pelaksanaan IPO dari rencana semula pada 9 Agustus 2023 menjadi 2024. Hal ini dipicu oleh belum adanya investor strategis yang tepat untuk mendukung aksi korporasi tersebut. Akseleran juga melakukan restrukturisasi internal dengan melakukan PHK 60 karyawan.

Ketidakpastian kondisi makro ekonomi kerap dijadikan kambing hitam atas langkah restrukturisasi dan efisiensi sejumlah pelaku startup. Perusahaan teknologi didorong untuk segera melakukan penyesuaian terhadap fokus serta kebutuhan bisnis demi menemukan lajur menuju profitabilitas. Sementara itu, investor dipantau semakin ketat dalam memberi pendanaan.

Berdasarkan data publik yang dicatat DailySocial.id, di semester ganjil tahun ini terdapat sekitar 73 pendanaan startup diumumkan ke publik (34 transaksi disebutkan nominalnya) dengan nilai $707 juta. Angka ini merosot 74% dari periode yang sama tahun lalu dengan 149 transaksi pendanaan (99 transaksi diumumkan nilainya) atau dengan nilai $2,69 miliar.

Platform Datasaur bekerja membantu proses pelabelan data agar lebih efektif dan efisien / Datasaur

Datasaur Raih Pendanaan Awal Senilai 60 Miliar Rupiah

Startup pengembang platform pelabelan data Datasaur mengumumkan pendanaan tahap awal baru senilai $4 juta atau lebih dari Rp60 miliar. Putaran ini dipimpin oleh Initialized Capital, dengan partisipasi dari HNVR, Gold House Ventures, TenOneTen, dan investor terdahulu.

Sebelumnya, platform ini juga sempat memperoleh investasi senilai $3,9 juta atau setara Rp58 miliar usai mengikuti demo day di program akselerator Y Combinator pada Maret 2020. Hingga saat ini, total pendanaan yang sudah diperoleh mencapai $7,9 juta atau lebih dari Rp118 miliar.

Dana segar yang didapat akan difokuskan untuk mengembangkan pelabelan data NLP yang lebih baik dan efisiensi proses pembuatan model untuk ilmuwan data.

Meskipun berbasis di Amerika Serikat, Datasaur didirikan oleh pengusaha asal Indonesia, Ivan Lee. Perusahaan mengembangkan alat cerdas untuk membantu pemberi label data bekerja secara lebih produktif dan efisien. Termasuk meningkatkan privasi dan keamanan data – sering kali pekerjaan pelabelan data dilakukan secara outsource.

Seperti diketahui, proses pelabelan data merupakan salah satu aspek penting dalam mengembangkan layanan berbasis AI, khususnya pada pemodelan berbasis natural language processing (NLP). Datasaur menangani semua model NLP, termasuk di antaranya entity recognition, document labeling, hingga dependency parsing.

Melihat industri NLP yang semakin berkembang, banyak perusahaan mulai tertarik untuk melatih model berdasarkan kumpulan data milik mereka sendiri. Dengan begitu, perusahaan dapat melatih model untuk menangani beberapa tugas yang sangat spesifik dengan cara yang lebih efisien.

Dilansir dari TechCrunch, Founder & CEO Datasaur Ivan Lee mengungkapkan bahwa salah satu tujuannya sejak awal mengembangkan platform ini adalah untuk mendemokratisasi AI, khususnya terkait natural language processing, dan fitur pembuatan model baru ini akan membuat AI lebih terjangkau bagi banyak perusahaan, bahkan yang tidak memiliki spesifikasi khusus.

Datasaur menciptakan fitur yang memungkinkan tim tanpa data scientist, tanpa engineer, untuk menandai dan melabeli data ini sesuai keinginan, dan ini juga akan secara otomatis melatih model. Fitur ini akan segera dibuka, sehingga perusahaan konstruksi, firma hukum, perusahaan pemasaran, yang mungkin tidak memiliki latar belakang teknik data, masih dapat membuat model NLP [berdasarkan data pelatihan mereka].

