Dalam era digitalisasi yang semakin pesat, teknologi menjadi salah satu pilar utama dalam perkembangan bisnis. Seiring dengan kemajuan teknologi, ekspektasi dan pandangan masyarakat terhadapnya teknologi itu sendiri beragam, terutama di antara generasi yang berbeda.
Studi terbaru dari HP mengungkapkan bahwa mayoritas generasi milenial dan X melihat teknologi sebagai kunci keberhasilan bisnis di masa depan. Namun, sebuah fenomena mengejutkan muncul ketika generasi Z, yang tumbuh di era digital, bersama dengan generasi baby boomers, menunjukkan keraguan yang signifikan terhadap manfaat investasi teknologi, khususnya di pasar Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Dalam laporan Kantar yang didukung oleh HP ditemukan bahwa teknologi dianggap sebagai alat penting oleh 77% pengusaha UMKM untuk mengatasi hambatan bisnis. Meskipun demikian, sekitar 69% dari mereka yang berada di generasi baby boomers (usia 59 tahun ke atas) tidak melihat nilai tambah dari investasi teknologi.
Lebih mengejutkan lagi, 57% dari generasi Z (usia 19-26 tahun), yang tumbuh di era digital, memiliki pandangan skeptis yang serupa. Di Indonesia, pola pikir ini juga terlihat, teknologi tampaknya kurang mendapat dukungan dari 65% UMKM generasi Z dan baby boomers, jika dibandingkan dengan rekan-rekan mereka dari generasi X dan milenial.
“HP memahami betapa pentingnya perkembangan UMKM bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Para pelaku UMKM harus melakukan banyak hal—jadi terdepan dalam iklim usaha yang makin kompetitif, menambah konsumen dan penghasilan, serta meningkatkan efisiensi waktu dan uang. Karena itu, teknologi sebaiknya tidaklah rumit dan mengintimidasi. Teknologi harus bekerja dengan sederhana, lancar digunakan, aman, dan ramah lingkungan,” ujar ujar Lim Choon Teck, Managing Director HP Indonesia.
Di era digital saat ini, keberhasilan UMKM seringkali ditentukan oleh adaptasi dan pemanfaatan teknologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada urgensi bagi generasi X dan milenial untuk memegang kendali dan memandu UMKM dalam transisi ini. Mereka memiliki peran penting dalam mengatasi hambatan psikologis, seperti rasa takut, keraguan, dan kecemasan yang seringkali muncul saat berhadapan dengan teknologi baru.
Lebih dari 70% pelaku UMKM mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap kompleksitas dan potensi risiko keamanan dari teknologi terkini. Angka ini bukan hanya sekedar statistik, melainkan refleksi dari tantangan nyata yang dihadapi oleh pelaku usaha.
Perlunya Sinergi Antar Generasi
Penulis berpandangan penting juga untuk mempertimbangkan bagaimana generasi sebelumnya, seperti generasi baby boomers, yang masih bisa berkontribusi. Mereka memiliki pengalaman bisnis yang kaya dan pemahaman mendalam tentang industri. Ketika bekal ini dikombinasikan dengan pemahaman teknologi dari generasi yang lebih muda, dapat menciptakan sinergi yang kuat.
Oleh karena itu, bukan hanya tentang menghilangkan ketakutan terhadap teknologi, tetapi juga tentang menggabungkan kebijaksanaan generasi lama dengan inovasi generasi baru untuk mencapai kesuksesan UMKM di era digital.
Terakhir, pendekatan holistik yang melibatkan edukasi, pelatihan, dan dukungan teknis mungkin menjadi solusi kunci untuk membantu UMKM beradaptasi dan tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi.
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan digitalisasi yang merambah berbagai aspek kehidupan, sebuah riset dari Modalku menunjukkan bahwa tradisi lama belum sepenuhnya ditinggalkan. Meskipun berbagai metode pembayaran modern bermunculan, transaksi uang tunai dan transfer bank tetap menjadi pilihan dominan bagi UMKM Indonesia.
Untuk mendalami perspektif pelaku UMKM, Grup Modalku, yang merupakan platform pendanaan digital di Asia Tenggara, mengadakan survei pada 2023 yang melibatkan 977 UMKM dari lima negara: Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Dari total responden, sebagian besar adalah pelaku usaha mikro (74%) dan pemilik bisnis (63%). Dari mereka, 59% adalah penerima dana dari Grup Modalku sementara 41% lainnya bukan.
Dalam lanskap bisnis UMKM di wilayah operasional Grup Modalku, terdapat sebuah fenomena menarik terkait metode pembayaran yang digunakan. Meskipun era digitalisasi semakin menguat, transfer bank tetap menjadi pilihan utama bagi mayoritas UMKM.
Data menunjukkan bahwa hampir 90% dari responden memilih untuk membayar supplier mereka melalui transfer bank. Bahkan, 88% dari UMKM tersebut mengkonfirmasi bahwa mereka menerima pembayaran dari pelanggan dengan cara yang sama.
Namun, tidak dapat diabaikan bahwa transaksi tunai masih memiliki tempat di hati banyak UMKM, terutama di Indonesia. Sebanyak 51% responden di tanah air mengungkapkan ketergantungannya pada uang tunai, baik untuk membayar supplier maupun menerima pembayaran dari pelanggan.
Namun, tren pembayaran tidak berhenti di sini. Dengan perkembangan teknologi, metode pembayaran alternatif mulai mendapatkan tempat di kalangan UMKM.
Sebagai contoh, 27% responden menyatakan bahwa mereka menerima pembayaran dari pelanggan melalui e-wallet. Sementara itu, cek masih relevan dengan 14% UMKM menerima pembayaran melalui metode ini.
Virtual account juga mulai mendapatkan traksi dengan 12% UMKM mengadopsinya untuk menerima pembayaran. Dari sisi pembayaran ke supplier, cek masih menjadi pilihan bagi 17% responden, diikuti oleh virtual account (8%), dan e-wallet (4%).
