Category Archives: Featured Article

Tren Industri Game dan Esports di 2021 dan Prediksi Tren untuk 2022 Menurut Niko Partners

Selama 2020, industri game mengalami kenaikan pesat berkat pandemi COVID-19. Di tahun 2021, pandemi mulai teratasi di sejumlah negara. Alhasil, kehidupan masyarakat pun mulai kembali seperti sedia kala. Tentunya, hal ini mempengaruhi industri game dan esports. Menggunakan data dari Niko Partners, Hybrid.co.id mencoba untuk merangkum tren industri game selama 2021. Tak hanya itu, kami juga membahas tentang prediksi keadaan industri game dan esports di tahun 2022.

Tren di Industri Game Asia Sepanjang 2021

Asia merupakan pasar game paling penting di dunia, menurut Niko Partners. Karena, di Asia, tuntutan akan game, esports, konten streaming, dan kompetisi esports cukup tinggi. Tak hanya itu, besar pendapatan yang bisa dibelanjakan oleh warga Asia juga terus naik. Infrastruktur di negara-negara Asia juga terus membaik. Semua ini membuka peluang besar bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang game, mulai dari developer dan publisher game, pembuat hardware, sampai penyedia infrastruktur.

Sepanjang 2021, Niko Partners mengamati industri game di 10 negara Asia, yaitu Filipina, Indonesia, India, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Berdasarkan studi yang mereka lakukan, mereka memperkirakan, nilai industri game PC dan mobile di Asia-10 di 2021 akan mencapai US$35,7 miliar, naik 6,2% dari tahun lalu. Dalam 5 tahun ke depan, tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun alias CAGR dari industri game PC dan mobile di kawasan tersebut adalah 4,5%. Jadi, pada 2025, industri game PC dan mobile dari negara-negara Asia-10 akan mencapai US$41,8 miliar.

Industri game di Asia tidak hanya tumbuh dari segi pemasukan, tapi juga dari segi jumlah gamers. Pada akhir 2021, jumlah gamers di kawasan Asia-10 diperkirakan akan mencapai 714,9 juta orang, naik 12,1% dari tahun lalu. Sementara tingkat pertumbuhan per tahun (CAGR) dari jumlah gamers mencapai 8,1%. Dengan begitu, pada 2025, jumlah gamers di Asia-10 akan mencapai 940,9 juta orang.

Niko Partners mengumpulkan data industri game dari 10 negara di Asia. | Sumber: Niko Partners

Dengan tingkat CAGR sebesar 29,8%, India menjadi negara Asia yang industri game-nya yang tumbuh paling pesat. Sementara di kawasan Asia Tenggara, ada tiga negara yang industri game-nya memiliki laju pertumbuhan paling tinggi, yaitu Indonesia, Thailand, dan Vietnam. Pada 2020, nilai industri game Thailand bahkan telah menembus angka US$1 miliar. Sementara Indonesia diperkirakan akan mencapai pencapaian hal itu pada 2025. Begitu juga dengan India dan Vietnam.

Dari segi ukuran industri game, Jepang dan Korea Selatan merupakan dua negara Asia dengan industri game paling besar. Dua negara Asia Timur itu memberikan kontribusi sebesar 80% dari total industri game PC dan mobile di kawasan Asia-10.

Perkiraan Tren di Industri Game dan Esports Pada 2022

Banyak industri yang luluh lantak karena COVID-19, seperti pariwisata. Dan game merupakan salah satu industri yang tidak hanya bisa bertahan di tengah pandemi, tapi justru tumbuh. Perlahan tapi pasti, masyarakat mulai pulih dari pandemi. Tentu saja, hal ini akan mempengaruhi perilaku para gamers, yang akan berdampak pada industri game secara keseluruhan.

Ketika ditanya tentang keadaan industri game di tahun 2022, Director for Southeast Asia Research, Niko Partners, Darang S. Candra mengatakan, walau pandemi telah mulai teratasi, pemasukan di industri game masih akan tetap naik. Hanya saja, tingkat kenaikannya tidak sebesar pada masa puncak pandemi. Hal yang sama juga akan berlaku untuk lama waktu bermain para gamers. Dia menyebutkan, lama waktu bermain para gamers pada 2022 diperkirakan akan lebih singkat jika dibandingkan dengan puncak masa pandemi.

Pulihnya masyarakat dari pandemi tidak hanya memberikan dampak pada industri game, tapi juga industri esports. Perubahan itu bahkan mulai terlihat pada akhir 2021. Misalnya, pada semester akhir 2021, ada sejumlah turnamen esports besar yang digelar secara offline, termasuk The International 10 dan League of Legends World Championship 2021. Soal ini, Darang mengatakan bahwa pada tahun depan, kompetisi esports memang akan mulai kembali digelar secara offline. Namun, hal itu bukan berarti kompetisi online akan menghilang sepenuhnya.

ONE Esports Singapore Major adalah salah satu kompetisi esports yang digelar secara offline. | Sumber: Win.gg

“Dari pengamatan kami, dunia belum sepenuhnya pulih dari pandemi,” kata Darang melalui email. “Meski turnamen offline akan kembali diadakan, sebagian besar negara dan penyelenggara turnamen akan tetap perhati-hati. Pembatasan sosial/social distancing yang akan terus berlaku juga mengurangi pengunjung potensial pada turnamen offline. Dengan demikian, turnamen hybrid — peserta offline tapi tidak ada/sedikit penonton, disiarkan secara online — sepertinya akan menjadi tren ke depan.”

Darang menegaskan, turnamen online tidak akan menghilang begitu saja di masa depan. Selain karena dunia belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi, alasan lain turnamen esports online akan tetap ada adalah karena sebagian penggemar esports sudah terbiasa menonton kompetisi esports secara online.

Di kawasan Asia, tidak semua negara siap untuk mengadakan kompetisi esports secara offline. Darang menjelaskan, “Hal ini akan tergantung pada jumlah kasus, kematian akibat COVID-19, rasio vaksinasi, dan kebijakan negara masing-masing. Negara dengan jumlah kasus dan kematian lebih sedikit, rasio vaksinasi tinggi, dan mengurangi kebijakan social distancing akan lebih mungkin untuk menggelar acara esports secara offline.”

Lebih lanjut, Darang menjelaskan, faktor lain yang mempengaruhi apakah sebuah negara akan bisa menggelar esports events secara offline adalah kemampuan untuk menanggulangi COVID-19. “Negara dengan penanganan COVID-19 yang lebih mumpuni, seperti Singapura, tentu akan lebih mudah untuk mengadakan acara esports secara offline,” ujarnya

Memang, pada 2021, Singapura membuktikan bahwa mereka bisa mengadakan beberapa esports events offline, termasuk ONE Esports Singapore Major. M3 Mobile Legends World Championship yang tengah berlangsung juga diadakan secara offline di Singapura.

Viewership dan Pemasukan Industri Esports di 2022

Ada banyak orang yang mulai menonton kompetisi esports selama pandemi. Pasalnya, ketika pandemi, mereka tidak hanya dilarang untuk keluar rumah, tapi juga tidak bisa menonton pertandingan olahraga karena banyak kompetisi yang ditunda atau dibatalkan. Pertanyaannya, apakah mereka akan tetap menonton konten esports setelah pandemi telah mulai teratasi?

Ketika ditanya tentang hal ini, Darang menjawab, bahkan setelah pandemi berakhir, akan ada penggemar esports yang melanjutkan hobinya untuk menonton konten esports. Dia merasa, hobi menonton pertandingan esports sama seperti hobi-hobi lain yang orang-orang pelajari saat pandemi, seperti berkebun atau memasak. Karena itu, baik viewership maupun pemasukan dari industri esports, khususnya di Asia, diperkirakan masih akan naik pada tahun depan.

VALORANT jadi salah satu game esports yang diduga bakal populer di 2021.

“Berdasarkan tren dari beberapa tahun terakhir, viewership dan revenue industri esports di Asia selalu meningkat, dan mencapai puncaknya di kala pandemi,” ujar Darang. “Dengan berkurangnya kasus COVID-19 dan kembalinya penyelenggaraan kegiatan-kegiatan secara offline, viewership dan revenue industri esports tentu tidak akan tumbuh setinggi di masa pandemi. Hanya saja, kami memprediksi, esports sudah menjadi cara mainstream untuk mendapatkan hiburan sehingga viewership dan revenue industri esports tetap akan berkembang meski tidak setinggi di masa puncak pandemi.”

Di Asia, ada tiga genre yang populer di kalangan gamers dan fans esports, yaitu MOBA, Battle Royale, dan Shooter. Menurut Darang, tren ini diperkirakan masih akan bertahan pada 2022. Sejalan dengan tren itu, beberapa game esports yang diperkirakan akan tetap populer di tahun depan antara lain League of Legends dan Wild Rift, Free Fire, PUBG Mobile, dan VALORANT.

Sumber header: Pexels

10 Best Roblox Games in 2021

Over its 15 years journey, Roblox has amassed millions of loyal players around the world and, with it, a community of creative minds building game modes for others to enjoy. So yes, even though Roblox is defined as a game, it is more of a platform to deploy projects to you and the fans alike. Roblox, as a result of this paradigm, has also accumulated quite an expansive set of game modes for players to enjoy. “Expansive” might even be slightly misleading as there are over 40 million game modes currently playable in Roblox in 2021, and this figure will expectedly continue to increase as the game becomes more popular every day.

However, scrolling through 40 million possibilities of fun and entertainment is not a very feasible task, to say the least. Therefore, we have selected the 10 most popular (according to Statista) and best games considered by the community in the whole of the Roblox ecosystem.

Adopt Me!

Source: Roblox Wiki

One of, if not the most visited games in all of Roblox is an MMO called Adopt Me!. Developed by Uplift Games, Adopt Me! has already garnered over 5 million likes and 25 billion visits as of writing this article. The game is essentially a glorified version of Sims in Roblox, where players can either take the role of a pet-owner or caretaker. You can obtain pets from hatching eggs, purchasing them with Robux (and the in-game currency Bucks), or trading with other players. Each pet has its own distinct rarity, which also affects its costs or pricing.

However, Adopt Me! hasn’t always been about taking care of virtual pets. 2 years ago, the game focuses more about adopting and raising children. But as the game shifted and received updates that introduces adoptable pets, Adopt Me! quickly rose in popularity and became what it is today.

Tower of Hell

Source: Roblox Wiki

Obbies (or obstacle courses games) are often shunned upon by the Roblox community due to the fact most of them are made with low quality. However, Tower of Hell is a major exception. This game is the pinnacle of obbies in Roblox, has gathered near to 15 billion visits as of November, and even received nominations as the “Best Mobile Game” in the 7th annual Bloxy awards. Tower of Hell has all the features you want in an addicting and high-adrenaline obstacle course, such as randomly generated levels, multiplayer (up to 20 players), and the absence of checkpoints. So if you are looking for an intense parkour experience in Roblox, Tower of Hell will not disappoint.

MeepCity

Source: Roblox.com

MeepCity is one of the most popular games in the Town & City category, with over 10 billion visits at the current moment. It is an MMORPG that is all about socializing and hanging out in the virtual world of Roblox. If you want to feel what it’s like to go outside before the pandemic, then MeepCity will truly relive that experience. To maximize its social aspects, the servers in MeepCity even go one step further in expanding their capacity to accommodate up to 200 players (where 30 is usually the limit). There are also other additional features, such as customizable pets called Meeps and constructing your own home, so you won’t have any trouble getting bored.

Brookhaven RP

Source: Roblox Wiki

If you want to have a smaller-sized space for hanging out in Roblox, then Brookhaven RP is a great alternative in MeepCity. Other than its smaller server sizes, Brookhaven also emphasized living in a luxury and providing a chill environment to socialize or meet up with other like-minded players. There is a reason why this relatively new game created in 2020 was able to have its popularity skyrocket: it is the perfect place to relax, cool down, have a small chat, and possibly make long-lasting friendships.

Piggy

Source: Roblox Wiki

Piggy is a horror game that interestingly combines many elements from zombie apocalypses, mystery, survival, and a cute Peppa Pig. It is, in a lot of ways, similar to the indie horror game called Granny with the added episodic storytelling scheme that is highly interesting as you continue to uncover it in-game. Piggy also provides a free setup for private servers, so this is a definite go-to game when it comes to having a horrifying yet fun Roblox session with your friends. Of course, when I say horrifying, I mean it by Roblox’s standards.

Murder Mystery 2

Source: Roblox.com

Despite being placed in the horror category, Murder Mystery 2 is much more suited to be called a social deduction game. Simply put, it’s Among Us in Roblox. I am sure that we all experienced the boom of social deduction games in 2020, which is why it is not surprising that Murder Mystery 2 became exponentially popular recently. The gameplay of Murder Mystery is much more similar to Werewolf than it is with Among Us. Instead of all the innocents voting out the murderer (or impostor), there is one sheriff designated with this task. But of course, all the fun elements of discussion, lies, blames, and convictions are very much present in Murder Mystery 2.

Jailbreak

Source: Roblox Wiki

Jailbreak is another popular game in the Town & City category, but its gameplay diverges from the norm to a great extent. Jailbreak is essentially GTA Online, with all the gore and explicit materials removed. You have the option of being criminals executing heists all around town or becoming the cops that stop them in their tracks. So if you want a chill premise to socialize, Jailbreak is not the game for you. But if you are looking for an intense experience of fighting criminals or becoming one, then you are in for an awesome ride.

