Category Archives: Review Gadget

[Review] Mouse Razer Deathadder V2 x Hyperspeed, Nyaman Untuk Main Game dan Kerja

Salah satu yang membuat saya tertarik dengan mouse Razer Deathadder V2 x Hyperspeed bukan endorse dari Faker di halaman resmi atau di kotaknya, meski itu adalah tambahan yang menarik. Melainkan adalah dual feature yang hadir pada koneksi wireless-nya yang tersedia dalam dua pilihan, serta dua pilihan juga untuk mengisi baterai. 

Razer Deathadder V2 x Hyperspeed adalah mouse dengan fitur-fitur yang cukup lengkap untuk sebuah mouse. Mulai dari desain yang ergonomis, dual wireless feature – yang salah satunya adalah highspeed, pilihan baterai AA dan AAA, mechanical switches gen 2 khas Razer, 7 tombol yang bisa diprogram (7 tombol ini termasuk right – left click dan roller), serta aplikasi untuk kustomisasi yang juga bisa ‘menempel’ di mouse via HyperShift. 

Desain Razer Deathadder V2 x Hyperspeed

Mari kita bahas dulu dari sisi desain. Sebelum beralih ke Razer Deathadder V2 x Hyperspeed, saya menggunakan Logitech wireless G903 Lightspeed yang memang untuk gaming ,serta untuk kerja menggunakan Logitech MX Master 2s. Keduanya hadir dengan harga yang relatif cukup premium meski tidak ‘semurah’ mouse Razer yang saya coba ini. 

Mengapa saya memasukan mouse yang bukan untuk gaming sebagai perbandingan, karena saya ingin membandingkan dalam penggunaannya, mouse Razer yang ada di tangan saya ini tidak hanya akan saya gunakan untuk bermian game tetapi juga untuk kegiatan sehari-hari, termasuk bekerja. 

Jika Razer mengklain ergonomis dan comfort dalam halaman resminya, serta mencantumkan bahwa desain ini adalah desain yang mendapatkan penghargaan, maka klaim itu memang bisa dirasakan dalam produknya secara nyata. 

Bentuk mouse ini memang tidak simetris utnuk bagian kiri dan bagian kanan (oh ya, mouse ini tidak untuk Anda yang kidal karena beberapa bagian desainnya memang diperuntukkan buat tangan kanan). Bagian kiri agak menjorok dengan akses dua tombol yang bisa dijangkau oleh ibu jari. Sedangkan bagian kanan tetap agak melengkung tetapi tidak sedalam bagian kiri. Desain seperti ini surprisingly cukup nyaman, terutama Anda yang memang punya preferensi bentuk mouse seperti Razer Deathadder V2 x Hyperspeed. Bagian ibu jari bisa agak menjorok dengan pangkalnya tertahan di ujung kiri mouse, yang menjadikan ibu jari seperti ditempatkan di rumah yang pas di bagian lekukan mouse. Akses button juga bisa dijalankan tanpa masalah. 

Desain menjorok ini juga secara tidak langsung mendukung cara saya memegang mouse yang secara default membelok, ke arah laptop atau monitor jika Anda menggunakan PC atau monitor tambahan.Desain yang menjorok ini terasa mendukung dengan posisi lengan yang melengkung, baik saat bermain game atau menggunakan mouse untuk kegiatan produktivitas untuk waktu yang lama. 

Jadi kalau misalnya ada gambar Faker terpampang jelas dan menyebutkan bahwa mouse ini layak jadi pilihan. Kalau dari sisi desain, itu cukup terlihat. 

Dari sisi tampilan, mouse ini memang tidak tampak berlebihan malah terkesan down to earth. Warna hitam doff, tanpa elemen RGB dan hanya ada lampu indikator teramat kecil di bagian tengah. Logo Razer pun tidak terlalu terlihat. Desain low profile seperti ingin menyembunyikan kemampuan yang cukup baik di balik body-nya. 

Desain minimalis ini agak bersebrangan dengan Logitech wireless G903  lightspeed yang terasa ‘ramai’ dengan berbagai elemen yang beberapa ada juga yang bisa di-swap

Untuk bobot perangkat. Awalnya saya agak ragu karena ketika membuka dari kotaknya terasa terlalu ringan. Malah terkesan agak murahan, tetapi itu semua berubah ketika saya memasukan baterai. Saya kebetulan menggunakan 1 baterai AA, dan ketika baterai itu masuk di tempatnya maka bobot mouse terasa pas. Tidak terlalu ringan dan tidak terlalu berat. Tambahan beban dari baterai ini seperti sudah diperhitungkan, jadi ketika akan digunakan, mouse tetap terasa nyaman dan tidak terlalu berat. 

Untuk button sendiri selain 3 button utama, right dan left click serta scroll wheel, ada 4 button tambahan yang lokasinya, dua di sebelah left click dan satu lagi di area sandaran punggung ibu jari. Semua fungsi button bisa diatur sesuka selera lewat aplikasi Razer Synape 3 dengan fitur Hypershift.

Untuk pengaturan dan mapping button sebenarnya tidak ada masalah. Meski kebutuhan akan berbeda-beda untuk pengguna – saya sendiri mendapatkan ada beberapa pengaturan yang tidak bisa saya lakukan untuk urusan produktivitas – namun Anda setidaknya bisa melakukan berbagai pengaturan seperti memodifikasi semua button yang tersedia di mouse ini untuk berbagai keperluan,  mengatur performa DPI mouse untuk sensitivitas, mengatur konsumsi daya. Dan jika Anda menggunakan mousepad dari Razer, Anda bisa mengkalibrasi untuk mendapatkan pengalaman yang terbaik. 

Untuk urusan fungsi button, terutana untuk kegiatan kerja, jika membandingkan Logitech MX Master 2s tentunya mouse Razer yang saya coba ini agak kalah. Saya bisa maklum karena memang bukan peruntukkannya. Seri MX dari Logitech dikenal powerfull untuk kerja, bukan hanya karena sensivitasnya tetapi ada beberapa fungsi button dan peletakan yang mendukung produktivitas. 

Ada yang ingin saya bahas agak detail yaitu tentang penempatan 2 button di bagian yang dekat dengan left click. Karena posisinya cukup berada di ujung kiri mouse, ketika mencoba perangkat ini saya mendapatkan bahwa button ini secara tidak sengaja sering kepencet. Bukan oleh jari saya tetapi karena terbentur sisi ujung mouse dengan ujung keyboard. Jika biasanya benturan tidak menggagu fungsi karena bagian mouse yang berbenturan adalah body saja, namun di razer ini yang terbentur adalah button. Sehingga sering kali mapping button yang saya lakukan berubah di tengah jalan karena button-nya kepencet. 

Bisa jadi pengalaman ini akan berbeda dengan pengalaman penguna lain, terutama jika meja kerja atau meja bermain game Anda cukup luas.

Fitur lain yang juga cukup menyenangkan adalah adanya dua pilihan koneksi bluetooth langsung dari mouse ke perangkat atau menggunakan donggle yang memiliki kecepatan 2.4G. Pilihan ini tentunya menarik, untuk pengaturan bermain game bisa menggunakan dongle tetapi ketika untuk penggunaan di luar rumah misalnya, saat jauh dari PC dan menggunakan laptop dengan slot USB terbatas, bisa menggunakan bluetooth saja. 

Untuk spesifikasi sendiri, yang belum di bahas di atas,  Razer Deathadder V2 x Hyperspeed mencantumkan daya tahan clik perangkat ini sampai dengan 60 juta klik (yang tentunya akan tergantung penggunaan masing-masing) lalu untuk sensornya adalah optical, max sensitivity 14000 DPI, max speed 300 IPS, max acceleration 35G dan tersedia 7 tombol yang bisa dikustomisasai. Untuk tipe switch-nya sendiri adalah Razer™ Mechanical Gen-2 Mouse Switches sedangkan mouse feet alias bagian bawah peranglat adalah undyed 100% PTFE. 

Pengalaman penggunaan

Nah, untuk pengalaman penggunaan perangkat ini saya sengaja melakukan dua uji utama, tidak hanya fokus untuk bermain game tetapi juga untuk bekerja sehari-hari.

Untuk penggunaan sehari-hari serta untuk mendukung produktivitas, jenis tombol switch dari mouse ini terasa cukup menyenangkan. Cukup clicky memang kalau dari sisi bunyi, namun pengalaman menekan tombol utama mouse cukup menyenangkan, tidak terlalu berat tetapi tidak sangat ringan juga. 

Bobotnya yang pas juga menyenangkan untuk menggunakannya setiap hari atau pun untuk bermain game. Nah untuk bermain game, perangkat ini bisa cukup diandalkan, tidak hanya dari sisi koneksi, tetapi dari sisi kenyamanan serta switch yang menyenangkan untuk dipakai. Meski demikian, saya hanya mencoba dengan judul game yang memang tidak perlu banyak pengaturan atau makro, lebih ke game FPS. Jadi pengalaman yang dirasakan lebih ke switch click, koneksi ke perangkat dan pengaturan DPI. 

Sedangkan pengaturan untuk button lebih saya coba ketika menggunakan mouse untuk produktivitas. Mengatur beberapa button agar bisa lebih cepat melakukan fungsi atau membuat aplikasi bawaan windows tertentu. 

Untuk bisa menjalankan fungsi pengaturan dan mengaksesnya langsung dari mouse, Anda harus selalu menyalakan aplikasi Razer Synapse.

Kesimpulan 

Menggunakan mouse Razer Deathadder V2 x Hyperspeed adalah salau satu pengalaman yang cukup menyenangkan. Bukan karena mouse ini di branding cukup prestisius dengan berbagai atlit esports terkenal di halaman resmi dan juga kotak perangkat, tetapi memang karena desain yang diesekusi dengan pas, dan cukup efisien. Dengan endorsement serta fitur yang dibawanya, dari sisi harga perangkat ini juga bisa dibilang cukup terjangkau (di Tokopedia perangkat ini dijual seharga 1 juta kurang 1 rupiah).

Tampilannya memang cenderung polos, tetapi bagi yang suka dengan selera gaming mouse minimalis dan fokus pada pengalaman penggunaannya, termasuk fitur dan fungsi,  Razer Deathadder V2 x Hyperspeed bisa jadi pilihan.

Sparks

  • Nyaman digunakan dari sisi eksekusi desain
  • Bobot yang pas termasuk baterai
  • Minimalis
  • Switch mechanical nyaman

Slacks

  • Desain ‘terlalu’ polos
  • Button lokasi depan sering tidak sengaja kepencet
  • Masih menggunakan baterai eksternal

[Review] Western Digital Black SN850: PCIe 4.0 x4 Kencang untuk Gamer

Jika kita berbicara mengenai kecepatan sebuah perangkat penyimpanan, tentu saja SSD menjadi yang pertama terpikir. Apalagi, saat ini teknologi NVMe sudah mencapai PCIe 4.0 x4 yang bisa mentransfer data hingga 7000 MB/s. Untuk kecepatan seperti ini, ternyata Western Digital sudah memiliki produknya. SSD tersebut bernama Western Digital Black SN850.

Western Digital selalu memberikan warna tersendiri untuk setiap produknya. Warna hitam selalu identik dengan produknya yang ditujukan untuk para gamers. Warna biru biasanya akan ditujukan untuk pemakaian sehari-hari PC di rumah dan kantor sehingga kinerjanya akan di bawah Black. Warna merah saat ini ditujukan untuk penyimpanan data seperti di NAS atau sebagai drive penyimpan data.

Western Digital Black SN850 pun juga sudah mampir ke meja pengujian Hybrid Indonesia. Varian yang datang tentu saja sudah lengkap dengan heatsink-nya. Sebagai informasi, WD juga memiliki SSD SN850 yang dijual tanpa heatsink. Dan kita semua tahu bahwa SSD yang digunakan pada interface PCIe 4.0 x4 akan mengeluarkan panas yang berlebih.

SSD yang satu ini diklaim dapat melakukan transfer data pada kecepatan 7000 MB/s pada saat membaca data dan 5300 MB/s pada saat menulis. Western Digital juga menjual SSD yang satu ini dengan menyasar ke para pengguna PC serta Playstation 5. Dengan form factor M.2 2280, tentu saja SSD ini juga bakal mampu ditancapkan pada kebanyakan laptop yang beredar saat ini.

Spesifikasi dari Western Digital Black SN850 NVMe SSD yang saya dapatkan adalah sebagai berikut

Kapasitas 1 TB
Interface PCIe Gen 4.0 x4
Tipe konektor NVMe 1.4
Form Factor M.2 2280
Controller Western Digital G2
Jenis memori NAND Sandisk 96L 3D TLC
Endurance 600 TBW
Dimensi 80 x 23.4 x 8.8 mm
Bobot 25 gram

Western Digital memberikan garansi 5 tahun untuk SSD NVMe yang satu ini. Selain itu, garansi yang diberikan juga akan akan terpotong oleh TBW (TeraByte Written) yang ditentukan. Jadi, garansi akan berakhir jika sudah terpakai lebih dari 5 tahun atau melebihi penulisan 600 TB.

Desain

Western Digital Black SN850 hanya menggunakan satu sisi untuk menaruh semua cip dan transistornya. Pada bagian atasnya, terdapat dua buah cip NAND SanDisk (buatan Toshiba) sebesar 512 GB per cip. Dengan menggunakan kontroler WD G2, nama yang terlabel pada cip ini hanyalah SanDisk. WD menggunakan DDR4 2666 cache dengan cip buatan Nanya.

Bobot yang dimiliki oleh Western Digital Black SN850 ini sangat ringan, hanya 25 gram saja. Perangkat ini memiliki dimensi 80 x 23.4 x 8.8 mm yang cocok untuk dipasangkan pada sebuah desktop, laptop tipis, mau pun Playstation 5. Untungnya, model ini sudah menggunakan heatsink sehingga panas yang dihasilkan saat SSD ini bekerja bisa diredam dengan baik.