Ini menunjukkan bahwa UMKM terus beradaptasi dengan berbagai opsi pembayaran yang tersedia, mencerminkan fleksibilitas dan ketahanan mereka dalam menghadapi dinamika pasar yang berubah-ubah.
51% UMKM Indonesia Memulai Bisnis dengan Modal Sendiri, Teman atau Keluarga
Laporan terkini dari Grup Modalku ini juga memberikan pandangan mendalam tentang realitas di balik pendirian UMKM di beberapa negara utama kawasan ini, seperti Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Di tanah air, sebagian besar UMKM memperoleh modal awal dari tabungan pribadi, bantuan dari keluarga dan sahabat (51%), disusul oleh bank konvensional (31%), pendanaan alternatif seperti fintech (10%), dan selebihnya dari investor (3%).
Country Head Modalku, Arthur Adisusanto, mengatakan, “Survei ini menegaskan dan memperluas pemahaman kami tentang UMKM untuk melayani mereka lebih baik, dengan mempermudah akses pendanaan yang dihadirkan dan mulai masuk ke dalam manajemen arus kas, yang akan diterapkan pada produk kami.”
Dalam survei ini terungkap pula, Business Term Loan mendominasi pilihan responden di Asia Tenggara dengan porsi sebesar 49%. Produk ini juga memberikan dampak signifikan dalam pendanaan bisnis di tanah air dengan kontribusi mencapai 74%. Produk lain yang mendapat perhatian adalah account payable financing (25%) dan invoice financing (22%). Tidak hanya itu, produk manajemen biaya juga diminati oleh 21% responden, sementara 13% memilih transaksi lintas-negara dan 8% memanfaatkan fasilitas pembayaran dengan kartu.
Fefenia adalah salah satu penjual aktif di TikTok Shop sejak 9 bulan terakhir. Usahanya bernama “Adinaka Store”, menjual berbagai tas anyaman (tradisional) untuk berbagai keperluan. Melalui media sosial miliknya ia bercerita, 90% dari penjualannya datang dari TikTok Shop. Usahanya jalan dibantu puluhan penganyam, 3 live streamer, dan 1 orang bagian pengemasan.
Ia mengaku, dalam beberapa minggu ini penjualannya sedang dalam fase bertumbuh setelah sempat mengalami penurunan. Begitu mendengar kabar bahwa hari ini (04/10) TikTok Shop akan menghentikan proses transaksi, ia mengaku syok dan lemas. Pasalnya Fefenia masih punya tanggungan biaya bahan, stok barang, dan gaji karyawan.
OwnerSevine.id juga bercerita hal yang sama. Dengan 143,9K followers di Tiktok, bisnis mereka termasuk moncer. Belum lama ini mereka baru menambah 20 karyawan untuk memenuhi penjualan aneka tas dan totebag yang meningkat eksponensial.
Jelas ini bukan perkara yang mudah dan terjadi tidak hanya kepada Fefenia dan Sevine.id saja. Karena banyak pedagang lain dari kalangan UMKM yang sejatinya terbantu dengan keberadaan TikTok Shop. Di samping itu, dengan tingginya minat akan TikTok Shop sebenarnya di sini juga sudah terbentuk “ekosistem bisnis” baru yang menaungi jenis pekerjaan baru seperti live streamer, reseller, content creator, agency, dan beberapa lainnya.
Cia juga menjadi salah satu yang terdampak. Usaha sampingannya sebagai affiliator TikTok Shop, membantu para pedagang mempromosikan barangnya dengan konten-konten unik di TikTok. Kendati dilakukan untuk side-income, nilai yang dihasilkan cukup lumayan baginya karena bisa menutup kebutuhan operasional rumah. Kabar penutupan TikTok Shop tentu membuatnya sedih karena harus kehilangan sumber pendapatan.
Juru bicara iDEA (Indonesian E-Commerce Association) menuturkan, pihaknya belum bisa banyak berspekulasi. Dampaknya harus dilihat dan dikaji setelah penutupan, jadi butuh waktu.
Pindah ke platform lain
Para pelaku usaha di atas sebenarnya tidak hanya menggunakan TikTok sebagai satu-satunya kanal penjualan online. Keduanya mengaku juga membuka lapak di sejumlah platform marketplace, bahkan juga pernah mencoba memanfaatkan fitur live stream yang ditawarkan di dalamnya, namun hasilnya belum optimal.
“Sebenarnya tokonya juga buka di Oren (brand marketplace lain), cuma kalo live shopping hasilnya di TikTok tuh lebih rame penjualannya. Jadi ya bisa disimpulkan kalo toko di Oren sekarang memang lagi sepi-sepinya semenjak ada Tiktok,” ujar owner Sevine.id.
Untuk pindah ke platform lain, baik Fefenia dan Sevine.id mengatakan bukan perkara mudah. Karena harus meracik ulang strategi agar bisa bersaing dengan ratusan penjual yang ada di sana. Terlebih ada perbedaan yang signifikan antara cara kerja platform live shopping yang ada di marketplace dengan yang ada di TikTok.
“Saya pernah jaya di Shopee walaupun sekarang sepi, Tokopedia dan Lazada juga jalan tapi pelan. Buat bikin yang lain segede TikTok Shop seperti sekarang ini yang menakutkan. Semoga kami para seller dikuatkan [..] Sekarang lagi memperbaiki etalase di marketplace lain yang kami punya,” ujar seller lainnya.
Tidak dimungkiri, salah satu proposisi nilai terpenting TikTok adalah pada algoritma yang diterapkan, sehingga membawa konten yang benar-benar bisa terpersonalisasi di FYP (layar utama) pengguna aplikasi. Dengan modal live stream atau konten yang tepat, siapa saja berpotensi untuk tampil di laman tersebut, termasuk bagi mereka yang belum memiliki basis followers besar sebelumya. Hal ini yang membedakan TikTok dengan media sosial lainnya.