Today, it still remains as one of the most played games in Roblox, already accumulating over 5.2 billion visits. The game’s popularity also spawned several merchandise deals and led to its feature on Roblox’s Ready Player One event.

Welcome to Bloxburg

Source: Roblox Wiki

The Town and City category is filled with games that try to replicate the pinnacle of life-sim games, The Sims. However, only one game came close to being defined as the Sims copy in Roblox, and that game is Welcome to Bloxburg. Welcome to Bloxburg has all the features you expect in a Sims game, a character you fully control, choices for work, leisure, and adventuring. One major selling point of Welcome to Bloxburg is build mode, a feature that allows you to build your homes to your liking. Unfortunately, unlike all the games in this list, you have to purchase access to Welcome to Bloxburg. However, despite its 25 Robux paywalls, it still has over 4.8 billion visits as of today, which is a pretty amazing feat considering the entry barrier to the game.

Theme Park Tycoon 2

Source: Roblox Wiki

This game is all about building the best and most creative theme parks to attract as many guests as possible. Theme Park Tycoon closely mimics the RollerCoaster Tycoon franchise, perhaps the most popular coaster sim game. So if you are a fan of coaster sims, Theme Park Tycoon will certainly be the game for you. Despite being over 9 years old already, Theme Park Tycoon never gets boring with constant new updates being released. The game is truly a blank slate for you all with creative minds to pour out your ideas and construct what you have always envisioned to be the dream theme park.

Anime Fighting Simulator

Source: Roblox Wiki

Anime Fighting Simulator is exactly what it sounds like: a game where you can pick favorite characters from various animes and battle against other players. The game is perfect for avid anime fans who want to see and control their beloved characters from popular shows. For those who don’t watch anime, the game is still very much playable. However, just take note that you might not see the true picture of the characters’ capabilities, since you know… it’s Roblox after all. Fortunately, Anime Fighting Simulator is not only about mindlessly combating other players. There are quite a few additional game modes such as Tournament mode of story mode that you can try out as well.

 

Featured Image: Gamer Roof

Sejarah Forza Horizon: Spin-off yang Malah Jadi Favorit Utama Para Gamer

Forza Horizon 5 memang jadi salah satu primadona di tahun 2021 ini. Pasalnya, tidak banyak game balap yang bisa mendapat perhatian besar dari para gamer di seluruh dunia. Bahkan game ini tidak hanya dimainkan oleh para pecinta game balap, namun para gamer kasual pun ternyata banyak yang ikut menjelajahi alam Meksiko yang luas dengan beragam jenis mobil yang disediakan.

Forza Horizon sebenarnya merupakan spin-off dari seri Forza milik Microsoft. Namun berbeda dengan seri utamanya yang lebih mengedepankan sisi sim-cade (simulation-arcade) untuk melawan kedigdayaan Gran Turismo milik Sony, seri Horizon lebih mengedepankan kesenangan, mulai dari lifestyle hingga ke eksplorasi dunia terbuka.

Lalu bagaimana kisah Forza Horizon yang awalnya hanyalah seri spin-off hingga kini menjadi favorit banyak gamer? Semuanya kembali ke tahun 2010 saat Microsoft melihat bahwa mereka merasa butuh untuk membuat gebrakan untuk seri Forza.

Pembentukan Playground Games dan Ideasi Awal Forza Horizon (2010)

Image Credit: Playground Games

Melanjutkan kisah sebelumnya, Microsoft yang ingin membuat gebrakan untuk seri Forza membentuk sebuah developer baru yang diberi nama Playground Games. Developer yang berbasis di Inggris ini bisa dibilang merupakan sebuah all-star-developer karena berisikan para developer veteran yang sebelumnya sudah mengerjakan judul-judul game balap legendaris seperti Project Gotham Racing, Driver, Colin McRae: Dirt, Colin McRae Rally, Race Driver: Grid, dan bahkan Burnout.

Dengan bekal yang matang tersebut, Microsoft langsung memberikan tugas pertama yang berat untuk membuat hal baru namun masih berada di dalam lingkup seri Forza.

Dalam beberapa bulan, akhirnya Playground Games mengajukan konsep awal dari Forza Horizon. Konsep festival musik dan dunia terbuka tersebut ternyata disetujui oleh Microsoft dan Playground Games memiliki waktu dua tahun untuk menyelesaikan game pertamanya.

Forza Horizon (2012)

Image Credit: Playground Games

Setelah masa pengembangan yang berat, Playground Games akhirnya dapat merampungkan game pertama Forza Horizon. Game balap open-world ini mengambil latar Colorado, Amerika Serikat, yang menjadi taman bermain bagi para pemain.

Horizon Festival menjadi atraksi utama dari game ini yang menjadi pusat semua aktivitas dari pemain. Seri pertama ini masih menggunakan cerita klise anak baru yang datang dan mengalahkan nama-nama besar dalam festival.

Dirilis secara eksklusif untuk Xbox 360, Forza Horizon langsung menjadi hits bagi mereka para pecinta game balap maupun otomotif secara umum. Implementasi game engine Forza Tech yang dimiliki oleh seri utamanya memberikan beberapa benefit kepada Playground Games dalam mengembangkan game ini. Salah satunya adalah menghadirkan mobil yang terasa realistis baik secara visual, audio, dan bahkan kendalinya yang membuat banyak pecinta otomotif menyukainya.

Forza Horizon 2 (2014)

Image Credit: Playground Games

Kesuksesan Horizon pertama membuat Microsoft yakin untuk menunjuk kembali Playground Games membuat sekuel dari game-nya. Sang pengembang sekali lagi menggunakan seri utamanya yaitu Forza Motorsport 5 sebagai landasan game-nya. Kini, mereka membawa pemain dari Amerika Serikat menuju ke Eropa Selatan.

Kehadiran konsol baru, Xbox One, membuat Playground Games memiliki ruang lebih untuk membuat Horizon 2 lebih bebas lewat kemampuan mengemudi off-road dan juga hadirnya cuaca dinamis dalam game-nya.

Sama seperti game pertamanya, sekuel dari Forza Horizon ini juga mendapatkan respon dan penilaian yang positif. Dunia yang lebih luas dan bebas, variasi balapan yang bertambah, dan juga grafis yang semakin memanjakan mata bahkan membuat game ini disebut sebagai surga untuk game balap. Kesuksesan Forza Horizon 2 ini bahkan membuat Microsoft merilis dua ekspansi yaitu Storm Island dan Forza Horizon 2 Presents Fast & Furious.

Forza Horizon 3 (2016)

Image Credit: Playground Games

Dengan formula yang mulai terbentuk, Microsoft akhirnya membawa seri ketiga dari Forza Horizon menjadi game pertama yang ikut menyambangi platform PC. Playground Games menyambut antusias pembuatan game ini lewat map yang berlatar di area selatan Australia. Kemampuan next-gen yang dimiliki oleh Xbox One juga membuat Playground Games dapat menaikkan berbagai standar di dalam game-nya.

Mulai dari geografis alam yang semakin bervariasi, pilihan mobil yang semakin masif, mobil dapat dimodifikasi, hingga ke langit dan awan yang ditangkap langsung menggunakan kamera HDR, hal-hal tersebut membuat atmosfer game-nya terasa semakin realistis.

Dengan berbagai peningkatan dan juga kebebasan yang ditawarkan Forza Horizon 3, game ini sekali lagi mendapatkan penilaian dan respon yang positif. Para gamer PC juga menyambut gembira kehadiran perdana dari seri balapan ini. Apalagi Playground Games juga memasok konten update untuk game ini seperti koleksi mobil baru, hingga ekspansi map Blizzard Mountain, dan bahkan ekspansi Hot Wheels yang membuat seri ini mencapai titik kolaborasi yang baru.

Forza Horizon 4 (2018)

Image Credit: Playground Games

Setelah berkeliling dunia pada tiga game awalnya, Playground Games akhirnya membawa Forza Horizon ke tanah kelahiran mereka yaitu Inggris. Playground Games tetap mempertahankan formula Horizon sebelumnya yang telah cukup matang, namun menyuntikkan beberapa hal baru mulai sistem 4 musim yang akan berganti setiap satu minggu. Game ini juga memiliki map yang sedikit lebih luas daripada seri sebelumnya dan juga ketinggian yang lebih bervariasi dengan adanya pegunungan di dalamnya.

Koleksi mobil dalam game ini juga bertambah hingga mencapai lebih dari 740 mobil. Serta beragam mode baru seperti battle royale The Eliminator, Super 7, treasure hunt, dan lain-lain. Dengan popularitas yang semakin meningkat, Forza Horizon 4 benar-benar mendapat spotlight bagi para pecinta game balap. Hasilnya, game ini berhasil memenangkan berbagai penghargaan dan dimainkan hingga lebih dari 24 juta pemain sejak dirilis.

Forza Horizon 5 (2021)

Image Credit: Playground Games

Instalasi terbaru dan terbesar dari seri balap ini baru saja dirilis pada bulan lalu, dan dengan kehadiran konsol next-gen terbaru yaitu Xbox Series X|S Playground kembali mencoba membuat lompatan pada seri Forza Horizon 5.

Ukuran mapnya kini bertambah hingga 50% lebih luas dari Horizon 4. Game ini juga memiliki variasi geografis yang jauh lebih kaya dari seri sebelumnya. Berlatar di Meksiko, game ini memiliki gunung api aktif, pantai, padang pasir, perkotaaan padat, hingga hutan hujan dengan peninggalan suku Maya di dalamnya.

Hebatnya, meskipun mendapat peningkatan yang signifikan di berbagai aspek Forza Horizon 5 tetap hadir di konsol Xbox One dengan performa yang cukup baik. Playground Games telah berhasil mendorong engine Forza Tech hingga ke titik maksimal untuk menghadirkan pengalaman terbaik dari game ini untuk semua platform. Maka tidak mengejutkan bila Forza Horizon 5 menjadi game Microsoft dengan peluncuran terbesar.

Masa Depan Forza Horizon

Berkaca dari game-game sebelumnya, sudah dapat dipastikan bahwa Microsoft akan membuat Forza Horizon 5 memiliki umur panjang untuk beberapa tahun ke depan. Apalagi seri utama mereka, Forza Motorsport 8 juga ditunda dan tiba paling cepat pada bulan November tahun 2022 mendatang.

Baru setelah seri Forza Motorsport terbaru dirilis, seri Horizon terbaru nantinya akan dikembangkan menggunakan basis dari game utamanya. Yang berarti paling cepat Playground Games akan mengumumkan Forza Horizon 6 pada 2024.

Untuk sekarang, Playground Games akan berfokus pada penyempurnaan Forza Horizon 5 sembari mempersiapkan fitur-fitur baru. Salah satunya adalah fitur aksesibilitas termasuk akan hadirnya bahasa isyarat untuk memudahkan para gamer dengan gangguan pendengaran. Selain itu mereka juga akan disibukkan dengan persiapan konten masa depan seperti map ekspansi maupun koleksi kendaraan baru yang akan tiba secara berkala.

Fan-Made Content: Tanda Cinta atau Pembawa Celaka?

Setiap orang punya love language masing-masing. Sebagian orang menunjukkan rasa sayangnya dengan memberikan hadiah, sebagian yang lain lebih memilih untuk menghabiskan waktu bersama. Hal yang sama juga berlaku dalam hubungan antara fans dengan hiburan yang mereka konsumsi. Sebagian fans sudah puas dengan memainkan game kesayangannya selama puluhan — atau bahkan ribuan — jam. Sementara sebagian fans yang lain ingin berinteraksi dengan hiburan yang mereka konsumsi, seperti dengan membuat fan art, fan fiction, animasi, fan game, sampai melakukan cosplay dari karakter kesayangan mereka.

Fan Labor, Kenapa Fans Melakukannya?

Terlepas dari konten yang Anda buat — fan art, fan fiction, fan game, dan lain sebagainya — membuat konten tersebut akan memakan waktu, dan terkadang, menghabiskan biaya juga. Padahal, biasanya, konten yang dibuat fans tidak bisa dikomersilkan. Menurut Lynn Zubernis, Psychologist and Professor, West Chester University of Pennsylvania, salah satu alasan mengapa fans secara aktif melibatkan diri dalam fandom dan membuat konten adalah karena mereka terinspirasi dari media yang mereka konsumsi dan mereka ingin menjadi bagian dari dunia dalam media tersebut, ungkap Zubernis pada WIRED.

Alasan lain mengapa fans tidak keberatan untuk menghabiskan waktu — dan terkadang uang — mereka untuk membuat konten dalam fandom adalah karena hal itu bisa menjadi cara untuk mengasah kemampuan mereka; meningkatkan kemampuan menggambar dengan membuat fan art atau kemampuan menulis dengan membuat fan fiction. YouTuber 3D Print Guy membenarkan hal ini.

3D Print Guy adalah fan dari film-film science-fiction, seperti The Thing dan 2001: A Space Odyssey. Dia juga menyukai Among Us. Karena itu, dia mencoba untuk membuat trilogi animasi untuk Among Us bertema horor. Dia mengatakan, ada banyak hal yang dia pelajari selama membuat trilogi tersebut, seperti memilih musik yang tepat untuk membangun mood penonton. Dan kemampuan yang dia pelajari dari membuat fan animation bisa dia terapkan ketika dia membuat animasi lain di masa depan.