Ivan juga menegaskan bahwa ia memiliki filosofi yang selalu tertuju pada profitabilitas, tumbuh dengan cara yang terukur, bukan sekadar tumbuh dengan segala cara. Ia mengaku sangat mempertimbangkan setiap perekrutan dan dampaknya terhadap bisnis.

Saat ini, tim tekniknya sebagian besar berada di Indonesia, dan dalam proses rekrutmen, dia cukup tegas untuk mengoperasikan perusahaan dengan cara yang efisien. Menurutnya, dengan memiliki tenaga kerja lintas geografis dan budaya, karyawan dapat belajar dari satu sama lain, dan hal itu membawa keragaman pada perusahaan.

Pada Maret 2022, perusahaan portofolio GDP Ventures ini mengumumkan akuisisinya terhadap Konvergen AI, startup pengembang teknologi optical character recognition (OCR). Melalui akuisisi ini, baik Datasaur dan Konvergen AI akan mengintegrasikan dan memperluas kapabilitasnya di ranah OCR dan pelabelan data.

Perkembangan solusi berbasis AI di Indonesia

Indonesia menunjukkan minat dan pertumbuhan yang signifikan dalam pengembangan solusi berbasis AI di berbagai industri. Hingga saat ini, sudah ada beberapa perusahaan yang melihat potensi dari AI dan mencoba memanfaatkannya di pasar ini.

Salah satunya adala Kata.ai, perusahaan teknologi yang berfokus pada pengembangan kecerdasan artifisial berbasis natural language processing dalam bentuk chatbot memiliki pengalaman dalam membantu lebih dari 150 bisnis lewat teknologi chatbot.

Teknologi chatbot merupakan sebuah inovasi teknologi yang mampu berjalan berdampingan dengan manusia. Kecanggihan chatbot sendiri memberikan kesempatan bagi manusia untuk berfokus pada masalah yang belum bisa ditangani oleh chatbot sehingga penyusunan strategi operasional yang tepat mampu berorientasi ke arah bisnis yang semakin efisien serta produktif.

Selain itu, solusi AI juga sudah merambah ke sektor-sektor berkembang di Indonesia. Di sektor HR, salah satu pengembang Human Resources Intelligence System (HRIS), Catapa, belum lama ini meluncurkan fitur baru HelpGPT, aplikasi berbasis chatGPT yang menyediakan informasi penggajian pajak dan peraturan ketenagakerjaan dalam Bahasa Indonesia.

Di sektor lainnya seperti pertanian, sudah ada upaya untuk menggunakan AI dalam mengoptimalkan praktik pertanian, pemantauan tanaman, dan prediksi hasil. Solusi berbasis AI dapat membantu petani membuat keputusan berdasarkan data, yang mengarah pada peningkatan produktivitas dan keberlanjutan.

Dalam industri kesehatan, banyak institusi terkait juga tengah mengeksplorasi penggunaan AI untuk diagnosis penyakit, analisis pencitraan medis, dan rencana perawatan yang dipersonalisasi. Alat bertenaga AI sedang dikembangkan untuk membantu profesional kesehatan dalam memberikan perawatan pasien yang lebih baik.

Begitu pula di sektor yang berkembang pesat di Indonesia, seperti fintech, peluang pemanfaatan AI terus digali. Industri keuangan merangkul AI untuk meningkatkan pengalaman pelanggan, mengoptimalkan manajemen risiko, dan memerangi penipuan. Chatbot bertenaga AI dan asisten virtual menjadi lebih lazim dalam layanan pelanggan.

Terkait pengembangan solus berbasis AI ini, pemerintah Indonesia juga secara aktif mendukung penelitian dan pengembangan AI melalui berbagai inisiatif dan kebijakan. Mereka menyadari potensi AI dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan layanan publik.