Dalam sebuah kesempatan, juru bicara TikTok Indonesia mengatakan bahwa pihaknya akan terus berkoordinasi dengan regulator untuk menghasilkan keputusan yang baik untuk semua. Pihaknya juga berkomitmen untuk terus mendukung perkembangan UMKM melalui program pemberdayaan yang dimiliki.
Perlu mantap di satu platform
Ada beberapa hal yang membuat sebuah brand atau pedagang memilih menetap dan mendalami satu platform saja, salah satunya keterbatasan di aturan main. Ambil contoh pada ketentuan penalti yang ada di Shopee Live, salah satu aspek yang dinilai sebagai pelanggaran “sedang” adalah turut mempromosikan platform lain atau kontak lain yang mendorong transaksi di luar Shopee.
Aturan ini jelas membuat para pedagang tidak bisa melakukan live secara paralel. Pun saat membuat konten untuk promosi di platform tertentu, penempatan brand dan akun juga harus disesuaikan dengan platform masing-masing.
Kembali beradaptasi
Namun pada akhirnya semua harus kembali beradaptasi untuk tetap bisa bertahan. Seperti saat TikTok Shop pertama kali datang, lalu para seller mencoba membiasakan diri untuk memanfaatkan platform tersebut; kini mereka harus mencoba berjuang dengan semangat yang sama, untuk mencoba keberuntungan dari kanal-kanal penjualan lain.
Apa yang dilakukan pemerintah adalah penegakan aturan untuk terciptanya harmonisasi dalam iklim bisnis. Direktur Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dan Perdagangan Jasa Kementerian Perdagangan Rifan Ardianto mengatakan revisi Permendag No. 50 (yang salah satunya jadi landasan pemberhentian aktivitas TikTok Shop) ditujukan agar ekosistem bisnis digital di Indonesia lebih fair.
“Kami berupaya tidak ada bisnis yang menguasai dari hulu ke hilir. Kami berusaha membuat definisi yang clear terkait retail online, marketplace, social-commerce,” ujarnya dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan iDEA.
TikTok Indonesia akhirnya secara resmi mengumumkan penutupan fitur TikTok Shop. Melalui situs resminya, TikTok mengatakan bahwa per 4 Oktober 2023 pukul 17.00 WIB, fitur TikTok Shop tidak akan lagi memfasilitasi transaksi e-commerce.
Ini artinya semua aktivitas jual beli di TikTok Shop otomatis akan terhenti di waktu yang telah ditentukan, mengakibatkan seluruh pengguna tidak akan bisa membeli ataupun menjual barang seperti biasa.
Langkah ini sebenarnya bukan kabar yang mengejutkan, sebab sejak polemik pelarangan TikTok Shop bergulir yang kemudian berbuntut pada penetapan Permendag No. 31 Tahun 2023, memang banyak pihak berkeyakinan TikTok Shop akan terkena dampaknya dalam waktu dekat.
Permendag No. 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) merupakan revisi dari Permendag No. 50 Tahun 2020.
Di dalam pasal-pasal yang disepakati, salah satunya menekankan penggunaan media sosial yang hanya diperbolehkan untuk memfasilitasi promosi barang atau jasa, bukan sebagai tempat untuk melakukan transaksi jual-beli online.
Selain itu, diatur pula mengenai peranan social commerce yang dilarang bertindak produsen.
Anda dapat menyimak oboran Dailysocial bersama Ketua Umum Asosiasi e-Commerce Indonesia (iDEA) Bima Laga untuk mendapatkan penjelasan yang mendalam mengenai revisi tersebut.
Menanggapi kabar tersebut, Iyandi Tiluk Wahyono selaku penjual aktif di TikTok ketika dihubungi oleh DailySocial.id (4/11/2023) mengaku mendukung kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Tetapi menurutnya, pemerintah terlalu cepat memberlakukan kebijakan tersebut. Sebab tentu tidak mudah bagi TikTok untuk membuat platform baru yang mendukung transaksi, apalagi konsumen sudah terbiasa menggunakan aplikasi yang sama.
“Saya sangat mendukung langkah pemerintah yang membuat kebijakan, terutama pembatasan batas harga import, pelarangan social commerce menjadi produsen dan juga aturan terkait distributor. Tetapi, saya rasa pemerintah ini terkesan menutup paksa karena waktu yang diberikan kepada TikTok singkat sekali.”
“Padahal ini efeknya ini besar sekali, terutama untuk penjual dan kreator. Dari sekadar berita saja, bisa menurunkan omzet. Mudah-mudahan ini hanya sementara. Harapan kami sebagai pelaku, pemerintah hendaknya bisa menemukan jalan tengah yang win-win solution untuk semua pihak. Sebab di Tiktok Shop ini gak hanya soal kepentingan penjual saja tapi juga influencer.”
Sementara itu Chief Marketing Officer Geoff Max, Yusuf Ramdhani kepada Dailysocial mengaku sangat terkejut dengan kabar penutupan TikTok Shop yang terjadi secara tiba-tiba.
“Apalagi saat ini penjualan kami di Tiktok terus mengalami peningkatan di setiap bulannya. namun kami tidak ingin terlalu larut dengan berita ini, kami langsung mencari exit plan agar target revenue bisa tetap tercapai.” Tuturnya.
Dampak besar dirasakan betul oleh Geoff Max pasca penutupan TikTok Shop, jumlah penjualan per harinya langsung turun drastis yang berimbas pula pada Net revenue perusahaan. Bagi Geoff Max menurut penuturan Yusuf, TikTok Shop menyumbang 8% dari total penjualan seluruh platform online.
Langkah antisipasipun diambil dengan cepat oleh Geoff Max untuk mengejar target penjualan yang sudah ditentukan.