Aktif membuat konten untuk fandom juga bisa menjadi cara bagi seseorang untuk mencari jati diri mereka. Studi berjudul What Art Educators Can Learn from the Fan-Based Artmaking of Adolescents and Young Adults mencoba untuk mempelajari perilaku para fan artists berumur 14-24 tahun. Dari studi itu, diketahui bahwa 70% partisipan mengaku, mereka tertarik dengan karakter tertentu dalam media karena karakter itu punya sifat yang mereka ingin miliki.

Terakhir, alasan mengapa banyak orang mau aktif di fandom adalah karena mereka bisa menjadi bagian dari komunitas. Karena, konten buatan fans biasanya hanya dibagikan di dalam komunitas mereka sendiri. “Menjadi bagian dari komunitas dari orang-orang yang punya pemikiran yang sama dengan Anda, hal ini akan menjadi validasi dari ide yang Anda coba ekspresikan melalui fan art yang Anda buat,” kata Zubernis.

Bagaimana Fan Labor Bisa Membantu Perusahaan

Pada tahun 2019, ada lebih dari 8,2 ribu game yang dirilis di Steam. Agar bisa dilirik oleh konsumen, penting bagi publisher untuk bisa memarketkan game yang mereka rilis. Media sosial jadi salah satu alat yang bisa digunakan oleh publisher. Sayangnya, terkadang, perusahaan mengalami masalah berupa kekurangan konten. Di sinilah peran fan content.

Keuntungan lain yang didapat perusahaan dari fan content adalah konten itu lebih dipercaya oleh konsumen lainnya. Menurut Nielsen Trust Index, 92% konsumen lebih mempercaya konten buatan pengguna — User-Generated Content (UGC) — daripada iklan yang dibuat oleh perusahaan.

Di industri game, bentuk konten yang fans buat tidak terbatas pada gamber, cerita, atau animasi, tapi juga modifikasi pada game itu sendiri atau bahkan fan game. Sama seperti konten buatan fans lainnya, mods bisa menguntungkan komunitas dan developer game. Di sisi komunitas, para gamers diuntungkan karena mereka bisa menggunakan mods untuk mendapatkan pengalaman bermain yang mereka inginkan.

Misalnya, Anda ingin visual yang lebih bagus ketika bermain Minecraft? Anda bisa pasang mods. Anda ingin mengendalikan cuaca di The Elder Scroll V: Skyrim? Tinggal pasang mods. Anda tidak ingin menyiram tanaman di Stardew Valley? Ada mods yang bisa membuat semua tanaman Anda secara otomatis tersiram.

Sementara itu, keuntungan yang developer dapat dengan keberadaan mods adalah hal itu membuat umur game mereka menjadi lebih panjang. Skyrim diluncurkan 10 tahun lalu, tapi sampai sekarang, ribuan orang masih memainkan game itu. Selain itu, keberadaan mods juga membantu developer untuk menjangkau lebih banyak orang. Karena, mods memungkinkan pemain untuk menyesuaikan pengalaman bermain sehingga menjadi seperti yang mereka inginkan. Mods yang populer bahkan bisa menjadi game sendiri. Dota, Counter-Strike, dan Team Fortress adalah beberapa contoh game populer yang berasal dari mods.

Walau mods bisa menguntungkan developer, biasanya mereka juga menetapkan syarat dan ketentuan bagi orang-orang yang hendak memodifikasi game mereka. Sebagai contoh, Bethesda Game Studios memang mendukung keberadaan mods untuk Skyrim. Namun, mereka hanya mengakui mods yang dibuat menggunakan software yang sudah mereka sediakan di creation kit pada situs resmi mereka.

Tak terbatas pada mods atau konten digital, perusahaan game juga terkadang membiarkan fans membuat merchandise fisik. Dua contoh perusahaan yang memberikan izin pada fans untuk membuat dan menjual merchandise berdasarkan IP mereka adalah miHoYo dengan Genshin Impact dan Supergiants Games dengan semua game mereka. Tentu saja, keduanya juga menetapkan syarat dan ketentuan bagi para fans yang ingin menjual merchandise berdasarkan IP mereka.

Misalnya, Supergiant Games melarang fans untuk memproduksi massal merchandise yang hendak mereka jual. Jika mereka ingin menjual merchandise yang diproduksi secara massal, para fans harus mendapatkan izin dari Supergiant. Selain itu, fans yang menjual merchandise juga harus menegaskan bahwa produk yang mereka jual bukanlah produk resmi alias unofficial. Fans juga tidak boleh menggunakan logo atau trademark dari  Supergiant Games, Hades, Pyre, Transistor, atau Bastion atau menggunakan aset resmi dari game-game Supergiant.

Salah satu merchandise resmi dari Supergiant. | Sumber: Supergiant

Peraturan lain yang Supergiant tetapkan adalah fans tidak boleh membuat merchandise yang mirip dengan merchandise resmi dari Supergiants. Fans juga tidak boleh menjual produk mereka melalui toko-toko online besar, seperti Amazon, Redbubble, Displate, dan Society6. Supergiant juga tidak mau dikaitkan dengan nilai yang bertentangan dengan nilai yang diusung oleh perusahaan.

Sementara itu, salah satu peraturan yang miHoYo terapkan pada fans yang ingin membuat merchandise Genshin Impact adalah mereka tidak boleh menjelekkan Genshin Impact, miHoYo, atau segala sesuatu yang berhubungan dengan game dan developer. Batas maksimal merchandise yang bisa fans jual adalah 200 unit. Namun, untuk light merchandise, fans bisa menjual hingga 500 unit. Fans juga tidak boleh menggunakan, menjual, atau memodifikasi konten asli dari Genshin Impact, termasuk screenshot, menurut laporan Grid.

Olivinearc adalah salah satu penggemar yang menjual merchandise Genshin Impact di Twitter. Kepada Kotaku, dia menjelaskan alasan mengapa para fans Genshin Impact mau membeli merchandise buatan fans lain. “Para fans Genshin Impact lebih bersedia untuk membeli merchandise fisik karena kemungkinan, mereka sudah mengeluarkan banyak uang di dalam game. Jika mereka tidak menghabiskan uang, mereka sudah menginvestasikan banyak waktu di game Genshin Impact,” ujarnya. “Hal itu berarti, para fans punya kedekatan emosional dengan para karakter Genshin Impact.”

Kontra: Alasan Perusahaan Tidak Mendukung Fan Content

Tidak semua perusahaan mendukung konten yang dibuat oleh fans, baik dalam bentuk digital maupun fisik. Disney adalah salah satu perusahaan yang dikenal sangat ketat dalam menjaga IP mereka. Menurut hemat saya, alasan Disney melarang fans menjual merchandise yang didasarkan pada IP mereka sederhana: karena keberadaan merchandise itu akan mengganggu bisnis Disney. Buktinya, Disney pernah melarang penjualan merchandise “Baby Yoda” dari The Mandalorian di platform e-commerce Etsy pada awal tahun lalu. Alasannya, karena Disney ingin meluncurkan merchandise mereka sendiri.

Disney punya beberapa sumber pemasukan. Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah, divisi media and entertainment memberikan kontribusi terbesar, mencapai US$50,87 miliar. Sementara itu, divisi parks, experiences and products — divisi yang kemungkinan menaungi pemasukan dari penjualan merchandise — hanya memberikan kontribusi sebesar US$16,55 miliar.

Sumber pemasukan Disney. | Sumber: Statista

Walau penjualan merchandise bukan sumber pemasukan terbesar Disney, hal itu tidak mengubah fakta bahwa jika Disney membiarkan fans untuk memperjualbelikan merchandise berdasar IP mereka, bisnis merchandising mereka akan terganggu. Tak hanya itu, membiarkan fans menjual merchandise juga berpotensi untuk mengurangi sumber pemasukan Disney dari divisi content sales/licensing.

Sementara itu, perusahaan yang dikenal ketat dalam memberlakukan peraturan hak cipta adalah Nintendo. Pada Januari 2021, Nintendo pernah mengajukan Digital Millennium Copyright Act (DMCA) takedown pada Game Jolt, situs yang menampilkan fan game. Alhasil, ada 379 fan game yang harus dihapus dari situs tersebut, seperti yang disebutkan oleh Nintendo Life.

Sebulan sebelum Nintendo mengeluarkan permintaan takedown, mereka telah memberikan peringatan. Dalam surat peringatan itu, mereka menjelaskan bahwa di Game Jolt, ada game-game yang menggunakan IP Nintendo. Padahal, Game Jolt mendapatkan pemasukan dari pemasangan iklan banner yang tayang di situs atau dari iklan yang muncul ketika game tengah loading. Dari sini, kita bisa menyimpulkan, salah satu alasan Nintendo melarang keberadaan fan game adalah karena mereka tidak ingin ada pihak ketiga yang mendapatkan untung dari IP mereka.

Alasan lain mengapa perusahaan game tidak mendukung mods atau fan game adalah karena mereka ingin melindungi hak cipta dari IP mereka. Kepada WIRED, Alex Tutty, Digital Media IP Expert, Sheridans menjelaskan bahwa walau fan game dibuat dengan niat baik, tapi fan game tetap melanggar hak cipta. Memang, perusahaan game bisa tutup mata akan keberadaan fan game. Namun, jika perusahaan terus mengacuhkan pelanggaran akan hak cipta mereka, maka perlindungan dari hak cipta itu justru bisa memudar atau bahkan menghilang.

Nintendo tidak mendukung keberadaan fan game. | Sumber: Red Bull

“Ketika perusahaan mengacuhkan kasus pelanggaran hak cipta satu kali, di masa depan, mereka akan kesulitan untuk menuntut pihak lain yang melanggar hak cipta mereka,” kata Tutty.

Kabar baiknya, jika fans ingin membuat fan game berdasarkan IP dari  milik sebuah developer game, mereka bisa meminta izin pada perusahaan. Hal ini akan menguntungkan kedua belah pihak. Fans akan bisa membuat fan game yang mereka mau dan developer bisa mendapatkan sumber pemasukan baru. Hanya saja, developer tidak punya kewajiban untuk menjawab izin permintaan dari para fans. Terkadang, walau fans sudah meminta izin pada perusahaan, pihak perusahaan tidak memberikan jawaban sama sekali.

Kesimpulan

Bagi perusahaan media, termasuk developer game, fan-made content layaknya pisau bermata dua. Di satu sisi, keberadaan fan-made content menunjukkan kecintaan fans pada sebuah media hiburan, termasuk game yang dibuat oleh developer. Kecintaan ini membantu developer untuk memarketkan game yang mereka buat. Di sisi lain, konten buatan fans juga bisa menghilangkan sumber pemasukan perusahaan. Tak hanya itu, fan-made content juga bisa dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.

Pada akhirnya, perusahaan bebas menentukan apakah mereka akan mendukung keberadaan fan-made content. Namun, berdasarkan contoh-contoh yang saya sebutkan di atas — Supergiant Games, miHoYo, Disney, dan Nintendo — tampaknya, bisa disimpulkan bahwa perusahaan yang tidak mendukung fan-made content biasanya perusahaan yang memang memiliki IP super populer. IP mereka sudah dikenal semua orang sehingga mereka tidak lagi membutuhkan marketing dari fan-made content. Malah, keberadaan fan-made content bisa mengganggu bisnis perusahaan, seperti ketika fans membuat dan menjual merchandise fisik dari IP Disney.

Shaping Culture Idealism Through Technology and the Entertainment Industry

For a majority of parents in this day and age, video games are always the culprit to their children’s bad behavior. If they are too lazy to study, then they are too addicted to games. If they don’t want to listen to their parents, games must have a bad influence. If they like to fight, games are the ones teaching them violence. Because of all the issues that games have caused, parents also believed that governments should ban children from playing games despite being a crucial means of communication today.

The Chinese government did exactly that. On September 1, 2021, the National Press and Publication Administration (NPPA) issued a new regulation regarding the legal playing duration of underage gamers. The regulation states that children and minors can only play games for 3 hours per week. We have previously discussed the impact of these regulation changes on the gaming and esports industry here.

Limiting the playing time of video games for children is just one of the Chinese government’s efforts to change its culture. In fact, the Chinese government has also tightened regulations related to technology and also entertainment.

 

What Changes Did the Chinese Government Make?

Game time restrictions for underage gamers are not the only rules in the gaming industry that the Chinese government has changed. They also tightened the review process for games that will be launched in the country. In case you didn’t know, the Chinese government reviews every game that will be launched in China, ensuring that it meets all the requirements for its release (such as language or content used).

The source of this report came from South Morning China Post, which managed to receive an internal memo from the gaming association under the Chinese government. The memo states that video games must exhibit values that reflect Chinese history and culture. Furthermore, games featuring effeminate male characters or romantic stories between the same sex will be banned from launching. Indeed, games will not be considered a pure means of entertainment, but also as a tool for propaganda.

“If regulators can’t tell the character’s gender immediately, the setting of the characters could be considered problematic and red flags will be raised,” Games Industry quoted the memo. Additionally, games are also prohibited to give players to play as the protagonist or antagonist in the storyline. “Some games have blurred moral boundaries. Players can choose to be either good or evil … but we don’t think that games should give players this choice … and this must be altered,” 

“Some games have ambiguous moral concepts. Players can choose whether they want to be a good person or a bad person … But, we feel, that choice should not be given to players. So, this should be changed,” reads the memo.

The Chinese government will prohibit male characters who have a feminine characteristics

Despite all this special treatment that the gaming industry is receiving, it is not the black sheep in the eyes of the Chinese government. Various fields, such as the entertainment industry, are also getting their fair share of regulation changes.