Western Digital juga melengkapi SSD ini dengan software yang dinamakan Western Digital Dashboard yang mampu memberikan informasi mengenai SSD ini. Selain itu, software ini juga menyediakan beberapa fungsi seperti TRIM dan juga update firmware. Sayang memang, sampai akhir pengujian saya tidak menemukan adanya firmware baru untuk SN850.

Pengujian

Dalam menguji SSD yang satu ini, tentu saja membutuhkan sebuah perangkat yang sudah mendukung PCI-e 4.0. Saya memilih menggunakan sebuah laptop yang memakai prosesor Intel Core i5 Generasi ke 11 yang memang sudah mendukung PCI express 4.0 dan mampu menjalankan SSD NVMe PCIe Gen 4 x4 dengan kecepatan penuh. Untuk mengujinya, tentu saja saya menggunakan slot NVMe utama yang tersedia. Sistem operasi yang digunakan adalah Windows 11.

Tentunya, Western Digital Black SN850 juga mendukung slot PCIe Gen 3 x4 yang saat ini banyak sekali digunakan pada beberapa laptop serta motherboard. Namun, kecepatan baca dan tulisnya akan dibatasi hingga 3500 MB/s saja. Walaupun begitu, kecepatan 3,5 GB/s saja sudah sangat mencukupi kebutuhan komputasi yang ada saat ini.

Pada pengujian kali ini, saya akan menggunakan dua buah software benchmark, yaitu Crystal Disk Mark dan ATTO. Crystal Disk Mark sendiri saya gunakan dua versi, yaitu versi 6 dan 8, karena keduanya memiliki perhitungan yang berbeda. Berikut adalah hasilnya

Pengujian ini tentu saja dilakukan dengan menjaga suhu yang ada. Pada saat pengujian, WD Black SN850 ada pada suhu 70 derajat celcius dan beberapa kali mengalami sedikit throttling. Panas akan meningkat pada saat adanya penulisan data dalam jumlah besar. Pada saat membaca, saya melihat suhunya akan menurun di bawah 65 derajat celcius.

Hal ini berarti akan berpengaruh pada saat sebuah game diinstalasikan ke dalam SN850. Pada saat bermain game, tentu akan membuat pengguna akan merasa tenang karena tidak akan mengalami throttling. Pada saat suhunya di bawah 65 derajat, perangkat ini akan berlari dengan kecepatan maksimumnya.

Pada saat pengujian, saya hanya mendapatkan angka sedikit di bawah 7000 MB/s untuk uji membaca data. Akan tetapi, perangkat ini mampu berlari di atas 5300 MB/s. Dengan perolehan angka seperti ini, semua sistem komputer tentu akan mendapatkan peningkatan performa yang sangat baik. Pada saat throttle, saya mendapatkan angka yang masih kencang, yaitu sekitar 4300 MB/s baca dan tulis.

Lalu bagaimana saat digunakan untuk kegiatan non-gaming? Para editor foto dan video tentu saja dapat menggunakan sistemnya dengan lancar. Pada angka kecepatan seperti ini, rendering video juga akan terbantu selain dari sisi prosesor dan RAM-nya. Dan untuk mereka yang bekerja menggunakan tab lebih dari 10 pada software Office juga bakal menikmati rendahnya lag yang terjadi.

Verdict

Sepertinya saat ini gamers di Indonesia sudah dimanjakan oleh para vendor dengan tersedianya SSD NVMe PCIe 4.0 x4. Pasalnya, SSD ini dapat berjalan dengan kecepatan hingga 7 GB/s yang memastikan semua aplikasi dapat loading dengan kencang. Salah satunya adalah SSD NVMe Western Digital Black SN850 yang saat ini banyak tersedia di toko-toko komputer di Indonesia.

Kinerja dari Western Digital Black SN850 yang saya dapatkan hanya terpaut puluhan MB/s saja dari 7 GB/s yang berarti sangat kencang. Dengan menggunakan cache DDR4 2666 MHz membuatnya lebih stabil pada saat menulis file dalam kapasitas besar. Tingkat kestabilannya juga lebih dijaga lagi dengan tersedianya heatsink pada SSD yang saya dapatkan ini. SSD ini juga memiliki TBW yang cukup tinggi sehingga tidak akan rusak dalam waktu yang dekat.

Western Digital Black SN850 1 TB dengan heatsink ini dijual dengan harga Rp. 4.199.000. WD juga menjual versi tanpa heatsink dengan harga yang lebih terjangkau, yaitu Rp. 3.420.000. Dengan harga ini, pengguna gamer mau pun profesional akan mendapatkan sebuah storage untuk PC dan Playstation 5 yang memiliki kinerja tinggi.

Sparks

  • Kinerja tinggi hingga hampir 7000 MB/s
  • Memiliki DRAM Cache yang menjamin kinerjanya tinggi
  • Cocok untuk PC dan Playstation 5
  • Garansi panjang, yaitu 5 tahun
  • Sudah memiliki heatsink
  • Dukungan WD Dashboard

Slacks

  • Harganya cukup tinggi
  • Suhu masih cukup tinggi saat menulis file besar dan banyak

[Review] Xiaomi 11T: Kencang dengan Dimensity 1200 dan Kamera Apik

Pada tahun 2021, Xiaomi banyak sekali mengeluarkan perangkat flagship dari seri 11-nya di Indonesia. Mulai dari Mi 11, Mi 11 Lite, sampai ke Xiaomi 11T Pro dan Xiaomi 11T. Yup, tahun 2021 Xiaomi mengubah semua smartphone Mi menjadi Xiaomi untuk branding yang menurut mereka lebih baik. Dailysocial tahun ini kedapatan unit review dari Xiaomi dengan Xiaomi 11T non Pro.

Xiaomi mengeluarkan 2 varian di kelas T seri 11, yaitu Xiaomi 11T dan Xiaomi 11T Pro. Perbedaan mendasar keduanya adalah Xiaomi 11T Pro menggunakan SoC Snapdragon 888 dan Xiaomi 11T menggunakan Mediatek Dimensity 1200. Oleh karena bukan kelas Pro, Xiaomi 11T tidak dipersenjatai dengan kemampuan Dolby Vision, pengisian baterai cepat 120 watt, suara Harman Kardon, serta perekaman 8K seperti yang ada pada Xiaomi 11T Pro.

Xiaomi 11T juga memiliki kamera yang ada pada Xiaomi 11T Pro, yaitu dengan ISOCELL HM2 dengan resolusi 108 MP. Hal ini membuat keduanya akan memiliki sedikit perbedaan pada saat pengambilan gambar, seperti yang diklaim oleh Xiaomi Indonesia. Selain itu, konfigurasi kameranya juga sama antara keduanya.

Untuk lengkapnya, berikut adalah spesifikasi lengkap dari Xiaomi 11T yang saya dapatkan

SoC Mediatek Dimensity 1200
CPU 1 x 3.0 GHz Cortex-A78 + 3 x 2.6 GHz Cortex-A78 + 4 x 2.0 GHz Cortex-A55
GPU Mali-G77 MC9
RAM 8  GB LPDDR5
Internal 256 GB UFS 3.1
Layar 6.67 inci 2400×1080 AMOLED 120 Hz GG Victus
Dimensi 164.1 x 76.9 x 8.8 mm
Bobot 203 gram
Baterai 5000 mAh 67 watt
Kamera 108 MP / 12 MP utama, 8 MP ultrawide, 5 MP Telemakro, 16 MP Selfie
OS Android 11 MIUI 12.5

Hasil dari CPU-Z, AIDA64, serta Sensor Box dapat dilihat sebagai berikut:

Satu hal yang juga membuat Xiaomi 11T lebih unggul dari saudaranya adalah kemampuan Mediatek Dimensity seri 1000 yang sudah mendukung codec AV1 secara hardware. Codec AV1 sendiri akan dipakai oleh Google secara keseluruhan agar streaming video menjadi lebih hemat. Netflix juga sudah mulai menggunakan AV1 untuk beberapa perangkat. Dan saat ini, Google Duo serta Youtube sudah mendukung AV1.

Unboxing

Seperti inilah isi dari paket penjualan smartphone Xiaomi 11T. Didalamnya hanya akan ditemukan kabel USB-C, charger, serta back case. Xiaomi menyertakan charger 67 watt untuk mengisi baterai pada smartphone ini.

Desain

Sangat sulit untuk membedakan antara Xiaomi 11T dan 11T Pro jika disejajarkan keduanya. Pada bagian belakangnya yang menggunakan bahan kaca ini juga memiliki desain yang mirip antar keduanya. Xiaomi mendesainnya dengan motif yang mirip dengan garis-garis pada permukaan aluminium. Kebetulan, saya mendapatkan perangkat dengan warna yang dinamakan Meteorite Black sehingga terlihat cukup mirip seperti metal.

Layar Xiaomi 11T memiliki resolusi 2400×1080 pada layar dengan dimensi 6.67 inci. Panel yang digunakan adalah AMOLED yang memiliki 1 miliar warna dengan refresh rate 120 Hz dan mendukung HDR10+. Xiaomi juga sudah menggunakan kaca terkuat saat ini dari Gorilla Glass dengan versi Victus. walaupun begitu, saya sangat menyarankan untuk menggunakan lapisan pelindung tambahan agar layar tersebut lebih aman dari goresan.

Xiaomi menempatkan kamera pada sisi kiri atas yang saat ini selalu digabungkan pada satu blok kotak. Xiaomi mendesain 3 kamera yang ada pada bagian belakangnya dengan 2 bulatan besar dan 1 bulatan kecil yang diletakkan ditengah. Xiaomi sendiri mengaku bahwa desain ini terinspirasi dari bentuk roll film pada sebuah kamera lama. Di sebelah kamera tersebut terdapat sensor fokus infra merah serta LED untuk flash.

Pada sebelah kanannya, terdapat tombol volume naik dan turun serta power yang juga sekaligus sebagai sensor sidik jari. Untuk bagian bawahnya, dapat ditemukan slot SIM, microphone, USB-C, serta speaker kanan. Di bagian atasnya hanya terdapat sensor infra merah serta speaker kiri. Pada perangkat ini, tidak ditemukan apa-apa pada bagian kirinya.

Xiaomi 11T sudah menggunakan sistem operasi Android 11 yang sudah terpasang MIUI 12.5 Enhanced. Versi MIUI yang saya gunakan saat ini adalah 12.5.3.0 (RKWIDXM) yang sudah memiliki fitur Memory extension. Xiaomi sendiri mengalokasikan 3 GB dari penyimpanan internalnya untuk dijadikan memori virtual. Hal ini tentu saja akan membuat RAM 8 GB yang ada menjadi jauh lebih lowong saat membuka banyak aplikasi, seperti memiliki RAM sebesar 11 GB.

Jaringan

Xiaomi 11T menggunakan chipset Dimensity 1200 yang memang ditujukan untuk perangkat flagship. Oleh karena itu, perangkat ini sudah menggunakan modem yang sudah mendukung teknologi terkini, seperti Carrier Aggregation untuk 4G maupun 5G. Modem yang digunakan oleh Dimensity 1200 juga sudah mendukung semua jaringan yang ada saat ini.

Smartphone ini sudah mendukung bandwidth 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 12, 13, 17, 18, 19, 20, 26, 28, 32, 38, 40, 41, 42, dan 66 untuk jaringan 4G. Sedangkan untuk jaringan 5G, Xiaomi 11T sudah mendukung bandwidth n1, n3, n5, n7, n8, n20, n28, n38, n40, n41, n66, n77, dan n78. Smartphone ini juga sudah mendukung jaringan 5G semua operator. Namun sayang, karena keterbatasan keadaan saya belum berhasil menguji jaringan 5G-nya

Dimensity 1200 mendukung fungsi Smart 5G Power Saving. Teknologi ini secara cerdas akan mengidentifikasi kekuatan sinyal di sekitarnya dan beralih antara 4G dan 5G tanpa jeda waktu peralihan. Hal tersebut akan menghasilkan konsumsi daya yang 30% lebih rendah dibandingkan dengan smartphone tanpa fitur Smart 5G.

Kamera: Bagus! tapi ….

Kamera masih merupakan salah satu poin penting untuk menentukan keputusan seseorang untuk membeli sebuah smartphone. Untuk memperindah gambarnya, Xiaomi membenamkan sensor 108 MP dari Samsung dengan ISOCELL HM2 1/1.52″. Dengan menggunakan teknologi filter Nonapixel, sensor ini menggabungkan 9 piksel 0,7 µm menjadi sebuah piksel sebesar 2.1 µm.

Pada saat dalam kondisi cahaya yang terang, hasil kameranya memang terlihat sangat bagus. Hasilnya memiliki dynamic range yang baik, tingkat ketajaman yang bagus, serta mampu menangkap detail yang pas. Akan tetapi, beberapa kali kamera ini menangkap gambar dengan detail yang washed out serta warna yang sedikit oversaturated. Saya menyarankan Anda untuk mengambil gambar 2x agar mendapatkan hasil yang bagus

Kamera wideangle yang menggunakan sensor Sony IMX355 ini memiliki resolusi 8 MP. Sensor kamera ini berhasil menghasilkan sebuah gambar lebar yang bagus dengan detail yang apik serta warna yang baik pula. Namun didalam ruangan yang cahayanya cukup rendah, saya menyarankan untuk menggunakan mode malam agar lebih baik hasilnya.

Kamera makro pada smartphone ini menggunakan sensor Samsung S5K5E9 dengan resolusi 5 MP. Hasilnya memang tidak terlalu tajam, namun dapat menghasilkan warna yang bagus. Kamera ini bahkan bisa membuat latar belakang bokeh yang sangat baik bila dibandingkan dengan kamera makro pada smartphone lainnya yang masih 2 MP.