“Strategi awal yaitu mengalihkan target revenue dan menambah spend promosi ke platform/marketplace lain. Juga dibantu dengan aktivasi secara organik untuk mendorong penjualan.”
“Harapannya Social commerce tetap bisa beroperasi kembali, namun dengan aturan dan kebijakan yang lebih baik.” Tutup Yusuf.
Ada satu peran yang kehadirannya cukup vital di dalam perkembangan TikTok Shop sebagai platform, yaitu program affiliate. Program ini memungkinkan siapapun yang memenuhi syarat untuk menjadi bagian dari promosi toko dan memperoleh bagian keuntungan untuk setiap penjualan yang mereka hasilkan.
Peranan ini tampaknya tidak terdeteksi oleh pemerintah, padahal menurut Ken Yorindra salah satu rekanan affiliate di TikTok, affiliate-lah yang akan merasakan betul dampak dari penutupan TikTok.
“Menurut saya, dampak paling besar akan dirasakan oleh affiliate, bukan penjual. Sebab penjual bisa pindah ke platform lain. Malah sebagian besar penjual sudah punya toko di tempat lain, mereka tinggal mengoptimalkan saja. Sedangkan kreator yang menjadi affiliate, tidak bisa pindah begitu saja. TikTok berbeda dengan media sosial yang lain. Di TikTok algoritmanya memungkinkan kita yang tidak punya follower besar untuk bersaing dengan akun besar lain. Asal kontennya bagus bisa FYP. Sedangkan media sosial termasuk di Shopee ditentukan oleh jumlah pengikut. Apalagi di marketplace lain, kalau tidak pasang iklan susah naiknya. TikTok juga lebih mudah digunakan, ibu-ibu yang tidak punya pengalaman bisa langsung berjualan atau memasarkan produk toko.” Jelasnya.
“Plan ke depan, sepertinya Saya akan pindah ke Shopee Affiliate, mau tidak mau.” Pungkas Ken ketika ditanya apa rencana ke depan menyusul pengumuman penutupan TikTok Shop.
TikTok Siapkan Aplikasi Baru?
Salah satu skenario yang banyak disebutkan selama polemik berkembang yakni soal pemisahan TikTok Shop dari fitur media sosialnya. Artinya, nanti akan ada dua aplikasi terpisah, TikTok dan TikTok Shop. Penutupan TikTok Shop ini sendiri diyakini merupakan langkah awal menuju ke tahapan itu.
Di pengumuman yang sama, TikTok juga mengatakan bahwa pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah Indonesia terkait langkah dan rencana kami ke depan.
Walaupun belum ada penjelasan resmi terkait aplikasi baru, namun sejumlah pihak percaya TikTok sedang menyiapkan aplikasi baru yang fokus ke eCommerce.
Salah satunya datang dari Ketua Umum Indonesia Digital Empowering Community (Idiec) Tesar Sandikapura kepada Bisnis, Selasa (3/10/2023) “Ada kemungkinan mereka buat marketplace terpisah.”
TikTok Dituding Menyebabkan Pasar Retail Sepi
Diketoknya Permendag No 31 Tahun 2023 tidak lepas dari tudingan yang mengatakan bahwa TikTok Shop menjadi salah satu penyebab sepinya pasar-pasar retail, Tanah Abang kemudian muncul di sejumlah headline sebagai yang paling terdampak.
Menanggapi isu tersebut, Ketua Bidang Business & Development idEA Mohammad Rosihan menilai sepinya penjualan di pasar offline bukan semata lantaran peralihan perilaku konsumen ke digital, melainkan menurunnya pembelian dari pelaku usaha di daerah yang menyangkut turunnya daya beli.
Isu kedua yang muncul ke permukaan mengenai transfer dan pengumpulan data yang kemudian diyakini menyebabkan tingginya transaksi di platform social commerce. Kondisi ini kemudian memicu bermunculannya produk impor dengan harga yang sangat murah.
Menjawab kekhawatiran itu, peneliti industri digital Ignatius Untung menyampaikan pro-kontra sebenarnya tidak perlu. Menurutnya, transfer data ini dilakukan oleh semua platform digital untuk relevansi pencarian yang juga membantu konsumen. “Pemilik Google, e-commerce, media sosial berbeda, tapi melakukan yang sama,” kata Untung.
Regulasi terkait social commerce akhirnya telah diresmikan. Zulkifli Hasan, Menteri Perdagangan (Mendag), menguraikan bahwa regulasi ini dijabarkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 31 Tahun 2023 mengenai Lisensi Usaha, Iklan, Bimbingan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Regulasi ini adalah penyempurnaan dari Permendag Nomor 50 Tahun 2020 yang telah berlaku sebelumnya. Permendag 31 Tahun 2023 mengatur mengenai perdagangan elektronik, seperti yang saat ini dijalankan oleh TikTok Shop. Sebagai informasi tambahan, dalam Permendag Nomor 50 Tahun 2020, belum terdapat regulasi mengenai model platform social commerce.
Apa itu Social Commerce?
Social commerce adalah aktivitas menjual produk langsung melalui jaringan media sosial. Istilah ini sedikit berbeda dengan social selling atau social media marketing. Dalam social commerce, seluruh aktivitas belanja ditawarkan secara lebih mudah bagi pelanggan. Konsep ini memungkinkan pengguna untuk melakukan pembelian tanpa harus meninggalkan platform media sosial yang mereka gunakan.
TikTok Shop menjadi platform yang paling disorot selama polemik ini berkembang. Wajar, karena memang merekalah yang memiliki angka transaksi dan perputaran uang yang paling besar. Namun, sejatinya kebijakan baru tersebut akan berdampak ke beberapa platform social commerce lainnya. Nah, inilah daftar social commerce selain TikTok Shop yang kemungkinan besar akan terkena dampak.