On September 2, 2021, the National Radio and Television Administration (NRTA) notified TV companies and internet platforms that they must strictly screen the artists and guests who appear on their shows. Actors or musicians who attend a program must not only have a good reputation and behavior, but they must also have political views in line with the Chinese government.

Here are the eight primary regulation details which NTRA plans to implement in the entertainment sector:

  1. Radio, TV, and internet platforms may not employ or invite guests who hold politically wrong views, have violated the law or spoke against public morals and statutes.
  2. They may not air programs starring child celebrities. Entertainment programs must have a strict voting system. The programs are also prohibited to encourage fans to spend money on memberships to vote for their idols.
  3. Programs should promote traditional culture as well as create correct beauty standards. They are also not allowed to discuss gossip, effeminate idols, vulgar celebrities, or wealth.
  4. The entertainment studio must limit and discourage high salaries to the entertainers. They must make rules regarding how much an entertainment program can pay its guests. They should encourage celebrities to take part in charity events and punish the ones who are involved in illegal contracts or people who evade taxes.
  5. They should make rules for people who work in the entertainment world. They must also provide professional and moral training. TV presenters must be licensed and their activity on social media monitored.
  6. They should encourage professional commentary on the world of entertainment. The value they should emphasize is correct political views and avoiding false rumors or negative comments. Instead, they should focus on promoting a positive culture to the audience.
  7. Entertainment associations should criticize celebrities who set a bad example for the public. Training must be provided, and everyone in the industry must be encouraged to follow the rules.
  8. Regulators must be responsible for listening to complaints from the public and providing answers to these concerns.

 

One of the characteristics of effeminate men according to Beijing is the use of make-up. | Source: Koreaboo

There is one overlap in the new regulations set upon the gaming and entertainment sector: the prohibition of displaying effeminate men. One of the prominent features of these effeminate males is the use of makeup or style that is not masculine or contrasting with the traditional Chinese culture.

Indeed, not all Chinese male artists exhibit a masculine style. Some of their fashion is inspired by Japanese and South Korean actors and singers. In the hopes of encouraging young men to be masculine, the Chinese government banned content featuring effeminate male characters in video games, the South China Morning Post reports.

The Chinese government has not only tightened regulations regarding entertainment and game industry players, but also fans, especially fans who worship their idols too much. One concrete form that the Chinese government implements is to prohibit youth from participating in fan clubs. Indeed, the turnover value of money due to fan activities is quite large. According to the iResearch Consulting Group report in 2020, the amount of money involved in fan activities reached 4 trillion CNY or around Rp. 8,873 trillion in 2019. And that figure is expected to rise to 6 trillion CNY (about Rp. 13,300t trillion) in 2023.

Apart from banning participation in fan clubs, the government also prohibits teens to take part in voting or spending money to support their idols. For example, if an artist becomes a brand ambassador for a certain company, then teen fans are prohibited from purchasing the promoted products. The Chinese government believes that all these preventive measures against fandom will improve the lives of their youths.

The Chinese government also requires celebrity agencies to be active in monitoring fan club movements and preventing clashes between fans. Celebrity rankings, which are incredibly popular in China, will also be abolished in the future. Instead, the government will only allow lists of trending music or movies which do not mention the involved artists or actors.

Fan culture, or fandom,  will be profoundly limited in China. | Source: China Daily

The Chinese government pushed all these changes in gaming or entertainment to alter the fabric of Chinese culture and society. Peixin Cao, professor at the Communication University of China, an institution that has educated many entertainment talents in China, mentioned that many celebrities in the Chinese entertainment industry have committed illegal or immoral acts in the political, economic, or personal sphere. Therefore, it is not much of a surprise that the Chinese government was adamant about increasing the strictness inside the industry. 

But the government is not the only one agreeing on this matter. Cao also revealed that a large group of parents and social science researchers want the government to intervene in the entertainment world. They do not want the younger generation to be adversely affected by corrupted industry. For a long time, actors have used their economic power and social media influence as leverage to silence opposing opinions, which is why direct government intervention is the only solution.

“I believe that the general audience also has dissatisfaction with the bad ethos of the entertainment industry.,” Cao said, as quoted by The Guardian. “The parents of adolescents may have felt it more deeply.”

 

Can Content Really Influence People’s Mindset?

With all these new laws, it is clear the Chinese government is trying to filter the content that the people of China consume. The question that arises is how effective this actually is? Does content influence how people think and the values that they hold? 

In a journal titled Critical Media Literacy and Transformative Learning: Drawing on Pop Culture and Entertainment Media in Teaching for Diversity in Adult Higher Education, it is concluded that the media and pop culture does have a significant effect in alternating adults’ perspectives or takes on certain issues.

The journal also states that the media can be used to improve literacy in critical thinking based on the consumed content. However, this education tool can also backfire or potentially become useless if the audience blindly digests content without trying to understand the underlying messages conveyed.

Black and female actors are use to be severely discriminated in Hollywood. | Source: Variety

For example, in movies, people of color are often portrayed as criminals or drug addicts, which may implicitly reinforce the stereotype that they are dangerous people. However, cinema also has the power to raise awareness on important issues. The film, An Inconvenient Truth sends a vital message to its audience by discussing the topic of global warming.

Content coming from video games is also suspected to affect the players’ mindset, which is why game creators or developers often insert their idealism in their games. A topic that is constantly brought up and interests researchers in the field of psychology is the correlation between video games and violence in adolescents.

Many studies have tried to investigate the relationship between adolescent aggression and violent games. One of the research models used is the General Aggression Model (GAM) by Anderson et al. Based on this research study, playing violent games can indeed make players more aggressive. Many other studies also agreed with this proposition, mentioning that playing violent games can trigger aggressive behavior in teenagers.

However, not all researchers agree with this point of view. They also provided reasons why such a connection between the two might arise despite having no notable correlation. Sherry (2001) found that the impact of violent games on the level of aggression in adolescents is not that significant. Another study by Ferguson (2007) suggests the presence of a publication bias in the studies related to this topic. Publication bias often arises as articles with controversial results or outcomes have a greater chance of being published.

Ferguson then adjusted the publication bias on the studies that had been released. In the end, he found no significant evidence that could strongly prove the hypothesis that video games could increase a person’s level of aggressiveness. He also proposed a new study model different from GAM, namely the Catalyst Model (CM). 

Based on the CM model, a person’s aggressiveness is predominantly determined by genetics. People who do have an aggressive nature are more likely to be violent in stressful situations. External factors, such as video games, generally do not influence levels of aggressiveness. Instead, they purely act as a catalyst that might trigger aggressive behavior. Therefore a non-aggressive person cannot be suddenly violent just by playing video games on a regular basis. Several studies also show that the level of aggressiveness in adolescents is not caused by exposure to violent games, but by antisocial personality, peer pressure, or family violence.

 

Many psychologists are interested in studying the correlation between playing violent video games and levels of aggressiveness exhibited by the players| Source: Financial Times

In The study titled Relation of Violent Video Games to Adolescent Aggression: An Examination of Moderated Mediation Effect, researchers Rong Shao and Yunqiang Wang tried to combine both the GAM and CM models. It is stated that exposure to violent games does have an influence on aggressive behavior in adolescents. However, other factors (genetics, family background, etc.) might also play a huge part in altering aggression.

Therefore, adolescents who grew up in a positive family environment usually exhibit a light-hearted nature and pay more attention to morals. This behavior will aid them in understanding and filtering violence when it  is presented in video games.

On the other hand, teenagers who live in a negative family environment usually tend towards aggressive behavior, which is further amplified when consuming violent video games. From the study, we can conclude the nature of violence is affected by many different factors, internal (such as genetics) or external (family circumstances, environment, and exposure to violent games).

 

Impact of China’s Strict Regulations

Changes in laws by the Chinese government have received mixed responses. On the one hand, some parents are happy with the government’s decision because they agree that children’s playtime should be limited. However, others are also skeptical about the effectiveness of the new government regulations. There are, indeed, some minor loopholes that make the playtime limitation quite tedious to enforce. For instance, children and teenagers who want to play online games outside the allotted time can use an account from an adult. The government also regulates the playing time of online games, but not offline games.

“These changes will not be beneficial in the long term,” said Xiaoning Lu, Reader in Modern Chinese Culture and Language, SOAS. “Children may miss opportunities to learn how to express themselves or to discipline themselves.” According to him, the Chinese government’s decision to limit playing time shows the government’s laziness to designate more appropriate regulations.

When asked if these regulatory changes are part of an effort to carry out a cultural revolution, Xianing strongly answered no. Instead, he believes that it is simply an act to revive the socialist culture. “China has a long history of how culture is used by the government to shape public opinion and to create an ‘ideal citizen,” he told Al Jazeera.

William Yang, East Asia Correspondent in DW News and President in Taiwan Foreign Correspondents’ Club also shared his opinion on the matter. He feels that the government’s decision to tighten regulations in many sectors was their attempt to prevent non-governmental parties — such as pop culture icons — to move and control the masses. “That is the reason why the government is trying to remove online fan clubs. Some of these groups have proven to be able to mobilize the masses, which are potentially out of the government’s control,” said Yang.

One of the reasons why the government is focusing on banning effeminate males is that they are worried about the influence of South Korean culture. “K-Pop stars are creating phenomena and fandom culture that has the potential to cause disruption,” Yang continued. “That’s why the government enforces these strict regulations.” 

One example of K-Pop fan mobilization was when Lisa’s fans from BlackPink raised 3 million CNY (approximately Rp. 6.6 billion) to celebrate her birthday in March 2021. And this didn’t just happen once. To celebrate Lisa’s birthday in 2020, fans in China raised 1 million CNY (approximately IDR 2.2 billion), which are then all donated to charities and public service projects, reports AllKpop.

K-Pop fans can raise funds at an astonishing rate. | Source: Tirto

Xiaoning further explained that the government’s and Chinese celebrities’ culture differs at the fundamental level. Celebrities often adopt a capitalist culture, while the Chinese government obviously has a socialist background. In the government’s eyes, celebrities are required to maintain their moral integrity and set a good example for society, which is not a capitalist characteristic, to say the least. For this reason, the government often considers celebrities who have had sexual scandals or have evaded taxes as problematic figures. 

According to Hongwei Bao from the University of Nottingham, the Chinese government’s movement in tightening regulations in many sectors also stems from several internal factors. One of these factors is the demographic crisis that China has faced for the past few years due to the precariously low birth rate.

According to a report from Reuters, China’s population growth rate was only 5.38% in 2020, setting an all-time low record for the country since the 1953 census. Furthermore, the birth rate in China is also extremely low, only 1.3 children per woman. Japan and Italy, both currently experiencing demographic aging problems, have the same exact birth rate figure.

The main culprit behind this issue is the regulations enacted in the 1970s by the Chinese government itself. The regulations essentially only permit families to only have one child. Now, the effects of these laws are starting to take shape.

In line with Bao, Elliott Zaagman — host of China Tech Investor Podcast —   also revealed the same information. He believes that the Chinese government’s attempt to filter content containing effeminate men is derived from their effort to encourage marriage and having children. “Regulators in Beijing might have panicked a little bit after they realized that the demographic crisis is much more severe than they initially thought. Therefore, they are willing to do whatever it takes to encourage people to want to have children,” Zaagman said. 

There are also external factors that push the Chinese government to tighten regulations. The deteriorating relationship between China and Western countries is one of these external factors. To ensure that the feeling of Chinese nationalism doesn’t dissipate, the government might have tried to accentuate their values or beliefs onto its people.

“Today, we are constantly seeing the ‘China vs. West’ narratives, both inside and outside of China. If this trend persists, it is likely that Beijing will try to emphasize its unique characteristics as a country compared to the West or the other Asian countries, ” said Bao.

 

Conclusion

China has gone through vast economic and social transformations in the past few decades. As a result, their cultural values also began to drastically change. The Chinese government, however, wants to revive the socialist culture and thus started to tighten regulations in the sectors such as gaming and entertainment. To that end, the Chinese government seems to be utilizing culture as a tool to shape public opinion.

This extreme decision by the Chinese government is based on various reasons, such as the demographic crisis and the worsening antagonism between China and Western countries. So far, the regulations set by the Chinese government are absolute. However, now, there are still those who question the effectiveness of the regulation.

Featured Image: CD Projekt. Translated by: Ananto Joyoadikusumo

Apakah Game Bisa Jadi Bumbu Manis Hubungan Romantis?

Bagi sebagian gamers, game bukan hanya media hiburan, tapi merupakan cara untuk bersosialisasi dengan teman dan keluarga. Selama pandemi, banyak orang yang menggunakan game sebagai tempat untuk berkumpul bersama teman dan keluarga. Namun, tren ini sebenarnya tidak hanya terjadi selama pandemi. Sebagai contoh, bagi gamers Korea Selatan dan Tiongkok, bermain game memang merupakan kegiatan sosial.

Namun, segala sesuatu yang berlebihan memang bisa memberikan dampak buruk. Termasuk bermain game. Jika seseorang terlalu fokus pada game sampai melupakan kewajibannya yang lain, hal ini bisa berdampak pada kehidupannya, termasuk dalam hubungannya dengan pasangan. Berdasarkan Divorce-Online, Fortnite menjadi alasan di balik 5% pengajuan cerai di Inggris pada 2018. Di tahun itu, ada lebih dari 4,6 ribu pengajuan cerai. Jadi, sekitar 200 pengajuan cerai menjadikan Fortnite sebagai alasan di balik permohonan cerai.