Di bagian depannya terpasang kamera yang menggunakan sensor OmniVision OV16A1 dengan resolusi 16 MP quad bayer. Terus terang, saya menyukai hasil kamera ini karena memiliki tingkat ketajaman yang pas dengan warna yang baik saat dicetak pada kertas foto. Semuanya cukup terlihat natural pada saat kondisi cahaya yang cukup. Pada saat kondisi cahayanya kurang, saya menyarankan untuk menyalakan fungsi flash-nya agar menjaga tingkat ketajamannya yang menurun.

Pengujian

Xiaomi 11T menggunakan chipset 5G terbaru dan tertinggi dari Mediatek yang ada hingga tulisan ini diterbitkan, yaitu Dimensity 1200. Chipset ini sendiri menggunakan arsitektur 3 cluster DynamiQ dari ARM dengan Cortex A78 berkecepatan 3 GHz pada Ultra cluster, 3 inti CPU Cortex A78 berkecepatan 2.6 GHz pada Super cluster, dan paca cluster efisiensi menggunakan 4 inti Cortex A55 berkecepatan 2 GHz. GPU yang digunakan adalah ARM Mali-G77 MC9.

Saya menggunakan smartphone ini sebenarnya sudah cukup lama, sekitar 1,5 bulan. Hal tersebut memang dilakukan untuk mendapatkan firmware kedua yang sudah pasti lebih bebas dari bug. Ternyata, firmware tersebut datang di akhir bulan Desember 2021 dan tidak membawa peningkatan kinerja pada Dimensity 1200-nya. Walaupun begitu, kinerja yang ada sudah jauh dari mumpuni untuk menjalankan game serta untuk digunakan sehari-hari.

Bermain Game

Mediatek Dimensity 1200 merupakan SoC tertinggi yang dimiliki oleh Mediatek saat ini. Dengan spesifikasi yang sangat tinggi untuk sebuah smartphone Android, tentu saja mampu menjalankan semua aplikasi yang ada pada Google Play Store, termasuk Game. Pada pengujian kali ini, saya (sudah pasti) menggunakan game Genshin Impact yang sangat memakan resource dari sebuah smartphone serta Pokemon Unite.

Oleh karena chipset-nya ditujukan untuk perangkat flagship, tentu saja saya langsung memasang profile Highest pada Genshin Impact. Limit framerate juga dinaikkan ke 60 fps agar bisa mendapatkan hasil yang lebih akurat. Dan hasilnya, Xiaomi 11T rata-rata bisa menjalankan game ini dengan framerate 44 fps. Hasil seperti ini tentu saja akan membuat pengguna nyaman untuk bermain.

Dua game selanjutnya adalah Pokemon Unite dan PUBG: New State. Sayang memang, sampai saat ini PUBG: New State belum mendukung Developer Options sehingga perhitungan framerate hanya bisa melalui aplikasi Game Turbo bawaan Xiaomi. Hasilnya, kedua game ini dapat berjalan pada 60 fps dengan stabil.

Untuk mengukur framerate, saya menggunakan aplikasi GameBench yang akurat dalam menghitung frame per detiknya

Bekerja dan hiburan

Seperti biasa, sebuah smartphone tentu saja tidak melulu hanya dipakai untuk bermain game. Dalam kegiatan sehari-hari, perangkat ini tidak luput dari pemakaian untuk bekerja dan juga hiburan. Aplikasi sosial media seperti Facebook, Tiktok, Twitter, Instagram, Zoom, dan Whatsapp serta aplikasi editor Filmora Go saya gunakan pada perangkat ini. Selain itu, tentu saja Trello dan Slack juga dipakai untuk bekerja.

Untuk menonton video, saya menggunakan VLC dan mencoba untuk menjalankan video 1080p H.265 yang ternyata lancar hingga habis. Oleh karena Xiaomi 11T menggunakan Dimensity 1200, Youtube yang ada pada perangkat ini sudah menggunakan codec AV1 secara hardware sehingga lebih menghemat bandwidth. Saat dijalankan pada 1080p, tidak ada lag yang dirasakan sehingga nyaman digunakan.

Benchmarking

Xiaomi 11T menggunakan cip baru dari Mediatek dengan Dimensity 1200. Untuk hal ini, saya kembali menghadirkan Dimensity 1100, Snapdragon 870, serta Snapdragon 888. Hal ini hanya untuk membandingkan kinerja sistemnya secara keseluruhan.

Walaupun Dimensity 1200 bukan yang paling kencang, namun bukan berarti Xiaomi 11T pelan. Hasil yang ada memang sudah di atas rata-rata perangkat mainstream yang sudah diluncurkan hingga hari ini. Tentunya, hasil ini sejalan dengan pengalaman saya dalam memakainya sehari-hari.

Uji baterai: 5000 mAh

Untuk menguji baterai dengan kapasitas 5000 mAh memang membutuhkan 1 hari khusus untuk menjalankannya. Namun, aplikasi yang ada saat ini belum bisa merepresentasikan pemakaian sehari-hari. Sebuah pengujian menunjukkan bahwa pemakaian smartphone tidak didominasi untuk bermain game, namun untuk hiburan seperti menonton video dan mendengarkan musik serta sosial media.

Saya mengambil patokan dengan menggunakan sebuah file MP4 yang memakai resolusi 1920 x 1080 yang diulang sampai baterai habis. Xiaomi 11T dapat bertahan hingga 20 jam 12 menit. Setelah habis, saya langsung mengisi kembali baterainya dengan menggunakan charger bawaan 67 watt. Hasilnya, baterai akan terisi penuh dalam waktu kurang dari 45 menit.

Verdict

Untuk merasakan sebuah perangkat flagship, tentu saja orang harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Hal tersebut memang akan membuat orang tidak akan bisa merasakan lancarnya perangkat Flagship. Masalah tersebut dipecahkan oleh Xiaomi dengan mengeluarkan perangkat bernama Xiaomi 11T.

Smartphone ini menghasilkan kinerja yang sangat baik. Dengan menggunakan Mediatek Dimensity 1200, semua game dan aplikasi dapat berjalan dengan kencang tanpa masalah. Kinerja tersebut pun disokong dengan baterai 5000 mAh yang mampu bertahan lebih dari sehari. Apalagi, RAM yang sudah besar ini terbantu dengan Memory extension sebesar 3 GB yang membuatnya lebih lancar lagi untuk multitasking.

Setiap gambar yang diambil dari kamera Xiaomi 11T hasilnya akan bagus. Kamera 108 MP yang menghasilkan foto 12 MP tersebut mampu menggantikan kamera pocket untuk mengambil momen sehari-hari. Feature video yang ada juga membuat pengguna bisa mengeksplor bakat terpendam untuk menjadi sutradara. Sayang saja, kamera telephoto atau zoom absen pada perangkat ini.

Xiaomi menjual smartphone Xiaomi 11T dengan harga Rp. 5,999,000. Dengan harga tersebut akan terlihat terjangkau karena Xiaomi 11T hadir dengan fitur yang ada pada sebuah perangkat flagship. Harga tersebut juga jauh lebih menarik jika dibandingkan dengan kakaknya, Xiaomi 11T Pro. Dengan kinerja dan fitur berbanding harga terjangkau yang diberikan membuat smartphone menjadi salah satu yang menarik untuk dimiliki oleh mereka yang menginginkan perangkat flagship yang murah.

Sparks

  • Hasil foto Xiaomi 11T yang bagus pada setiap kameranya
  • Daya tahan baterai yang baik serta pengisiannya yang cepat
  • Kinerja yang kencang untuk bermain dan bekerja
  • Layar OLED yang nyaman di mata dan warnanya yang bagus
  • Responsif saat bernavigasi
  • Harganya terjangkau untuk sebuah flagship
  • Mendukung AV1 pada Youtube tanpa lag

Slacks

  • Tanpa Dolby vision dan 8K Recording seperti seri Pro
  • Absennya lensa zoom dan OIS
  • Minim game yang mendukung 120 Hz di Xiaomi 11T

8 Keyboard Mechanical Murah Meriah Terbaik, Cocok Buat Mahasiswa!

Jika berbicara tentang keyboard mechanical, kita kerap tertuju ke harganya yang relatif lebih mahal dari keyboard membran. Tentu saja, hal ini disebabkan karena keyboard mechanical memiliki lebih banyak komponen serta memiliki lifespan yang lebih lama daripada keyboard membrane. Tidak hanya itu, salah satu aspek mahalnya keyboard mechanical adalah switch-nya.

Dulu, switch keyboard mechanical dikuasai oleh satu pabrikan — yaitu CherryMX. Pasalnya, mereka memiliki paten atas desain switch pada keyboard mechanical. CherryMX mematenkan desain switch mereka pada tahun 1984 dan kini, paten tersebut sudah tidak berlaku lagi sejak tahun 2014 silam.

Image Credit: CherryMX

Tidak berlakunya paten dari CherryMX ini menyebabkan banyak pabrikan lain seperti Outemu, Gateron, Kailh, dan lainnya mengadopsi desain tersebut dan menjualnya dengan harga yang lebih murah. Karena itu, kini terdapat banyak keyboard mechanical di pasaran yang harganya lebih ramah di dompet. Namun, dengan harga yang lebih murah pastinya ada beberapa kekurangan. Salah satunya adalah switch Outemu yang dikenal memiliki lifespan yang cukup pendek.

Source: Rexus

“Ada harga ada kualitas.” Mungkin itu adalah kata-kata yang tepat untuk mendefinisikan pernyataan di atas. Namun, tidak untuk beberapa keyboard mechanical yang akan kita bahas berikut ini. Pasalnya, meskipun harganya yang terbilang murah — beberapa keyboard di bawah ini juga memiliki kualitas dan fitur yang patut diacungkan jempol.

Tanpa basa-basi lebih lanjut, mari kita masuk ke rekomendasi keyboard mechanical murah meriah terbaik.

1. VortexSeries VX5 Pro – Rp 420 ribu

Image Credit: VortexSeries

Keyboard mechanical dari brand lokal satu ini menjadi salah satu keyboard entry-level terbaik. Pasalnya, VX5 Pro dari VortexSeries ini memiliki segudang fitur serta build quality yang lumayan bagus dengan harga hanya Rp420 ribu. Dari segi eksterior, VX5 Pro menggunakan plastik ABS sebagai bahan material casing dan keycaps. RGB milik keyboard ini juga dapat diatur sedemikian rupa pada software bawaannya. VX5 Pro juga dilengkapi dengan kabel braided yang akan menambah kesan premium.

Salah satu fitur yang menurut saya wajib di semua keyboard mechanical adalah hotswap 3/5 pin universal. Dengan fitur ini, Anda dapat mengganti switch keyboard ini dari Outemu menjadi Gateron, Kailh, Akko, atau lainnya secara plug and play. Fitur ini sebenarnya jarang ditemukan pada keyboard mechanical dengan kisaran harga Rp400 ribuan. Jadi, ini adalah satu nilai plus untuk Vortex. Selain itu, Vortex juga menyematkan foam di dalam casing VX5 Pro untuk mengurangi suara kopong dari casing.

VortexSeries VX5 Pro menyediakan dua pilihan warna (hitam dan putih) serta tiga pilihan switch, yaitu Outemu Blue (clicky), Outemu Red (linear), dan Outemu Brown (tactile).

2. Fantech Maxfit61 – Rp459 ribu

Image Credit: Fantech

Menempati urutan kedua, ada keyboard mechanical dari brand Fantech. Keyboard bernama Maxfit61 ini tersedia dalam dua pilihan warna (hitam dan putih) dan dibanderol dengan harga Rp459 ribu saja.

Untuk bagian eksterior, keyboard ini dilengkapi dengan RGB yang dapat diatur 16 mode, double-injection keycaps, serta menggunakan material plastik ABS untuk casing-nya. Keyboard ini juga mengusung layout 60% yang membuatnya super kompak untuk dibawa-bawa. Meskipun kompak dan imut, sebelum mengganti keyboard menjadi layout kompak seperti ini, mungkin Anda harus mempertimbangkan beberapa hal ini.

Mari masuk ke jeroannya, keyboard besutan Fantech ini memilki dua pilihan switch, yaitu Outemu Blue (clicky) dan Outemu Red (linear). Sama seperti VortexSeries VX5 Pro di atas, Maxfit61 ini juga memiliki fitur hotswap 3/5 pin universal.  Jika Anda tertarik dengan keyboard ini, Anda dapat melihat lebih lengkapnya di website resmi mereka.

3. Rexus Daiva RX-D68 – Rp429 ribu

Image Credit: Rexus

Siapa yang tidak kenal dengan brand Rexus? Pabrikan gaming peripherals yang terkenal akan harga produknya yang murah meriah ini tidak bisa diremehkan jika berbicara soal kualitasnya. Salah satu produk mereka yang baru diluncurkan bulan kemarin, Rexus Daiva, sempat membuat geger para penggemar keyboard. Pasalnya, keyboard mechanical terbaru Rexus ini dilengkapi dengan berbagai fitur namun dibanderol dengan harga Rp429 ribu saja.

Keyboard dengan layout 65% termurah ini memiliki full RGB backlight yang bisa memancarkan 16,8 juta warna, double-shot ABS keycaps, serta hotswap 3/5 pin. Sayangnya, meskipun sudah 5 pin, fitur hotswap dari Daiva ini bersifat Outemu only — artinya hanya bisa dipasangkan switch Outemu dan sejenisnya (Content, Gazzew, Akko CS, KTT, dan sebagainya).

Rexus Daiva RX-D68 memiliki dua pilihan warna (hitam dan putih) serta diberikan tiga pilihan switch, Outemu Blue (clicky), Red (linear), dan Brown (tactile).