Evermos
Nama “Evermos” adalah akronim dari “Everyday Need for Every Moslem”. Ini adalah platform berbasis website dan aplikasi yang telah berdiri sejak tahun 2018 di Bandung, hadir dengan misi untuk menyediakan fasilitas yang mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sehingga dapat bersaing dengan bisnis-bisnis besar. Evermos tidak hanya berfokus pada aspek bisnis, tetapi juga berkomitmen untuk menciptakan dampak sosial yang positif.
Berawal dari Bandung, yang dikenal sebagai “ibukota” fashion muslim di Indonesia, dan didukung oleh pengalaman para pendirinya di bidang teknologi, Evermos bermimpi untuk memberdayakan sepuluh juta perempuan Indonesia agar menjadi lebih kreatif, independen, dan mandiri dalam berusaha, sekaligus memberikan manfaat kepada sesama.
Credimart
CrediMart muncul sebagai startup social commerce inovatif yang menyediakan layanan grosir online, menawarkan aneka kebutuhan pokok mulai dari kopi, sabun, snack, alat tulis, hingga obat-obatan, yang tersedia dari potongan ke karton. Dengan komitmen untuk mengantarkan pesanan ke lokasi bisnis dalam waktu 1 x 24 jam, CrediMart berupaya memudahkan Anda, para pelaku UMKM, dalam memperoleh barang usaha dengan lebih efisien dan praktis.
Platform ini dirancang untuk mengeliminasi kebutuhan untuk bepergian mencari supplier, berbelanja, dan mengangkut barang belanjaan Anda sendiri, menjadikannya solusi sempurna untuk pemilik warung yang ingin berbelanja kebutuhan grosir dengan mudah tanpa harus meninggalkan rumah. CrediMart berfungsi sebagai penghubung antara warung-warung kecil dan supplier di sekitarnya, memungkinkan para supplier untuk dengan mudah mendapatkan pelanggan baru melalui platform ini.
Dusdusan
Dusdusan.com diklaim sebagai komunitas reseller terbesar di Indonesia, yang membidik pasar reseller kecil seperti ibu rumah tangga. Pada awalnya, Dusdusan.com berdiri pada Desember 2014 dengan model B2B yang menyasar reseller besar dan korporasi. Namun karena respon pasar yang kurang baik, Dusdusan.com tutup sementara dan kembali hadir pada Februari 2015 dengan banyak perubahan.
Saat ini, Dusdusan.com memiliki visi yakni menumbuhkan semangat usaha bagi para stokis dan reseller skala kecil. Dusdusan.com menggunakan model bisnis yang fleksibel yaitu sistem reseller dan dropship, di mana reseller tidak diberikan target, tidak ada poin yang harus dipenuhi, dan tidak perlu untuk stok barang.
Super
Super bertujuan mewujudkan pemerataan harga sembako dan barang pokok, khususnya bagi masyarakat pedesaan. Startup yang telah memperoleh pendanaan seri C ini berupaya untuk meningkatkan akses terhadap sembako dan barang pokok, menciptakan lapangan pekerjaan, serta mempermudah alur distribusi untuk wilayah tingkat dua, tingkat tiga, juga pedesaan di Indonesia.
Aplikasi yang telah ada sejak 2018 ini telah beroperasi pada 30 kota di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Fokus daerah yang dituju saat ini oleh Super adalah daerah dengan PDB per kapita lebih rendah atau sama dengan $5.000.
Selleri
Selleri merupakan platform dropship atau reseller yang memberikan fasilitas bagi siapapun yang ingin berjualan online tanpa mengeluarkan modal. Di platform ini, setiap penjual akan dibuatkan website toko online dan berbagai fitur guna memperlancar kegiatan jual beli secara gratis, lho.
Tak kalah dengan platform marketplace lainnya, Selleri menyediakan banyak pilihan produk. Mulai dari produk fashion, gaya hidup, anak-anak, hingga berbagai produk kecantikan disediakan di sini. Kualitasnya terjamin, karena sudah dicek dan difoto langsung oleh tim Selleri agar siap untuk Anda jual.
Woobiz
Woobiz didirikan oleh Putri Noor Shaqina, Rorian Pratyaksa, Josua Sloane, dan Hendy Wijaya pada bulan Desember 2018. Platform ini menawarkan akses teknologi bagi para perempuan Indonesia untuk bisa menjadi pengusaha mikro. Salah satunya adalah menghubungkan mitra, yang kebanyakan ibu rumah tangga, dengan brand.
Dengan menjadi mitra, pengguna akan mendapatkan akses ke berbagai macam produk yang sudah dikurasi, mulai dari skincare, make-up, hijab, hingga makanan ringan. Kebanyakan produk yang ditawarkan adalah lokal, seperti Kedaung Home, Rabbani, Dear Me Beauty, Orang Tua, Kimbo, namun ada juga beberapa brand dari luar seperti Celebon, Foccalure, dan JM solution.
Berkahi
Berkahi didirikan oleh Rowdy Fatha, Turina Farouk, dan Andre Raditya Makmur. Ide pengembangan Berkahi telah diinkubasi sejak November 2021. Berkahi membantu pelaku usaha di tanah air untuk meningkatkan penghasilan dengan memasarkan produk lokal dan halal lewat jaringan reseller. Target pasar Berkahi adalah UMKM, terutama yang berada di area pedesaan.
Berkahi ingin berperan dalam mendorong pemerataan inklusi keuangan dan digital di Indonesia. Adapun, Berkahi juga membentuk dewan penasihat syariah untuk memastikan kegiatan bisnis Berkahi sesuai dengan nilai-nilai syariah.
Bentuk dukungan all out yang dimaksud adalah, Berkahi mendukung kegiatan usaha lewat sejumlah fasilitas, di antaranya aktivitas promosi melalui Key Opinion Leader (KOL), operasional melalui akses fulfillment (stokis) di 15 kota, dan mitra logistik.