Terkait fenomena ini, juru bicara Divorce-Online mengatakan, kecanduan — mulai dari media sosial, judi, alkohol, sampai narkoba — memang jadi salah satu alasan di balik perceraian. Seiring dengan berkembangnya tkenologi, muncul hal-hal baru yang menyebabkan orang-orang menjadi kecanduan, termasuk pornografi online dan game.

Apa Dampak Game ke Hubungan Romantis?

Secara umum, salah satu hal yang sering dikeluhkan oleh kekasih para gamers adalah gamers menghabiskan banyak waktunya untuk bermain game. Alhasil, game terasa seperti orang ketiga yang menghancurkan hubungan seorang gamer dengan kekasihnya. Menurut The Relationship between video game use and couple attachment behaviors in committed romantic relationship, 75% pasangan dari para gamers memang mengaku bahwa mereka ingin, para gamers menaruh lebih banyak perhatian untuk pernikahan mereka.

Untuk menulis jurnal itu, penulis Jamie McClellan Smith mengadakan studi pada 349 pasangan gamers yang sudah menikah. Umur rata-rata responden adalah 33 tahun dengan rata-rata umur pernikahan 7 tahun. Dari semua pasangan yang menjadi responden dari studi itu, sebanyak 217 pasangan merupakan pasangan gamers. Artinya, baik suami maupun istri memang bermain game, walau lama waktu bermain game keduanya berbeda. Pada 73% dari pasangan gamers, suami menjadi gamer yang menghabiskan waktu lebih banyak untuk bermain game. Sementara itu, pada 132 pasangan, hanya salah satu orang yang bermain game.  Kemungkinan suami menjadi pihak yang bermain game adalah 84%.

Fortnite sempat menjadi salah satu alasan ratusan pasangan suami-istri mengajukan cerai.

Pada pasangan gamer dengan non-gamer, masalah yang biasa terjadi adalah sang non-gamer berharap agar sang gamer lebih fokus pada hubungan keduanya. Tak hanya pada pasangan gamer dan non-gamer, konflik dan perasaan tidak puas juga muncul pada pasangan sesama gamers. Namun, seperti yang disebutkan oleh TIME, game bukan satu-satunya kegiatan yang bisa memicu konflik antar pasangan. Ada banyak kegiatan lain yang berpotensi mengganggu waktu antara pasangan.

Menariknya, game tidak melulu menimbulkan konflik antara pasangan. Ketika pasangan suami-istri mau menghabiskan waktu untuk bermain game bersama, hal ini justru bisa mempererat hubungan mereka. Berdasarkan studi di atas, sebanyak 76% pasangan suami-istri gamers mengatakan, bermain game bersama meningkatkan kepuasan mereka akan pernikahan mereka. Satu hal yang harus diingat, ketika bermain bersama, baik sang suami ataupun sang istri harus sama-sama puas dengan peran yang mereka ambil saat bermain.

Menariknya, pasangan yang bermain di tim yang sama justru menunjukkan kepuasan yang lebih rendah. Tampaknya, hal ini terjadi karena terkadang, walau sama-sama gamers, sang suami dan sang istri punya kemampuan yang berbeda. Alhasil, pihak yang punya kemampuan lebih baik akan merasa frustasi dengan pasangannya.

Pasangan yang bermain di tim yang berbeda justru mengaku lebih puas dengan pernikahan mereka.

“Pada pasangan yang bermain game bersama, tapi merasa kurang puas pada pernikahan mereka, mereka tetap mengalami masalah yang dialami oleh pasangan suami-istri lain,” kata Neil Lundberg, salah satu peneliti di Brigham Young, dikutip dari TIME. “Contohnya, walau pasangan suami-istri bermain bersama, tapi jika mereka berdebat tentang game dan mengganggu kebiasaan mereka sebelum tidur, mereka akan tetap merasa tidak puas dengan pernikahan mereka.” Satu hal yang pasti, ungkap Lundberg, studi ini menjadi validasi bahwa hobi bermain game memang punya dampak pada rumah tangga para gamers.

Masalah Dalam Hubungan Romantis yang Mungkin Muncul Karena Game

Banyak kekasih dari gamers — biasanya perempuan — yang merasa benci atau marah ketika pasangan mereka bermain game. Menurut Dr. Mark Burton, salah satu alasan mengapa hal ini terjadi adalah karena ketika kekasih mereka bermain game, mereka tidak bisa menghabiskan waktu bersama dengan mereka. Sementara itu, Licensed Clinical Social Worker, Julie Hanks mengatakan, alasan mengapa seseorang tidak suka kekasihnya bermain game adalah karena mereka khawatir, kekasih mereka lebih mementingkan game daripada mereka.

“Bermain game sering membuat pasangan Anda kesal. Namun, mereka marah bukan karena mereka ingin mengendalikan Anda atau mengatur kegiatan Anda di waktu senggang. Mereka marah karena mereka merasa tidak bisa memahami Anda dan mereka ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama Anda,” kata Hanks, seperti dikutip dari Game Rant. Namun, dia mengungkap, kekesalan sang kekasih biasanya diungkapkan dalam bentuk protes atau kritik, seperti hinaan pada game yang dimainkan sang gamer.

Dr. Steven Jones menambahkan, ketika seorang gamer menghabiskan banyak waktunya untuk bemain game, hal ini justru bisa membuat kekasihnya mempertanyakan perannya di dalam kehidupan sang gamer. Lebih lanjut, dia menjelaskan, game adalah media hiburan yang sangat immersive. Jadi, ketika sedang bermain game, para gamers cenderung terlihat hanya peduli dengan game yang sedang mereka mainkan. Dan hal ini bisa membuat kekasih para gamers merasa, game yang dimainkan sang gamer lebih penting dari dirinya.

 

Ketika salah satu pasangan suami-istri tidak hanya suka bermain game, tapi sudah kecanduan, masalah yang mungkin muncul pun menjadi lebih besar. Satu hal yang harus diingat, kecanduan — terlepas dari objek kecanduan itu sendiri — memang akan selalu menyebabkan masalah pada pecandu, termasuk dalam rumah tangga. Seseorang yang kecanduan bermain game akan mengalami masalah dengan pasannya. Namun, begitu juga dengan orang-orang yang kecanduan media sosial atau judi atau alkohol.

Masalah apa saja yang mungkin muncul di rumah tangga ketika seseorang kecanduan bermain game? Jurnal Gamer Widow: Phenomenological Study of Spouses of Online Video Game Addicts mencoba menjawab pertanyaan itu dengan membahas pengalaman 10 istri yang suaminya dianggap mengidap game addiction. Para suami dari responden menghabiskan waktu selama 30-60 jam dalam seminggu untuk bermain game. Setiap minggu, rata-rata waktu yang mereka habiskan untuk bermain game adalah 40,8 jam atau hampir 6 jam setiap hari. Baik responden maupun para suami dari studi ini ada di rentang umur 24-50 tahun. Umur rata-rata responden adalah 35,5 tahun, sementara umur rata-rata para suami adalah 36,3 tahun.

Jurnal itu membahas tentang bagaimana kecanduan game akan memberikan dampak pada para pecandu (dalam kasus ini para suami), istri mereka, serta hubungan pernikahan mereka. Salah satu perubahan yang terjadi pada diri sang pecandu game adalah mereka cenderung mengisolasi diri mereka sendiri. Jadi, mereka hanya berinteraksi dengan orang-orang yang juga bermain game yang mereka mainkan. Sebanyak 9 dari 10 responden mengatakan, suami mereka berhenti bersosialisasi sama sekali. Mereka bahkan tidak lagi mengikuti kegiatan keluarga, kecuali jika sang istri memaksa.

Perubahan lain yang terjadi pada diri sang pecandu adalah mereka cenderung lebih mudah marah, bahkan ketika mereka sedang tidak bermain game. Tak hanya itu, mereka juga biasanya memiliki masalah dengan kesehatan fisik. Mereka juga cenderung menjadi lebih defensif ketika kebiasaan gaming mereka dipertanyakan

Perubahan pada diri suami yang kecanduan game membuat sikap para istri berubah. Salah satu perubahan yang terjadi adalah peningkatan stres. Hal ini terjadi karena sang istri akan terus merasa marah atau sedih melihat perilaku sang suami. Semua responden mengaku bahwa mereka merasa marah karena perilaku suami mereka. Namun, hanya 6 dari 10 responden yang mengatakan bahwa mereka merasa frustasi.

Ketika suami menghabiskan hampir 6 jam untuk bermain game setiap harinya, hal ini akan mengubah dinamika tanggung jawab suami-istri dalam pernikahan. Seorang responden menyebutkan, dia harus mengurus semua tugas rumah tangga karena suaminya terlalu sibuk bermain game. Tak hanya itu, dia juga bertanggung jawab atas anak bayi mereka. Sementara itu, seorang responden lain mengatakan, mereka harus menjadi pempimpin dari anak-anak mereka karena suaminya lepas tangan.

Orang yang kecanduan game cenderung tidak bersosialisasi dengan orang di luar game. | Sumber: Research Gate

Masalah lain yang mungkin muncul ketika salah satu pasangan suami-istri mengalami kecanduan game adalah hilangnya keintiman antara suami-istri, baik keintiman fisik maupun emosional. Hal ini tidak aneh. Karena, jika salah satu pasangan — dalam kasus ini, suami — menghabiskan banyak waktunya untuk bermain game, dia tidak lagi punya waktu yang bisa dihabiskan bersama istrinya. Namun, hilangnya keintiman antara suami-istri juga bisa terjadi karena perasaan marah yang istri rasakan.

Seorang responden mengaku, dia selalu merasa marah dan frustasi akan perilaku suaminya, yang membuatnya menolak keintiman bersama suaminya. Karena, dia menganggap, jika dia bersikap seperti biasa, hal itu akan menjadi validasi bagi kebiasaan buruk suaminya.

Kabar baiknya, kekasih dan game sebenarnya bukan dua hal yang saling bertentangan. Seorang gamer tetap bisa bermain game tanpa harus mengorbankan hubungan romantisnya. Faktanya, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya konflik dengan pasangan karena game.

Salah satu masalah yang mungkin muncul karena game adalah pasangan merasa dinomorduakan, menganggap bahwa bagi para gamers, game adalah prioritas nomor satu. Untuk menghilangkan prasangka ini, Burton menyarankan para gamers untuk menghabiskan waktu bersama pasangan mereka sebelum bermain game. Dengan begitu, pasangan akan bisa mengerti bahwa mereka tetap menjadi prioritas utama.

“Membuat batasan waktu bermain game yang realistis dan mematuhi batasan tersebut membuktikan pada pasangan Anda bahwa Anda peduli dengan apa yang dia khawatirkan dan bahwa dia bisa mempercayai Anda, serta Anda menunjukkan bahwa dia penting untuk Anda,” kata Hanks. “Hal ini akan membuat pasangan merasa aman secara emosional.”

Hal lain yang bisa gamers lakukan untuk menjaga hubungan dengan pasangan adalah dengan mendengarkan keluhan mereka. Hanks berkata, terkadang, seseorang hanya perlu didengarkan. Mendengarkan keluhan pasangan akan membuatnya merasa bahwa Anda memperhatikannya, dan hal ini bisa membuatnya menoleransi kebiasaan Anda bermain game.

“Kebanyakan perempuan tidak peduli jika Anda punya hobi lain di luar hubungan romantis. Biasanya, mereka justru suka dengan orang yang memang punya hobi,” kata Jones. “Tapi, jika Anda terlalu fokus pada kegiatan itu sampai Anda tidak mempedulikan kekasih Anda, dia akan marah dan membenci kegiatan yang Anda lakukan.”

Selain itu, gamers juga bisa menjelaskan pada pasangan mereka tentang alasan mereka bermain game. Hanks berkata, game memang salah satu bentuk hiburan. Namun terkadang, seseorang bermain game karena alasan lain. Dia bercerita, dia pernah mendapatkan klien sepasang kekasih — Jim dan Nancy — yang sering bertengkar karena game. Jim tumbuh besar di keluarga yang kurang akur, sehingga dia tidak bisa merasakan masa kecil yang menyenangkan. Ketika dia sudah dewasa, dia bermain game karena dia ingin menciptakan perasaan bebas dan bahagia yang tidak pernah dia rasakan ketika dia masih kecil. Setelah Jim menjelaskan hal ini pada kekasihnya, Nancy punya toleransi lebih akan hobi Jim untuk bermain game.

Terakhir, hal yang bisa dilakukan untuk mencegah konflik dengan pasangan karena game adalah menghabiskan lebih banyak waktu bersama dengan pasangan. Gamers juga bisa mengajak pasangan mereka untuk bermain game bersama. Sebagai gantinya, gamers juga bisa mencoba melakukan hobi yang disukai pasangan.

Dampak Game ke Hubungan Orang Tua dan Anak

Hobi bermain game tidak hanya mempengaruhi hubungan antara suami dan istri, tapi juga orang tua dan anak. Jurnal Social relationship of gamers and their parents membahas tentang bagaimana hobi bermain game anak mempengaruhi hubungan mereka dengan orang tua. Untuk itu, para penulis mewawancarai 90 murid SD dan SMP di Singapura. Berdasarkan wawancara tersebut, setengah responden mengatakan bahwa bermain game tidak mengganggu waktu yang mereka habiskan bersama dengan keluarga.

