Platform Bagirata adalah platform crowdfunding nonprofit yang mengusung semangat solidaritas sesama pekera terdampak Covid-19.

Bagirata, Solidaritas Sesama Pekerja dengan Model “Crowdfunding”

Masa pandemi ini mengekspos banyak hal dalam perekonomian negeri ini. Bisnis berguguran, banyak perusahaan merumahkan buruhnya, dan pekerja sektor informal berjibaku menyambung hidup sehari-hari. Bagirata, sebuah inisiatif berupa platform teknologi muncul dengan misi meringankan dampak yang ditanggung para pekerja di musim wabah ini.

Di situs resminya, Bagirata menyatakan diri sebagai alat redistribusi kekayaan secara peer-to-peer. Platform Bagirata memfasilitasi kegiatan urun dana dari pekerja yang masih berpenghasilan kepada mereka yang sudah tidak berpenghasilan akibat Covid-19.

Meski begitu, Bagirata memfokuskan dukungannya ke pekerja di beberapa sektor saja, seperti sektor jasa, pariwisata, hospitality, industri kreatif, seni & budaya, serta pekerja di gig economy. Sektor-sektor ini adalah kriteria utama bagi mereka yang dapat menggunakan fasilitas Bagirata.

“Kebetulan, saya sendiri pekerja di hospitality yang terpaksa ambil unpaid leave karena pandemi ini, sementara beberapa teman kami masih bisa berpenghasilan tetap selagi work from home. Setelah berdiskusi, kenapa enggak kita coba buat menjembatani situasi ini ke masyarakat yang lebih luas. Kita berangkat dari keresahan ini dan yang terjadi dari sekitar kita,” ucap Ivy Vania, salah satu inisiator Bagirata kepada DailySocial.

Halaman utama situs web platform Bagirata.
Halaman utama situs web platform Bagirata.

Sekilas cara kerja Bagirata menyerupai platform crowdfunding seperti Kitabisa. Bedanya, inisiatif ini murni berlakon sebagai alat saling dukung antarpekerja. Cara kerja platform ini sederhana. Bagirata, yang dioptimasi untuk tampilan mobile web, menyediakan dua pilihan yakni masuk sebagai donor atau penerima dana. Jika masuk sebagai yang pertama, Bagirata menyodorkan sepuluh calon penerima dana. Setelah memilih, pengguna dapat langsung mengirim donasinya melalui Gopay, DANA, dan Jenius sehingga tak ada uang yang mengalir melalui platform ini. Bagirata juga tidak membatasi nominal yang diajukan oleh penerima ataupun yang boleh diberikan donor.

“Semakin besar dana minimum yang diajukan, semakin lama juga waktu yang dibutuhkan. Kecuali ada level relatibilitas tertentu antara pengirim dana dan penerima dana sehingga memungkinkan untuk mengirim jumlah dana yang lebih besar,” imbuh Ivy.

Pada Senin (4/5) lalu, sudah lebih 1500 orang mengajukan sebagai penerima dana, 950 di antaranya lolos verifikasi, dan 95 orang berhasil dipenuhi kebutuhannya lewat platform ini. Perihal menguji kelayakan calon penerima dana, Bagirata memberlakukan tiga lapis verifikasi. Pertama adalah kelengkapan data dan informasi, kesesuaian dengan kriteria Bagirata, dan evaluasi kelayakan dengan scoring system. Ketiga langkah tersebut juga ditambah dengan tombol ‘Laporkan’ yang ditujukan bagi mereka yang hendak menguji kelayakan seorang penerima dana.

Selama masa pandemi ini, ketimpangan ekonomi kian menjadi. Tanpa penghasilan tetap, para pekerja yang masuk dalam kualifikasi Bagirata berada di posisi sangat rentan. Kementerian Ketenagakerjaan menyebut ada lebih dari 2 juta mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat Covid-19. Kamar Dagang Indonesia (Kadin) bahkan mengestimasi orang yang dirumahkan selama pandemi ini mencapai 15 juta orang. Angka itu diperoleh Kadin karena turut memperhitungkan pekerja di sektor UMKM.

Pemerintah sebagai pemegang otoritas tertinggi pun dinilai tak cukup kuat mengatasi hal ini sendiri. Program kartu prakerja misalnya. Sebelumnya program ini ditujukan untuk pembekalan keahlian calon pekerja usia muda namun wabah memaksa pemerintah mengubahnya menjadi program semi-bansos. Program itu dinilai tidak tepat karena masyarakat lebih membutuhkan uang tunai untuk menyambung hidup.

Solidaritas menjadi kata kunci yang dipakai Ivy, Lody Andrian, Rheza Boge, dan Elham Arrazag saat menciptakan platform ini. Prinsip membantu sesama ini, menurut Ivy, lebih umum di luar negeri karena serikat buruh di tiap industri hampir selalu ada. “Namun, di Indonesia tidak semua pekerja memiliki serikat, dan biasanya perserikatan lebih fokus untuk advokasi. Karena itu, kita ingin di Bagirata semua pekerja bisa saling membantu meskipun lintas industri,” tukasnya.

Saat ini jumlah donor dan penerima dana di Bagirata terus bertambah. Untuk menjangkau lebih banyak pekerja, Bagirata kini mengembangkan sistem organisasi ke organisasi. Hal ini dicontohkan dari kerja sama mereka dengan Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif (Sindikasi). Nantinya Bagirata membuat sub-domain untuk organisasi yang bekerja sama dengan mereka agar mereka dapat mereplikasi sistem Bagirata sebagai jaring pengaman sementara bagi para anggotanya.

“Tapi kami juga sudah ada kontak dengan beberapa organisasi lain, seperti Koalisi Seni Indonesia dan M Bloc, yang memang sebelumnya mereka sudah bergerak dan memiliki database sendiri,” pungkas Ivy.