Setelah hadir di Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam UOB Indonesia akhirnya resmi mengumumkan kehadiran UOB FinLab, sebuah program akselerator inovasi bisnis unggulan yang bertujuan untuk mengembangkan dan mendigitalisasi sektor bisnis di Indonesia.
Peluncuran ini menandakan sebuah langkah penting bagi UOB FinLab, mencerminkan ekspansi regional UOB ke dalam lima pasar utama di ASEAN. Ini juga menunjukkan komitmen untuk memperkuat jaringan ekosistem regional untuk pengembangan kapasitas lintas negara, dengan tujuan mendigitalisasi dan memperkaya keterampilan bisnis.
Hendra Gunawan, Presiden Direktur UOB Indonesia, menyampaikan, “Indonesia telah mengalami percepatan pertumbuhan digitalisasi selama bertahun-tahun yang salah satunya didorong oleh kontribusi perusahaan perintis sebagai bagian dari ekosistem digital. Di UOB Indonesia, kami percaya bahwa untuk menciptakan ekosistem digital yang kondusif, diperlukan dukungan dari pihak pemerintah, swasta, serta masyarakat dalam rangka mendukung pertumbuhan industri digital, infrastruktur, dan pelatihan yang tepat. Melalui kehadiran UOB United Overseas Bank Limited Co. Reg. No. 193500026Z FinLab di Indonesia, kami dapat menyediakan perangkat, pengetahuan, dan sumber daya yang dibutuhkan dunia usaha untuk meningkatkan daya saing produk dan layanan digital Indonesia”
Sementara itu menurut Edisono Limin, Country Head of Channels and Digitalisation, UOB Indonesia, “Adopsi digital dapat menjadi tantangan bagi dunia usaha termasuk UKM. Kami hadir untuk mendukung proses digitalisasi mereka dengan menyediakan solusi, jaringan, dan peluang pembelajaran penting yang disesuaikan dengan kebutuhan, dimulai dengan program UKM SUKSES.”
UOB FinLab juga menginisiasi program perdana digitalisasi yang diberi nama UKM SUKSES (Sistem Usaha Kreatif dan Solusi Ekonomi Sejahtera). Program selama dua hari ini dirancang untuk memberikan wawasan, strategi dan saran praktis mengenai penerapan teknologi digital dalam e-commerce, pemasaran digital, dan logistik, sehingga membantu UMKM untuk mendigitalisasi dan mengembangkan usaha mereka.
Bersamaan dengan peluncuran tersebut, UOB FinLab Indonesia juga telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) bersama mitra ekosistem lokal seperti SMESCO, HIPMI, dan APINDO untuk menciptakan sebuah ekosistem yang terintegrasi, saling mendukung, dan dinamis, sehingga memungkinkan bisnis untuk berkembang secara digital dan berkelanjutan.
Kolaborasi ini melibatkan pertukaran wawasan, program, dan keahlian antarnegara untuk mendigitalisasi, mengembangkan keterampilan, dan memberi dukungan kepada 5.000 bisnis di tiga tahun mendatang.
UOB FinLab telah memberikan dukungan kepada lebih dari 23.000 UKM di seluruh ASEAN. UOB FinLab juga memfasilitasi sektor bisnis untuk memanfaatkan ekosistem regional dalam memberikan akses ke berbagai ahli bisnis dan teknologi serta perangkat dan konten untuk mempercepat proses digitalisasi mereka.
Dengan berbagai perspektif dan platform yang terintegrasi, UOB Indonesia berambisi untuk memberikan UKM lokal pemahaman dan strategi yang diperlukan untuk menjelajahi era digital dengan efektif.
Dimulai sejak tahun 2021 silam, program #KotaMasaDepan (Kolaborasi Nyata untuk Masa Depan) yang digalang oleh Grab, Emtek dan BukaLapak konsisten mendorong pemberdayaan pelaku UMKM lewat pendampingan dan pendanaan. Di tahun 2023 ini, gerakan ini kembali digelar yang fokus pada UMKM di kota-kota tier 2 dan 3 dengan menambah program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pelaku UMKM dan bimbingan dalam pembuatan Nomor Induk Berusaha (NIB).
Dalam rilis pers yang diterima oleh Dailysocial NeoSME, Neneng Goenadi selaku Country Managing Director, Grab Indonesia mengatakan, “Kami yakin akan kemampuan luar biasa dari kota-kota kecil di Indonesia. #KotaMasaDepan adalah dedikasi jangka panjang kami bersama Emtek dan Bukalapak. Kami terus mengoptimalisasi setiap kegiatan dalam program #KotaMasaDepan agar sesuai dengan keperluan UMKM. Dengan demikian, usaha lokal dapat tumbuh tidak hanya dari penguasaan ekonomi digital dan akses pasar yang lebih besar tanpa perlu pindah, tapi juga memberikan kontribusi pada ekonomi lokal.”
Materi pelatihan untuk pengembangan usaha yang diberikan ke pelaku UMKM di #KotaMasaDepan Tahap 3 meliputi konten kreatif, pemanfaatan media sosial, manajemen penjualan di platform online, strategi pemasaran digital melalui Grab dan Bukalapak, edukasi tentang sertifikasi halal baik offline maupun online, serta sosialisasi pembuatan dan pendaftaran NIB.
Sedangkan untuk penyaluran modal, bentuknya berupa perlengkapan operasional yang nantinya akan disalurkan melalui situs penggalangan dana sosial, BenihBaik. Sedikitnya 100 UMKM yang terlibat dalam Kota Masa Depan 2023 akan menerima modal ini, dengan seleksi berdasarkan potensi keberlanjutan bisnis jangka panjang.
Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (PLUT-KUMKM) juga akan melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut, berkolaborasi dengan Kementerian Investasi serta Kementerian Koperasi dan UKM.