Sementara jumlah responden yang mengatakan bahwa bermain game mengganggu waktu mereka dengan keluarga tidak banyak. Biasanya, hobi bermain game akan mengganggu waktu anak dengan keluarga jika sang anak memang bermain game dalam waktu lama. Anak yang sering bermain game dalam waktu lama biasanya juga lebih memprioritaskan game daripada kegiatan bersama keluarga. Dan ketika sang anak menghabiskan waktu bersama keluarga — misalnya saat belanja bersama — mereka cenderung kurang fokus pada kegiatan tersebut.

Bermain game bisa menjadi cara orang tua mengawasi konten dari game yang dimainkan anak.

Namun, sebagian besar responden mengatakan bahwa bermain game tidak mengganggu waktu mereka bersama keluarga. Secara umum, ada tiga alasan mengapa responden tetap bisa menghabiskan waktu bersama keluarga walau mereka juga bermain game. Pertama, sang anak memang tidak menghabiskan banyak waktu untuk bermain game. Kedua, anak punya waktu bermain game yang berbeda dengan waktu bersama keluarga. Dan ketiga, sang anak bermain game bersama dengan orang tua. Jadi, waktu yang dihabiskan untuk bermain game tetaplah waktu bersama keluarga.

Alasan mengapa waktu bermain game anak dan waktu bersama keluarga tidak bertabrakan adalah karena sang anak biasanya bermain saat orang tuanya sedang bekerja atau sedang sibuk dengan pekerjaan rumah. Hal ini berarti, anak bermain game untuk mengisi waktu luang atau menghilangkan rasa bosan. Membuat jadwal juga bisa mencegah waktu bersama keluarga bertabrakan dengan waktu bermain game anak. Dengan begitu, sang anak tetap bisa bermain tanpa terganggu, dan pada saat yang sama, dia tetap bisa menghabiskan waktu bersama keluarga.

Sementara itu, jurnal Strengthtening parent-child relationship through co-playing video games menunjukkan bahwa ketika orang tua bermain game bersama anak, hal ini bisa memperkuat hubungan antara keduanya. Berdasarkan data dari Nielsen pada 2008, 81% orang tua yang merupakan gamers juga bermain bersama anak mereka. Sementara data dari Ipsos MORI menyebutkan, biasanya, sesi bermain orang tua dan anak biasanya berlangsung selama sekitar 30-60 menit.

Ada beberapa alasan mengapa orang tua bermain game bersama anak mereka. Dari sudut pandang orang tua, salah satu alasan mengapa mereka mau bermain game bersama dengan anak adalah karena mereka percaya, game bisa meningkatkan kemampuan kognitif anak. Selain itu, bermain game bersama bisa menjadi cara bagi orang tua untuk mengawasi konten game yang dimainkan oleh anak mereka. Terakhir, bermain game menjadi cara bagi orang tua untuk menghabiskan waktu bersama dengna anak mereka.

Sementara bagi sang anak, ada dua alasan mengapa mereka mau bermain bersama orang tuanya. Pertama, karena mereka merasa bermain game bersama orang dewasa lebih menyenangkan. Kedua, anak bisa menghabiskan waktu bersama orang tua dengan bermain game bersama. Menariknya, bagi anak yang tidak bermain game bersama orang tua, alasan utama merea tidak melakukan hal itu adalah karena mereka menganggap, bermain bersama orang tua justru membuat game menjadi kurang menyenangkan.

Salah satu alasan anak mau bermain bersama orang tua adalah karena mereka merasa bermain game menjadi lebih menyenangkan.

Bermain game bersama juga bisa menjadi salah satu cara orang tua untuk mengatur kebiasaan gaming anak. Masing-masing orang tua biasanya punya cara mediasi sendiri-sendiri. Sebagian orang tua lebih memilih untuk melakukan mediasi aktif dan membuka diskusi tentang dampak positif dan negatif dari bermain game. Sebagian orang tua lainnya lebih memilih membatasi waktu bermain anak. Terakhir, ada orang tua yang lebih memilih untuk bermain bersama untuk melindungi anak dari dampak negatif yang mungkin muncul dari bermain game.

Ketika orang tua memutuskan untuk bermain bersama anak, baik pihak orang tua maupun sang anak mengaku bahwa mereka menjadi merasa lebih dekat dengan satu sama lain. Dampak dari bermain bersama lebih besar pada anak perempuan, khususnya ketika mereka bermain game yang sesuai dengan umur mereka bersama dengan orang tua. Sebuah jurnal juga menyebutkan, ketika orang tua bermain bersama anak, hal ini menunjukkan bahwa kedua pihak punya ketertarikan yang sama. Pada akhirnya, minat yang sama antara orang tua dan anak bisa memperkuat hubungan antara keduanya.

Penutup

Sejujurnya, saya bukan ahli tentang hubungan romantis, apalagi pernikahan. Sedikit yang saya tahu, komunikasi punya peran penting dalam menjaga kelanggengan hubungan, baik dalam fase pacaran atau setelah menikah. Selain itu, penting bagi sepasang kekasih untuk menghabiskan waktu bersama. Seiring dengan semakin majunya teknologi internet, semakin banyak game online yang muncul. Dan bermain game bersama bisa jadi salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pasangan. Berdasarkan studi, pasangan gamers bisa menjadi lebih dekat ketika mereka bermain bersama.

Namun, jika gamers menghabiskan terlalu banyak waktu untuk bermain game, hal ini bisa memberikan dampak buruk pada hubungan mereka. Hanya saja, masalah ini juga bisa disebabkan oleh kegiatan lain selain gaming. Ketika seseorang memprioritaskan sebuah kegiatan daripada kekasihnya, hal ini tentunya akan menimbulkan konflik. Sebagai contoh, ada banyak orang yang hobi menonton bola. Dan tidak ada yang salah dengan itu. Masalah muncul ketika fans sepak bola melampiaskan kekesalannya — karena tim favoritnya kalah misalnya — ke orang-orang di sekitarnya, termasuk pasangannya.

Sumber header: Pexels

Exclusive Interview: Riot’s Answers on Its Expansion in Entertainment and Esports Industries

Arcane, the animated series of League of Legends (LoL) on Netflix, is a huge success. As reported by Deadline, it became the most popular show in the US, defeating The Mandalorians and Stranger Things.

It’s also reported that Arcane is renewed for a second season. Besides its commercial success, it’s critically acclaimed by critics around the world. Joshua Rivera from Polygon writes this in the review, “As a show made by Riot Games, one of the biggest players on Video Game Island, Arcane may be one of the most significant attempts at bridging the distance, at making games less of an island — bringing the show where everyone watches them, on Netflix. Even if it ultimately isn’t that bridge, it’s still an excellent TV show, which is a wonderful thing to be.”

Around the time of Arcane’s release date, LoL World Championship 2021 also concluded the annual world-class competition with record-breaking audiences. Over 4 million viewers, excluding Chinese viewers, watched the grand final between EDG and DWG KIA.

Image credit: Esports Charts Pro Feature

It really seems a great weekend for Riot Games. That’s why, when I have an opportunity to ask some questions, I jumped at the chance. Justin Hulog, General Manager Riot Games SEA, answered all of these questions.

Some people, even Netflix, believe that games are the future of entertainment. So, why do you expand to movies/TV series?

League of Legends’ dedication to lore is what allows us to explore so many different alternate universes, stories and formats. We wanted Arcane to be a true, celebratory moment for all Riot Games’ fans. That means showcasing all the different ways Arcane can manifest in our bread-and-butter: games.

Explore the vast interpretations and activities of Arcane around all our games so that no matter what you’re playing, or what you want to try, Arcane will be there waiting for the gamers. We believe that only a game company can fully intertwine the evolution of their IP within various media: a cross-product moment done right.

Is it because Netflix gives you the chance? Is it similar to the partnership you have with Logitech in gaming peripherals? Or is this something you guys want to go full hand on deck in the movie industry (similar to what you’ve been doing in esports)?

Riot Games has shown what it means to allow passion and dedication to drive our work in games, sports, and now entertainment.

We showed the world what excellent player service in live service games could be like. We then redefined sports and broadcasting with the advent of esports. Now, we’re taking the learnings from the past 10+ years to conquer the next frontier of entertainment. Arcane is just the beginning.

How about the other expansions such as fashion (Louis Vuitton), music (K/DA), and other industries? What is the end-game for those expansions? Will they be stand-alone businesses that can support themselves (like esports)? Or it’s just for supporting the games industry?

Riot Games aims to shepherd cultural milestones with our exclusive and innovative partnerships. We’re here to make it better to be a player, and with these various partnerships and entertainment properties, our goal is to show what games can do when brands work together to create authentic and immersive ways to play.

Speaking of esports, considering LoL is one of the long-lasting games and esports which makes it one of the benchmarks in the industry, can you share some of your data related to those 2 industries?

In October 2021 alone, we reached 180 million active users in the League of Legends universe. This includes players from League of Legends, League of Legends: Wild Rift, Legends of Runeterra, Teamfight Tactics and Fight for the Golden Spatula (licensed in China). While we are still working on League of Legends esports numbers from this year’s World Championship, last year’s Worlds recorded more than 1 Billion Hours Watched, the highest ever.

How many MAU are in LoL in 2021? How many esports viewers does LoL have worldwide (2021)? I ask because I think some of the esports data doesn’t include Chinese viewers.

While we’re not able to share MAU details, we are pleased to have reached 180 million active users in the League of Legends universe in October 2021 alone. This includes players from League of Legends, League of Legends: Wild Rift, Legends of Runeterra, Teamfight Tactics and Fight for the Golden Spatula (licensed in China).

I’m really interested to map the distinction between esports and the gaming market, so If you can’t share the number, could you answer which one is the biggest between these 3 types of market:

  • People who play LoL and watch its esports
  • People who play LoL but don’t watch its esports
  • People who don’t play LoL but watch its esports

We believe that every player experience matters and these three categories are definitely close to the audience behaviour we have observed. There are hardcore League players who enjoy its esport in tandem, while there are also nearer players to the League of Legends universe who are picking their very first esport fandom or may just be more immersed in the gameplay and less in spectating esports.

However, we have seen strong growth in mobile esports interest, particular with the League of Legends: Wild Rift SEA ICON Series. Southeast Asia was not only the first region to receive the Wild Rift Open Beta, but was also the first to run mobile esports within Riot.

How about in VALORANT? Is it similar or different? Since VALORANT is so much newer than LoL.

We’ve been fortunate to have been able to grow different communities and fan bases for VALORANT on top of that for the League of Legends universe games. It is hard to believe that VALORANT is barely two years old, whereas League of Legends has recently celebrated its 12th anniversary.

Last, let’s speak Worlds. Compared to TI (Dota 2) which has more variety in its winner’s region (US, EU, CIS, and China), Worlds has been dominated by South Korea and the East. 10 out of 11 Worlds, the East won the championship. 6 out of 11, South Korea won. Why do you think it is the case?

It’s no surprise that League of Legends is an absolute phenomenon in South Korea. Much of League’s success in the market stems from the history of gaming in South Korea, which saw the wide penetration of PC cafes and the popularity of free-to-play games like League in such environments. South Korean esports athletes are regarded like bonafide celebrities, which has further fuelled the passion for the game and sustained the nation’s competitive edge in esports. That said, we are seeing new international talent emerging year after year, especially with the expansion of our esports for VALORANT and Wild Rift.

Resep yang Buat Harry Potter: Magic Awakened Sukses di Tiongkok

Harry Potter: Magic Awakened diluncurkan pada 9 September 2021. Meskipun hanya dirilis di beberapa negara Asia — Tiongkok, Hong Kong, Taiwan, dan Makau — game buatan NetEase itu berhasil mendapatkan lebih dari US$228 juta dalam waktu kurang dari 2 bulan. Dengan begitu, Magic Awakened menjadi game dengan pemasukan terbesar ke-2 dalam franchise Harry Potter, menurut data dari Sensor Tower.

Tiongkok, pasar game terbesar di dunia, menjadi kunci dari kesuksesan NetEase dengan Magic Awakened. Di negara tersebut, Magic Awakened berhasil menjadi game dengan jumlah download paling banyak dan pemasukan terbesar di iOS. Tak hanya itu, Magic Awakened bahkan berhasil mempertahankan gelar itu selama tujuh hari berturut-turut. Menurut Niko Partners, Magic Awakened menjadi game non-Tencent pertama yang berhasil mendapatkan pencapaian tersebut sejak Onmyoji dirilis pada 2016.

Jika Anda membandingkan Magic Awakened dengan Onmyoji, Anda akan menemukan beberapa kesamaan antara keduanya. Pertama, keduanya sama-sama digarap oleh NetEase. Faktanya, tim dan produser dari Onmyoji juga ikut serta dalam pengembangan Magic Awakened. Kedua, baik Magic Awakened dan Onmyoji sama-sama merupakan card-based RPG.

Lalu, apa saja yang dilakukan oleh NetEase sehingga Magic Awakened bisa langsung populer di Tiongkok? Menurut Niko Partners, ada empat hal yang membuat Magic Awakened sukses. Berikut penjelasan lengkapnya.

Popularitas Franchise Harry Potter di Tiongkok

Salah satu alasan mengapa Magic Awakened disambut dengan hangat di kalangan gamers Tiongkok adalah karena popularitas franchise Harry Potter di negara itu. Di Tiongkok, novel pertama Harry Potter diluncurkan pada Agustus 2000, 3 tahun setelah versi bahasa Inggris dari novel itu diluncurkan. Berdasarkan data dari Beijing Youth Daily, total penjualan novel Harry Potter di Tiongkok mencapai sekitar 200 juta buku.