4. Koodo Gecko – Rp450 ribu

Dokumentasi: Hybrid

Keyboard mechanical satu ini merupakan keyboard mechanical wireless termurah di pasaran. Dengan harga hanya Rp450 ribu, keyboard dari brand lokal ini menyuguhkan fitur yang menggiurkan. Kombinasi kompaknya layout 60% dengan fitur wireless membuat Koodo Gecko sangat praktis untuk dibawa ke manapun.

Selain wireless Bluetooth 5.0, keyboard ini juga memiliki backlight RGB 16.8 juta warna, keycaps double-shot berbahan ABS, 1000hz polling rate, serta hotswap 3 pin Outemu Only. Untuk review lengkap serta kekurangannya, Anda bisa membaca artikel yang kami buat beberapa waktu lalu di sini.

Koodo Gecko menawarkan hanya satu pilihan warna (putih) dan tiga pilihan switch, Outemu Blue, Red, dan Brown.

5. Rexus Legionare MX9 – Rp380 ribu

Image Credit: Rexus

Selain keyboard dengan layout kompak, Rexus juga mengeluarkan keyboard dengan layout yang “normal”. Mengusung layout TKL, Rexus Legionare MX9 memiliki empat pilihan warna yang unik — yaitu hitam, putih, biru muda, dan merah muda.

Dengan harga Rp380 ribu, Anda akan mendapatkan fitur-fitur seperti backlight RGB dengan 16.8 juta warna, 1000Hz polling rate, software bawaan, serta memori on-board. Untuk materialnya, Rexus Legionare MX9 menggunakan plastik ABS dan kabelnya sudah braided. 

Rexus Legionare MX9 memiliki dua pilihan switch, yaitu Outemu Blue dan Red. Keyboard ini juga hotswapable meskipun masih Outemu Only.

6. VortexSeries VX9 PRO – Rp650 ribu

Image Credit: VortexSeries

Keyboard dari VortexSeries lagi, namun kali ini layout-nya sedikit unik. VX9 PRO ini mengusung layout 1800 Compact atau 96% (98 keys). Jadi, keyboard ini masih memiliki F-rows, arrow keys, dan numpad. Tetapi, tombol seperti Print Screen, Page Up, Page Down, dan lainnya (yang berada di atas tombol arrow) dihilangkan di layout seperti ini. Nah, keyboard ini sangat cocok untuk Anda yang masih membutuhkan numpad namun ingin keyboard yang lebih kompak dari full size.

Dibanderol dengan harga Rp650 ribu, VX9 PRO memiliki fitur-fitur jempolan — seperti hotswap 3/5 pin universal, software bawaan, backlight RGB yang bisa diatur, EVA foam pada case dan plate, serta kabel USB to Type C braided. VX9 PRO dibuat menggunakan plastik ABS dari bodi hingga keycaps-nya.

Vortex VX9 Pro menawarkan dua pilihan warna (hitam dan putih) serta tiga pilihan switch Outemu dengan warna Blue, Red, dan Brown.

7. GEEK GK61 – Rp799 ribu

Meskipun harganya lebih tinggi, keyboard mechanical 60% dari GEEK ini memiliki fitur dan switch yang lebih premium. Dijual dengan harga Rp799 ribu, GK61 memakai optical switch dari Gateron. Jadi, tidak lagi menggunakan pin — optical switch ini menggunakan sinar inframerah untuk menggantikan fungsi pin yang bertugas mengirim signal ke PCB. Optical switch ini diklaim lebih tahan lama dari switch konvensional.

Kerennya, GK61 juga memiliki fitur hotswap — artinya, switch-nya dapat diganti dengan switch optical lainnya. Selain itu, keyboard dari GEEK ini juga memiliki backlight RGB 16.8 juta warna, software bawaan, full anti-ghost keys, kabel Type-C braided, dan banyak lagi. Keyboard GK61 ini juga tahan air dengan rating IP68.

GEEK GK61 tersedia dalam dua warna, yaitu hitam dan putih. Serta memiliki 5 pilihan warna switch dari Gateron, yaitu Black, Red, Yellow, Blue, dan Brown.

8. Rexus Daxa M71 Pro – Rp699 ribu

Image Credit: Rexus

Keyboard dari Rexus lagi, kali ini merupakan keyboard yang menurut saya sangat worth it untuk dibeli, yaitu Daxa M71 Pro. Dengan label harga Rp699 ribu, keyboard dengan 71 tombol ini terbilang sangat premium dan memiliki fitur-fitur yang oke.

Pertama, keyboard ini mengusung switch dari Gateron yang terkenal memiliki feel dan daya tahan lebih baik dari Outemu. Daxa M71 Pro ini juga dilengkapi dengan fitur wireless menggunakan Bluetooth 5.0. Fitur-fitur lain dari keyboard ini meliputi backlight RGB 16.8 juta warna, two-tone keycap, magnetic keyboard stand, serta software bawaan untuk mengatur RGB dan macro. Tidak hanya di belakang keycaps, RGB dari Daxa M71 Pro ini juga terdapat di bagian kiri dan kanan bawah dari keyboard.

Image Credit: Rexus

Rexus Daxa M71 Pro menyediakan dua pilihan warna, yaitu hitam (keycaps two-tone berwarna hitam dan putih) serta putih (keycaps two-tone berwarna oranye dan putih). Keyboard ini juga memiliki 3 pilihan switch, yaitu Gateron Blue, Brown, Red, dan Yellow.

Saat peluncurannya, keyboard dari Rexus ini sangat laris sampai mereka membuat versi lebih besarnya bernama Daxa M84 Pro. Kami juga telah membuat review dari Daxa M84 Pro yang bisa Anda baca di sini.

Penutup

Itulah tadi beberapa rekomendasi keyboard mechanical murah meriah terbaik. Bagi Anda yang ingin mencoba keyboard mechanical, pastinya salah satu dari keyboard di atas tidak akan membuat dompet Anda makin tipis wkwkwk…

Review WD Black P50 Game Drive SSD, Mungil, Solid dan Cepat

WD_Black P50 adalah satu dari berbagai varian WD_Black yang tersedia di pasaran. Perangkat SSD eksternal ini diberi label game drive bersama dengan berbagai produk WD_Black lain yang pernah saya coba, antar lain seperti P10 dan D30.

Sepintas WD_Black P50 tampilannya mirip P10 namun dengan ukuran lebih kecil karena menggunakan NVMe. Lebih cocok disandingkan sebagai adik dari D30 yang berukuran mungil tapi dilengkapi dengan dock. 

Di artikel kali ini saya akan mencoba membahas dan menceritakan pengalaman penggunaan perangkat ini. Tanpa berlama-lama, mari kita mulai. 

Desain

Dari sisi desain, tampilannya masih membaca rugged feeling dengan desain ala kontainer. Warna hitam yang hadir memang sudah paling cocok untuk memberikan kesan kuat dan tahan banting. Dan sebenarnya, tidak hanya kesan kuat yang ingin ditampilkan, tetapi perangkat ini disebutkan dalam situs resmi memang memiliki desain shock resistant

Seperti halnya yang saya sebutkan dalam review D30 atau P10. Desain WD_Black game drive yang tipe eksternal, menurut saya adalah desain terbaik yang bisa didapatkan untuk eksternal SSD. Kesan kokoh dan keren. 

Bagian bawah perangkat ini telah diberikan semacam ambalan berbahan karet untuk memberikan rongga di bagian bawah pendukung sirkulasi udara yang keluar dari bagian rongga perangkat bagian bawah. Juga tentunya sebagai alat pengerem agar ketika meletakan perangkat ini tidak lincin dan mudah bergeser. 

Bagian atas atau bagian utama (yang terdapat teks keterangan merek) terasa solid dari sisi fisik bukan hanya tampilan, karena berbagai elemen metal. Lalu ada lampu indikator kecil di bagian ujung. P50 menggunakan interface USB Type C untuk colokannya, dan out of the box, Anda akan mendapatkan dua kabel. USB Type C ke USB Type C dan USB Type C ke Type A. Jadi penggunaannya akan lebih umum, misalnya untuk PC atau konsol yang masih menggunakan USB Type A. 

Dari sisi desain, yang paling berkesan memang nuansa kokoh dan solid. Ukuran P50 yang lebih kecil dari model HD SATA juga bisa jadi salah satu kelebihan, karena ruang penyimpanan yang dibutuhkan lebih kecil, misalnya untuk skenario kondisi sedang mobile. Makan bentuknya yang relatif kecil sangat berperan penting. 

Untuk desain elemen lain, seperti kabel misalnya, memang tidak sepanjang D30, namun cukup standar untuk perangkat hard drive tanpa dock. 

Spesifikasi perangkat

Sebelum ke pengalaman uji dan pengalaman penggunaan perangkat untuk beberapa keperluan. Saya coba kutipan spesifikasi di atas kertas untuk perangkat ini. 

Unit yang saya coba memiliki ruang penyimpanan 1TB, interface untuk P50 ini menggunakan USB 3.2 Gen 2 dan untuk kompatibilitas bisa untuk perangkat berbasis Windows® 8.1, 10, lalu macOS 10.11+ dan bisa pula untuk konsol seperti PlayStation™ 4 Pro or PS4 with system software version 4.50 atau yang lebih tinggi dan Xbox One™. Interface SuperSpeed USB 20GB/s dan kecepatan baca sampai 2000MB/s.

Uji perangkat dan pengalaman penggunaan

Untuk uji perangkat sebagai catatan, saya mengujinya dengan colokan di laptop USB Type A 3.1 Gen 2 dan USB Type C 3.1 Gen 1 sedangkan colokan di P50 semuanya Type C. 

Tentu saja dengan skema pengujian ini hasil kecepatan yang akan didapatkan tidak akan seperti angka yang tertera di spesifikasi resmi yang sampai 2000MB/s. Namun hasil maksimal kecepatan yang bisa didapatkan sesuai spesifikasi interface yang saya gunakan, kurang lebih kemampuannya sudah bisa diandalkan. 

Hasil pengujian dengan laptop via USB Type C to UBS Type C.

Hasil pengujian dengan laptop via USB Type C ke USB Type A.

Untuk pengujian menggunakan aplikasi Crystal Disk Mark, rekan kami di DailySocial/Gadget juga sempat mengujinya, dan mendapatkan angka di
947.63 MB/s untuk read dan 996.58 MB/s untuk write, dengan pengujian USB 3.2 dengan interface kabel USB C ke USB C. 

Lalu saya juga mencoba beberapa skenario penggunaan selain uji dengan aplikasi, seperti memindahkan file sebesar 18.8 GB yang bisa dicapai dalam waktu kurang lebih 3 menit. Lalu saya juga mencoba bermain game via Steam di hard drive ini, hampir tidak ada masalah dalam memainkannya. Satu lagi, saya juga mencoba membuat 3D avatar, lagi-lagi via Steam, dengan file aplikasi yang disimpan di D50. Proses pembuatannya juga tidak menemukan masalah alias tanpa kendala. 

Satu hal kekurangan yang ada di perangkat ini ketika digunakan adalah suhunya yang selalu naik, alias panas, ketika digunakan. Bermain game, mengakses aplikasi Steam ataupun memindahkan file, semuanya membuat perangkat jadi panas. Untungnya, seperti yang saya jelaskan pada bagian desain bawah perangkat, rongga yang ada bisa membantu sirkulasi. Bahan metal dari perangkat juga memang membuat cepat terasa panas, tetapi di sisi lain juga cepat dingin, terutama jika suhu ruangan juga dalam kondisi dingin. 

Penutup

Agak sulit untuk tidak memasukan unsur desain dalam menutup review kali ini. Meski lagi-lagi ini masalah selera, tapi kesesuaian segmentasi yang dituju, arahan desain dan kesan yang ingin didapat dari perangkat ini bisa diwakilkan dalam warna hitan dan kesna kontainer yang di bawa WD_Black P50.

Untuk urusan performa juga bisa dibilang tidak ada masalah, kecuali bagi Anda yang tidak suka perangkat terasa terlalu panas saat digunakan secara penuh. Saya juga tidak menemui perangkat seolah ‘hang’ karena panas saat digunakan dan tidak bisa membaca folder, seperti yang dihadapi oleh rekan kami di DailySocial/gadget. Selama pengujian dan penggunaan untuk kegiatan sehari-hari dan bermain game. Saya tidak menemukan masalah pada kinerja.

Bagi Anda yang ingin memiliki eksternal SSD dengan performa kecepatan yang cukup tinggi (tentunya dengan syarat port yang mendukung), perangkat ini bisa jadi pilihan. Harga yang cukup premium, untuk versi 1TB yang dijual dengan harga 4 juta lebih serta kondisi panas saat digunakan adalah ‘sedikit’ kekurangan yang harus dibayar untuk mendapatkan kecepatan.

Review WD Black D30, SSD Eksternal Mungil yang Dilengkapi Aksesoris Dock

Sejak pertama kali berkenalan dengan seri WD_Black untuk yang versi portable drives, saya langsung kepincut dengan desain dan tampilan luar dari seri perangkat ini. Waktu itu perkenalan pertama saya dengan perangkat WD_Black P10. Sekarang ini telah jadi perangkat yang bisa diandalkan dari kecepatan baca/tulis atau dari sisi desainnya yang keren. 

Nah, WD dengan baik hati mengenalkan saya pada perangkat lain yang masih dalam satu seri WD_Black, yaitu WD_Black D30 Game Drive SSD. Perangkat SSD eksternal ini dari desainnya sudah benar-benar mencuri perhatian saya. Bentuknya, cara penempatannya serta tentu saja kemampuan teknisnya. 

Mari kita bahas satu persatu. 

Catatan: Saya menguji dengan menggunakan laptop yang telah memiliki USB 3.1 Gen 2, serta perangkat PS4 yang hanya USB Gen 3. WD_Black D30 paling optimal digunakan di USB 3.2 Gen 2, namun karena keterbatasan perangkat, saya hanya menguji di USB 3.1 Gen 2 laptop serta USB Gen 3.0 di PS4.

