Beda Nasib Startup Edtech Usai Pandemi

Penggunaan edtech pada sistem pendidikan nasional, secara umum, merupakan bentuk adaptasi terhadap disrupsi dan bentuk dorongan supaya sistem pendidikan menjadi lebih resilien.

“Kita perlu mengambil pelajaran dari pembelajaran jarak jauh dan menerapkannya ke sistem pendidikan formal. Pandemi sudah menunjukkan sistem pendidikan kita begitu rentan dan perlu ada bentuk adaptasi,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Latasha Safira mengutip dari situs CIPS.

Dari hasil survei yang dilakukan CIPS pada 2021 menunjukkan bahwa guru menggunakan berbagai produk dan layanan edtech seperti Sistem Manajemen Pembelajaran (misalnya EdModo dan Canvas) dan platform interaktif (misalnya Kahoot dan Menimeter) untuk memfasilitasi pembelajaran jarak jauh selama 18 bulan terakhir.

Para investor merespons tingginya adopsi edtech selama pandemi melalui suntikan pendanaan untuk startup di Indonesia. Berikut data yang dikutip dari Tech in Asia:

  1. 2019 menjadi tahun dengan total nilai pendanaan terbesar senilai $166,42 juta untuk enam kesepakatan investasi selama delapan tahun terakhir;
  2. 2020 terjadi kenaikan kesepakatan tertinggi dengan total 18 kesepakatan, tapi secara nominal turun menjadi $77,05 juta;
  3. 2021 terjadi penurunan kesepakatan dan nominal investasi, menjadi 11 kesepakatan yang bernilai $11,35 juta;
  4. 2022 terdapat kenaikan kesepakatan dan nominal investasi, menjadi 14 kesepakatan yang bernilai $18 juta.

Bagaimana dengan tahun ini? Menurut data yang dikompilasi DailySocial.id, tercatat hanya empat startup edtech yang mengumumkan pendanaan sepanjang 2023.

Startup Pendanaan Waktu
Cakap Seri C1 (undisclosed) April 2023
Rakamin Tahap awal (undisclosed) Mei 2023
Lister Tahap awal (undisclosed) Juni 2023
SoLeLands Tahap awal (undisclosed) Juli 2023

Tren penurunan investasi ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, ambil contoh di India yang sama-sama memiliki populasi yang besar. Berdasarkan data dari Trackr, pendanaan di sektor edtech menurun menjadi $2,43 miliar pada 2022, dengan hanya 159 kesepakatan dibandingkan dengan 319 kesepakatan pada 2021 yang bernilai $4,7 miliar dan 222 kesepakatan pada 2020.

Menurut statistik yang diperoleh CNBC-TV18.com, sebanyak 7.000-9.000 karyawan terkena imbas PHK di perusahaan edtech India sepanjang tahun lalu. Byju, Unacademy, Vedantu adalah beberapa startup edtech yang mengambil langkah tersebut. Ketiganya merupakan startup edtech yang bermain di segmen K-12.

Apa yang terjadi di India juga terjadi di Indonesia. Dua pemain besar di segmen K-12 harus merelakan ribuan karyawannya di PHK sejak tahun lalu. Ruangguru memangkas ratusan karyawan, sementara Zenius memangkas sekitar 800 orang.

Edu SEA 50 Market Map 2023 / HolonIQ

Bagaimana edtech K-12 bertahan

Baik Ruangguru maupun Zenius tidak merespons bagaimana strategi mereka pasca efisiensi besar-besaran. Tidak banyak pula informasi terbaru yang diumumkan belakangan ini. Berikut rangkumannya:

  1. Pada Juli 2023, Ruangguru mengumumkan kelanjutan ekspansi lokasi bimbingan belajar offline Brain Academy. Sejak diperkenalkan di 2019, diklaim ada lebih dari 200 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Kondisi keuangan perusahaan juga membaik, setelah melakukan banyak efisiensi di berbagai sisi. Dipaparkan pada 2021, Ruangguru telah mengantongi laba sebesar Rp55 miliar dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat rugi Rp18,6 miliar.
  1. Pada Juni 2023, Zenius mengumumkan audit menyeluruh terhadap 264 cabang Primagama demi memastikan setiap cabang punya standar dan kualitas yang sama mencakup semua aspek bisnis. Dari hasil dari audit, sebagian kecil cabang tidak mampu memenuhi standar yang ditetapkan. Cabang-cabang ini diberikan waktu untuk melakukan perbaikan, namun beberapa di antaranya tidak dapat memenuhi perbaikan yang diminta dalam batas waktu yang ditentukan. Oleh karena itu, Zenius memutuskan untuk mengakhiri kerja sama dengan cabang-cabang tersebut. Di sisi lain, sebagian besar cabang juga memutuskan untuk mengakhiri kerja sama secara sukarela karena perbedaan visi dengan Zenius. Perusahaan membuka kesempatan bagi siapa saja yang ingin berinvestasi di dunia pendidikan dengan menjadi pemegang lisensi New Primagama melalui sistem waralaba.

Di sini terlihat bahwa keduanya punya kesamaan strategi, yakni memperkuat bimbel offline-nya sebagai area fokus setelah kondisi berangsur-angsur normal dan menerapkan konsep blended learning. Lalu apakah bimbel online masih memiliki prospek positif?

Hanya fokus di bimbel online

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, DailySocial.id menghubungi dua co-founder CoLearn, yakni Abhay Saboo (CEO) dan Marc Irawan (COO). Startup ini baru berdiri pada Agustus 2020 dengan fitur awal yang memungkinkan siswa untuk menanyakan lebih dari 5 juta pertanyaan terkait matematika, fisika, dan kimia per bulannya.

Semua pertanyaan mereka terjawab oleh Tanya, sebuah teknologi artificial intelligence (AI) buatan CoLearn. Dalam sebuah survei, 80% murid melihat peningkatan nilai setelah menggunakan CoLearn. Dengan cepat, CoLearn menjangkau 3,5 juta murid menggunakan fitur tersebut.

Fitur Tanya sekarang jadi pelengkap layanan di CoLearn. Perusahaan hanya mengoptimasi ranking kata pencarian di mesin pencari Google dan YouTube agar muncul di laman teratas. Langkah ini diambil dalam rangka menyesuaikan pola kebiasaan orang Indonesia yang mencari segala informasi lewat mesin pencari Google.

Tidak hanya bantu murid mengerjakan PR dengan cepat, CoLearn meluncurkan bimbel online yang terfokus pada tiga mata pelajaran dari kelas 5 sampai 12. Setiap kelasnya berlangsung selama satu jam melalui situs atau aplikasi.

Sumber: CoLearn

“Fokus CoLearn bukan di fitur Tanya, tapi bimbel online. Buat kami karena relatif pemain baru, kami beda karena mulainya saat Covid-19. Jadi tidak terlalu terlihat ekspektasinya dari sebelum dan saat Covid-19,” kata Abhay.

Walau tidak dirinci spesifik dengan angka, Abhay mengaku penerimaan bimbel online di CoLearn diterima dengan baik dan mendapat respons positif, terutama pasca CoLearn membuat kebijakan baru pada Juli 2023. Di antaranya, menawarkan harga baru sebesar Rp95 ribu yang dapat dibayarkan per bulan dan jaminan uang kembali 100%.

“Sebelumnya bayar per semester, sekarang jadi per bulan. Garansi uang kembali ini di bulan pertama setelah anak enggak cocok, [karena] ada beberapa orang tua yang persepsi negatif atau positif [sama layanan baru] jadi bisa coba dulu. Kita tawarkan harga merakyat, tidak harus jutaan karena kita pede (percaya diri) dengan produk [bimbel online] kami,” tambah Marc.

Pengguna terbesar dari bimbel online ini adalah pelajar kelas 5-9, lalu sisanya diisi oleh pelajar SMA. Sedari awal, CoLearn tidak didesain untuk mempersiapkan ujian akhir, melainkan membangun fundamental lewat pengajaran tentang konsep dasar suatu permasalahan.

Langkah ini sejalan dengan misi besar perusahaan yang ingin membantu Indonesia meningkatkan peringkat di PISA (Programme for International Student Assessment), sebuah tolok ukur kualitas pendidikan di suatu negara. Dalam survei di 2018, Indonesia berada di peringkat ke-72 dari 77 negara. Nilai matematika berada di peringkat ke-72 dari 78 negara. Sedangkan nilai sains berada di peringkat ke-70. Angka ini cenderung stagnan sejak 15 tahun terakhir.