Walau novel terakhir dari Harry Potter diluncurkan pada 2007 dan film terakhir dari franchise itu ditayangkan pada 2011, belakangan, franchise Harry Potter kembali populer di kalangan masyarakat Tiongkok. Alasannya, karena pada tahun lalu, film Harry Potter pertama kembali ditayangkan di bioskop Tiongkok. Tak hanya itu, bulan lalu, Universal Studio Resort juga resmi dibuka di Beijing. Di sana, ada area khusus untuk Harry Potter.

Universal Beijing Resort punya bagian khusus untuk Harry Potter. | Sumber: Facebook

Keberadaan Magic Awakened pertama kali diumumkan pada Oktober 2019 oleh Warner Bros. dan Portkey Games, divisi WB yang bertanggung jawab untuk membuat dan merilis game Harry Potter. Proses pengembangan Magic Awakened sendiri ditangani oleh NetEase dan Portkey Games. Sejak keberadaan Magic Awakened diumumkan, informasi terkait game itu perlahan diungkap, seperti fakta bahwa di Magic Awakened, pemain akan bisa menjadi murid Hogwards. Dengan begitu, NetEase berhasil membuat gamers Tiongkok tertarik dengan Magic Awakened bahkan sebelum game itu diluncurkan.

Kampanye Marketing Pra-Peluncuran

Popularitas franchise Harry Potter bukan satu-satunya alasan di balik kesuksesan Magic Awakened. Faktor lain yang membuat game itu populer di kalangan gamers Tiongkok adlaah kampanye marketing yang dilakukan oleh NetEase sebelum peluncuran. Melalui kampanye pra-peluncuran, NetEase membiarkan orang-orang untuk mengunduh Magic Awakened dua hari sebelum game diluncurkan. Setelah mengunduh game itu, orang-orang akan bisa mengakses beberapa segmen dari Magic Awakened.

Salah satu hal yang bisa pemain lakukan sebelum game diluncurkan adalah membuat karakter dan ikut serta dalam Sorting Hat Ceremony. Tak berhenti sampai di situ, pemain juga bisa menghias ruang asrama mereka dan mengundang teman-teman mereka untuk bermain bersama. Semua hal ini mendorong para pemain untuk berbagi pengalaman mereka memainkan Magic Awakened di media sosial, seperti Weibo dan WeChat. Alhasil, ada lebih dari 15 juta orang yang mendaftarkan diri dalam pra-registrasi.

Gameplay yang Unik

Tidak peduli seberapa cakap sebuah perusahaan melakukan marketing, jika gameplay dari sebuah game membosankan, maka pada akhirnya, para pemain akan meninggalkan game itu. Kabar baiknya, NetEase berhasil memberikan gameplay yang unik pada Magic Awakened dengan menggabungkan elemen RPG dengan CCG. Selain itu, game tersebut juga menyediakan mode PvE dan PvP. Story Mode dari game itu bahkan menerapkan sistem real time battles. Jadi, saat battle, pemain bisa menggerakkan karakter mereka. Hal ini penting karena posisi pemain akan mempengaruhi efektivitas dari sihir yang mereka gunakan.

Dalam Magic Awakened, NetEase juga menyediakan special cards. Kartu-kartu khusus tersebut bisa digunakan oleh pemain untuk memanggil karakter atau binatang legendaris dari dunia Harry Potter. Selain Story Mode, NetEase juga melengkapi Magic Awakened dengan berbagai mode dan mini game. Harapannya, jumlah gamers yang tertarik untuk memainkan game itu akan bertambah. Beberapa mini game yang ada di Magic Awakened antara lain quidditch, dance mode, serta roguelike mode di Forbidden Forest.

Fitur Sosial

Terakhir, aspek yang membuat Magic Awakened sukses di Tiongkok adalah adanya fitur sosial dalam game. Fitur sosial sudah terintegrasi ke dalam game sebelum atau setelah game diluncurkan. Sebelum game diluncurkan, para gamers bisa menggunakan fitur sosial pada game untuk berbagi pengalaman mereka ketika mereka melalui Sorting Hat Ceremony untuk menentukan asrama yang akan mereka tinggali.

Setelah game diluncurkan, fitur sosial pada game pun menjadi semakin beragam. Para gamers tidak hanya bisa membagikan konten tentang events dalam game ke media sosial, mereka juga bisa mengakses grup diskusi, walkthrough, dan bahkan video dalam jaringan sosial internal pada game. Fitur sosial memang salah satu fitur penting untuk gamers Tiongkok. Karena, bagi gamers Tiongkok, bermain game merupakan bagian dari bersosialisasi.

Magic Awakened di Masa Depan

Magic Awakened memang telah sukses untuk menarik hati para gamers di Tiongkok. Namun, hal itu bukan berarti game itu sudah sempurna. Masih ada beberapa keluhan yang disampaikan oleh para gamers. Salah satunya adalah sistem monetisasi yang sangat agresif. Jika pemain ingin mendapatkan kartu level tinggi, maka dia harus siap untuk mengeluarkan uang. Protes lain dari para pemain adalah ketika mereka membeli item dalam game, pembelian itu berubah menjadi subscription aktif.

Dari segi cerita, sebagian pemain mengeluhkan bahwa ada beberapa bagian dalam Magic Awakened yang tidak realistis atau tidak sesuai dengan cerita di novel Harry Potter. Misalnya, dalam game, pemain bisa mendapatkan spells yang seharusnya tidak bisa diakses oleh para murid Hogwards. Contoh lainnya, pemain bisa menggunakan Unforgivable Curses. NetEase mencoba untuk mengatasi masalah itu satu per satu. Saat ini, mereka akan membatasi jumlah Unforgiveable Curses yang bisa pemain gunakan.

Ke depan, NetEase sudah punya rencana untuk mengekspansi dunia dalam Magic Awakened dengan menambahkan lokasi-lokasi baru yang bisa pemain jelajahi. Selain itu, mereka juga akan memperkenalkan elemen gameplay baru. Baik NetEase maupun Warner Bros. telah mengonfirmasi bahwa mereka akan meluncurkan Magic Awakened di pasar internasional. Hal ini sesuai dengan ambisis NetEase untuk memperbesar kontribusi pasar game global ke pemasukan mereka. Saat ini, hanya 10% dari pemasukan game NetEase berasal dari pasar internasional. Mereka berharap, dalam beberapa tahun ke depan, angka itu akan naik hingga 50%.

8 Keyboard Mechanical Murah Meriah Terbaik, Cocok Buat Mahasiswa!

Jika berbicara tentang keyboard mechanical, kita kerap tertuju ke harganya yang relatif lebih mahal dari keyboard membran. Tentu saja, hal ini disebabkan karena keyboard mechanical memiliki lebih banyak komponen serta memiliki lifespan yang lebih lama daripada keyboard membrane. Tidak hanya itu, salah satu aspek mahalnya keyboard mechanical adalah switch-nya.

Dulu, switch keyboard mechanical dikuasai oleh satu pabrikan — yaitu CherryMX. Pasalnya, mereka memiliki paten atas desain switch pada keyboard mechanical. CherryMX mematenkan desain switch mereka pada tahun 1984 dan kini, paten tersebut sudah tidak berlaku lagi sejak tahun 2014 silam.

Image Credit: CherryMX

Tidak berlakunya paten dari CherryMX ini menyebabkan banyak pabrikan lain seperti Outemu, Gateron, Kailh, dan lainnya mengadopsi desain tersebut dan menjualnya dengan harga yang lebih murah. Karena itu, kini terdapat banyak keyboard mechanical di pasaran yang harganya lebih ramah di dompet. Namun, dengan harga yang lebih murah pastinya ada beberapa kekurangan. Salah satunya adalah switch Outemu yang dikenal memiliki lifespan yang cukup pendek.

Source: Rexus

“Ada harga ada kualitas.” Mungkin itu adalah kata-kata yang tepat untuk mendefinisikan pernyataan di atas. Namun, tidak untuk beberapa keyboard mechanical yang akan kita bahas berikut ini. Pasalnya, meskipun harganya yang terbilang murah — beberapa keyboard di bawah ini juga memiliki kualitas dan fitur yang patut diacungkan jempol.

Tanpa basa-basi lebih lanjut, mari kita masuk ke rekomendasi keyboard mechanical murah meriah terbaik.

1. VortexSeries VX5 Pro – Rp 420 ribu

Image Credit: VortexSeries

Keyboard mechanical dari brand lokal satu ini menjadi salah satu keyboard entry-level terbaik. Pasalnya, VX5 Pro dari VortexSeries ini memiliki segudang fitur serta build quality yang lumayan bagus dengan harga hanya Rp420 ribu. Dari segi eksterior, VX5 Pro menggunakan plastik ABS sebagai bahan material casing dan keycaps. RGB milik keyboard ini juga dapat diatur sedemikian rupa pada software bawaannya. VX5 Pro juga dilengkapi dengan kabel braided yang akan menambah kesan premium.

Salah satu fitur yang menurut saya wajib di semua keyboard mechanical adalah hotswap 3/5 pin universal. Dengan fitur ini, Anda dapat mengganti switch keyboard ini dari Outemu menjadi Gateron, Kailh, Akko, atau lainnya secara plug and play. Fitur ini sebenarnya jarang ditemukan pada keyboard mechanical dengan kisaran harga Rp400 ribuan. Jadi, ini adalah satu nilai plus untuk Vortex. Selain itu, Vortex juga menyematkan foam di dalam casing VX5 Pro untuk mengurangi suara kopong dari casing.

VortexSeries VX5 Pro menyediakan dua pilihan warna (hitam dan putih) serta tiga pilihan switch, yaitu Outemu Blue (clicky), Outemu Red (linear), dan Outemu Brown (tactile).

2. Fantech Maxfit61 – Rp459 ribu

Image Credit: Fantech

Menempati urutan kedua, ada keyboard mechanical dari brand Fantech. Keyboard bernama Maxfit61 ini tersedia dalam dua pilihan warna (hitam dan putih) dan dibanderol dengan harga Rp459 ribu saja.

Untuk bagian eksterior, keyboard ini dilengkapi dengan RGB yang dapat diatur 16 mode, double-injection keycaps, serta menggunakan material plastik ABS untuk casing-nya. Keyboard ini juga mengusung layout 60% yang membuatnya super kompak untuk dibawa-bawa. Meskipun kompak dan imut, sebelum mengganti keyboard menjadi layout kompak seperti ini, mungkin Anda harus mempertimbangkan beberapa hal ini.

Mari masuk ke jeroannya, keyboard besutan Fantech ini memilki dua pilihan switch, yaitu Outemu Blue (clicky) dan Outemu Red (linear). Sama seperti VortexSeries VX5 Pro di atas, Maxfit61 ini juga memiliki fitur hotswap 3/5 pin universal.  Jika Anda tertarik dengan keyboard ini, Anda dapat melihat lebih lengkapnya di website resmi mereka.

3. Rexus Daiva RX-D68 – Rp429 ribu

Image Credit: Rexus

Siapa yang tidak kenal dengan brand Rexus? Pabrikan gaming peripherals yang terkenal akan harga produknya yang murah meriah ini tidak bisa diremehkan jika berbicara soal kualitasnya. Salah satu produk mereka yang baru diluncurkan bulan kemarin, Rexus Daiva, sempat membuat geger para penggemar keyboard. Pasalnya, keyboard mechanical terbaru Rexus ini dilengkapi dengan berbagai fitur namun dibanderol dengan harga Rp429 ribu saja.

Keyboard dengan layout 65% termurah ini memiliki full RGB backlight yang bisa memancarkan 16,8 juta warna, double-shot ABS keycaps, serta hotswap 3/5 pin. Sayangnya, meskipun sudah 5 pin, fitur hotswap dari Daiva ini bersifat Outemu only — artinya hanya bisa dipasangkan switch Outemu dan sejenisnya (Content, Gazzew, Akko CS, KTT, dan sebagainya).

Rexus Daiva RX-D68 memiliki dua pilihan warna (hitam dan putih) serta diberikan tiga pilihan switch, Outemu Blue (clicky), Red (linear), dan Brown (tactile).

4. Koodo Gecko – Rp450 ribu

Dokumentasi: Hybrid

Keyboard mechanical satu ini merupakan keyboard mechanical wireless termurah di pasaran. Dengan harga hanya Rp450 ribu, keyboard dari brand lokal ini menyuguhkan fitur yang menggiurkan. Kombinasi kompaknya layout 60% dengan fitur wireless membuat Koodo Gecko sangat praktis untuk dibawa ke manapun.

Selain wireless Bluetooth 5.0, keyboard ini juga memiliki backlight RGB 16.8 juta warna, keycaps double-shot berbahan ABS, 1000hz polling rate, serta hotswap 3 pin Outemu Only. Untuk review lengkap serta kekurangannya, Anda bisa membaca artikel yang kami buat beberapa waktu lalu di sini.

Koodo Gecko menawarkan hanya satu pilihan warna (putih) dan tiga pilihan switch, Outemu Blue, Red, dan Brown.

5. Rexus Legionare MX9 – Rp380 ribu

Image Credit: Rexus

Selain keyboard dengan layout kompak, Rexus juga mengeluarkan keyboard dengan layout yang “normal”. Mengusung layout TKL, Rexus Legionare MX9 memiliki empat pilihan warna yang unik — yaitu hitam, putih, biru muda, dan merah muda.