“Kami percaya bahwa media memainkan peran kunci dalam mewujudkan digitalisasi UMKM yang cepat, mulai dari sosialisasi program onboarding sampai platform digital yang memberi kesempatan kepada masyarakat di seluruh Indonesia untuk berkontribusi dan berinteraksi dengan rekan-rekan UMKM serta mentor. Dengan dukungan platform media dari Emtek, kami berharap ini dapat merangsang perkembangan UMKM, mendorong kesadaran mereka untuk memaksimalkan potensi platform digital dalam bisnis mereka,” kata Sutanto Hartono, Managing Director, Emtek.
Bagi Grab sendiri, ini bukan program pertama yang menyasar UMKM. Sebelumnya, bersama OVO mereka juga menggelar Hajatan UMKM 2023, dengan dukungan dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) RI. Acara ini diadakan sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasi dan kontribusi UMKM yang berada di bawah platform Grab dan Ovo. Acara ini tidak sekadar memperlihatkan bazar dan pameran UMKM, namun juga menyuguhkan pertunjukan seni, area bermain untuk keluarga, dan sesi aktivitas olahraga.
Paylater menjadi metode pembayaran yang makin diminati terutama di kalangan generasi millenial dan generasi Z. Dalam survei Katadata Insight Center (KIC) terungkap penggunaan metode paylater lebih banyak dibanding penggunaan kartu kredit. Kartu kredit digunakan oleh 7,6% generasi millenial dan Gen Z, sedangkan paylater digunakan hampir dua kali lipatnya (13,6%).
Salah satu yang melihat potensi di sektor ini adalah Koinworks yang pada quarter keempat tahun 2022 silam meluncurkan Koinpaylater, salah satu lini produk buy now pay later (BNPL) yang dirancang untuk membantu pelaku UMKM mengakses barang, bahan baku, ataupun keperluan operasional usaha dengan cepat dan aman.
Dalam rilis pers yang diterima oleh Dailysocial, sedikitnya 52 Miliar Rupiah telah digelontorkan oleh KoinWorks untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan UMKM melalui produk KoinPaylater.
Benedicto Haryono, CEO dan Co-Founder KoinWorks memberikan keterangan atas hal ini. “Pembiayaan melalui produk pay later merupakan sebuah peluang baru untuk memberikan permodalan dengan skema yang semakin relevan dengan kebutuhan UMKM. Diharapkan semakin banyak pelaku bisnis yang memanfaatkan KoinPaylater, sehingga pelanggannya bisa berbelanja dengan lebih nyaman, sekaligus mengatur cash flow usahanya dengan lebih baik,” ujarnya.
KoinPaylater sendiri menawarkan skema yang cukup menarik, batas pinjaman sampai dengan 2 miliar rupiah dan tenor maksimal 180 hari. Kemudahan pendaftaran dan pengajuan juga menjadi nilai tambah yang coba ditawarkan kepada calon mitra. Untuk kemudahan transaksi, KoinWorks terus memperluas jejaring layanan BNPL mereka dengan menggandeng sejumlah mitra mulai dari pemasok, marketplace, hingga pelaku B2B di sektor yang beragam seperti farmasi, pertanian, konstruksi, FMCG, perikanan dan industri lainnya.
KoinPaylater hadir dengan platform digital untuk permohonan pinjaman hingga 50 juta rupiah. Berkat proses persetujuan instan, pelanggan bisa mengajukan pinjaman dan mendapatkan jawaban segera di hari yang sama.
Menurut hasil riset Kredivo dan Katadata Insight Center, paylater telah menjadi pendorong tingkat pembelian masyarakat dalam berbelanja online dengan persentase mencapai 16,2%. Persentase ini unggul dibandingkan metode transfer bank yang berada di urutan keempat dengan persentase 10,2%. Adapun urutan pertama diduduki oleh e-wallet dengan persentase 46,8%, diikuti oleh tunai/cash on delivery dengan persentase 22,6%.
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menyatakan bahwa paylater telah memberikan manfaat signifikan dalam menyediakan akses kredit yang aman, terjangkau, dan mudah bagi hampir seluruh lapisan masyarakat. Studi ini juga mengungkapkan bahwa paylater tidak hanya digunakan dalam situasi mendesak, tetapi juga sebagai metode pembayaran yang efisien dalam bertransaksi sehari-hari.
Sementara itu berdasarkan survei DailySocial, layanan Shopee Paylater menjadi pilihan utama konsumen dengan persentase penggunaan mencapai 78,4% sepanjang 2021. Di posisi kedua, Gopay Later menjadi fitur bayar nanti yang paling banyak diminati oleh masyarakat, digunakan oleh 33,8% dari total responden. Selanjutnya, Kredivo menempati urutan ketiga dengan 23,2% responden menggunakan fitur paylater di layanannya.
Tidak ketinggalan, layanan Akulaku juga memiliki pangsa penggunaan yang cukup signifikan, yaitu sebesar 20,4%. Sementara itu, Traveloka PayLater digunakan oleh 8,6% konsumen. Adapun untuk fitur paylater di Indodana dan Home Credit, masing-masing digunakan oleh 3,3% dan 2,8% konsumen.
Sisanya, 0,4% konsumen menggunakan fitur paylater di layanan-layanan lainnya. Hasil survei ini memberikan gambaran tentang preferensi konsumen terhadap layanan-layanan paylater yang ada di pasar.
Grab dan OVO menyelenggarakan Hajatan UMKM 2023, yang didukung oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) RI. Gelaran ini merupakan bentuk penghargaan atas pencapaian dan sumbangsih UMKM yang tergabung dalam platform Grab dan Ovo.
Dalam rilis pers yang diterima oleh Dailysocial, platform Grab dan OVO telah menerima keanggotaan dari lebih dari 500 ribu UMKM baru dalam satu tahun terakhir, membuka kesempatan kerja bagi 1 juta individu. Acara yang diadakan di Fresh Market, Bintaro, Tangerang Selatan ini merupakan bagian dari serangkaian kegiatan yang menuju ke Hari UMKM Nasional pada 12 Agustus mendatang.