Abhay menuturkan pihaknya optimistis dengan prospek bimbel online tetap hijau ke depannya, bahkan menargetkan dapat segera cetak profit pada akhir 2024 mendatang. Ambisi tersebut akan dijalankan dengan strategi yang tepat, hanya berfokus pada penyempurnaan bimbel online agar semakin diminati.

“Perusahaan yang enggak fokus melakukan banyak hal akan makan biaya untuk coba-coba. Sementara untuk dapat laba, perlu pelanggan yang kembali. Untuk itu harus melakukan sesuatu dengan sangat-sangat baik dan dibutuhkan fokus untuk terus memperbaikinya. Kita mau fokus untuk menjadi sangat bagus dalam satu hal saja [bimbel online],” ujar dia.

Marc menambahkan, masuk ke area bimbel offline itu sendiri diharuskan punya kemampuan yang kuat di bidangnya karena tantangannya berbeda jauh dengan bimbel offline. Ada standarisasi kontrol yang ketat, untuk perawatan gedung, keamanan, struktur kelas, sikap staff, waktu kedatangan guru, dan banyak hal kecil lainnya yang penting untuk selalu dijaga.

“Kami fokus di [bimbel] online karena ingin meningkatkan kualitas guru. Kalau offline, guru di sini terbatas karena masalah geografi, tapi dengan online kita bisa memutuskan itu. Kami percaya sebuah service edukasi itu bertumpu pada kualitas guru, kalau tidak ada batasan akan jauh lebih baik.”

Non-K-12

Cakap dan PINTAR adalah dua pemain edtech non-K-12 yang tumbuh subur hingga sekarang. Keduanya sama-sama bermain di segmen pengembangan kursus keterampilan dengan target individu dan korporasi berbasis online.

Saat dihubungi DailySocial.id, Co-founder dan CEO Cakap Tomy Yunus mengungkapkan per kuartal III 2023, Cakap mampu menjaga tren pertumbuhan positif dengan kenaikan jumlah pengguna dan pendapatan lebih dari 100% secara year-on-year, serta membukukan EBITDA positif.

Sumber: Cakap

Sebanyak 50% dari total pendapatan Cakap berasal dari pilar bisnis Bahasa, lalu sisanya dari pilar Business dan Upskill (kelas vokasi dan keterampilan, seperti hospitality, perkantoran, dan kewirausahaan). Sepanjang semester I 2023, kursus bahasa Inggris masih menjadi kontributor terbesar. Para penggunanya berasal dari usia produktif, sekitar 20-29 tahun yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Lampung.

“Demand terhadap edukasi terus berkembang, tercermin dari performa Cakap yang terus bertumbuh dengan adanya inovasi yang relevan dengan minat market, baik selama dan sesudah pandemi Covid-19,” kata Tomy.

Selama pandemi, Cakap lebih mengedepankan kemudahan akses pendidikan dan kenyamanan belajar secara online lewat Cakap Upskill. Setelah pandemi, perusahaan beradaptasi untuk menerapkan metode blended learning. Hal inilah yang melatarbelakangi kehadiran Cakap Kids Academy untuk siswa usia 4-12 tahun pada tahun ini.

Di samping itu, perusahaan mengembangkan solusi pendidikan yang hyperlocal dan relevan dari segi kebutuhan industri di tiap wilayah, didukung pula dengan harga yang terjangkau. Dalam rangka mendukung penyerapan tenaga kerja, Cakap lebih tanggap dengan situasi di industri. Misalnya, kembali menggeliatnya industri pariwisata, Cakap memberikan kelas bahasa asing untuk menunjangnya.

“Selain menyediakan sertifikat untuk semua kursus, Cakap juga mengembangkan bisnis unit berupa career hub, yang bisa menjadi solusi pencari kerja dan perusahaan dalam menemukan talenta yang tepat.”

Co-founder dan CEO PINTAR Ray Pulungan menyampaikan, dari sebelum dan sesudah pandemi, PINTAR melakukan sejumlah penyesuaian bisnis. Sebelum pandemi, PINTAR fokus menawarkan layanan OPM (Online Program Management) untuk perguruan tinggi swasta dengan semangat membuka akses kuliah secara terjangkau. Hingga awal 2020, sebanyak 15 kampus telah bekerja sama dan menyelenggarakan lebih dari 20 program perkuliahan online dan blended learning.