Dengan harga Rp380 ribu, Anda akan mendapatkan fitur-fitur seperti backlight RGB dengan 16.8 juta warna, 1000Hz polling rate, software bawaan, serta memori on-board. Untuk materialnya, Rexus Legionare MX9 menggunakan plastik ABS dan kabelnya sudah braided. 

Rexus Legionare MX9 memiliki dua pilihan switch, yaitu Outemu Blue dan Red. Keyboard ini juga hotswapable meskipun masih Outemu Only.

6. VortexSeries VX9 PRO – Rp650 ribu

Image Credit: VortexSeries

Keyboard dari VortexSeries lagi, namun kali ini layout-nya sedikit unik. VX9 PRO ini mengusung layout 1800 Compact atau 96% (98 keys). Jadi, keyboard ini masih memiliki F-rows, arrow keys, dan numpad. Tetapi, tombol seperti Print Screen, Page Up, Page Down, dan lainnya (yang berada di atas tombol arrow) dihilangkan di layout seperti ini. Nah, keyboard ini sangat cocok untuk Anda yang masih membutuhkan numpad namun ingin keyboard yang lebih kompak dari full size.

Dibanderol dengan harga Rp650 ribu, VX9 PRO memiliki fitur-fitur jempolan — seperti hotswap 3/5 pin universal, software bawaan, backlight RGB yang bisa diatur, EVA foam pada case dan plate, serta kabel USB to Type C braided. VX9 PRO dibuat menggunakan plastik ABS dari bodi hingga keycaps-nya.

Vortex VX9 Pro menawarkan dua pilihan warna (hitam dan putih) serta tiga pilihan switch Outemu dengan warna Blue, Red, dan Brown.

7. GEEK GK61 – Rp799 ribu

Meskipun harganya lebih tinggi, keyboard mechanical 60% dari GEEK ini memiliki fitur dan switch yang lebih premium. Dijual dengan harga Rp799 ribu, GK61 memakai optical switch dari Gateron. Jadi, tidak lagi menggunakan pin — optical switch ini menggunakan sinar inframerah untuk menggantikan fungsi pin yang bertugas mengirim signal ke PCB. Optical switch ini diklaim lebih tahan lama dari switch konvensional.

Kerennya, GK61 juga memiliki fitur hotswap — artinya, switch-nya dapat diganti dengan switch optical lainnya. Selain itu, keyboard dari GEEK ini juga memiliki backlight RGB 16.8 juta warna, software bawaan, full anti-ghost keys, kabel Type-C braided, dan banyak lagi. Keyboard GK61 ini juga tahan air dengan rating IP68.

GEEK GK61 tersedia dalam dua warna, yaitu hitam dan putih. Serta memiliki 5 pilihan warna switch dari Gateron, yaitu Black, Red, Yellow, Blue, dan Brown.

8. Rexus Daxa M71 Pro – Rp699 ribu

Image Credit: Rexus

Keyboard dari Rexus lagi, kali ini merupakan keyboard yang menurut saya sangat worth it untuk dibeli, yaitu Daxa M71 Pro. Dengan label harga Rp699 ribu, keyboard dengan 71 tombol ini terbilang sangat premium dan memiliki fitur-fitur yang oke.

Pertama, keyboard ini mengusung switch dari Gateron yang terkenal memiliki feel dan daya tahan lebih baik dari Outemu. Daxa M71 Pro ini juga dilengkapi dengan fitur wireless menggunakan Bluetooth 5.0. Fitur-fitur lain dari keyboard ini meliputi backlight RGB 16.8 juta warna, two-tone keycap, magnetic keyboard stand, serta software bawaan untuk mengatur RGB dan macro. Tidak hanya di belakang keycaps, RGB dari Daxa M71 Pro ini juga terdapat di bagian kiri dan kanan bawah dari keyboard.

Image Credit: Rexus

Rexus Daxa M71 Pro menyediakan dua pilihan warna, yaitu hitam (keycaps two-tone berwarna hitam dan putih) serta putih (keycaps two-tone berwarna oranye dan putih). Keyboard ini juga memiliki 3 pilihan switch, yaitu Gateron Blue, Brown, Red, dan Yellow.

Saat peluncurannya, keyboard dari Rexus ini sangat laris sampai mereka membuat versi lebih besarnya bernama Daxa M84 Pro. Kami juga telah membuat review dari Daxa M84 Pro yang bisa Anda baca di sini.

Penutup

Itulah tadi beberapa rekomendasi keyboard mechanical murah meriah terbaik. Bagi Anda yang ingin mencoba keyboard mechanical, pastinya salah satu dari keyboard di atas tidak akan membuat dompet Anda makin tipis wkwkwk…

Blockchain Gaming: Bagaimana Axie Infinity Menggapai Popularitasnya

Konsep blockchain pertama kali diajukan pada 1982, oleh cryptographer David Chaum. Namun, blockchain baru mulai dikenal masyarakat banyak setelah teknologi itu digunakan pada cryptocurrency, seperti Bitcoin. Seperti yang disebutkan oleh Investopedia, blockchain punya peran penting dalam sistem cryptocurrency. Karena, blockchain adalah teknologi yang memastikan keamanan dan validitas dari transaksi cryptocurrency. Penggunaan blockchain menjamin bahwa transaksi dalam cryptocurrency aman dan terpercaya, tanpa perlu keberadaan pihak ketiga sebagai penjamin.

Setelah sukses dengan cryptocurrency, blockchain digunakan untuk berbagai sektor, termasuk game. Belakangan, mulai muncul game dengan model bisnis baru, yang diklaim sebagai blockchain game. Menurut Niko Partners, blockchain game merupakan tren teraru yang berpotensi mendisrupsi industri game. Dan tren tersebut tumbuh pesat di Asia.

Apa Itu Blockchain Game?

Sebelum membahas soal blockchain game, mari kita mendefinisikan blockchain itu sendiri. Secara sederhana, blockchain adalah sekumpulan data — disebut blok — yang terhubung dengan satu sama lain melalui cryptography. Setiap blok dalam blockchain bersifat unik dan tidak bisa diubah. Karena, jika salah satu blok dalam sebuah blockchain diubah, perubahan itu akan mempengaruhi blok-blok lain dalam blockhain tersebut.

Satu hal yang membedakan blockchain game dengan game tradisional adalah semua aset digital yang digunakan dalam blockchain game merupakan Non-Fungible Token (NFT). Artinya, setiap aset digital di blockchain game berbeda dengan satu sama lain. NFT sendiri merupakan unit data yang tersimpan dalam blockchain. Dan segmen blockchain yang menyimpan semua aset sebuah game itulah yang disebut blockchain gaming.

Blockchain dikenal sebagai teknologi yang digunakan untuk cryptocurrency. | Sumber: Pexels

Selain penggunaan NFT, satu hal lain yang membedakan blockchain game dengan game tradisional adalah model bisnis yang digunakan. Blockchain game memperkenalkan model bisnis baru yang disebut “play to earn“. Sesuai namanya, game dengan model bisnis itu memungkinkan para pemainnya untuk mendapatkan uang dengan bermain game. Jadi, ketika seseorang memainkan blockchain game dengan model bisnis play-to-earn, setiap dia bermain, dia akan mendapatkan reward berupa aset digital. Reward tersebut akan bisa ditukar dengan cryptocurrency, yang nantinya, bisa ditukar dengan mata uang tradisional.

Selain model play-to-earn, blockchain game juga menerapkan model bisnis “play to trade“. Dengan model bisnis itu, pemain akan bisa mendapatkan token saat bermain. Token tersebut bisa diperjualbelikan untuk mendapatkan uang kertas. Bagi developer, ketika mereka hendak mengembangkan blockchain game dengan model play-to-earn, mereka harus bisa mengintegrasikan model bisnis itu ke desain dan gameplay dari sebuah game.

Di atas kertas, blockchain game dengan model bisnis play-to-earn merupakan impian bagi para gamers. Gamers mana yang tidak mau mendapatkan uang hanya dengan bermain game? Dan berbeda dengan atlet esports, Anda tidak harus punya kemampuan yang sangat luar biasa untuk bertanding di turnamen kelas atas dan mendapatkan hadiah.

Meskipun begitu, para pemain blockchain game juga punya kekhawatiran tersendiri. Salah satunya, mereka khawatir bahwa masalah teknis akan membuat aset digital mereka hilang — yang berarti uang mereka akan hilang. Keresahan lain yang mereka rasakan adalah penipuan. Karena, perusahaan blockchain game tidak wajib untuk mematuhi regulasi terkait pencucian uang atau untuk mengenal pemain mereka. Hal ini menjadi celah yang bisa dimanfaatkan oleh para penipu.

Contoh Blockchain Game: Axie Infinity

Saat ini, ada beberapa blockchain game yang populer, seperti CryptoKitties, The Sandbox, dan Decentraland. Dengan jumlah pemain aktif harian mencapai satu juta orang, Axie Infinity menjadi contoh lain dari blockchain game yang populer. Axie Infinity adalah blockchain game buatan Sky Mavis, developer asal Vietnam. Pada Januari 2021, total pemasukan studio itu adalah US$103 ribu. Angka ini meningkat pesat pada Agustus 2021, menjadi US$364 juta. Tak hanya itu, Sky Mavis juga berhasil mendapatkan pendanaan Seri B sebesar US$150 juta.

Bagaimana mekanisme dari Axie Infinity? Blockchain game itu punya dua token. Token pertama adalah Smooth Love Potion (SLP), yaitu mata uang dalam game yang bisa digunakan untuk mengembangbiakkan axie alias binatang dalam game. Pemain bisa mendapatkan SLP sebagai reward ketika mereka memainkan Axie Infinity. Jumlah SLP dalam game tidak dibatasi. Token kedua adalah Axie Infinity Shards (AXS), yang bisa didapatkan dengan menjual axie dalam game. AXS inilah yang bisa ditukar dengan mata uang tradisional. Hanya saja, jumlah maksimal AXS dibatasi, hanya 27 juta unit. Per September 2021, harga satu AXS adalah US$60. Diperkirakan, angka ini akan terus naik di masa depan.

Ketika pemain menjual axie mereka melalui marketplace dalam game, Sky Mavis akan mendapatkan komisi senilai 4,25% dari nilai transaksi. Dari sinilah sumber pemasukan studio tersebut. Menurut CryptoSlam, sejauh ini, total nilai penjualan NFT di Axie Infinity telah mencapai lebih dari US$2 miliar.

Filipina menjadi pasar terbesar untuk Axie Infinity. Pada April 2021, sebanyak 29 ribu dari total 70 ribu downloads Axie Infinity berasal dari Filipina. Menurut Niko Partners, per Oktober 2021, jumlah gamers Axie Infinity di Filipina mencapai 300 ribu orang. Faktanya, blockchain game itu begitu populer di negara kepulauan itu sehingga beberapa penjual di sana kini menerima SLP sebagai metode pembayaran untuk produk yang mereka tawarkan.

Popularitas Axie Infinity bahkan menarik perhatian Bureau of Internal Revenue (BIR) dan Department of Finance (DOF). Keduanya membuat pernyataan resmi, mengatakan bahwa cryptocurrency juga akan dikenai pajak. Namun, cryptocurrency hanya bisa dikenakan pajak ketika pemliiknya menukar cryptocurrency dengan mata uang tradisional atau menggunakannya untuk membeli barang yang harganya bisa diukur dalam mata uang tradisional.

Masalah di Axie Infinity

Sama seperti kebanyakan teknologi baru, blockchain game juga punya masalah sendiri. Untuk Axie Infinity, naik-turun harga SLP menjadi salah satu masalah. Misalnya, pada 13 Juli 2021, harga SLP sempat mencapai US$0,39, yang merupakan rekor termahal. Sementara pada pertengahan Agustus, nilai SLP telah turun menjadi US$0,081.

Perubahan harga drastis itu sempat membuat komunitas para gamers Axie Infinity di Discord dan Facebook khawatir. Tak hanya itu, opini negatif pun sempat merebak di kalangan para gamers. Sebagian dari mereka mulai meragukan validitas Axie Infinity. Meskipun begitu, sebagian gamers justru mengambil kesempatan dalam kesempitan. Mereka mencoba untuk mendapatkan untung dari perubahan harga SLP.

Axie Infinity dari Sky Mavis.

Masalah yang terjadi pada Axie Infinity menunjukkan, permintaan dan ketersediaan aset akan berdampak besar pada ekonomi dalam blockchain game. Pada Axie Infinity, salah satu hal yang bisa developer lakukan untuk memecahkan masalah itu adalah dengan membiarkan pemain menggunakan SLP untuk aktivitas lain. Satu hal yang pasti, jika developer ingin membuat blockchain game yang sukses, mereka harus mempertimbangkan keberlangsungan dari game itu.

Keamanan menjadi masalah lain yang dikhawatirkan oleh pemain blockchain game. Mengingat seseorang bisa mendapatkan uang dengan bermain blockchain game, tidak heran jika ada hackers yang tertarik untuk mengambil alih akun blockchain game pemain lain untuk mendapatkan uang yang ada di akun tersebut. Selain itu, juga mulai muncul situs phishing yang menargetkan para pemain Axie. Ketiadaan regulasi terkait blockchain game juga memungkinkan penipu untuk berpura-pura menjadi developer game.

Sumber header: Twitter