Mengapa Bank Indonesia Perlu Mendirikan Fintech Office?

Bank Indonesia (BI) pada 14 November 2016 telah meresmikan BI Fintech Office (BI-FTO). Peresmian ini pada dasarnya dilatar belakangi oleh pertumbuhan pelaku usaha rintisan (startup) di bidang fintech yang cukup pesat.

Pelaksana Tugas Kepala Financial Technology Office Bank Indonesia Junanto Herdiawan menerangkan berdasarkan dari total nilai transaksi fintech yang dihimpun oleh Statista pada tahun lalu diperkirakan telah menembus angka US$15,02 miliar atau tumbuh 24,6% secara year-on-year (yoy).

BI menilai pertumbuhan ini di satu sisi sangat baik karena dapat mendukung bergeraknya perekonomian nasional. Pasalnya fintech memiliki ciri inovatif yang dapat membantu penyelesaian masalah nasional, seperti ketahanan pangan, inklusi finansial, pengangguran, hingga stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi. Pelaku fintech memiliki cara untuk bekerja dengan memanfaatkan teknologi dan menjawab berbagai masalah di lapangan.

“Kami memandang, pertumbuhan fintech ini perlu terus didukung dengan tetap memerhatikan unsur kehati-hatian dan perlindungan konsumen. Oleh karena ini, BI meluncurkan BI-FTO untuk memberi ruang bagi inovasi di bidang fintech dengan menjaga level of playing field yang setara lewat rezim regulasi yang berimbang dan proporsional,” tuturnya kepada DailySocial.

Ada empat fungsi BI-FTO dalam bekerja, yakni sebagai fasilitator/katalisator bagi para pelaku startup, menjalankan business intelligence dengan terus meng-update perkembangan di dunia internasional, melakukan kajian dan assessment atas berbagai tema di bidang fintech, dan melakukan koordinasi dan komunikasi dengan para pengambil kebijakan, industri, dan pelaku fintech.

Ruang lingkup kegiatan dan rencana kerja BI FTO

Pelaksana Tugas Kepala Financial Technology Office Bank Indonesia Junanto Herdiawan
Pelaksana Tugas Kepala Financial Technology Office Bank Indonesia Junanto Herdiawan

Ada dua regulator yang bertugas menjaga industri keuangan Indonesia, yakni BI dan OJK. Kedua pihak ini memiliki tugas yang berbeda, namun perlu koordinasi satu sama lainnya agar tidak saling tumpang tindih.

Junanto, yang lebih akrab disapa Iwan, menjelaskan jika dilihat berdasarkan jenis usahanya. Perusahaan fintech dapat dikategorikan dalam empat kategori, yaitu (1) payment, clearing, dan settlement; (2) deposit, lending, dan capital raising; (3) market provisioning, dan (4) investment dan risk management.

Dari keempat kategori tersebut, sekitar 56% perusahaan fintech di Indonesia bergerak di kategori pertama. Adapun kategori ini termasuk dalam ranah kawasan Bank Indonesia selaku otoritas sistem pembayaran.

“Namun karena dalam praktiknya ada beberapa pelaku fintech yang bergerak di perbatasan kategori tersebut, koordinasi dengan lembaga/kementerian terkiat jadi penting. Terlihat dari peraturan yang dikeluarkan BI yakni PBI PTP mengatur (salah satunya) perkembangan penyelenggara jasa sistem pembayaran berbasis TI. Sementara OJK mengeluarkan POJK tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis TI.”

Iwan melanjutkan salah satu bentuk rill yang akan diwujudkan dari BI FTO adalah meluncurkan regulatory sandbox pada pertengahan tahun ini. Hal ini adalah semacam wahana bagi pelaku fintech untuk mencoba inovasinya secara terbatas dalam pengawasan dan monitoring BI.

Menurut Iwan, pada umumnya pelaku startup memiliki inovasi yang mungkin belum sepenuhnya berada dalam wilayah pengaturan, atau belum memenuhi kriteria tertentu.

“Dalam sandbox itu kami akan melakukan assessment dan evaluasi apakah sebuah inovasi berjalan atau tidak. Tentu saja hal-hal yang tetap kami perhatikan adalah kehati-hatian, keamanan, dan perlindungan konsumen.”

Regulatory sandbox adalah pendekatan yang dilakukan oleh berbagai negara maju dalam membendung inovasi sistem dan bisnis fintech sebelum dioperasikan secara penuh. Pelopornya adalah Inggris, kemudian ditiru oleh Australia, Hongkong, Singapura, dan Malaysia.

Iwan menjelaskan nantinya dalam implementasi regulatory sandbox tidak akan mengikuti sepenuhnya dari apa yang dilakukan berbagai negara. Akan tetapi akan ada proses perbandingan dan dipilih sesuai dengan kondisi dan inovasi yang diperlukan oleh Indonesia.

Selain regulatory sandbox, pada tahun ini BI FTO akan melakukan beberapa kajian tentang fintech, mengadakan acara edukasi, dan sosialisasi mengenai fintech kepada masyarakat di beberapa daerah.