“Memasuki tahun 2020, ketika pandemi terjadi, dunia kerja mengalami perubahan drastis. [..] Kami merespons perubahan ini dengan menyajikan solusi berupa penyelenggaraan kursus-kursus keterampilan berbasis online [..] untuk reskilling. Pada periode pandemi, lebih dari 1 juta orang telah menerima manfaat pelatihan keterampilan melalui PINTAR,” ujar Ray.

Dia melanjutkan, “Saat ini, PINTAR berkembang sebagai platform pengembangan tenaga kerja (workforce development platform), [..] kerja sama dengan perusahaan untuk mengadakan pelatihan dan rekrutmen untuk pekerja, pemasok, dan komunitas lokal –termasuk kelompok yang rentan dan kurang terwakili.”

Berdasarkan kontribusi bisnis, PINTAR memiliki empat pilar produk: PINTAR Skills (pelatihan keterampilan), PINTAR Degrees (pendidikan tinggi), PINTAR Enterprise (pembelajaran dan pengembangan karyawan), serta PINTAR Opportunity (penempatan individu ke pasar kerja dan pembukaan akses pasar bagi pemilik UMKM).

Kombinasi dari empat segmen ini memungkinkan perusahaan untuk melayani kebutuhan pelatihan dan pengembangan yang beragam, baik untuk organisasi maupun individu. Diklaim sebagian besar bisnisnya kini berfokus pada pasar B2B, dengan kontribusi sekitar 70% dari total bisnis perusahaan.

Sumber: PINTAR

Ray menyampaikan tantangan utama yang dialami oleh pemain seperti PINTAR adalah bagaimana menstimulasi motivasi intrinsik individu untuk belajar dan berkembang. Rendahnya motivasi ini disebabkan oleh dua hal: 1) kurangnya pemahaman di kalangan peserta mengenai keuntungan yang bakal diperoleh setelah ikut pelatihan, 2) hal yang telah dipelajari dalam pelatihan belum tentu bisa diterapkan secara optimal dalam dunia kerja.

“Ketidaksesuaian ini semakin mengurangi persepsi masyarakat tentang pentingnya pelatihan keterampilan,” tambahnya.

Tommy menambahkan, walau tantangan besar, pangsa pasar dunia pendidikan di negara ini amatlah besar. Peluangnya banyak, ada vertikal-vertikal baru yang dapat dikembangkan. Hal tersebut akan dilakukan oleh Cakap sesuai dengan expertise-nya.

“Setiap ekspansi yang kami lakukan wajib memberikan kontribusi positif bagi perusahaan, sehingga dapat dipertahankan dan dan bahkan bisa dengan cepat menghentikan usaha-usaha yang kurang efisien sedini mungkin.”

Kedua perusahaan ini tergabung sebagai mitra pemerintah untuk Program Kartu Prakerja. Tommy menuturkan sudah empat tahun perusahaan bergabung jadi mitra pemerintah, dampak yang terasa adalah pengguna memperoleh keterampilan baru yang dapat diaplikasikan ke pekerjaan existing, atau menciptakan pekerjaan baru. Tidak disebutkan kontribusi bisnis ini terhadap total bisnis Cakap.

Sementara itu, Ray menyampaikan, kontribusi Program Prakerja untuk total bisnis PINTAR sekitar di bawah 10%. Walau tidak dominan, peran program ini tetap esensial karena mendukung upaya pemerintah dalam reskilling angkatan kerja secara masif. “Efek positifnya, terlihat pada segmen masyarakat yang marginal dan kurang terwakili. Dalam laporan tahunan, 44% penerima manfaat berasal dari 40% rumah tangga termiskin di Indonesia,” ujarnya.

Dia melanjutkan, “Walaupun di masa depan program ini mungkin akan mengalami perubahan karena roda inovasi akan terus berputar, tetapi fungsi utamanya diperkirakan akan tetap sama, yaitu sebagai katalis pemberdayaan dan pengembangan keterampilan angkatan kerja di Indonesia.”