Unit WD_Black D30 Game Drive SSD yang saya coba adalah dengan ruang penyimpanan 1TB. 

Desain WD_Black D30

Kalau Anda terbiasa dengan dock hard disk yang umum ditempatkan di meja atau area rak khusus, maka konsep desain dari WD_Black D30 cukup mirip. Ada bagian utama yang adalah hard drive-nya lalu ada plastik kecil yang berfungsi sebagai dock. Jadi Anda bisa menempatkan WD_Black D30 ini di dekat laptop Anda atau jika menggunakannya sebagai penyimpanan eksternal perangkat konsol, menempatkannya di dekat konsol. 

Yang membedakan dengan eksternal drive model dock adalah ukurannya. WD_Black D30 hadir dengan ukuran yang cukup mungil, bahkan bisa digenggam oleh telapak tangan dewasa. Karena menggunakan NVMe maka bentuk dari perangkat bisa agak lebih kecil dibandingkan bentuk HD SATA. Ini menjadikan WD_Black D30 benar-benar terasa seperti HD Dock tapi versi SD (merujuk pada model Gundam), kecil cenderung kayak mainan. 

Tapi dengan desain seperti ini, jika Anda hanya memiliki ruang yang tidak lebar di samping konsol Anda, maka bentuknya yang kecil akan sangat relevan. Untuk desain tampilan, D30 masih mengusung tampilan layaknya seri WD_Black lain seperti P10 atau P50. Tampilan yang memberikan kesan kokoh karena bentuknya seperti peti kemas. 

Saya adalah, satu dari mungkin banyak orang yang menyukai desain seperti ini. Penyimpanan eksternal diharuskan memiliki daya tahan, dan desain serta pilihan bahan khas WD_Black seri ini cukup mewakili itu. Kombinasi metal dan plastik serta tampilan desainnya, memberikan kesan terlindungi. 

Untuk memudahkan pengguna, D30 juga telah memiliki lampu indikator sebagai pelengkap. Untuk kabel tersedia dengan konektor USB type C to Type A. Panjangnya memang tidak cukup jika Anda ingin menaruh perangkat HD ini agak jauh dari perangkat utama seperti PS atau PC, tetapi bagi saya sudah cukup, karena memang penempatannya cukup dekat dengan perangkat PC/PS4. 

Pengalaman penggunaan WD_Black D30

Karena WD_Black D30 ini dipromosikan sebagai game drive, maka saya menggunakannya sebagai penyimpanan utama ketika memainkan PS4. Kebetulan salah satu game favorit saya, FIFA22 belum lama dirilis, setelah mengunduh di PS4, saya langsung memindahkan ke D30 dan mengaksesnya dari SSD ini ketika bermain. 

Namun sebelum menjadikan D30 ini sebagai penyimpanan utama untuk game PS4, saya mengujinya dulu dengan laptop, termasuk uji menggunakan aplikasi Crystal Disk Mark. 

Pengujian

Pengujian pertama adalah dengan menggunakan aplikasi Crtytal Disk Mark untuk mendapatkan angka read dan write. Hasilnya adalah sebagai berikut:

Pengujian yang pertama:

Pengujian yang kedua:

WD_Black D30 sendiri di atas kertas atau dari spesifikasi yang disebutkan di situs resmi sampai dengan 900MB/s. Namun tentu saja harus melihat spesifikasi interface yang maksimal di perangkat ini yaitu USB 3.2 Gen 2. 

Karena saya menguji dengan laptop yang menggunakan interface USB 3.1 Gen 2, kecepatan seperti di atas cukup sesuai ekspektasi. Meski dengan spesifikasi ports yang sama di beberapa pengujian oleh media lain bisa sampai 597.13MB/s untuk baca dan 653.43MB/s untuk tulis. Namun ada juga yang hanya 444.60MB/s untuk baca dan 395.56 MB/s untuk tulis.

Selain untuk PC atau laptop dengan port USB 3.2 Gen 2 yang bisa mendapatkan kecepatan maksimal. WD juga menyebutkan bahwa perangkat D30 bisa digunakan untuk perangkat konsol. Seprti yang disebutkan di atas, saya menguji sambil menggunakan sehari-hari D3 untuk ruang penyimpanan di PS4. Namun PS4 hanya memiliki interface USB 3.0 jadi tentu saja kecepatan akan kurang optimal 

Saya mengujinya untuk men-transfer file game dari PS4 ke D30, waktu yang dibutuhkan seperti berikut:

Selain itu saya juga mencobanya dengan menggunakan untuk bermain FIFA22, yang cukup dikenal agak lelet jika dimainkan di PS4 bukan next gen console. Pengalamanya cukup baik. Bahkan saya merasa ada peningkatan sedikit tapi cukup terasa karena loading di beberapa menu dan bagian game FIFA22 ada peningkatan jadi tidak terlalu lambat. 

Untuk pengalaman bermainnya sendiri hampir tidak ada masalah, FIFA22 bisa saya mainkan dengan lancar secara rutin. Termasuk update konten atau patch. 

Kesimpulan Review WD_Black D30 Game Drive SSD

Untuk alasan desain dan kecepatan yang dihadirkannya, WD_Black D30 Game Drive SSD adalah sebuah pilihan yang sangat menarik bagi saya. Desain memang bisa jadi masalah selera, namun menemukan desain SDD dengan desain minimalis tetapi masih tetap ada elemen tangguh serta masih memiliki elemen gaming, dan hadir membawa spesifikasi yang mumpuni, tidak cukup banyak. Dan, D30 cukup mewakili itu semua. 

WD sendiri menyediakan 3 pilihan storage yaitu 500GB, 1TB dan 2TB. Dari sisi harga memang cukup premium, dan ini adalah salah satu kekurangan (kalau boleh menyebut demikian) dari perangkat ini. Dalam laman resminya, unit yang saya uji dibanderol seharga 149.99 atau 150 dollar.

10 Kursi Gaming Termahal di Dunia Buat Para Sultan Nih!

Seperti apakah kursi gaming termahal di dunia di tahun 2021?

Untuk para gamer, kenyamanan pasti menjadi salah satu aspek penting saat bermain game kompetitif atau sekadar menikmati game singleplayer dalam jangka waktu yang lama. Nah, salah satu perlengkapan yang memiliki dampak besar di bagian kenyamanan adalah kursi. Tidak hanya menambah kenyamanan, beberapa kursi juga dapat membantu menjaga postur tubuh Anda agar lebih baik setelah duduk berjam-jam. Apalagi di era pandemi seperti saat ini, pastinya Anda lebih sering menghabiskan waktu di rumah.

Sama hal-nya seperti keyboard, kursi juga memiliki beberapa kategori sendiri — seperti kursi lipat, kantoran, kondangan, plastik, dan tentu saja gaming. Nah, Anda mungkin familiar dengan sebagian besar kursi berembel-embel gaming yang memiliki bentuk seperti jok mobil balap.

Biasanya, kursi gaming seperti itu dibanderol mulai dari harga sejutaan. Jika menurut Anda kursi gaming seperti itu sudah biasa, kali ini kami telah merangkum beberapa kursi gaming termahal yang bisa membuat dompet Anda menangis tersedu. Saking mahalnya, ada beberapa kursi yang harganya lebih mahal dari mobil lho!

Tanpa basa-basi lebih lanjut, langsung saja kita masuk ke 10 kursi gaming sultan alias kursi gaming termahal di dunia!

1. Acer Predator Thronos

Image Credit: Acer

Kursi gaming yang sempat populer di tahun 2019 lalu ini mungkin menjadi salah satu inovasi tergila saat itu. Acer Predator Thronos merupakan kursi gaming all-in-one dengan beberapa fitur-fitur unik yang bisa membuat pengalaman gaming lebih immersive. Beberapa fitur ini meliputi posisi kursi yang dapat direntangkan ke belakang hingga 140° dengan remote, sistem force feedback yang terhubung dengan game Anda, dan tentu saja, lampu RGB.

Kursi gaming Predator Thronos ini dilengkapi dengan 3 buah monitor curved Predator Z271 U berukuran 27 inch yang diletakkan berjejer di depan mata Anda. Selain monitor, Acer menjual Predator Thronos ini sepaket dengan PC built-up beserta gaming peripherals yang semuanya bermerek Acer.

Acer Predator Thronos memiliki dua versi yang bisa Anda beli, yaitu Ultimate Gaming Experience yang dibanderol dengan harga Rp299 juta dan Rp199 juta untuk versi Premium Gaming Experience. Menariknya, Acer sempat memasukkan Predator Thronos secara resmi ke Indonesia — menjadikannya kursi gaming termahal di Indonesia.

Tidak berhenti di situ, sekitar setahun setelah Predator Thronos dirilis, Acer meluncurkan versi terbaru untuk kursi gaming sultan besutan mereka. Versi terbaru ini dinamakan Predator Thronos Air dan dibanderol lebih murah dari kakaknya. Dengan harga Rp149 juta, Acer Predator Thronos Air juga dijual sepaket dengan PC dan tiga unit monitor. Jika Anda tertarik dengan kursi gaming sultan ini, Anda bisa melihat lebih lengkapnya di website resmi Acer.

2. ErgoQuest Zero Gravity Workstation Ultimate

Sakit punggung tidak relevan di kursi ini! Zero Gravity Workstation Ultimate besutan ErgoQuest ini mungkin bisa dibilang sebagai kursi gaming ternyaman di dunia. Dibanderol mulai dari US$9,995 atau sekitar Rp143 juta, ErgoQuest menyediakan berbagai jenis busa bantalan dengan kepadatan yang berbeda seperti memory foam, polyuretahne foam, katun/poliester, dan lateks. Kulit eksterior dari kursi ini juga disediakan beberapa pilihan yang bisa membuat harganya lompat menjadi US$15,995 atau sekitar Rp228,8 juta.

Image Credit: ErgoQuest

Kursi gaming ini dilengkapi dengan 8 motor listrik yang bertugas mengatur sudut sandaran kaki, sandaran punggung, tempat duduk, serta posisi monitor. Dengan 8 motor listrik ini, Anda dapat mengubah kursi ini menjadi tempat tidur. ErgoQuest juga menyematkan tablet Android untuk mengatur semua pengaturan kursi gaming sultan ini.

Berbeda dengan Acer Predator Thronos, ErgoQuest Zero Gravity Workstation Ultimate ini tidak sepaket dengan PC dan monitornya. Jadi, Anda harus merogoh kocek lebih dalam untuk melengkapi kursi gaming all-in-one ini.

3. Imperator Works IW-J20 PRO

Image Credit: Imperator Works

Mirip kedua kursi di atas, Imperator Works IW-J20 Pro juga merupakan kursi gaming all-in-one. Uniknya, kursi gaming satu ini memiliki senjata “Gatling Gun” di sisi kanan dan kiri pemain. Di bagian bawah juga terdapat roda yang membuat kursi ini terlihat seperti tank. Sayangnya, senjata dan roda ini hanya sekadar dekorasi dan tidak dapat dioperasikan.

IW-J20 PRO merupakan line-up paling mahal dari Imperator Works dengan harga US$5,999 atau sekitar Rp85,8 juta. Imperator Works juga memiliki beberapa kursi gaming all-in-one lainnya yang tidak kalah mahal dengan harga berkisar US$2,799 hingga US$3,999. Kursi gaming dari Imperator Works ini dijual terpisah dengan monitor dan PC.

Jika Anda tertarik untuk membawa pulang kursi-kursi gaming dari Imperator Works, Anda dapat mengecek beberapa line-up kursi gaming terbaik mereka di website resmi mereka.

4. Herman Miller X Logitech G Embody

Image Credit: Logitech G

Kursi gaming hasil kolaborasi dua brand ternama ini bisa dibilang lebih ‘normal’ dari kursi-kursi yang telah disebutkan di atas. Dibanderol dengan harga US$1,595 atau sekitar Rp22,8 juta, kursi ini lebih terlihat seperti kursi kantoran pada umumnya daripada kursi gaming. Untuk menunjukkan kolaborasinya dengan Logitech G, kursi ini memiliki paduan warna hitam dan biru terang sebagai warna khas dari Logitech G.

Namun, kehebatan kursi ini terletak pada manfaatnya ke postur tubuh. Kursi ini dirancang dengan bantuan lebih dari 30 orang bergelar biomekanika, visi, terapi fisik, dan ergonomi. Dengan bantuan Logitech G, kursi gaming Embody ini disesuaikan dengan pemakaian para gamer. Jadi, tidak hanya nyaman, kursi ini juga akan membantu menjaga postur tubuh Anda meskipun telah duduk bermain game seharian.

Kursi Embody besutan Herman Miller dan Logitech G ini memiliki busa yang tebal dengan teknologi pendinginan copper-fused untuk menjaga para gamer tetap sejuk dan nyaman selama sesi gaming yang panjang. Selain itu, Herman Miller juga menyematkan beberapa fitur unggulan mereka seperti PostureFit Spinal Support untuk menjaga postur tulang belakang, BackFit Adjustment, serta sandaran tangan yang bisa diatur 4 dimensi. Lebih lengkapnya, Anda bisa melihatnya di laman resmi Herman Miller.

5. AKRacing Masters Series Pro

Image Credit:CHAIRSFX

Menduduki peringkat ke-5 adalah kursi gaming dari brand asal AS, AKRacing. Masters Series Pro merupakan line-up tertinggi dan termahal yang dimiliki oleh AKRacing. Dibanderol dengan harga mulai dari US$679 (sekitar Rp9,2 juta), kursi gaming AKRacing ini memiliki dua pilihan material — yaitu PU Leather (kulit sintetis) dan kulit asli. Jika memilih kulit asli sebagai materialnya, harganya naik menjadi US$869 (sekitar Rp12,4 juta).