“UMKM memiliki posisi dan peran strategis dalam perekonomian Indonesia dengan kontribusi PDB Indonesia sebesar 61% dan menyerap tenaga kerja sebesar 97%,” jelas Menteri Koperasi dan UKM Republik Indonesia, Teten Masduki, yang tampak antusias mengikuti sesi makan kuliner khas Nusantara.
Dalam acara Hajatan UMKM 2023 tersebut, Grab memberikan kesempatan kepada pelaku UMKM dari kota-kota seperti Jabodetabek, Bandung, Solo, Yogyakarta, Surabaya, dan Medan untuk menampilkan produk andalan mereka.
Berdasarkan informasi dari Kemenkop UKM RI, sekitar 22 juta UMKM telah melakukan onboarding, dan pada tahun 2023, targetnya adalah 24 juta UMKM yang terintegrasi dalam ekosistem digital.
Menanggapi capaian tersebut, Country Managing Director Grab Indonesia, Neneng Goenadi, menyatakan, “Grab dan OVO #PercayaUMKM Indonesia dan terus dukung pemerintah untuk capai target digitalisasi 30 juta UMKM pada 2024. Berbagai inisiatif akan terus dilanjutkan untuk memfasilitasi UMKM dalam mengembangkan usaha, seperti program pelatihan digital di aplikasi GrabMerchant, dan portal informasi satu pintu melalui akun Instagram @GrabMerchantID.”
Tidak hanya pelaku UMKM di bidang kuliner, Grab dan OVO juga terus mendorong digitalisasi pedagang pasar. “Ribuan pedagang pasar telah bergabung dengan Grab melalui GrabMart Pasar di 26 kota di seluruh Indonesia,” tutup Neneng Goenadi.
Acara ini tidak hanya menampilkan bazar dan pameran dari UMKM, tetapi juga menawarkan pertunjukan kesenian, zona permainan untuk keluarga, serta sesi kegiatan olahraga.
Tak lama setelah berganti nama, Superbank melakukan manuver untuk menunjukkan komitmennya dalam memperluas akses ke pembiayaan inklusif bagi masyarakat underbanked di Indonesia. Baru-baru ini, Superbank mengumumkan kerjasama kemitraan strategis dengan platform teknologi pembiayaan mikro PT Amartha Mikro Fintek (Amartha).
Secara khusus misi kerja sama ini adalah memberikan akses ke lebih dari 1 juta perempuan pengusaha mikro yang saat ini tergabung dalam layanan Amartha. Tujuannya adalah menyediakan pinjaman modal kerja yang dibutuhkan agar bisnis mereka dapat tumbuh dan berkembang.
Dalam rilis pers yang diterima Dailysocial, Sukiwan selaku Chief Business Officer Superbank, mengatakan, “Sebagai bank yang baru bertransformasi dengan fokus pada digital dan didukung oleh salah satu ekosistem terluas di Asia Tenggara, kami berkomitmen menjembatani kesenjangan finansial bagi masyarakat underbanked untuk meningkatkan kesejahteraan lebih banyak masyarakat Indonesia. Kemitraan strategis dengan Amartha ini secara khusus dirancang untuk memberdayakan perempuan pengusaha mikro. Dengan menyediakan akses ke solusi pembiayaan yang aman dan terpercaya, kami percaya dapat memajukan usaha-usaha yang dijalankan perempuan pengusaha mikro guna mencapai potensi mereka sepenuhnya.”
Lebih dari 64 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) secara aktif beroperasi di Indonesia, berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. UMKM tersebut memberikan kontribusi sebesar 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pentingnya peran perempuan dalam mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional ditekankan, dengan 52,9% usaha mikro dan 50,6% usaha kecil dijalankan oleh pengusaha perempuan.
Data Kementerian Keuangan mendukung pentingnya mengakomodasi segmen ini dengan menunjukkan bahwa pengusaha perempuan menyumbang lebih dari 95% atau lebih dari 6,4 juta debitur program pembiayaan ultra mikro (UMi) pemerintah.
Julie Fauzie, Chief Funding Officer Amartha, menegaskan, “Amartha menyadari bahwa penyediaan akses keuangan inklusif yang merata membutuhkan banyak kolaborasi, salah satunya seperti yang kami lakukan dengan Superbank. Melalui kerja sama ini, kami dapat menggabungkan aset-aset teknologi dan kompetensi untuk menyederhanakan proses pengajuan pinjaman supaya lebih efisien dan mudah diakses bagi para pengusaha ultra mikro di Indonesia. Amartha optimis, kerjasama ini dapat memberi dampak yang berkelanjutan bagi UMKM akar rumput, dan menjadi inspirasi bagi institusi lainnya untuk bersama-sama mendorong ekonomi akar rumput lewat akses keuangan yang inklusif.”
Kemitraan Strategis Amartha
Selain Superbank, baru-baru ini Amartha juga melakukan kerjasama kemitraan dengan Bank Nobu untuk mendukung permodalan para pelaku usaha ultra mikro di pedesaan di berbagai lokasi di Indonesia.
Amartha dan Nobu Bank berkomitmen untuk turut mempercepat penyediaan modal usaha produktif bagi lebih dari 30.000 mitra binaan Amartha. Mitra tersebut terdiri dari berbagai sektor, terutama di Pulau Jawa, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. Komitmen tahap awal permodalan mencapai 100 miliar rupiah.
Amartha mengklaim telah menyalurkan permodalan senilai lebih dari Rp12 triliun kepada lebih dari 1,6 juta UMKM di Indonesia. Suntikan fasilitas kredit sebesar $100 juta (lebih dari 1,4 triliun Rupiah) dari institusi penyedia permodalan asal San Fransisco, Community Investment Management (CIM) belum lama ini akan membantu perusahaan dalam mengembangkan ekosistem produk yang transparan.