Di balik kesuksesan bisnis, selalu ada kisah perjuangan dan dedikasi yang luar biasa. Begitu pula dengan Kampung Kue Rungkut yang berhasil mengubah hidup dan memberikan harapan baru bagi para ibu-ibu di kampung tersebut.
Melalui wawancara dengan pendiri Kampung Kue Rungkut, Choirul Mahpuduah, kita akan mendapat wawasan inspiratif mengenai perjalanan pendirian dan keberhasilan komunitas ini.
Proses Awal Terbentuknya Kampung Kue Rungkut
Berlokasi di Jl. Rungkut Lor Gg. II, Kali Rungkut, Surabaya, Jawa Timur, komunitas dan bisnis Kampung Kue Rungkut tidak terbentuk begitu saja. Choirul Mahpuduah, yang akrab disapa Bu Irul, memulainya dengan ide bisnis handicraft terlebih dahulu pada tahun 2005. Hal itu berangkat dari keinginannya untuk memberdayakan ibu-ibu di Kampung Rungkut agar berdaya untuk menghasilkan uang yang halal untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
“Pagi-pagi saya sudah melihat banyak sekali ibu-ibu yang menganggur, bersantai dan merumpi dengan ibu-ibu lain di teras rumah (di Kampung Kue Rungkut). Disisi lain, saya melihat adanya potensi yang bisa dimanfaatkan dari ibu-ibu tersebut untuk menjadi produktif dan menghasilkan.” Ujar Choirul Mahpuduah, pendiri Kampung Kue Rungkut.
Namun, ide handicraft tersebut tidak menjawab harapannya dikarenakan penjualan produk yang tidak terlalu tinggi sehingga tidak berdampak pada perekonomian. Sampai akhirnya, pada tahun yang sama, ia mendapat inovasi baru untuk memulai bisnis kue yang dirasa memiliki peluang lebih besar untuk mencapai tujuannya.
Dari situ, ia memulai gagasan bernama Kampung Kue Rungkut dan memulai langkah pertama menuju transformasi yang menginspirasi. Kini, kampung tersebut telah diresmikan oleh Walikota Surabaya pada 8 Februari 2022 dan usaha kue telah menjadi sumber penghasilan utama bagi ibu-ibu di Kampung Kue Rungkut.
Tantangan Mendirikan Kampung Kue Rungkut
Mendirikan Kampung Kue Rungkut bukanlah tanpa tantangan. Salah satu tantangan utamanya adalah adanya pro kontra terhadap ide bisnis yang diajukan.
Dimulai dengan ide bisnis handicraft, namun berakhir tidak memberikan hasil yang diharapkan. Kemudian, ia beralih ke ide bisnis kue dengan gagasan Kampung Kue. Meskipun ada pro dan kontra dalam respon komunitas, wanita yang akrab disapa Ibu Irul itu tetap memberikan kebebasan kepada anggota komunitas untuk memilih bidang usaha yang mereka minati, baik handicraft maupun bisnis kue.
Dengan kebebasan ini, terciptalah lingkungan yang inklusif di mana setiap anggota komunitas dapat berkontribusi sesuai minat dan kemampuannya. Namun, melihat perkembangan bisnis kue yang pesat membuat banyak anggota komunitas mulai beralih ke bisnis kue.
Dengan anggota awal yang hanya berjumlah 15 orang, kini total anggota sudah mencapai 68 orang dengan lebih dari 70 item kue yang diproduksi. Beberapa jenis kue yang diproduksi di antaranya; kue kering, kue basah (lemper, pastel, pisang landak, risoles, lumpia, sosis solo), makanan (ayam geprek, nasi pecel, nasi krawu, soto), dan minuman.
Strategi Pengembangan Kampung Kue Rungkut
Kampung Kue Rungkut memiliki keunikan yang membedakannya dari usaha kue lain di sekitarnya. Proses pendiriannya yang unik melibatkan anggota komunitas di satu wilayah dan melakukan produksi di rumah masing-masing. Tidak hanya menjadi tempat belanja, kampung ini juga menjadi tempat edukasi bagi mereka yang ingin mempelajari proses produksi.
Kampung Kue Rungkut menerapkan strategi pemasaran yang beragam untuk memperluas jangkauannya. Dimulai dengan strategi word of mouth dan door-to-door ke toko untuk memperkenalkan keberadaan Kampung Kue dan produknya. Mereka juga menjaga kualitas produk dan memberikan pengalaman unik kepada konsumen yang datang untuk bisa melihat dan mencicipi langsung kue yang diproduksi.
Menurut Ibu Irul, open-minded menjadi strategi yang membantu bisnis tersebut dapat bertahan menghadapi perubahan tren dan preferensi konsumen di era ketatnya persaingan bisnis ini.
“Saya yang sudah berusia 54 tahun tapi sehari-hari bergumul dengan mahasiswa yang melakukan penelitian dan KKN di kampung kami. Secara otomatis segala bentuk pemikiran dan tindakan akan terpengaruh oleh generasi terkini, termasuk penggunaan teknologi digital. Kuncinya adalah open-minded, terbuka terhadap perubahan, tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk semua orang.” Tambah Bu Irul.
Tak ketinggalan, di era digital ini Kampung Kue Rungkut memanfaatkan media sosial seperti Facebook, Instagram, WhatsApp Business, TikTok, serta menggunakan online ads, dan website. Mereka juga membangun relasi dengan berbagai pihak, termasuk perusahaan, pemerintah, kampus, media, dan organisasi sejenis untuk memperluas cakupan pasarnya.
Visi Masa Depan Kampung Kue Rungkut
Dalam rencana dan visi ke depan, Kampung Kue Rungkut berkomitmen untuk terus memberdayakan masyarakat, memperluas jaringan relasi, mempertahankan kualitas produk, dan tetap menjadi kampung yang unggul dalam bisnis kue. Mereka juga berharap dapat menjangkau pasar yang lebih luas, termasuk pasar menengah ke bawah hingga pasar menengah atas.
“Sejak awal visinya adalah terwujudnya masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan. Bagaimana visi ini dari waktu ke waktu selalu kita perjuangkan melalui misi yang kita emban, yaitu bagaimana kelompok kita selalu menerapkan kepemimpinan yang terbuka terhadap setiap saran dan akuntabel, bagaimana melipatgandakan modal sosial, membangun hubungan dengan berbagai pihak/memperluas relasi, menjaga paguyuban Kampung Kue Rungkut tetap berkelanjutan, tetap menjadi bagian dari kampung unggulan, dan tetap mengambil peran untuk kemajuan bangsa, dan negara.” Tutup Choirul Mahpuduah.
Dengan perjalanan inspiratifnya, Kampung Kue Rungkut tidak hanya menjadi tempat berbelanja kue, tetapi juga merupakan sumber pengetahuan bagi yang ingin belajar tentang proses pembuatan kue. Dengan semangat kolaborasi, kesempatan berdaya, dan kreativitas yang terus berkembang, Kampung Kue Rungkut terus menerus memberikan dampak yang positif bagi anggota komunitasnya dan masyarakat sekitar.