Dengan harga tersebut, pembeli kursi gaming ini disuguhkan dengan sandaran tangan yang bisa diatur 4 dimensi, recline hingga 180°, serta bantalan yang diklaim lebih nyaman 30% dari kursi gaming AKRacing lainnya.

6. VertaGear Triigger 350

Image Credit: VertaGear

Mirip dengan kursi Herman Miller X Logitech G di atas, kursi gaming dari Vertagear ini memiliki bentuk seperti kursi kantoran. Bedanya, kursi ini dibanderol lebih terjangkau dengan harga US$800 atau sekitar Rp11,4 juta. Sesuai namanya, kursi gaming Vertagear Triigger 350 tersusun dengan 350 bagian yang berbeda.

Kursi gaming ini memiliki sandaran punggung serta penyangga lengan dapat diatur sesuka hati sesuai dengan postur tubuh Anda. Selain itu, jaring-jaring yang digunakan pada tempat duduk dan sandaran punggung di kursi ini diklaim tahan panas dan awet. Jika Anda ingin melihat lebih lengkap tentang kursi ini, Anda bisa melihatnya di sini.

7. Secretlab TITAN Evo 2022

Image Credit: Secretlab

Didirikan pada tahun 2014, Secretlab membangun image-nya dengan menjual kursi-kursi gaming premium dengan harga yang mahal. Bukan tanpa alasan, harga kursi gaming mahal itu diimbangi dengan kualitasnya yang jempolan. Bahkan, salah satu produk mereka bernama “Omega” pernah disebut sebagai kursi gaming terbaik di tahun 2019 oleh PC Gamer.

Tidak sampai di sana, kursi gaming teranyar mereka yang dinamakan TITAN Evo 2022 juga meraih gelar sebagai kursi gaming terbaik di tahun 2021 menurut PC Gamer dan IGN. Dibanderol dengan harga sampai Rp10 jutaan, Secretlab TITAN Evo 2022 memiliki tiga ukuran — yaitu S, R, dan XL. Selain ukuran, Secretlab juga menyediakan dua pilihan bahan untuk eksterior kursi yang dinamakan Neo Hybrid Leatherette dan Softweave fabric.

Image Credit: Secretlab

Secretlab TITAN Evo 2022 ini juga memiliki sandaran tangan yang dapat diatur 4 dimensi, bantal kepala magnetis, serta dudukan yang nyaman. Menurut PC Gamer, kursi gaming teranyar dari Secretlab ini sangat nyaman meskipun harganya yang tergolong lumayan tinggi.

8. Noblechairs Hero

Image Credit: Noblechairs

Memiliki desain yang simple dan elegan, Noblechairs Hero merupakan salah satu kursi gaming yang paling enak dipandang. Tidak hanya enak dipandang, kursi gaming ini dikembangkan dengan bantuan dari pemain esports professional. Jadi, pastinya kursi gaming dari Noblechairs ini telah disesuaikan untuk pemakaian para gamer. 

Dibanderol dengan harga sampai US$719 (sekitar Rp10,2 juta), Noblechairs Hero menyediakan beberapa pilihan material seperti fabric, kulit sintetis, dan kulit asli. Kursi gaming ini juga dibuat dengan bahan premium — seperti rangka baja yang tahan lama, bantalan busa dingin, serta sandaran tangan yang dilapis dengan kulit.

9. DXRacer Tank Series

Image Credit: DXRacer

Siapa yang tidak kenal dengan brand DXRacer? Brand asal AS ini merupakan pabrikan yang memproduksi kursi gaming pertama pada tahun 2006 silam. Menjadi yang pertama di dunia kursi gaming, ternyata harga yang ditawarkan oleh DXRacer cukup kompetitif — alias tidak semahal beberapa kompetitornya di atas.

Menempati urutan ke-9, DXRacer Tank Series dibanderol dengan harga US$629 atau sekitar Rp9 jutaan. Dengan harga itu, kursi ini menawarkan penyangga lengan 4D, frame kursi yang terbuat dari besi, tingkat kerebahan hingga 120°, dan masih banyak lagi.

Sesuai dengan namanya, Tank Series dari DXRacer lebih diperuntukkan pada orang yang berbadan besar dan tinggi. Kursi gaming dari DXRacer ini diklaim dapat menahan beban hingga 400lbs atau sekitar 180kg. Anda dapat melihat lebih lengkap tentang kursi gaming ini di sini.

10. MAXNOMIC NEEDforSEAT XL

Image Credit: MAXNOMIC

Menduduki peringkat terakhir di daftar kursi-kursi gaming termahal adalah kursi buatan brand asal Jerman, MAXNOMIC NEEDforSEAT XL. Meskipun menempati peringkat terakhir, kursi buatan MAXNOMIC ini tidak bisa dibilang ‘murah’ — karena kursi gaming ini dibanderol dengan harga EU€579 atau sekitar Rp9,6 juta.

Kursi gaming ini memiliki fitur-fitur yang mirip dengan kompetitornya di atas — seperti sandaran punggung yang bisa direbahkan, penyangga tangan 4D, dan sebagainya. Menariknya, penyangga tangan yang disematkan di kursi gaming ini memiliki slot untuk jari-jari Anda. Jadi, tidak hanya tangan, jari Anda juga dapat beristirahat dengan nyaman.

Image Credit: MAXNOMIC

Lalu, Anda juga bisa menambahkan ukiran nama custom di eksterior kursi dengan tambahan biaya EU€50 (sekitar Rp839 ribu).

Penutup

Nah, itu tadi adalah 10 kursi gaming termahal di dunia. Apakah Anda tertarik untuk memiliki salah satunya? Kalau saya sih… Kursi plastik saya masih bagus wkwkwkw…

Jika beberapa kursi gaming di atas belum cukup ‘gila’ untuk Anda, beberapa waktu lalu terdapat kursi gaming bertema anime yang dilengkapi dengan katana.


Hybrid.co.id hadir juga di berbagai media sosial. Temukan konten yang menarik di Instagram atau follow akun Twitter kami. Jangan lupa juga untuk Likes Fanpage Facebook Hybrid.

Review Koodo Gecko: Keyboard Mechanical 60% Wireless Murah Meriah

Melihat trend keyboard mechanical dengan layout 60% seperti Royal Kludge RK61, Geek GK61, hingga Redragon K552, sejumlah brand lokal ternyata juga ingin menunjukkan kemampuan mereka untuk menyuguhkan keyboard mechanical yang murah meriah.

Brand-brand lokal seperti Vortex, Rexus, hingga Koodo, semuanya berjuang untuk merusak harga pasaran untuk keyboard mechanical 60%. Namun, sebelum memutuskan untuk membawa pulang keyboard dengan layout 60%, mungkin Anda harus mempertimbangkan beberapa hal ini.

Dokumentasi: Hybrid

Keyboard yang hari ini akan saya reviewadalah keyboard Gecko Series dari brand Koodo. Keyboard ini menarik perhatian saya karena memiliki fitur nirkabel menggunakan Bluetooth 5.0 dengan harga Rp450 ribu. Melihat sejumlah kompetitornya (di range harga 400 ribuan) tidak memiliki fitur ini, saya pun tertarik untuk membeli keyboard ini dan telah menggunakannya selama satu minggu.

Sebelum masuk ke review keyboard Koodo Gecko, saya harus memberi tahu Anda soal pengalaman saya di dunia keyboard mechanical — karena setiap review pasti sangat subjektif tergantung pengalaman sang reviewer. Saya membeli keyboard Koodo Gecko ini sebagai keyboard mechanical pertama yang saya miliki. Namun, saya sudah pernah mencoba beberapa keyboard mechanical seperti Rexus Legionare MX9 (TKL), Redragon K552(60%), dan Logitech G413(full-sized). Jadi, saya akan memberikan review dari sudut pandang orang yang terbilang masih awam di dunia keyboard mechanical.

Build Quality

Untuk build quality Koodo Gecko sebenarnya tidak bisa dibilang bagus, malah relatif jelek jika dibandingkan dengan kompetitornya. Mulai dari kualitas casing-nya, rubber feet, hingga keycaps bawaannya, benar-benar tidak ada yang bisa dibanggakan.

Rubber feet milik Koodo Gecko

Mari mulai dari yang paling mengganggu saya, rubber feet-nya. Rubber feet milik Koodo Gecko ini tidak simetris di bagian kiri atas dan kanan bawah, membuatnya tidak stabil alias goyang-goyang saat dipakai. Hal ini sangat mengganggu saya saat main game maupun mengetik artikel seperti ini. Entah semua unit Koodo Gecko seperti ini atau memang saya lagi sial mendapat unit yang cacat pabrik.

Tulisan F1-F12 yang tidak konsisten posisinya

Bagi Anda yang memiliki sifat perfeksionis seperti saya, keycaps bawaan Koodo Gecko mungkin akan mengganggu Anda. Pasalnya, beberapa cetakan tulisan F1-F12 di bawah tombol angka ini tidak konsisten, ada yang mencong ke kanan, atas, dan bawah. Namun, font keycaps yang dipakai Koodo Gecko bisa dibilang sangat clean (tidak seperti Vortex VX5 yang style-nya gamer abis…). Secara pribadi, saya lebih suka font keycaps yang clean, seperti memberikan kesan profesional dan enak dipandang. Tentu saja, keycaps sangat mudah untuk diganti sesuai selera.

Satu lagi yang menurut saya kurang di keyboard Koodo Gecko ini adalah stabilizer-nya. Meskipun sudah pre-lube dari pabrik, kawat/wire stabilizer keyboard ini masih menghasilkan suara rattle di tombol spasi, enter, serta shift kiri dan kanan. Namun, hal ini tidak menjadi masalah, mengingat harganya yang terjangkau.

Switch dan Fitur Hotswap

Nah di sinilah salah satu kelemahan Koodo Gecko, fitur hotswap-nya yang masih 3 pin dan “Outemu Only”. Jadi, jika ingin mengganti switch, keyboard ini hanya mendukung switch Outemu. Sebenarnya bisa dipaksa untuk ganti ke Gateron atau ke switch 5 pin lain. Namun, switch pengganti harus dikikir terlebih dahulu atau bahkan dipotong kakinya untuk muat di PCB. Sebagai perbandingan, Vortex VX5 Pro dan Fantech Maxfit61 yang harganya juga 400 ribuan sudah memiliki fitur hotswap 3/5 pin.

Koodo Gecko memiliki tiga pilihan switch bawaan, yaitu Outemu Blue (Clicky), Brown (Tactile), dan Red (Linear). Karena lifespan-nya yang terkenal cukup pendek, reputasi Outemu memang tidak sebagus Gateron. Namun, feel linear yang saya dapatkan di Outemu Red milik Koodo Gecko terbilang cukup smooth — membuatnya cocok untuk Anda yang ingin mencoba keyboard mechanical dengan switch linear dengan budget terbatas.

Software

Koodo Gecko memiliki software bawaan yang memiliki berbagai fungsi. Meskipun tidak selengkap Logitech G Hub atau Razer Synapse, pengaturan RGB, individual key setting, hingga macro, semuanya ada di software Koodo. Anda juga bisa menambahkan fungsi multimedia seperti volume up dan down di key yang Anda inginkan. Untuk menyimpan pengaturan, software Koodo menyediakan tiga profile penyimpanan. Namun, software ini tidak mengizinkan mengganti kombinasi Fn setelan pabrik atau menambah kombinasi Fn baru.

Tampilan software Koodo

Meskipun fungsinya yang sudah lumayan lengkap, UI (User Interface) dari software Koodo ini kurang bagus. Pertama, sepertinya resolusi software-nya tidak dioptimisasi untuk layar 900p ke bawah — karena di monitor saya yang 900p, menu drop-down untuk memilih mode RGB sedikit terpotong. Lalu, beberapa tombol di UI-nya terlihat seperti hanya text dan bukan tombol.

Hal ini masih bisa saya maklumi, mengingat brand Koodo yang masih dianggap sebagai pendatang baru. Yah.. semoga saja di masa depan akan ditingkatkan lagi kualitas UI-nya.

Layout 60%-nya Yang Ringkas

Koodo Gecko mengusung layout 60% dengan 61 tombol, membuatnya super ringkas untuk dibawa ke mana-mana. Bagi Anda yang senang kerja di luar rumah, keyboard ini cocok untuk Anda. Untuk layout 60%-nya sendiri tidak berbeda dengan keyboard 60% lainnya seperti GK61, VX5, dan banyak lagi.

Sebelum menggunakan Koodo Gecko, saya memiliki keyboard dengan layout full-sized. Jadi, saat beralih ke layout 60%, saya harus beradaptasi atas hilangnya tombol panah, F row, serta numpad. Jika Anda sudah terbiasa dengan keyboard full-sized, mungkin hilangnya tombol-tombol ini harus Anda pertimbangkan sebelum mengganti ke keyboard ini.

Fitur Lainnya

Tombol untuk mengganti Bluetooth device

Di bagian terakhir review ini, saya akan membahas fitur tambahan di Koodo Gecko ini. Pertama, keyboard ini dilengkapi dengan fitur wireless dengan menggunakan Bluetooth 5.0. Sistem Bluetooth wireless dari keyboard ini bisa mengingat tiga device sekaligus dan dapat diganti dengan tombol Fn+Q, Fn+W, dan Fn+E. Keyboard ini juga bisa dihubungkan ke ponsel Android maupun iOS. Untuk daya tahan baterai pada mode Bluetooth, pihak Koodo mengklaim bahwa keyboard ini dapat bertahan hingga 48 jam dari full charge.

LED Tombol Tab dan Fn yang belang.

Untuk indikator mode wired/wireless, Koodo menempatkannya di lampu tombol TAB. Dan untuk indikator baterai, ada di tombol Fn. Ini membuat RGB keyboard ini kurang sedap untuk dipandang. Kelihatannya seperti ada yang belang di RGB keyboard ini. Pengaturan di software-pun tidak bisa mengganti warna lampu tombol TAB atau Fn ini.

Kedua, ada rubber feet-nya. Rubber feet ini cukup bagus, karena membuat bodi keyboard tidak licin saat digunakan. Apalagi jika menggunakan deskpad, pastinya akan lengket di posisinya. Namun, seperti yang sudah saya bilang di atas, kualitas dari rubber feet ini sangat kurang.

Kesimpulan

Pendatang baru di dunia keyboard mechanical ini memang menawarkan fitur wireless yang tidak dimiliki oleh para kompetitornya di harga 400 ribuan. Namun, dengan build quality-nya yang seperti itu, mungkin keyboard ini harus lebih dipertimbangkan untuk dibeli. Memang, soal rubber feet-nya bisa diganjal sesuatu agar tidak goyang-goyang, namun rasa kesal tidak hilang dari pikiran saya mengetahui keyboard ini ada cacat tersebut.

Terlepas dari semua itu, konklusi akhirnya adalah jika Anda memang membutuhkan fitur wireless, keyboard ini sangat layak untuk dibeli. Namun, jika Anda cenderung lebih sering memakai wired, saya sarankan untuk membeli salah satu kompetitornya saja seperti Vortex VX5 Pro atau Fantech Maxfit61. Jika Anda sudah membeli keyboard mechanical dan tidak puas dengan performanya, Anda bisa membaca artikel kami tentang beberapa hal mudah untuk mengupgrade keyboard mechanical Anda.

[Review] AMD Ryzen 7 5800H: Prosesor Mobile untuk Bermain Game di Laptop Tipis

Semenjak kemunculan arsitektur Zen, AMD menjadi pemimpin kecepatan pada pasar prosesor x86. Hal itu pun berlanjut hingga generasi ke 3 yang ada saat ini, yaitu Zen 3. AMD pun juga membawa arsitektur baru ini ke laptop-laptop gaming yang sebelumnya tidak pernah terjadi sebelum arsitektur Zen muncul. Kali ini, saya merasakan prosesor AMD Ryzen 7 5800H.

Ryzen 7 5800H yang datang ke rumah saya terbungkus pada laptop ASUS Zephyrus Duo. Terus terang, saya lebih tertarik untuk membahas prosesor yang digunakan dibandingkan dengan desain yang ada pada ASUS Zephyrus Duo. Sudah lama saya tidak bertemu dengan prosesor AMD, apalagi generasi ke 3-nya ini. Apalagi, prosesor yang satu ini sudah memiliki sebuah kartu grafis terintegrasi.

Prosesor yang memiliki nama Cezanne ini memiliki spesifikasi sebagai berikut

Ryzen 7 5800H
Arsitektur Cezanne
Core / Thread 8 / 16
TDP 45W
Clock 3.2 GHz
Turbo Boost 4.4 GHz
L3 Cache 16 MB
Kecepatan RAM DDR4 3200 MHz / LPDDR4 4266 MHz
Clock iGP / Core 2000 MHz / 8 core
Socket FP6
Pabrikasi 7nm

Prosesor AMD yang satu ini sudah menggunakan proses pabrikasi 7nm. Tentunya ini menjadi sebuah keunggulan tersendiri di mana pesaing utamanya yang masih kesulitan untuk menggunakan pabrikasi tersebut. AMD pun mengambil keunggulan ini untuk meningkatkan efisiensinya dan membuat prosesor ini lebih kencang dibandingkan dengan generasi sebelumnya.

Pada sisi grafis, AMD memasangkan AMD Radeon Graphics dengan 8 GPU core. Grafis terintegrasi ini lebih sering dikenal dengan nama AMD Vega 8, yang memiliki teknologi yang sama dengan yang digunakan pada seri-seri sebelumnya. Pada AMD Ryzen 7 5800H, clock dari IGP ini ditingkatkan menjadi 2 GHz. Hal ini tentu saja membuatnya menjadi lebih kencang jika dibandingkan dengan versi terdahulu.

Berikut adalah hasil CPU-Z dari AMD Ryzen 7 5800H

Arsitektur

Desain dari Zen 3 tentu saja berbeda dengan Zen 2. Selain itu, Zen 3 untuk desktop, Vermeer, juga berbeda dengan Zen 3 untuk laptop, yaitu Cezanne. Cezanne memiliki desain monolithic, yang berarti bahwa ada beberapa komponen yang terintegrasi ke dalam satu cip saja. Hal itu berarti CPU CCD (core complex design), kontroler IO, kontroler memori, dan tentunya grafis terintegrasi.

Pada Zen 2 mobile atau Renoir, sebuah CCX (core complex) akan terdiri dari 4 inti prosesorSelanjutnya, sebuah CCX pada Zen 2 hanya akan memiliki L3 cache hingga 8 MB. Jadi, pada Zen 2, sebuah prosesor yang memiliki L3 cache sebesar 16 MB akan membutuhkan 2 CCX yang aktif di sana.

Pada Zen 3, AMD mengubah lagi arsitekturnya. Sebuah CCX akan memiliki total 8 inti prosesor. AMD juga membuat 8 inti prosesor itu memiliki sebuah shared L3 sebesar 16 MB. Hal ini juga bakal meningkatkan latensi yang dibutuhkan oleh masing-masing inti prosesor tersebut. Dengan tambahan total 4MB pada L2 cache-nya, membuat Ryzen 7 5800H memiliki total cache 20 MB.

AMD juga meningkatkan kinerja instruction per clock-nya dengan cukup signifikan. Pada saat peluncurannya, AMD mengklaim bahwa mereka bisa meningkatkan performanya hingga 19%. Dan walau masih menggunakan proses pabrikasi 7nm, AMD juga berhasil meningkatkan clock-nya dibandingkan Renoir. Hal tersebut juga berlaku pada clock boost-nya.

Pada Cezanne, AMD membuat prosesornya unlocked. Hal ini berarti bahwa perangkat laptop yang memiliki prosesor ini bisa ditingkatkan lagi kinerjanya lebih tinggi. Tentunya, hal tersebut bisa dilakukan dengan meningkatkan multiplier dari prosesor tersebut.

Pada sisi grafisnya, AMD Ryzen 7 5800H masih menggunakan Radeon Vega yang sama dengan Renoir. Walaupun begitu, AMD juga meningkatkan kemampuannya pada sisi clock-nya. AMD juga meningkatkan efisiensi daya sehingga pada clock grafis yang tinggi, daya yang digunakan akan lebih rendah dari generasi sebelumnya.

AMD Ryzen seri H tentunya akan ditemukan pada laptop-laptop yang ditujukan untuk bermain game. Akan tetapi berbeda dengan seri HX, prosesor seri H seperti Ryzen 7 5800H akan dipasarkan untuk laptop-laptop dengan dimensi yang tipis. TDP-nya juga dipasang pada level di bawah seri HX sehingga kemampuannya untuk di-overclock juga lebih rendah.

ASUS ROG Zephyrus Duo GX551QM

Tidak pas rasanya jika saya tidak membahas sedikit mengenai laptop yang menggunakan AMD Ryzen 7 5800H. Perangkat yang satu ini masuk dalam kelas Republic of Gaming, yang merupakan lini gaming dari ASUS. Dengan menyandang nama tersebut, ASUS sudah memastikan bahwa laptop ini bisa dengan lancar digunakan untuk bermain game AAA. Selain itu, spesifikasinya juga bakal bisa digunakan untuk membuat konten.

Laptop ASUS RoG Zephyrus Duo GX551 memiliki dua buah layar. Layar utamanya menggunakan jenis IPS yang memiliki resolusi 1920×1080. Layar kedua diberi nama Screenpad Plus oleh ASUS dan memiliki dimensi 14,1 inci. Layar yang dapat dioperasikan dengan menyentuhnya ini memiliki resolusi yang tinggi pula, yaitu 1920 x 550 piksel. Layar ini akan terangkat dengan sendirinya saat laptop ini dibuka dan membentuk sudut 13 derajat.

Sayangnya, dengan hadirnya ScreenPad Plus, membuat keyboard yang ada harus sedikit turun ke bawah. Hal tersebut menyebabkan hilangnya bagian palm rest yang selalu ada pada setiap laptop. ASUS memang menyediakan bantalan palm rest secara terpisah, namun hal tersebut membuat pengguna harus menyediakan ruang ekstra pada mejanya agar mengetik menjadi lebih nyaman. ASUS juga menaruh touchpad pada sebelah kanan dari keyboard-nya.

Terus terang, saya cukup merasa tidak nyaman bermain dan mengetik artikel dengan menggunakan ASUS Zephyrus Duo. Hal tersebut bukan karena tombol keyboard-nya yang memang sangat responsif serta memiliki dimensi yang pas di tangan saya. Akan tetapi posisi palm rest yang membuat tangan saya sering sakit saat menguji dengan laptop gaming ini. Akan tetapi, saat mencoba melakukan editing video, hal tersebut menjadi lebih menyenangkan berkat ScreenPad Plus-nya.

Pada ASUS Zephyrus Duo, terdapat dua grafis di sana. Yang pertama adalah AMD Radeon Graphics dan yang kedua adalah NVIDIA GeForce RTX 3060. Tentu saja, pada pengujian kali ini saya tidak menggunakan discrete graphics-nya. Semua pengujian menggunakan Radeon Vega 8 sebagai grafisnya.

Pengujian

Untuk mengetahui seberapa kencang prosesor AMD Ryzen 7 5800H, tentu saja harus dilakukan beberapa pengujian. Oleh karena AMD Ryzen 7 5800H menggunakan integrated graphics, pengujian pun dilakukan pada sisi prosesor serta IGP-nya. Saya tidak melakukan pengujian pada NVIDIA GeForce RTX 3060 dengan melakukan setting grafis pada Windows 10 pada power saving.

Pengujian saya lakukan dengan membagi menjadi dua bagian, yaitu sintetis dan gaming. Berikut adalah hasil pengujian benchmark sintetis dari perhitungan pada sisi prosesornya

Selanjutnya, pengujian dilakukan untuk melihat seberapa baik kinerja dari grafis terintegrasinya. Berikut adalah hasil benchmark-nya

Berikutnya adalah pengujian pada game. Saya menggunakan beberapa game seperti Red Dead Redemption 2, Dirt, Borderlands 3, dan Rise of the Tomb Raider. Saya menggunakan resolusi 1680×1050 pada semua pengujian dan menggunakan profile yang berbeda, dari low hingga high pada Dirt. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui batas dari Radeon Vega 8 yang dimiliki oleh Ryzen 7 5800H.

Berikut adalah hasil benchmark-nya.

Verdict

Saat ini, laptop gaming tidak lagi didominasi oleh satu merek prosesor saja. AMD saat ini sudah kembali masuk ke pasar prosesor mobile untuk berbagai lini. Tahun 2021 ini, AMD kembali memasukkan prosesor seri 5000nya ke dalam beberapa laptop gaming. Salah satunya adalah ASUS ROG Zephyrus Duo.

Pada laptop ini, kinerja AMD Ryzen 7 5800H memang hampir tidak ada bedanya dengan kecepatan prosesor yang terpasang pada dekstop. Saat digunakan untuk bermain game, kinerjanya tidak perlu lagi dipertanyakan. Apalagi saat digunakan untuk melakukan rendering video, Ryzen 7 5800H sangat cocok untuk melakukan pekerjaan tersebut.

Grafis terintegrasi yang ada pada prosesor ini juga memiliki kinerja yang cukup baik. Dengan daya yang rendah, tentu saja akan bisa menghemat baterai lebih baik dibandingkan dengan discrete graphics seperti GeForce RTX 3060 yang ada pada ASUS ROG Zephyrus Duo tersebut. Jika Anda menggunakan prosesor dengan grafis terintegrasi yang sama, yaitu Radeon Vega 8, tentu saja sudah bisa bermain game tanpa lag pada setting tertentu.

Prosesor Ryzen 7 5800H saat ini tersedia pada laptop dengan harga yang cukup tinggi, yaitu 15 hingga 30 jutaan. Walaupun memiliki harga yang tinggi, Ryzen 7 5800H akan menjamin pekerjaan serta game Anda menjadi lancar, apalagi ditambah dengan discrete graphics. Laptop dengan prosesor ini tentu saja bisa menjadi alternatif pilihan untuk bermain game dan membuat konten dengan cepat.

Sparks

  • Kinerja kencang dengan arsitektur yang baru
  • Kinerja IGP yang mumpuni untuk bermain game
  • Menggunakan proses pabrikasi 7 nm yang efisien
  • 8 cores dan 16 threads pada sebuah laptop
  • TDP 45 watt untuk laptop gaming

Slacks

  • Hanya hadir pada laptop dengan harga yang tinggi
  • Tanpa dukungan PCIe Gen 4
  • Tanpa dukungan Thunderbolt terbaru

BenQ MOBIUZ EX2710S: Pilihan Terbaik Monitor Gaming 165Hz

Ada banyak monitor untuk gaming yang tersedia di pasar untuk dipilih bagi pada penikmat gadget. Namun, tidak banyak yang memiliki fitur-fitur untuk menolong penggunanya untuk berhasil dalam sebuah game. Untungnya, BenQ memiliki banyak pilihan untuk monitor yang seperti itu. Salah satunya adalah BenQ MOBIUZ EX2710S Gaming Monitor.

Dengan MOBIUZ EX2710S, BenQ menawarkan pengalaman bermain game untuk gamer enthusiast. Monitor yang satu ini menawarkan refresh rate hingga 165 Hz. Hal tersebut berbeda dengan saudaranya yang memiliki nama sama, namun tanpa akhiran “S”, yaitu EX2710 yang memiliki refresh rate hingga 144 Hz saja. Panelnya sendiri sudah menggunakan IPS.

BenQ MOBIUZ EX2710S datang pula dengan Motion Picture Response Time (MPRT) 1 ms. Selain itu, teknologi HDRi juga mampir pada layar yang satu ini untuk mengoptimalkan gambar untuk meningkatkan warna, kontras, dan detail. Layar  ini juga sudah mendukung standar dari AMD, yaitu Freesync Premium yang menawarkan latensi rendah.

Tidak hanya tampilan saja yang ditawarkan pada BenQ MOBIUZ EX2710S, layar ini juga memiliki speaker. Speakernya sendiri sudah menggunakan treVolo, yaitu lini speaker buatan BenQ dengan daya 2,5 watt sebanyak dua buah. BenQ juga sudah menanamkan chip DSP untuk menambah depth, clarity, definition, presence, dan pencitraan bidang stereo.

BenQ MOBIUZ EX2710S sendiri memiliki spesifikasi sebagai berikut:

Dimensi layar 27″
Rasio 16:9
Resolusi 1920×1080
Tipe panel IPS
Dimensi 539.6 x 614.1 x 216.7 mm
Berat total 6,2 KG
Port 2x HDMI 2.0 / Display Port 1.2 / audio jack‎‎‎
Response Time 1 ms MPRT
Kontras 1000:1
Speaker 2x 2,5 watt
Daya 55 watt

Tentunya, BenQ juga tidak ketinggalan untuk menyematkan teknologi eye care. Teknologi ini sendiri bakal membuat mata para penggunanya tidak lelah jika memakainya seharian. Monitor ini juga sudah bisa diatur tinggi rendahnya sehingga pengguna tidak akan sakit punggung akibat posisi kepalanya yang selalu terlalu ke atas atau ke bawah.

Unboxing

Selain monitor dan kakinya, inilah yang bisa didapatkan pada paket penjualan dari BenQ MOBIUZ EX2710S

Desain

BenQ MOBIUZ EX2710S datang dengan panel layar In-Plane Switching atau IPS. Monitor ini menawarkan response time yang cepat, yaitu 1 ms MPRT. MPRT (Moving Picture Response Time) berhubungan dengan berapa lama piksel tetap terlihat di layar. Semakin lama piksel tetap terlihat, semakin membuat blur atau trail gambar bergerak yang dihasilkan dari sebuah adegan.

Layarnya sendiri juga sudah mendukung refresh rate 165 Hz yang sejajar dengan dapat menampilkan 165 fps tanpa tearing. EX2710S ternyata juga sudah mendukung FreeSync Premium, yaitu standar tampilan gaming dari AMD.

Height Adjustable Monitor ini memang bisa diatur ketinggiannya sehingga pas dengan sudut pandang para penggunanya. Hal ini tentu saja membuat leher dan punggung menjadi tidak pegal. Monitor ini juga bisa diatur untuk “menengok” ke kanan mau pun ke kiri, sehingga posisinya bisa dengan nyaman untuk diatur.

Pada bagian belakang dari monitor ini sudah terdapat beberapa port, yaitu dua buah HDMI 2.0, sebuah Display Port 1.2, serta audio 3,5 mm. Selain itu, pada bagian kanannya terdapat beberapa tombol yang meliputi tombol menu, daya, serta sebuah tombol navigasi 4 arah. Pada bagian bawah terdapat sebuah sensor cahaya untuk mengendalikan fitur Brightness Intelligence secara otomatis. Speaker juga diposisikan pada bagian bawah dari layar monitor ini.

Berbicara mengenai tombol navigasi 4 arah, pada BenQ MOBIUZ EX2710S tentu sudah terdapat On Screen Display yang terdiri dari menu dan juga QuickOSD. Pada QuickOSD sendiri, pengguna dapat mengatur dan beralih ke pengaturan game yang sering digunakan dengan cepat. Dan Anda juga dapat mengatur setting layar ini langsung pada menunya.

HDRi

Saat ini, mungkin kebutuhan akan visual terhadap sebuah konten sudah merupakan keharusan. Bagian gambar dari sebuah gambar, video, mau pun game juga akan lebih baik berkat teknologi ini. HDR (High Dynamic Range) sendiri akan mengangkat bagian yang gelap menjadi lebih terlihat serta membuat warnanya tetap terjaga. Hal inilah yang ingin dipecahkan oleh BenQ.

BenQ telah mengembangkan teknologi miliknya sendiri untuk memenuhi kebutuhan ini, yaitu HDRi. Dengan demikian, pengguna bisa mendapatkan pengalaman visual yang lebih mendalam dengan detail yang jelas dan realistis dalam pemandangan gelap dengan mempertahankan kejernihan di layar. Fitur HDRi juga dapat meningkatkan konten SDR (Standard Dynamic Range) dengan fitur HDR yang diemulasi agar sangat mirip dengan HDR aslinya. BenQ membagi fitur ini untuk game dan cinema.

Pada Game HDRi, akan meningkatkan detail gambar seperti pada detail gelap serta menyeimbangkan tingkat kecerahan. Pada sebuah game, hasilnya akan lebih terlihat pada saat sedang berada di ruang gelap yang ditembus dengan seberkas sinar matahari. Sedangkan untuk Cinema HDRi, warna dan kontras akan ditingkatkan sehingga warna yang tersaturasi akan lebih baik, terutama pada warna kulit. Hal ini juga akan berpengaruh pada gambar yang tingkat kecerahan serta kontras yang tinggi.

Anda bisa melihat perbandingan atau perbedaan hasil antara yang menggunakan HDR dengan yang menggunakan HDRi pada dua foto berikut ini. 

Contoh perbandingan HDR dan HDRi Game:

Contoh perbandingan HDR dan HDRi Cinema:

treVolo

Mungkin bagi mereka yang belum menggunakan BenQ masih asing dengan treVolo. TreVolo sendiri merupakan merek BenQ yang memproduksi perangkat-perangkat audio. EX2710S dilengkapi dengan speaker 2.5W, yang dirancang dan dikalibrasi oleh treVolo. Hal tersebut menghasilkan suara akustik penuh dengan lima pengaturan suara dan mode suara preset secara maksimal.

Dengan menggunakan BenQ MOBIUZ EX2710S, pengguna tidak lagi membutuhkan sebuah speaker tambahan. Namun, jika pengguna ingin menggunakan headphone saat bermain, langsung saja tancapkan pada port audio 3,5 mm di bagian belakang monitor ini.

Menonton dan bermain: Layar enak dipandang dan tidak lelah

Masa pandemi COVID menyebabkan semua orang harus bekerja dan sekolah di rumah. Walaupun PPKM sudah diturunkan level-nya, namun sebagian besar, termasuk saya, masih cukup ngeri untuk pergi keluar rumah. Bermain game dan menonton video merupakan salah satu cara saya dan anak-anak untuk menghilangkan kebosanan di rumah. Dan menggunakan layar dengan dimensi 27 inci memang cukup pas untuk kedua kebutuhan tersebut.

Saat BenQ MOBIUZ EX2710S datang ke rumah saya sekitar dua minggu yang lalu, langsung saya buka dan rakit. Karena ini monitor yang diarahkan untuk bermain game, tentu saja saya tidak sabar untuk bermain game favorit saya dengan monitor dari BenQ Ini. 

Saya pun melakukan pengujian dengan menggunakan beberapa judul game. Game pertama yang saya mainkan adalah Valorant. Pengalaman yang didapatkan tentu saja sangat jauh berbeda ketika menggunakan game ini di 165 fps. Hasilnya memang sangat berbeda jika dibandingkan dengan monitor 60 Hz yang saya gunakan sampai saat ini.

 

Dengan menggunakan HDRi Game, kecerahannya memang tidak setinggi HDRi Cinema. Akan tetapi, HDRi Game akan menjamin bahwa kita bisa melihat musuh pada tempat-tempat gelap. Hal ini cukup membantu saya saat bermain game action adventure seperti Shadow of The Tomb Raider. Hal tersebut juga berlaku pada saat bermain CS:GO di beberapa map.

Selain untuk teman bermain di PC, monitor BenQ MOBIUZ EX2710S juga akan cocok untuk gaming dengan perangkat lain, misalnya console generasi lanjut seperti PS5 dan Xbox terbaru.

Saya juga mencoba monitor ini untuk menonton beberapa video dari layanan streaming berbayar. Tentunya, saya ingin mencoba menggunakan HDRi dari BenQ dengan profile HDRi Cinema. Ternyata memang setiap video yang saya tonton menjadi lebih cerah dan tajam.

Semua video dengan tone gelap bisa saya lihat dengan lebih baik. Beberapa film superhero juga dapat saya tonton dengan lebih baik jika dibandingkan dengan HDR biasa. Pada monitor ini juga sudah ada HDR biasa yang warnanya sedikit lebih warm dibandingkan dengan HDRi. Tingkat ketajamannya pun juga berbeda.

Saat HDRi saya aktifkan, menu Eye Care pada OSD BenQ MOBIUZ EX2710S pun juga aktif. Hal ini berarti Brightness Intelligence pada layar ini juga bisa diaktifkan. Dan benar saja, menonton beberapa video tidak membuat mata saya lelah. Hal ini bahkan berlanjut hingga malam hari.

Menonton video dengan genre action juga sangat menyenangkan pada layar ini. Tidak ada lagi yang namanya ghosting atau blur saat adegan-adegan dengan kecepatan tinggi. Saya mencoba menonton film Batman v Superman pada adegan melawan Doomsday menjadi lebih nyaman karena memang tajam.

Berbicara mengenai film Zack Snyder yang satu ini, tentu tidak asing lagi dengan scene dark yang menyelimuti filmnya. Jika HDRi Cinema tidak mengangkat kecerahannya, BenQ sudah menyediakan fitur Light Tuner yang bisa mengangkat kecerahannya. Saya menggunakan Light Tuner sampai nomor 6 untuk meningkatkan kecerahannya. Dan film tersebut akan bisa dilihat dengan bagus.

Untuk mencoba refresh rate dari monitor ini, tentu saja Test Ufo masih menjadi salah satu benchmark yang saya unggulkan. Benchmark gratis ini bisa menampilkan refresh rate asli dari sebuah monitor. Dan benar saja, monitor ini langsung terdeteksi sebagai 165 Hz.

Saya juga mencoba menggunakan suara dari speaker yang ada. Saya menggunakan monitor yang satu ini didalam ruangan sekitar 4×3, sehingga suara yang dihasilkan memang sudah cukup untuk bermain dan menonton video. Walaupun begitu, suaranya memang akan terdengar lebih kecil jika digunakan pada ruang keluarga yang cukup terbuka.

Menggunakan tombol navigasi dari BenQ MOBIUZ EX2710S juga memudahkan saya dalam memilih pada menu OSD. Saat menyentuhnya, jari saya gerakkan ke arah yang sesuai dengan option yang ingin saya pilih. Untuk memilihnya, saya tinggal menekan tombol navigasi tersebut di tengah. BenQ sepertinya memang sudah memikirkan untuk navigasi OSD yang nyaman.

Terakhir, tentu saja monitor ini saya gunakan untuk menulis artikel. Sebagai informasi saja, artikel ini saya tulis dengan memakai BenQ MOBIUZ EX2710S sebagai layarnya. Memang sangat nyaman untuk mengetik sebuah artikel pada layar 27 inci dengan fitur kenyamanan mata yang dimiliki oleh BenQ. Biasanya saya harus mengistirahatkan mata sejenak saat menulis, namun sepertinya tidak berlaku untuk BenQ MOBIUZ EX2710S.

Tentunya, Anda harus mencobanya sendiri untuk menggunakan monitor BenQ MOBIUZ EX2710S. Pengalaman tersebut memang akan lebih baik jika langsung melihat dan merasakannya sendiri.

Verdict

Dengan banyaknya monitor gaming yang dijual di Indonesia, tentu membuat susah untuk memilih yang mana yang mau dibeli. Pastikan bahwa monitor tersebut memiliki fitur-fitur yang mampu membuat mata nyaman saat memandangnya. Tentunya, BenQ memiliki banyak solusi monitor yang bisa membuat penggunanya tidak lelah saat melihat layarnya seharian. Salah satunya adalah BenQ MOBIUZ EX2710S.

BenQ MOBIUZ EX2710S memiliki fitur kenyamanan untuk bermain serta menonton video. Dengan fitur HDRi, kualitas gambar yang ditampilkan akan menjadi semakin baik. Untuk bermain game, monitor ini sudah mendukung refresh rate 165 Hz serta mendukung AMD Freesync Premium. Tidak lupa, response time pada BenQ MOBIUZ EX2710S yang sudah 1 ms MPRT.

Selain menampilkan gambar yang baik, monitor ini juga memiliki speaker yang bagus pula. Dengan dua speaker dari treVolo membuat kita bisa mendengarkan suara dari sebuah konten dengan baik. Monitor ini juga sudah memiliki 2 HDMI 2.0 serta sebuah Display Port 1.2. Dan tentunya, monitor ini juga sudah menggunakan Height Adjustable Stand yang bisa membuat posisinya lebih fleksibel.

BenQ menjual MOBIUZ EX2710S pada harga Rp. 6.565.000. Tentunya harga ini tergolong terjangkau untuk sebuah monitor gaming dengan fitur melimpah. Monitor ini cocok untuk para gamer yang memiliki budget terbatas namun tidak ingin melihat tearing saat bermain game. BenQ juga memberikan 3 tahun garansi untuk panel, service, dan spare part.

Informasi Produk: BenQ MOBIUZ EX2710S

Link pembelian:  Tokopedia

Rangkuman keunggulan monitor BenQ MOBIUZ EX2710S

  • Layar yang nyaman untuk dipandang
  • Refresh Rate hingga 165 Hz
  • Mendukung AMD Freesync Premium
  • Menu OSD yang nyaman dan mudah untuk dinavigasi
  • Speaker dengan suara yang bagus dari treVolo
  • Teknologi HDRi yang membantu meningkatkan kualitas gambar untuk game dan video
  • Posisi layar yang adjustable

Disclosure: Artikel ini didukung oleh BenQ.